Anda di halaman 1dari 28

Bab 6

KOLOID TANAH

Bahan Kajian : Tujuan Instruksional khusus


 Konsep Koloid Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa mampu :
 Permukaan Koloid 1. memahami tentang sistem koloid tanah.
Tanah 2. menjelaskan tentang group fungsional dan muatan
 Koloid Tanah
permukaan koloid tanah, menjelaskan tentang
Bermuatan
Permanen Dan koloid bermuatan permanen dan bermuatan
Bermuatan variabel dan teori lapis rangkap listrik.
Variabel
 Model Lapis
Rangkap Listrik
Model Lapis
Rangkap Listrik
PENDAHULUAN
Bila suatu benda terdispersi dalam suatu medium, misalnya air, maka
akan terbentuk suatu sistem dispersi. Bedasarkan perbedaan sifatnya, sistem
ini atas 3, yaitu sistem larutan (larutan sebenarnya), sistem suspensi, dan
sistem koloid. Klasifikasi ini diperlukan untuk memahami konsep sistem koloid
dan membedakannya dengan sistem lainnya.

Sistem Sistem larutan (Larutan sebenarnya) adalah campuran


Larutan
homogen dari dua atau lebih bahan dimana bahan yang
terlarut (solut) dalam pelarut (solven) memiliki ukuran
partikel ≤ 50 Å (ukuran molekul) atau 5.10-6 mm. Partikel dari
sistem ini tidak dapat disaring (lolos dari kertas saring) dan
tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Gula yang
dilarutkan dalam air merupakan satu contoh dari sistem
larutan.

Sistem Sistem suspensi adalah campuran heterogen dimana ukuran


Suspensi
partikel satu atau lebih komponennya > 1µm atau 10-3 mm.
Bila tepung dilarutkan dalam air dan distirrer dengan cepat,
partikel lumpur terdistribusi merata dalam air. Setelah
beberapa waktu, partikel dalam larutan mengendap ke dasar
air akibat pengaruh grafitasi. Larutan tepung ini merupakan
contoh dari sistem suspensi. Berbeda dengan sistem larutan,
partikel pada sistem suspensi cukup besar untuk dapat dilihat
dengan mata telanjang.

Sistem Koloid Sistem koloid merupakan campuran heterogen yang ukuran


bahannya berada antara sistem larutan dan sistem suspensi;
yaitu antara 50 Å (5.10-6 mm) hingga 1µm (10-3 mm). Asap dari
api merupakan suatu contoh sistem koloid yang partikel halus
dari padatan yang melayang dalam udara. Seperti sistem
larutan, partikel koloid cukup kecil dan tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Partikel koloid mudah lolos dari kertas
saring, tetapi cukup besar untuk tertahan oleh kertas
‘parchment’ (perkamen).
Perbedaan antara Sistem Larutan, Koloid dan Suspensi dirinci pada Tabel 6.1. di
bawah ini.

Tabel 6.1. Perbedaan antara Sistem Larutan, Koloid dan Suspensi.


Sifat Sistem Larutan Sistem Koloid Sistem Suspensi
Ukuran Partikel ≤ 5.10-6 mm 5.10-6 mm - 10-3 mm > 10-3 mm
Bentuk Homogen Heterogen Heterogen
Filtrabilitas Partikel terdiffusi cepat Partikel dapat melalui Partikel tidak dapat
(Diffusi melalui melalui kertas saring kertas saring tetapi melalui kertas saring
kertas sebaik kertas tidak dapat melalui dan kertas perkamen
perkamen) perkamen. kertas perkamen.
Visibilitas Partikel tidak terlihat Partikel tidak terlihat Partikel cukup besar
dengan mata telanjang dengan mata telanjang untuk dilihat dengan
tetapi dapat diamati mata telanjang
dengan mikroskop
ultra
Efek Tyndall Tidak menunjukkan Menunjukkan efek Dapat atau tidak
efek Tyndall Tyndall menunjukkan efek
Tyndall
Penglihatan Transparan/Jernih Translucen Buram

Ketiga sistem ini ditemukan di dalam tanah, pasir (diameter 0.05 mm - 2


mm) dan debu (diameter 0.002mm - 0.05mm) dalam air membentuk sistem
suspensi, sedangkan fraksi liat dengan diameter partikel < 0.002mm sebagian
besar akan membentuk sistem koloid, disamping itu humus tanah juga akan
membentuk sistem koloid. Sistem koloid yang sangat besar menentukan sifat-
sifat kimia tanah.
Sistem Koloid memiliki beberapa sifat yang khas, antara lain :
1. Partikel yang terdispersi dalam medium bergerak secara acak (Gerak
Brown).
2. Sinar yang dilewatkan melalui sistem koloid akan diteruskan namun
dipencarkan (Efek Tyndal).
3. Luas permukaan besar, akibat partikel yang terdispersi berdiameter kecil.
4. Permukaan koloid bermuatan listrik, dapat bermuatan listrik negatif atau
positif.
5. Pada permukaan terjadi proses adsorbsi.
Berdasarkan jenis bahan yang terdispersi dan mediumnya, maka koloid
dibedakan atas beberapa sistem koloid sebagaiman ditampilkan pada Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Perbedaan Sistem Koloid


Sistem Koloid Partikel Dispers Medium Dispers
Aerosol Cair/Padat Gas
Emulsi Cair Cair
Sol/Gel Padat Cair

Sol merupakan sistem koloid berwujud cair , sedangkan Gel berwujud padat.
Selain itu sistem koloid juga dibedakan atas (a) Koloid Liofobik jika tak bereaksi
dengan mediumnya, dan (b) Koloid Liofilik yang bereaksi dengan mediumnya.
Bila mediumnya berupa air, maka menjadi Koloid Hidrofobik dan Koloid
Hidrofilik. Pada tanah terdapat bahan-bahan yang terdispersi seukuran sistem
koloid dalam medium cair, sehingga akan membentuk Sistem Koloid Tanah.
Sistem Koloid Tanah disusun oleh :
1. Bahan Anorganik, yaitu bahan mineral yang berukuran liat (< 1 µm) biasa
disebut sebagai mineral liat; dikenal sebagai Koloid Anorganik atau Koloid
Liat.
2. Bahan Organik, yaitu bahan humus; dikenal sebagai Koloid Organik atau
Koloid Humus.

Dari bahan dispers dan mediumnya maka Koloid Tanah merupakan


Koloid berbentuk Sol dan merupakan Koloid Hidrofobik, sehingga terdapat
perbedaan antara partikel dan larutan yang mengelilinginya. Koloid tanah
merupakan komponen tanah yang aktif dan sangat menentukan sifat kimia
tanah. Proses adsorbsi (jerapan), pertukaran ion, adsorbsi air, pembentukan
dan stabilitas agregat, mengembang dan mengkerutnya tanah, dispersi dan
flokulasi, sangat terkait dengan keberadaan koloid tanah. Proses-proses
tersebut, baik secara langsung atau tidak , akan menetukan sifat-sifat tanah,
seperti pH, ketersediaan hara, keberadaan bahan beracun bagi tanaman,
pencemaran tanah, penyediaan air bagi tanaman, penadaan air bersih,
pengkajian genesis tanah, dan kepekaan tanah terhadap erosi.
PERMUKAAN KOLOID TANAH
Aktivitas koloid sangat ditentukan oleh sifat permukaannya. Dua sifat
permukaan koloid tanah yang sangat menentukan aktivitasnya adalah (a) luas
permukaan dan (b) muatan permukaan. Luas permukaan ditentukan ukuran
dan dan bentuk partikel, sementara muatan permukaan, baik jenis maupun
besarnya, ditentukan oleh group fungsional yang bereaksi dengan ion di
larutan tanah oleh proses pertukaran ion di struktur mineral.

Group Fungsional Permukaan


Group fungsional permukaan merupakan unit molekuler yang menonjol
dari permukaan padat ke larutan tanah. Unit molekuler tersebut reaktif secara
kimia dan merupakan bagian dari struktur padat yang langsung dikelilingi oleh
komponen reaktif di larutan tanah. Group fungsional permukaan ini dapat
berikatan dengan padatan anorganik maupun organik.

Group Pada koloid anorganik atau koloid liat, group fungsional


Fungsional
permukaan dibedakan atas 3 jenis, yaitu :
Permukaan
Koloid a. Group Fungsional Siloksan
Anorganik
Group fungsional ini dibentuk oleh ikatan Si-O-Si pada bidang
dasar atom oksigen tetrahedral. Group fungsional ini
ditemukan pada mineral liat fillosilikat tipe 2 : 1 (Smektit,
Vermikulit) dan tipe 1 : 1 (Kaolinit). Muatan permukaan
umumnya ditimbulkan oleh proses substitusi isomorfik dari
atom Si tetrahedral. Group fungsional permukaan Siliksan ini
cukup kuat dan sukar bereaksi.

b. Group Fungsional Silanol, Aluminol dan Ferol


Group fungsional yang tiga ini terbentuk oleh hubungan –Si-
OH (Silanol), -Al-OH (Aluminol) dan –Fe-OH (Ferol). Group
fungsional permukaan ini banyak terkandung pada mineral Al-
amorfus, Fe dan Al oksidahidroksida, mineral Alofan dan
Imogolit. Memiliki luas permukaan yang besar dan bermuatan
variabel. Bagian yang reaktif dari group fungsional ini adalah
gugus OH yang terbuka.
c. Group Fungsional Oksida hidroksida.
Gorup fungsional ini oleh Tan (1998) dibedakan dari gorup
fungsional lainnya, terutama group Aluminol, karena dibentuk
oleh ikatan –O-Al-OH dari gugus Al – oktahedral. Group
fungsionall ini ditandai dengan munculnya group OH dasar
dari atom Al, Fe atau Mn sebagai pusat oktahedral. Mineral
Kaolinit (mineral liat tipe 1 : 1) memiliki group fungsional
permukaan ini selain group fungsional Siloksan. Group
fungsional oksidahidroksida yang muncul merupakan sumber
muatan permukaan melalui proses dissosiasi.

Group Pada koloid organik, humus tanah, group fungsional


Fungsional
permukaan yang ada cukup beragam dan merupakan
Permukaan
Koloid Organik komponen organik yang berpolimerisasi membentuk bahan
humus di dalam tanah. Beberapa group fungsional
permukaan organik disajikan pada Tabel 6.3. di bawah ini.
Tabel 6.3. Group Fungsional Permukaan Koloid Organik
Group fungsional permukaan koloid organik dapat saja
sebagai polimer dari satu jenis struktur,atau dapat pula
sebagai polimer dari gabungan beberapa jenis struktur. Bagi
senyawa humik (asam humikt dan fulfik) group fungsional
yang dominan adalah group fungsional Karboksil dan Fenolik.

Kompleks Jika group fungsional permukaan dari suatu koloid bereaksi


Permukaan
dengan suatu ion atau molekul larut di larutan tanah, maka
terbentuk suatu unit molekuler yang stabil; maka
dikatakanlah bahwa group fungsional permukaan tersebut
telah membentuk suatu kompleks permukaan. Reaksi
pembentukannya disebut Kompleksasi Permukaan.
Berdasarkan struktur ikatan antara group fungsional dan ion
atau molekul, maka kompleks permukaan dibedakan atas 2,
yaitu :

a. Kompleks Inner-Sphere
Kompleks Inner-Sphere terbentuk jika tidak terdapat
molekul air di antara ikatan group fungsional permukaan
dengan ion atau molekul. Ikatan ion/molekul pada group
fungsional merupakan ikatan kovalen, sehingga ikatan ini
lebih stabil. Istilah adsorpsi spesifik selalu digunakan untuk
menggambarkan kompleksasi ion atau molekul pada
kompleks Inner-Sphere. Kompleks ini dapat juga terbentuk
oleh proses pertukaran ligan oksianion dengan group OH.
Kompleks permukaan inner-sphere dicontohkan oleh
kompleks ion K+ pada vermikulit. Pada kompleks
permukaan ini dibutuhkan koordinasi antar satu atom K
dengan 12 atom O yang membagi dua rongga siloksan yang
berlawanan. Dalam hai ini muatan lapisan vermikulit cukup
besar dan rongga siloksan di bidang datar mineral dapat
mengkompleksasi sebuah kation K+; radius K+ hampir sama
dengan radius rongga siliksan.

Gamabar 6.1. Kompleks Permukaan Inner-Sphere

b. Kompleks Outer-Sphere
Minimal terdapat satu molekul air di antara ikatan group
fungsional dan ion/molekul, maka kompleks yang
terbentuk disebut kompleks Outer-Sphre. Secara umum
pada kompleks Outer-sphere bekerja ikatan elektrostatik,
sehingga lebih kurang stabil dibandingkan kompleks Inner-
Sphere. Suatu kompleks permukaan Outer-Sphere terjadi
antara dua lapis air dari Ca-Montmorilonit, dua rongga
siloksan yang berhadapan mengkompleks sebuah kation
Ca2+ yang terlarut oleh enam molekul koordinasi
oktahedaral.
Gambar 6.2. Kompleks Permukaan Outer-Sphere

Gambar 6.3. Perbedaan Outer dan Inner Sphere Kompleks

Muatan Listrik Permukaan


Permukaan koloid tanah dapat bermuatan listrik melalui proses : (a) Adsorbsi
ion pada pinggir kristal yang patah, (b) Substitusi Isomorfik dan (c) Dissosiasi
dan assosiasi ion H di Group fungsional permukaan.

Adsorpsi Ion Oleh proses alami, hancuran iklim, pinggir kristal dapat patah
pada Pinggir
dan atom atau sisi yang muncul akan ditempati oleh ion lain
Kristal yang
Patah untuk melengkapi bilangan koordinasinya. Misalnya pada
kristal AgCl .
_ =
Cl Cl Cl Cl Cl X

Ag Ag

Cl Cl Cl Cl Cl Cl

Dalam hal ini ion baru akan melengkapi bilangan koordinasi,


tetapi akan mengganggu elektronegatifitasnya. Akibatnya
koloid akan bermuatan negatif. Jumlah dan tanda muatan
permukaan tergantung kepada rasio aktifitas dari ion yang
teradsorbsi.
Substitusi Substitusi isomorfik merupakan proses pergantian antara dua
Isomorfik
ion, yang hampir sama ukurannya (diameter) namun berbeda
muatan muatannya (valensi), pada struktur mineral.
Umumnya terjadi secara alami pada mineral liat adalah Al3+
menggantikan Si4+ pada struktur tetrahedral dan Mg2+
menggantikan Al3+ atau Fe3+ pada struktur oktahedral.

Al3+
Tertrahedral Si Al
++++ + + +
_ _ _ _ _ _ _ ─

Mg2+
Al Mg
Oktahedral
+ + + + +
_ _ _ _ _ ─

Hasil dari proses substitusi isomorfik ini adalah muatan listrik


permukaan yang negatif. Sifat dari muatan listrik tersebut
permanen, muatan permukaan tidak terpengaruh oleh
konsentrasi elektrolit maupun pH. Proses ini terjadi pada
mineral liat filosilikat tipe 2 : 1 (kelompok mineral Smektit,
Vermikulit, dll).

Dissosiasi dan Mekanisme ini terjadi pada group fungsional permukaan


Assosiasi Ion H Aluminol, Ferol, Oksidahidroksida, dan group fungsional
di Group
Fungsional permukaan Amino dari koloid organik.Terutama terjadi pada
Permukaan koloid dari mineral Aluminosilikat Orde Rentang Pendek atau
mineral Amorf (Alofan dan Imogolit), mineral
Oksidahidroksida, dan Koloid organik.
Pada keadaan tertentu dapat terjadi :
 Permukaan group fungsional ─Al─OH mengalami dissosiasi
ion H+ (atau berikatan dengan OH-), sehingga permukaan
koloid menjadi bermuatan negatif
_
─Al─OH + OH- ─Al─O + H2O

 Permukaan group fungsional ─Al─OH mengalami assosiasi


dengan ion H+ (atau protonasi), maka permukaan koloid
menjadi positif
+
─Al─OH + H+ ─Al─OHH

atau pada group fungsional Amino, yang terjadi :

 Permukaan group fungsional mengalami dissosiasi ion H di


gugus karboksil, sehingga permukaan bermuatan negatif.

C NH2 C NH2

C=O + OH- C=O + H2O


_
OH O

 Permukaan group fungsional mengalami assosiasi atau


protonasi ion H di gugus amin, sehingga pemukaan
bermuatan positif.

C NH2 C NH2 H+

C=O + H+ C=O

OH OH
Proses dissosiasi dan assosiasi ini dapat menghasilkan muatan
permukaan koloid negatif atau positif. Keadaan ini dikenal
sebagai muatan permukaan variabel, dapat bermuatan
negatif, nol, atau positif.

Muatan permukaan negatif atau nol ataupun positif


ditentukan oleh ion-ion yang teradsorbsi di permukaan koloid.
Ion-ion ini biasanya H+ dan OH- yang disebut sebagai ion
penentu potensial (potential determining ion). Oleh karena itu
dahulu mineral/koloid seperti ini dikatakan sebagai
Mineral/Koloid Bermuatan Tergantung pH (pH Dependent
Charge Minerals/Colloids), karena muatannya ditentukan
oleh ion H+ atau OH- atau pH. Namun akhir-akhir ini, padsa
sistem yang bermuatan variabel, muatan dipengaruhi juga
oleh faktor-faktor lain, selain pH, sehingga istilah yang tepat
adalah Mineral/Koloid Bermuatan Variabel (Variable Charge
Minerals/Colloids).
KOLOID TANAH BERMUATAN PERMANEN DAN
BERMUATAN VARIABEL
Berdasarkan ketiga sumber muatan permukaan di atas, maka koloid
tanah dibedakan atas dua, yaitu :
1. Koloid Tanah Bermuatan Permanen
2. Koloid Tanah Bermuatan Variabel
Di dalam tanah kedua koloid ini tidak terpisah secara jelas, tetapi berada
dalamkeadaan tercampur. Sifat yang muncul dari tanah adalah sifat koloid yang
dominan. Jika koloid bermuatan permanen yang dominan maka tanah akan
bermuatan permanen, atau sebaliknya jika koloid bermuatan variabel yang
dominan maka tanah akan bermuatan variabel.

Koloid Tanah Bermuatan Permanen

Sumber muatan koloid ini berasal dari proses substitusi isomorfik, yang
menghasilkan muatan permukaan yang negatif dan bersifat permanen.
Dikatakan permanen karena muatan permukaan negatif tidak berubah oleh
pengaruh pH atau elektrolit; jadi dalam kondisi bagaimanapun muatan
permukaan akan tetap negatif. Oleh karena permukaan bermuatan negatif,
maka fenomena yang terjadi adalah adsorbsi kation, dan kapasitas tukar kation
dapat dipakai sebagai ukuran aktifitasnya. Koloid seperti ini umumnya
beradada pada tanah-tanah yang mengandung mineral liat tipe 2 : 1 dan tanah
yang relatif masih muda. Misalnya tanah Vertisol, Entisol, Inseptisol.

Koloid Tanah Bermuatan Variabel

Muatan koloid ini dikatakan variabel karena permukaan dapat bermuatan


negatif, nol atau positif. Sumber muatannya dari proses dissosiasi dan assosiasi ion H di
group fungsional permukaan, terutama pada gugus OH yang terbuka. Muatan
permukaan sangat tergantung kepada pH karena ditentukan keberadaan ion H+ dan
OH- sebagai ion-ion penentu potensial. Bila ion OH- dominan maka terjadi dissosiasi ion
H di group fungsional sehingga permukaan koloid bermuatan negatif. Sebaliknya pada
saat ion H+ yang dominan maka assosiasi ion H+ akan terjadi sehingga permukaan akan
bermuatan positif.
Proses yang terjadi tersebut dapat digambarkan pada reaksi di bawah ini

a. Pada Kaolinit

+ 0 -
- -
Si OH Si OH Si

O H+½ O-½ O-½


H+ H+
Al Al Al
OHH+½ OHH+½ OH

(Asam) (ZPC) (Basa)

b. Pada Al atau Fe Hidroksida

OHH+½ + OHH+½ 0 OH-½ -


- -
OH OH
[ Fe] [Fe] [Fe]
+ +
H H
OHH+½ OH-½ OH-½

(Asam) (ZPC) (Basa)

c. Pada Asam amino

R + R 0 R -

C NH2H+ OH- C NH2 OH- C NH2

C OH H+ C OH H+ C O-

O O O

(Asam) (ZPC) (Basa)


Pada mineral yang bermuatan variabel, muatan permukaan terbentuk
oleh ion-ion yang teradsorpsi pada permukaannya sehingga muatan ditentukan
oleh kelebihan ion yang teradsorbsi tersebut. Biasanya ion yang teradsorbsi
adalah H+ dan OH-, sehingga ion ini disebut sebagai ion penentu potensial. Sifat
yang sangat penting bagi tanah yang didominasi oleh mineral liat yang
bermuatan variabel adalah Zero Point of Charge (ZPC) atau pH0 dan oleh IUPAC
disebut Point of Zero Charge (PZC), diartikan sebagai pH dimana adsorpsi H+
dan OH- (sebagai ion penentu potensial) pada permukaan adalah sama,
sehingga muatan netto permukaan adalah nol.

Nilai ZPC (Zero Point of Charge) dapat didefinisikan sebagai nilai pH saat
mana koloid bermuatan nol, yang mempunyai arti sama dengan iso electric
point . Biasanya diberi simbol ZPC atau pH0. Nilai ZPC perlu diketahui karena
nilai ini dapat dijadikan sebagai patokan apakah suatu koloid bermuatan negatif
atau positif.

Bila :
pH > ZPC ; keadaan basa, maka koloid bermuatan negatif.
pH < ZPC; keadaan asam, maka koloid bermuatan positif.
pH = ZPC; koloid bermuatan nol.

Dengan semakin tinggi nilai ZPC maka ada kemungkinkan lebih besar dari pH
sehingga permukaan koloid bermuatan positif . Koloid yang bermuatan positif
akan mengadsorpsi anion seperti fosfat. Oleh sebab itu pada tanah yang
bermuatan variabel selalu dilakukan penurunan nilai ZPC. Nilai ZPC dapat
diturunkan dengan cara pemberian bahan organik, semakin tinggi kadar C
organik tanah nilai ZPC akan semakin rendah. Selain itu nilai ZPC dapat juga
diturunkan dengan pemberian silikat. Pemberian Si dalam bentuk Na2SiO3
mampu menurunkan nilai zero point of charge (ZPC) Andisol Tongkoh Brastagi
dari 4,42 turun secara linier menjadi 4,17 pada pemberian 1,5 g SiO2/kg tanah,
dan akhirnya 4,10 pada pemberian 3,0 g SiO2/kg tanah. Sementara pH tanah
meningkat secara linier juga dari 4,28 menjadi 5,02 pada pemberian 3,0 g
SiO2/kg tanah). Oleh Mott (1981) dijelaskan bahwa pemberian bahan silikat
dapat menegatifkan muatan permukaan mineral melalui reaksi berikut :

│ +X
│ 1-X

≡ M – OH2 + Si(OH)4 ≡ M – OSi(OH)3 + H2O


│ │

Dari reaksi di atas dapat diduga bahwa silikat yang akan bereaksi dengan gugus
OH terbuka untuk dapat menghambat adsorbsi anion lain seperti fosfat.
Dengan demikian P terhindar untuk diadsorbsi sehingga menjadi tersedia bagi
tanaman. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Uehara dan Gillman (1981)
bahwa penambahan silikat ke tanah yang kadar Si-nya rendah, seperti Andisol,
akan berpengaruh baik terhadap pengurangan erapan fosfat, meningkatkan pH
dan kapasitas tukar kation. Dalam hal ini silikat berperan sebagai spesies
kompetitor bagi fosfat.

Nilai ZPC tanah dapat ditentukan dengan 3 metode, yaitu metode Salt
titration, Potentiometric titration, dan Autopotensiometrik.

Tanah-tanah yang didominasi oleh koloid yang bermuatan variabel umumnya


ditemukan di daerah tropis dan sebagian merupakan tanah yang telah
berkembang lanjut. Ordo tanah Ultisol, Oksisol, Spodosol dan Andisol
merupakan tanah yang bermuatan cenderung variabel.
MODEL LAPIS RANGKAP LISTRIK

Lapis Rangkap Model lapis rangkap digunakan untuk memvisualisasikan


Diffus
lingkungan ionik di sekitar koloid bermuatan dan menjelaskan
bagaimana terjadinya gaya tarikan/tolakan listrik. Lebih
mudah untuk memahami model ini sebagai bagian dari
tahapan yang terjadi di sekitar koloid yang bermuatan negatif
jika dinetralisasi ion.

Lapis rangap listrik terjadi pada interfase antara permukaan


liat dan larutan tanah. Lapis ini terbentuk dari muatan negatif
permanen dari liat dan kation atau kauterion di larutan tanah,
yang menyimbangkan muatan negatif. Konsentrasi kaunterion
tinggi dekat permukaan dan menurun secara berangsur-
angsur sesuai jarak, hingga tercapai kesetimbangan dengan
konsentrasi kaunterion di larutan. Dengan cara yang sama,
tetapi berlawanan, terdapat sedikit ion negatif atau koion di
sekitar permukaan karena ditolak oleh koloid negatif.
Konsentrasi ko-ion akan meningkat secara teratur sesuai
jarak, sebagai gaya gaya tolakan yang tersaring oleh ion-ion
positif, hingga kesetimbangan tercapai.

Kaunterion dipengaruhi oleh dua gaya yang sama tetapi


berlawanan, gaya listrik menarik ion positif (kaunterion) ke
permukaan negatif, dan gaya diffusi atau gaya termal (gerak
Brownian) yang cenderung memindahkan kation jauh dari
permukaan. Keseimbangan dua gaya ini menimbulkan suatu
distribusi kation di air yang berdekatan dengan permukaan
liat. Distribusi ini, digambarkan sebagai lapis rangkap listrik
diffus (diffuse electrical double layer) atau sederhananya lapis
rangkap diffus, dibentuk oleh permukaan liat negatif dan
distribusi konterion yang menyebar (diffus).
Gambar. 6.4. Ilustrasi Lapis Rangkap Listrik Diffus

Ketebalan Lapis Rangkap Diffus dapat berubah. Lapis Rangkap


Diffus, menempati ruang antara permukaan liat dan larutan
tanah dan mempunyai ketebalan kurang dari 10-6cm.
Ketebalan lapis rangkap ini menurun dengan meningkatnya
konsentrasi elektrolit - dalam hai ini lapis rangkap dikatakan
ditekan/dipadatkan. Lapis Rangkap akan lebih tipis jika ion
kalsium (dengan muatan positf ganda) menyeimbangkan
muatan negatif lebih kuat dibandingkan natrium yang
bermuatan positif tunggal.
Teori Lapis Rangkap

Ada beberapa teori atau model yang berkembang untuk


menggambarkan karakteristik erapan didasarkan kepada teori lapis rangkap.

Teori Teori ini sangat sederhana dan paling tua. Teori ini
Helmholtz
menganggap bahwa sistem koloid pada hakekatnya netral
secara listrik. Menurut Helmholtz, terjadinya lapis rangkap
listrik akibat muatan permukaan koloid yang dinetralkan oleh
ion yang berbeda muatan disekeliling partikel koloid. Muatan
permukaan dinetralkan oleh kaunterion pada jarak ‘d’ yang
meningkat dari permukaan.

Potensial muatan permukaan linier tidak teratur dari


permukaan ke kaunterion. Jarak d akan menjadi pusat dari
kaunterion, misalnya radius kaounterion. Potensial antara
muatan koloid dengan muatan kaunterion = Zeta Potensial.

Persamaan Helmholtz :

ξ = 4D

dimana :
ξ : zeta potensial
Ϭ : kerapatan muatan
D : ketebalan dari lapis rangkap
ε : konstanta dielektrika dari medium (80 esu/dyne cm untuk air)

Teori Teori Helmholtz tidak dapat menjelaskan semua keadaan,


Gouy- karena hipotesis lapisan kaku dari muatan yang berlawanan.
Chapman
Ini tidak terjadi secara alami.
Gouy (1910) dan Chapman (1913) secara terpisah
menyarankan bahwa potensial antar permukaan yang
bermuatan dapat dikenali dengan adanya sejumlah ion yang
terikat dipermukaan dan sejumlah ion yang berlawanan
(kaunterion) di larutan.
Permukaan koloid bermuatan listrik, maka terjadi tarikan
listrik terhadap kaunterion secara elektrostatis; disisi lain
kaunterion berdifffusi ke larutan setimbang untuk
menetralkan ion lain yang ada dilarutan tanah.

_ Kaunterion
Koloid Tanah _
_ 
_
_ elektrostatis diffusi
_

Gambar 6.5. Posisi Kaunterion di Sistem Koloid

Lapis rangkap diffus (Diffuse Double Layer) terjadi sebagai


resultante antara kecenderungan kaunterion untuk berdiffusi
ke larutan setimbang disatu sisi dan tarikan listrik oleh
muatan permukaan koloid disisi yang lain.

Gambar 6.6. Distribusi Kaunterion

Konsentrasi ion positif menurun dengan semakin jauh


jaraknya dari permukaan koloid, hingga akhirnya muatan
setimbang oleh ion negatif di larutan setimbang. Kelebihan
muatan di lapisan diffus akan sama dengan muatan negatif di
permukaan koloid.
Gouy menetapkan bahwa kerapatan muatan listrik di
permukaan lapisan menurun secara eksponensial dengan
semakin jauhnya jarak kaunterion.

Pada teori Gouy-Chapman diasumsikan :


a. Partikel koloid dinyatakan sebagai permukaan datar (plat)
tanpa pengaruh ujungnya; dan permukaanya berukuran tak
terhingga.
b. Koloid mempunyai muatan negatif.
c. Permukaan mempunyai kerapatan muatan listrik yang
berlanjut (continius).
d. Ruang atau volume kerapatan muatan di dalam larutan
dibentuk oleh distribusi tunggal dari ion-ion yang berperan
sebagai suatu titik dalam larutan.
e. Pelarut merupakan suatu medium yang mempengaruhi
lapis rangkap hanya melalui konstanta dielektrika yang
sama.
f. Potensial listrik dinyatakan sebagai persamaan Poisson.
g. Konsentrasi ionik ditentukan oleh persamaan Boltzman,
yang berarti hanya interaksi listrik dengan permukaan yang
bersangkutan dan interaksi ion secara mutual oleh teori
Debye-Huckel diabaikan.
Persamaan Gouy-Chapman adalah :

 2nkT   Ze0 
1/ 2

Ϭ=    sinh  
 2kT 
dimana :
Ϭ : kerapatan muatan permukaan (esu/cm3)
 : konstanta dielektrika medium (80 esu/dyne cm untuk air)
n : konsentrasi kaunterion di larutan (ion/cm3)
k : konstanta gas per molekul atau konstanta Boltzman
(1.38. 10-16 erg/Å).
e : muatan elektronik (4.80. 10-10 esu).
0 : potensial permukaan
z : valensi kaunterion.

Pada tanah yang bermuatan tetap :

 2nkT   Ze0 
1/ 2

Konstan =  sinh  
    2kT 
Sedangkan untuk tanah yang bermuatan variabel :

 2nkT 
1/ 2
 Ze 
Ϭ=  sinh   konstan
    2kT 

Keterbatasan teori Gouy-Chapman :


 Persamaan Gouy-Chapman didasarkan kepada asumsi
bahwa gaya antara pertikel liat dan ion merupakan gaya
elektrostatistik murni yang alami. Jadi tidak ada perbedaan
yang dapat dibuat antara ion-ion yang bermuatan
(bervalensi) sama dengan muatan partikel liat, lebih jauh
ini dikenal sebagai gaya adsorpsi spesifik.
 Keterbatasan teori Gouy-Chapman yang kedua,
ditunjukkan oleh Stern, yaitu pengaruh ukuran ion yang
terbatas, tidak terterapkan pada mineral liat karena
kerapatan permukaan yang relatif rendah. Potensial
permukaan terlalu besar untuk sejumlah kaunterion yang
diadsorpsi di dalam lapis rangkap.
 Keterbatasan teori Gouy-Chapman yang lain adalah pada
sistem liat-air yang memunculkan kompleksnya ukuran dan
bentuk partikel liat. Diasumsikan bahwa partikel liat
berbentuk plat dan berukuran yang tak terhingga. Hal ini
berartibahwa ketebalan plat diabaikan terhadap radiusnya.
Kenyataannya tidak, kerapatan muatan permukaan diujung
sangat kecil dibandingkan dengan di bidangnya. Bila plat
sangat kecil, ruang antara ujung nya akan merupakan suatu
ruang, sehingga perhitungan jarak antar plat sangat tidak
akurat.

Teori Stern Teori Gouy-Chapman terbukti lebih baik dari pada teori
Helmholtz, namun masih memiliki beberapa keterbatasan
kualitatif dalam pemakaiannya. Teori ini berasumsi bahwa
ion-ion dianggab sebagai titik bermuatan, dan teori itu
berasumsi bahwa tidak ada batasan fisika untuk ion-ion dalam
hal kedekatannya dengan permukaan. Hal ini tidak benar.
Stern (1924) memodifikasi lapis rangkap diffus Gouy-
Chapman. Teorinya menetapkan bahwa ion-ion memiliki
ukuran terbatas, jadi dapat dekat ke permukaan liat pada
beberapa nm. Diasumsikan bahwa beberapa ion diadsorpsi
secara khusus oleh permukaa pada permukaan , dan dikenal
sebagai “lapisan Stern”. Lapisan yang bermuatan tersebut
merupakan ‘molekul kondensor’ (molekul yang terpadatkan)
yang terdiri dari :
o Permukaan yang bermuatan.
o Muatan di bidang tengah dari kaunterion yang terdekat.
Ion-ion pertama dari lapis rangkap Gouy-Chapman tidak
berada di permukaan, tetapi berada pada jarak tertentu dari
permukaan. Jarak ini bisanya sebesar radius ion.
Diagram di bawah ini menyajikan perbandingan visual dari
jumlah kaunterion di setiap lapisan.
Gambar 6.7. Visual Kaunterion di Lapisan Stern dan Lapisan Diffus

Potensial Stern turun secara linier mulai M hingga S dan


potensial Gouy-Chapman menurun secara eksponensial mulai
dari S hingga ξ.

Teori Lapis Teori-teori sebelumnya diperuntukan bagi liat silikat, tetapi


Tripel
liat sesquioksida dan tipe lainnya yang mempunyai
permukaan oksihidroksi dan bereaksi berlainan. Permukaan
liat memiliki muatan dari ion-ion penentu potensial, dalam
hal ini H+ dan OH- . Sehingga adsorpsi kaunterion terjadi di
zona lebih jauh ke luar. Dengan demikian terdapat tiga lapis
yaitu :
 Lapis dalam (inner) Helmholtz.
 Lapis luar (outer) Helmholtz.
 Lapis diffus.
Gambar 6.8. Model Lapis Tripel

Zeta Potensial

Lapis rangkap terbentuk untuk menetralkan muatan koloid, dan


sebaliknya menyebabkan suatu potensial elektrostis antara permukaan koloid
dan satu titik di dalam massa dari larutan suspensi. Perbedaan voltase ini dalam
satuan milivolt dan dinyatakan sebagai “zeta potensial”. Besarnya potensial
permukaan berhubungan dengan muatan permukaan dan tebalnya lapis
rangkap. Begitu menjauhi permukaan, potensial turun secara linier di lapisan
stern dan kemudian turun secara eksponensial di lapisan diffus, dan mendekati
nol pada batas imajiner dari lapis rangkap. Kurva potensial berguna karena
dapat menunjukkan kekuatan dari gaya elektrikal antara perkilel dan jarak pada
mana gaya tersebut berperan.
Sebuah partikel yang bermuatan akan bergerak dengan kecepatan
tertentu di dalam sebuah medan voltase. Fenomena ini disebut ‘elektroforesis’.
Mobilitas partikel berhubungan dengan konstanta dielektrika dan viskositas
larutan sekelilingnya dan dengan potensial elektrikal pada batas antara partikel
yang bergerak dan larutan. Batas ini disebut bidang luncur (slip plane) yang
biasanya didefinisikan sebagai titik dimana lapisan Stern dan lapisan diffus
bertemu. Lapisan Stern terikat kaku ke koloid sedangkan lapisan diffus tidak.
Hasilnya potensial elektrikal pada permukaan tersebut berhubungan dengan
mobilitas partikel dan dikatakan sebagai “Zeta Potensial”.
BAHAN BACAAN
Anonim. . Electric Double Layer.
http://www.chemistry.nmsu.edu/studtres/chem4355/lab14/doblelayer.
html.

Anonim, . Zeta Potensial : A Complate Course in 5 Minutes.


Zeta Meter, Inc.

Burau, R.G. and R.J. Zasoski. 2002. Soil and Water Chemistry. Course Note and
Graphical Material. U.C. Davis. http://lawr.ucdavis.edu/classes/ssc102
.pdf

Mott, C.J.B. 1981. Anion and Ligand Exchange. in J.Greenland and H.B. Hayes
(eds) The Chemistry of Soil Processes. John Wiley & Sons.

Mukhlis. 1996. Peningkatan Ketersediaan Fosfor di Tanah Andisols Melalui


Penurunan Nilai Zero Point of Charge (ZPC). [Tesis S2]. Program
Pascasarjana IPB. Bogor.

Sakurai, K. 1989. Studies on Zero Point of Charge (ZPC) of Soils Dominated


byVariable Charge Clays. Kyoto University. Japan

________, Y. Ohdate, and K. Kyuma. 1988. Comparation of Salt Titration and


Potentiometric Titration Methods for Determination of Zero Point of
Charge (ZPC). Soil Sci. Plant Nutr. 34 : 171 – 182.

Sparks,D. L. 2003. Environmental Soil Chemistry. 2nd edtion.


Academic Press.

Sposito, G. 1984. The Surface Chemistry of Soils.


Oxford University Press.

Sumner, M.E. 1977. Surface Chemistry of Soil Colloids


University of Wisconsin. USA.

Tan, K. H. 1998. Principles of Soil Chemistry.3rd edition


Marcel Dekker.

Tan, K. H. 2011. Principles of Soil Chemistry 4th edition.


CRC Press

Uehara, G. and G. Gillman. 1981. The Mineralogy, Chemistry, Physics of


Tropicals Soils with Variable Charge Clays. Westview Press. Colorado.
PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan :
a. Sistem koloid
b. Sistem larutan
c. Sistem suspensi
d. Flokulasi
e. Dispersi
2. Sebut dan jelaskan sifat-sifat yang khas dari sistem koloid.
3. Sebutkan jenis-jenis sistem koloid berdasarkan bahan terdisper dan
mediumnya.
Mengapa di dalam tanah terdapat/ditemukan sistem koloid.
4. Koloid tanah dibedakan atas dua jenis, sebutkan dan jelaskan.
5. Jelaskan mengapa koloid tanah merupakan komponen tanah yang aktif dan
sangat menentukan sifat kimia tanah.
6. Apa yang dimaksud dengan group fungsional permukaan.
7. Apa yang sangat ditentukan oleh oleh group fungsional permukaan.
8. Sebut dan jelaskan 3 jenis group fungsional permukaan koloid anorganik.
9. Sebut 5 jenis group fungsional permukaan koloid organik
10. Sebut dan jelaskan 3 proses terjadinya muatan listrik di permukaan koloid.
11. Jelaskan tentang tanah (koloid) yang bermuatan permanen.
12. Jelaskan tentang tanah (koloid) yang bermuatan variabel.
13. Apa yang dimaksud dengan Zero Point of Charge (ZPC) tanah.
14. Apa gunanya nilai ZPC diketahui.
15. Jelaskan tentang teori lapis rangkap listrik menurut :
a. Helmhotz
b. Gouy-Chapman
c. Stern
d. Lapis Tripel

Anda mungkin juga menyukai