Anda di halaman 1dari 21

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Okra (Abelmoschus esculentus) adalah satu-satunya tanaman sayuran

penting dalam Famili Malvaceae dan sangat populer di Indo-Pak benua. Di India,

itu peringkat nomor satu dalam konsumsi tetapi aslinya dari Ethiopia dan Sudan,

negara-negara Afrika utara-timur. Ini adalah salah satu tanaman tertua yang

dibudidayakan dan saat tumbuh di banyak negara dan secara luas didistribusikan

dari Afrika ke Asia, Eropa selatan dan Amerika. Okra adalah tanaman untuk tropis

– subtropis dan sensitif terhadap embun beku; suhu rendah, kondisi genangan air

dan kekeringan, dan budidaya dari negara-negara yang berbeda memiliki

karakteristik yang membedakan tertentu disesuaikan khusus untuk negara mana

mereka berasal (Sathish et al.,2013).

Upaya untuk meningkatkan produksi dengan teknik budidaya antara lain

pemilihan bibit unggul dan pemupukan yang tepat. Pemupukan yang sering

dilakukan petani adalah pemupukan melalui tanah yang dilakukan untuk

menambah unsur hara dalam tanah. Pemupukan dapat memperbaiki keadaan fisik

tanah serta sekaligus melengkapi unsur hara anorganik tanah yang essensial bagi

tanaman. Pupuk selain diberikan melalui tanah dapat juga diberikan melalui daun,

terutama pemupukan daun sebelah bawah karena banyak terdapat stomata.

Respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat produksinya bila

digunakan jenis pupuk, dosis, waktu serta cara pemberian pupuk yang tepat

(Suriatna,2002).

Pemupukan adalah usaha memberikan pupuk agar unsur hara dapat

tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan tersebut tidak hanya


2

dilakukan melalui tanah atau pupuk akar, tetapi dapat pula diberikan ke tubuh

tanaman melalui daun. Pemupukan melalui daun dilakukan dengan cara

menyemprotkan unsur hara tertentu pada daun atau tubuh tanaman lainnya.

Sebelum melakukan pemupukan melalui daun harus diperhatikan jenis pupuk

daun dan konsentrasi larutan pupuk dibuat harus benar-benar mengikuti petunjuk

(Sarief, 2006).

Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk organik

berbahan dasar cacing tanah (Lumbricus rubellus). Pupuk organik ini dapat berupa

padatan yaitu kascing (singkatan dari ”bekas cacing‟) maupun cairan (pupuk cair).

Pupuk kascing sebenarnya adalah kotoran cacing tanah yang diberi makan bahan-

bahan organik. Pupuk kascing memiliki kandungan hara makro dan mikro serta

hormon pertumbuhan yang siap diserap tanaman dan tentunya penting bagi

pertumbuhan dan produksi tanaman (Mulat, 2003).

Pupuk kascing memiliki rasio C/N yang rendah sehingga sangat baik

sebagai sumber energi yang akhirnya dapat meningkatkan aktivitas mikrobia

tanah. Manfaat kascing bagi tanaman yaitu mempercepat panen, merangsang

pertumbuhan akar, batang dan daun, serta merangsang pembentukan bunga

(Lingga dan Marsono, 2000).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pemberian

pupuk kascing terhadap ketersediaan hara P pada tanaman okra

(Abelmoschus esculentus (L.) Moench.).


3

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat

untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Nutrisi Tanaman

Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan

sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.


4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman okra di Indonesia di tanam sejak tahun 1877 terutama di

Kalimantan Barat. Tanaman ini telah lama di usahakan oleh petani Tionghoa

sebagai sayuran sangat disukai utamanya untuk kebutuhan keluarga sehari – hari,

pasar swalayan, rumah makan, restoran dan hotel. Dapat juga menjadi komoditas

non migas yang potensial, sehingga tanaman ini mempunyai peluang bisnis yang

mendatangkan keuntungan besar bagi petani. Bagian yang dibuat sayur adalah

buahnya (buah muda). Buah tersebut banyak mengandung lendir sehingga baik

dijadikan sup. Buah okra muda mengandung kadar air 85,70 % ; protein 8,30 %;

lemak 2,05 %; karbohidrat 1,04 %; 38,9 % kalori per 100 g (Yudo,1991).

Produksi okra (Abelmoschus esculentus L.) diperkirakan mencapai 6 juta

ton per tahun di dunia. Luas total okra telah meningkat selama bertahun-tahun.

Pada 1991-1992, total daerah di bawah budidaya okra adalah 0,22 juta hektar dan

produksi sebesar 1,88 juta ton, sedangkan tahun 2006-2007 daerah meningkat

untuk 0.396.000 hektar dan produksi itu 4,07 juta ton. Akhirnya, pada 2009-2010

daerah itu 0.430.000 hektar dan produksi berdiri di 4540000 t (Benchasri, 2012).

Klasifikasi tanaman okra (Abelmoschus esculentus L.) adalah sebagai

berikut : Kingdom : Plantae, Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga),

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua), Ordo : Malvales, Family : Malvaceae

(suku kapas – kapasan), Genus : Abelmoschus, Spesies : Abelmoschus esculentus

L. (Nilesh et al., 2012).

Tanaman okra memiliki akar tunggang yang tumbuhnya relatif dangkal

dengan kedalaman 30 sampai 50 cm. Tanaman ini merupakan tanaman semusim


5

yang sifatnya herba. Tanaman okra belum di kenal karena pemanfatannya belum

diketahui, perakaran tanaman okra memiliki akar yang serabut (Sutanto, 2002).

Batang okra berwarna hijau tetapi ada juga berwarna kemerah – merahan.

Tunas – tunas pada ketiak daun dapat tumbuh menjadi bahan baru. Rata – rata

batangnya bergaris tengah 1,5 – 2 cm. Tanaman okra yang subur tingginya

mencapai lebih dari 2 (dua) meter. Kedudukan daun terletak pada batang,

posisinya berselang – seling teratur dan setiap buku terdapat satu daun. Daun okra

berbentu jari. Tangkai daun terdiri dari 20 – 30 cm berwarna merah kehijau –

hijauan (Susanti, 2006).

Tanaman okra memilki daun yang berbentuk jari dengan tulang daunnya

berbentuk sirip yang terlihat jelas dari bagian bawah daun. Posisi daun berselang-

seling teratur dan peda setiap buku terdapat 1 daun . Bunga okra berbentuk

terompet berwarna kuning dan bagian dalam berwarna gelap, tangkai bunganya

pendek (4-6 mm) yang terletek hampir melekat pada batang. Tanaman okra

berumah satu, berkelamin dua karena pada setiap bunga terdapat benang sari dan

kepala putik. Pertumbuhan kuncup bunga berlangsung cepat dan segera layu dan

membesar menjadi buah (Nadira et al , 2009).

Bunga okra berbentuk terompet, warna nya kuning dan bagian dalamnya

berwarna gelap kemerahan. Tangkai bunga pendek (4 – 6 mm) yang letaknya

hampir melekat pada batang. Bunga hanya mekar sehari kemudian layu dan

tinggal kepala putik yang akan membesar menjadi buah. Bunga yang lain akan

mekar pada hari berikutnya karena itu panen buah okra dapt dilakukan 2 ( dua )

kali sehari (Wiguna, 2007).


6

Buah okra berbentuk bulat beralur meruncing ke ujungnya, panjang dapat

menjadi 20 cm dan diameter 1 – 1,5 cm. Buah okra berwarna hijau dan hijau

muda tergantung jenisnya. Jenis okra berbatang besar, buahnya lebih panjang dan

agak melengkung warnanya agak pucat dan rasanya agak alot. Sedangkan jenis

okra yang berbatang pendek, warna buahnya lebih hijau, hijau, pendek dan

rasanya lebih renyah. Buah okra memiliki 5 – 7 ruang sebagai tempat untuk

bijinya dan tersusun membujur, memanjang. Bial buah tersebut sudah kering akan

pecah dengan sendirinya dan biji – bijinya akan keluar. Buah okra yang masih

muda banyak mengandung lendir, demikian juga bunga, batang dan daunnya

(Rachman dan Sudarto, 2001)

Biji okra mirip biji kapuk, warna kulitnya hitam, di dalamnya terdapat isi

berwarna putih dan berlemak. Setiap polong buah okra terdiri dari 7 belahan dan

mempunyai sekitar 60 - 115 biji. Pada biji okra terdapat minyak yang

mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat dan asam linoleat. Buahnya

sendiri mengandung protein cukup tinggi, yaitu 3,9% dan lemak 2,05%. Energi di

dalam 100 gram buah okra 40 kkal. Mineral di dalam buah okra adalah kalium

( 6,68%) dan fosfor ( 0,77%) (Asha and Geetha, 2001).

Tumbuhan ini termasuk terna tahunan, tegak, tingginya hingga 4 m. Daun

tersusun spiral, berlekuk 3-, 5- atau 7-, panjang tangkai daun hingga 50 cm, daun

penumpu membenang dengan panjang hingga 20 mm, sering terbelah hingga

pangkalnya. Biji membundar, berdiameter 3 - 6 mm, kehitaman

(Schultze-kraft dan Teitzel, 2005).


7

Syarat Tumbuh

Iklim

Okra akan tumbuh baik pada tanah dengan ketinggian 1 – 800 mdpl pada

daerah dengan suhu diatas 20oC. Suhu paling baik untuk penanaman okra berkisar

antara 28 – 30oC. Tanaman okra tahan terhadap kekeringan dan nauangan, tetapi

tidak tahan genangan air. Okra sangat baik ditanam pada daerah dengan curah

hujan antara 1700 – 3000 mm/tahun (Rodiah, 2008).

Okra dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi pada hampir

semua jenis tanah dengan pH tanah minimal 4.5. Okra dapat tumbuh dengan baik

pada tanah berpasir dengan pengairan yang baik, dan pH antara 6.5-7.5. Tanam

Benih okra biasanya ditanam langsung, namun jika jumlah benih terbatas, lebih

baik disemai terlebih dahulu. Metoda pindah tanam lebih menguntungkan

mengingat benih okra memerlukan perlakuan khusus sebelum tanam, yaitu

perendaman benih dengan menggunakan air hangat selama 4-6 jam. Benih disebar

merata dan ditutup tanah tipis-tipis. Setelah berumur 21 hari siap dipindah ke

lahan tanam. Jarak tanam yang dianjurkan 90-125 cm x 28-62 cm (Sutanto, 2002).

Tanaman okra dapat tumbuh pada ketinggian 1 – 800 m dpl. Tanaman okra

dapat ditanam pada musim kemarau . Pada musim hujan okra dapat pula ditanam,

tetapi perlu dibuatkan parit atau saluran drainase, karena tanaman ini tidak tahan

genangan air. Namun pendapat lain menyebutkan okra tumbuh baik di dataran

tinggi, 600 meter 9 dpl keatas, namun di dataran rendah juga dapat tumbuh dan

berbuah, hanya saja umurnya lebih pendek dan produksinya lebih rendah

(Goldsworthy dan Fisher, 2006).


8

Untuk pertumbuhannya yang baik, tanaman okra membutuhkan tanah yang

gembur, kadar keasaman (pH) antara 5-6, tanah sedikit mengandung pasir, dan

banyak mengandung humus serta pengairan yang teratur dan cukup mulai

tanaman mulai dapat dipanen. Bagi tanaman genjah dan yang dikehendaki cepat

panen, tanah liat berpasir akan lebih baik. Suhu yang terbaik bagi pertumbuhan

tomat adalah 230C pada siang hari dan 170C pada malam hari. Selisihnya adalah

adalah 60C. Suhu yang inggi dapat menyebakan panyakit daun berkembang,

sedangkan kelembapan yang relatif rendah dapat mengganggu pembentukan buah

(Asha and Geetha, 2001).

Pembentukan buah sangat ditentukan oleh faktor suhu malam hari.

Pengalaman di berbagai negara membuktikkan bahwa suhu yang terlalu tinggi di

waktu malam menyebabkan tanaman tomat tidak dapat membentuk bunga sama

sekali, sedangkan pada suhu kurang dari 100C tepung sari menjadi lemah

tumbuhnya dan banyak tepung sari yang mati, akibat hanya sedikit saja yang

terjadi pembuahan (Subhan, 2002).

Tanah

Tanaman okra sebenarnya tidak memerlukan jenis tanah khusus untuk

pertumbuhannya, namun faktor tanah tetap mempunyai pengaruh terhadap

pertumbuhannya. Ahli pertanian menyebutkan bahwa tanah merupakan medium

alam tempat tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan padat,

cair dan gas. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel mineral, bahan

organik, jasad hidup, air dan gas (Jumin, 2005).

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman okra pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
9

disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman okra

dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat

fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman okra

baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah

vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur,

sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara

umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya

cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik.

Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 ‐ pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0

dan > pH 8,0 (Goldsworthy dan Fisher, 2006).

Tekstur tanah yang baik untuk tanaman okra adalah lempung liat berpasir

dengan komposisi 30 ‐ 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 ‐ 20 persen debu.

Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi

tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan

gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah

tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang menguntungkan

tanaman okra, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun

mengandung kerikil masih baik bagi tanaman okra (Sutanto, 2002).

Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu

menciptakan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena itu,

kedalaman efektif berkaitan dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam

rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu kedalaman air tanah disyaratkan

minimal 3 meter (Asha and Geetha, 2001).


10

PEMBERIAN PUPUK KASCING TERHADAP KETERSEDIAAN HARA P


PADA TANAMAN OKRA ( Abelmoschus esculentus (L.) Moench.)

Pengertian Pupuk Kascing

Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan adalah pupuk organik

berbahan dasar cacing tanah (Lumbricus rubellus). Pupuk organik ini dapat berupa

padatan yaitu kascing (singkatan dari ”bekas cacing‟) maupun cairan (pupuk cair).

Pupuk kascing sebenarnya adalah kotoran cacing tanah yang diberi makan bahan-

bahan organik. Pupuk kascing memiliki kandungan hara makro dan mikro serta

hormon pertumbuhan yang siap diserap tanaman dan tentunya penting bagi

pertumbuhan dan produksi tanaman (Mulat, 2003).

Pupuk kascing memiliki rasio C/N yang rendah sehingga sangat baik

sebagai sumber energi yang akhirnya dapat meningkatkan aktivitas mikrobia

tanah. Manfaat kascing bagi tanaman yaitu mempercepat panen, merangsang

pertumbuhan akar, batang dan daun, serta merangsang pembentukan bunga

(Lingga dan Marsono, 2000).

Vermicomposting berasal dari Bahasa latin Vermis yang berarti cacing,

vermiscomposting berarti membuat pupuk kompos dari sampah biodegradable

menjadi pupuk pupuk dengan mutu tinggi dengan bantuan cacing tanah

(Lumbricus rubellus). Proses produksi pupuk organic dengan activator cacing

tanah menggunakan kotoran sapi sebagai bahan baku, yang akan dicampurkan

dengan cacing tanah (Kuruparan, er al, 2005).

Pupuk kascing adalah pupuk yang diambi; dari media tempat hidup cacing.

Media tempat hidup cacing bermacam – macam diantaranya sampah organic,

serbuk gergaji, kotoran ternak, jerami dan lain – lain. Kompos cacing tanah atau

terkenal dengan kascing yaitu proses pengomposan juga apat melibtkan organisme
11

makro seperti cacing tanah. Kerjasama antara cacing tanah dengan

mikroorganisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan baik

(Sinha, 2009).

Kascing merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk.

Kascing mengandung partikel – partikel kecil dari bahan organik yang dimakana

cacing kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan kascing tergantung pada bahan

organic dan jenis cacingnya. Namun umumnya, kascing mengandung unsur hara

yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena

mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi C/N nya kurang dari 20 maka

kascing dapat digunakan sebagai pupuk (Simanungkalit et al, 2006).

Kandungan Pupuk Kascing

Kascing merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk.

Kascing mengandung partikel – partikel kecil dari bahan organik yang dimakana

cacing kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan kascing tergantung pada bahan

organic dan jenis cacingnya. Namun umumnya, kascing mengandung unsur hara

yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena

mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi C/N nya kurang dari 20 maka

kascing dapat digunakan sebagai pupuk (Simanungkalit et al, 2006).

Kascing yaitu tanah bekas pemeliharaan cacing merupakan produk samping

dari budidaya cacing tanah yang berupa pupuk organic sangat cocok untuk

pertumbuhan tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah. Kascing

mengandung berbagai bahan yang dibutuhkan pertumbuhan tanaman yaitu suatu

hormon seperti giberelin, sitokinin dan auxin, serta mengandung unsur hara (N, P,

K, Mg, dan Ca) serta Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N non-
12

simbiotik yang akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh

tanaman (Krishnawati, 2003).

Cacing dapat mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO 3)

atau dolomit pada lapisan di bawah permukaan tanah. Cacing juga dapat

menurunkan pH tanah yang berkadar garam tinggi. Selain perbaikan sifat komia

dan biologi tanah, pemberian kasing pada tanah dapat memperbaiki kondisi fisik

tanah (Kartini, 2007).

Kascing mengandung asam humat. Zat – zat humat bersama – sama dengan

tanah liat berperan terhadap sejumlah reaksi kompleks baik secara langsung

maupun tidak langsung dapat memperngaruhi pertumbuhan tanaman melalui

pengaruhnya terhadap sejumlah proses – proses dalam tubuh tanaman. Secara

tidak langsung, zat humat dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan

mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah (Mulat, 2003).

Kascing mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti

N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Al, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan

yang digunakan. Kascing merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan

adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan organic akan terus berkembang

dengan menguraikan bahan organic lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat

meningkatkan kesuburan tanah, kascing juga dapat membantu proses

penghancuran limbah organic (Masnur, 2001).

Proses Pembuatan Kascing

Vermicomposting berasal dari Bahasa latin Vermis yang berarti cacing,

vermiscomposting berarti membuat pupuk kompos dari sampah biodegradable

menjadi pupuk pupuk dengan mutu tinggi dengan bantuan cacing tanah
13

(Lumbricus rubellus). Proses produksi pupuk organic dengan activator cacing

tanah menggunakan kotoran sapi sebagai bahan baku, yang akan dicampurkan

dengan cacing tanah. Dalam hal ini cacing tanah memakan selulosa dari kotoran

sapi yang tidak dapat dimakan oleh bakteri pengompos. Hasil dari pencernaan

cacing berupa kotoran cacing, dan kotoran ini akan menjadi tambahan makanan

bagi bakteri pengompos (Kuruparan, er al, 2005).

Limbah organik seperti sampah daun atau sayuran ditumpuk dan dibiarkan

agar gas yang dihasilkan hilang. Tumpukan itu disiram air setiap hari dan dibalik

minimal 3 hari sekali. Proses ini dilakukan sekitar 1 minggu. Setelah sampah tidak

panas (suhu normal), tempatkan di wadah yang telah disediakan. Akan lebih baik

bila dicampur dengan kotoran hewan yang tidak baru dan tidak kadaluwarsa.

Pencampuran kotoran hewan ini dimaksudkan untuk menambah unsur hara bagi

pupuk yang dihasilkan. Setiap hari ditambahkan makanan tambahan berupa

kotoran hewan yang telah diencerkan seberat cacing yang dipelihara, misalnya

cacing 1 gram maka makanan tambahan yang ditambahkan juga 1 gram. Proses

pengomposan ini diakhiri setelah bahan menjadi remah dan terdapat butir-butir

kecil lonjong yang sebenarnya merupakan kotoran cacing. Hasil kompos ini juga

tidak berbau. 4. Setelah cacing jadi, cacing dipisahkan dari casting secara manual

yaitu dengan bantuan tangan. Hasil casting dikering anginkan sebelum dikemas

(Warsana, 2009).

Cacing tanah mampu mempercepat proses penghancuran bahan organik sisa

menjadi parikel – partikel yang lebih kecil. Cacing tanah mampu menguraikan

sampah organic 2 – 5 kali lebih cepat dari mikroorganisme pembusuk. Limbah

bahan organic yang diuraikan dapat mengalami penyusutan 40 – 60%. Pupuk


14

organik yang dihasilkan dari pencampuran antara media cacing tanah dengan

kotoran cacing tanah disebut dengan bekas cacing atay kascing (Nick, 2008).

Kompos cacing tanah atau terkenal dengan casting yaitu proses

pengomposan juga dapat melibatkan organisme makro seperti cacing tanah.

Kerjasama antara cacing tanah dengan mikro organisme memberi dampak proses

penguraian yang berjalan dengan baik. Walaupun sebagian besar proses

penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat

membantu proses tersebut karena bahan-bahan yang akan diurai oleh

mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja

mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat (Warsana, 2009).

Cara ini dilakukan dengan cara: cacing yang berperan dalam proses ini

sangat spesifik karena hanya menguraikan kotoran kerbau dan tidak dapat

menguraikan jenis bahan organik lain, seperti kotoran sapi, kambing, jerami,

sayuran maupun dedaunan. Apabila berada dalam bahan organik selain kotoran

kerbau, cacing jenis ini akan mati. Jenis cacing yang berasal dari taiwan ini belum

diketahui sifat pastinya yang jelas, cacing ini mempunyai ukuran yang relatif kecil

dibandingkan jenis cacing pada umumnya, rata – rata sepanjang korek api,

tubuhnya berwarna merah (Warsana, 2009).

Fungsi Fosfor Untuk Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.)

Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial tanaman. Fungsi penting fosfor di

dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan

penyimpangan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di

dalam tanaman lainnya. Fosfor dapat meningkatkan kualitas buah, sayuran dan

biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. Fosfor membantu


15

mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan, dapat meningkatkan

efisiensi penggunaan air, meningkatkan daya tahan terhadap penyakit yang

akhirnya meningkatkan kualitas hasil panen. Kahat fosfor umunya sudah tampak

waktu tanaman masih muda. Gejala awal dimulai dengan daun yang berwarna

ungu-kemerahan. Hasil tongkol menunjukkan tongkolnya kecil dengan ujung

janggel melengkung. Kahat P menyebabkan pemasakan biji menjadi lambat dan

produksi rendah (Winarso, 2005).

Fosfor (P) termasuk unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tumbuhan.

Apabila kekurangan unsur P, pertumbuhan tanaman akan terhambat, daun menjadi

tipis, kecil dan tidak mengkilat, daun dan buah rontok sebelum waktunya,

batangnya menjadi gopong (lubang di tengah), terkadang terdapat bercak pada

tepi dan ujung daun (nekrosis). Fungsi penting P lainya adalah sebagai penyusun

adenosin triphosphate (ATP) yang terkait dalam metabolisme tumbuhan

(Hartatik dan Widowati, 2010).

Pemupukan dengan mengunakan pupuk fosfat (P) sangat berguna untuk

merangsang pertumbuhan akar baru dari benih tanaman muda, juga merupakan

bahan mentah pembentukan sejumlah protein dan membantu asimilasi dan

pernafasan. Manfaat lain ialah mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan

buah (Hari, 2009).

Fosfor merupakan unsur hara yang tidak kalah pentingnya dibandingkan

dengan nitrogen. Fosfor berfungsi untuk pembelahan sel, pembentukan bunga,

perkembangan akar, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, memperbaiki

kualitas tanaman. Beberapa bagian tanaman sangat banyak mengandung zat ini,

yaitu bagian-bagian pembiakan generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai sari,


16

kepala sari, butir tepung sari, daun buah dan bakal biji. Jadi untuk pembentukan

bunga dan buah sangat banyak diperlukan unsur fosfor. Selain itu fosfor juga

berperan pada sintesa hijau daun, mendorong pertumbuhan akar-akar muda yang

berguna bagi resistensi terhadap kekeringan (Nugroho, 2011).

Fosfor (P) merupakan unsur hara esensial tanaman. Fungsi penting fosfor

di dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan

penyimpangan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di

dalam tanaman lainnya. Fosfor dapat meningkatkan kualitas buah, sayuran dan

biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. Selain itu P sangat penting

dalam transfer sifat-sifat menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Fosfor membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan, dapat

meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan daya tahan terhadap

penyakit yang akhirnya meningkatkan kualitas hasil panen (Winarso, 2005).

Pemberian pupuk kascing terhadap ketersediaan hara p pada tanaman okra


( Abelmoschus esculentus (L.) Moench.)

Okra telah lama di usahakan oleh petani Tionghoa sebagai sayuran sangat

disukai utamanya untuk kebutuhan keluarga sehari – hari, pasar swalayan, rumah

makan, restoran dan hotel. Dapat juga menjadi komoditas non migas yang

potensial, sehingga tanaman ini mempunyai peluang bisnis yang mendatangkan

keuntungan besar bagi petani. Bagian yang dibuat sayur adalah buahnya (buah

muda). Dalam budidaya okra memerlukan pemupukan untuk membantu

pertumbuhan tanaman. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kascing yang

berguna untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, merangsang pembentukan

butir-butir hijau daun yang berperan dalam proses fotosintesis, merangsang

pembentukan bunga, buah, biji dan mempercepat masa panen (Musnamar, 2006).
17

Fosfor merupakan unsur hara yang tidak kalah pentingnya dibandingkan

dengan nitrogen. Fosfor berfungsi untuk pembelahan sel, pembentukan bunga,

perkembangan akar, memperkuat batang agar tidak mudah roboh, memperbaiki

kualitas tanaman. Beberapa bagian tanaman sangat banyak mengandung zat ini,

yaitu bagian-bagian pembiakan generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai sari,

kepala sari, butir tepung sari, daun buah dan bakal biji. Jadi untuk pembentukan

bunga dan buah sangat banyak diperlukan unsur fosfor. Selain itu fosfor juga

berperan pada sintesa hijau daun, mendorong pertumbuhan akar-akar muda yang

berguna bagi resistensi terhadap kekeringan (Nugroho, 2011).

Pemberian pupuk organic kascing terbaik adalah pada dosis 300

g/tanaman. Dimana pada dosis ini pemberian pupuk kascing mampu

meningkatkan pertumbuhan tanaman okra seperti diameter buah, jumlah cabang

produksi, panjang buah (Simanullang, 2014).

Kascing mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman

seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Al, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada

bahan yang digunakan. Kascing merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah.

Dengan adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan organic akan terus

berkembang dengan menguraikan bahan organic lebih cepat. Oleh karena itu

selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, kascing juga dapat membantu proses

penghancuran limbah organic (Masnur, 2001).


18

KESIMPULAN

1. Tanaman okra di Indonesia di tanam sejak tahun 1877 terutama di Kalimantan

Barat. Tanaman ini telah lama di usahakan oleh petani Tionghoa sebagai

sayuran.
2. Pupuk kascing sebenarnya adalah kotoran cacing tanah yang diberi makan

bahan-bahan organik.
3. Kascing mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N,

P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Al, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan

yang digunakan.
4. Vermiscomposting berarti membuat pupuk kompos dari sampah biodegradable

menjadi pupuk pupuk dengan mutu tinggi dengan bantuan cacing tanah

(Lumbricus rubellus).
5. Pemberian pupuk kascing mampu meingkatkan ketersediaan hara P pada tanah

dan mampu meingkatkan produktivitas tanaman,

DAFTAR PUSTAKA

Asha K. Raj and V. L Geetha kumari . 2001. Effect Of Organik Manures and
Azospirillum inoculation On Yield and Quality Of Okra Abelmoschus
esculantus(L) Moench.

Benchasri. S. 2012. Okra (Abelmoschus esculentus L.) Moench) as a Valuable


Vegetable of the World. Ratar. Povrt. 49 (10) : 105 – 112.
19

Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. 2006. Fisiologi Tanaman budidaya Tropik


(Terjemahan Tosari). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hari, dan H.L. Soeseno. 2009. “Pengaruh Pengapuran dan Pemupukan P Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill)”.
Pada Tanah Latosol”. Media Soerjo :Universitas Soerjo Ngawi. MEDIA
SOERJO Vol. 5 No. 2. Oktober 2009, ISSN 1978 – 6239.

Hartatik dan Widowati. 2010. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor.

Jumin, H. 2005. Abelmoschus esculentus (L.) Moench. cultivat la Cluj ca sursa de


poliholozide. Clujul Medical 66 (4): 201–209.

Krishnawati, D., 2003. Pengaruh Pemberian Pupuk Kascing Terhadap


Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kentang (Solanum tuberosum). FMIPA
ITS. Semarang

Kartini, N. L. 2000. Pertanian organik sebagai pertanian masa depan. Dalam I.N.
Rista et al., (Eds). Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi
Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. IPPTP
Denpasar. Badan Litbang Pertanian. Denpasar. hlm. 98-105

Kuruparan. P.,Norbu, T., Selvam, A. 2005. Vermicomposting as an Eco tool in


Sustainable Solid Water Management. Anna University. 40 pp.

Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Agromedia Pustaka.


Jakarta.

Musnamar, E. I. 2006. Pupuk Organik, Cair dan Padat, Pembuatan dan Aplikasi.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Masnur. 2001. “Vermikompos Pupuk Organik Berkualitas dan Ramah


Lingkungan” Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Mulat, T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kascing pupuk Organik Berkualitas.


Agromedia Pustaka. Jakarta.

Nadira, S, Hatidjah, B dan Nuraeni, 2009. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman


Okra (Abelmoschus Esculantus) Pada Pelakuan Pupuk Dekaform dan
Defoliasi. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.

Nilesh J. et al. 2012. Review on : Abelmoschus esculentus L. PHARMACIA


Vol I.
20

Nick, 2008. Pupuk Kascing Mencegah Pencemaran.


http://keset.wordpress.com/2008/08/22/pupuk-kascing-mencegah-
pencemaran

Nugroho, B. 2011. Ekologi Mikroba pada tanah Terkontaminasi Logam Berat


Dalam Makalah Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca sarjana Institut
Pertanian Bogor.

Rachman, A.K. dan Sudarto. 2001. Bertanam Okra. Kanisius. Yogyakarta

Rahman. 2000. Pengaruh penggunaan pupuk hayati terhadap pertumbuhan


tanaman belum menghasilkan (TBM I) kopi Robusta (Coffea canephora
Pierre ex Froehner). Bul. Agron. 27 (2) : 12 -17.

Rodiah, A. 2008. Mengenal Tanaman Sayuran Okra. Makalah BPTP Karangploso


no : 98 – 07. BPTP Karangploso. Malang.

Sarief, E. S. 2006. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Sathish, K. D., Chapman M. H., and Smith G. E. 2013. A Riview on :


Abelmoschus esculentus (Okra) [Jurnal] // IRJPAS.

Schultze-kraft dan J.K. Teitzel. 2005. Plant Resources of South East Asia
(Prosea). IPB. Bogor.

Sinha, R.K. 2009. “Earthworms Vermicompost: A Powerful Crop Nutrient Over


The Conventional Compost & Protective Soil Conditioner against the
Destructive Chemical Fertilizers for Food Safety and Security” Am-Euras.
J.Agric & Environ.Sci. Vol. 5.(01-55)

Simanungkalit, R. D. M., Didi, A. S., Rasti, S., Diah, S., & Wiwik, H. (2006).
Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian
danPengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Jawa Barat.

Simanullang, V. 2014. Respon Pertumbuhan Beberapa Varietas Timun


(Cucumis sativa L.) Terhadap Pemberian Pupuk Organik. Universitas
Sumatera Utara. Medan.

Subhan. 2002. Pengaruh dosis pupuk nitrogen dan kalium terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman bayam kultivar giti hijau,Universita Gajah Mada.
Yogyakarta.
Suriatna, S. 2002. Pupuk dan Pemupukan. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Susanti, D. 2006.Studi Penggunaan Asam Gibrelat untuk Meningkatkan Kualitas


Polong Tanaman Okra ( Abelmoschus esculentus ) Thesis. Universitas
Lampung. Lampung.

Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik. UGM. Yogyakarta.


21

Sutanto, D. 2002. Pertanian Organik (menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan). Kanisius. Yogyakarta..

Wiguna. 2007. Dasar – Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian IPB.


Bogor.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava
Media. Yogyakarta.

Warsana, 2009. Kompos Cacing Tanah (CASTING). Penyuluh Pertanian. BPTP>


Jawa Tengah.

Yudo, K. 1991. Bertanam Okra. UGM. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai