Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KIMIA FISIKA

“ SIFAT KOLIGATIF LARUTAN ”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2

Anggota :
1. Ignatius Kevin Gilbert Situmorang (062040422377)
2. Rima Melati (062040422387)
3. Wahyu Andanu (062040422390)
Dosen Pengajar : Meilianti, S.T, M.T

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PRODI D-IV TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2021/2022

I
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sifat Koligatif Larutan” ini
dalam waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Kimia Fisika. Makalah ini tidak
akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak secara tidak langsung maupun secara langsung. Untuk itu kami
ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Dosen pengajar Mata Kuliah Kimia Fisika, orang tua, serta
teman-teman sekalian yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran dari pembaca sangat membantu kami dalam
menyempernukan makalah ini agar nantinya dapat menjadi manfaat bagi setiap pembaca, khususnya guna
mengetahui sifat koligatif larutan.

Penulis

Kelompok 2

1X
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I

DAFTAR ISI II

BAB I PENDAHULUAN III

1.1 LATAR BELAKANG III

1.2.RUMUSAN MASALAH IV

1.3. TUJUAN IV

BAB II PEMBAHASAN 1

A.LARUTAN 1

B.KONSENTRASI LARUTAN 5

C.SIFAT KOLIGATIF LARUTAN 6

BAB III PENUTUP 20

KESIMPULAN 20

DAFTAR PUSTAKA 21

A.

2X
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada kehidupan sehari-hari kita banyak menjumpai peristiwa kimia yang menyangkut larutan dan
sifat-sifatnya. Sifat-sifat larutan seperti rasa, warna, pH, dan kekentalan bergantung pada jenis dan
konsentrasi zat terlarut. Pengaruh jenis zat terlarut kecil sekali sejauh zat terlarut tersebut tergolong
nonelektrolit dan nonvolatile (zat yang tidak mudah menguap).
Contoh dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai berbagai proses alam maupun buatan
manusia yang melibatkan larutan. Baik dalam dunia industri, obat-obatan maupun dalam dunia pertanian
yaitu penggunaan pestisida, insektisida dan bahan-bahan kimia lainnya. Sifat koligatif adalah sifat-sifat fisis
larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi partikel zat terlarut, tetapi tidak pada jenisnya.
Sifat koligatif larutan meliputi tekanan uap, penurunan titik beku, kenaikan titik didih, dan
tekananosmotik. Sifat koligatif terutama penurunan titik beku dan tekanan osmosis memiliki banyak
kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa penerapan penurunan titik beku dapat
mempertahankankehidupan selama musim dingin. Penerapan tekanan osmosis ditemukan di alam, dalam
bidang kesehatan, dan dalam ilmu biologi adapun penerapanya pada hewan-hewan yang tinggal di daerah
ber-iklim dingin, seperti beruang kutub, mereka memanfaatkan prinsip sifat koligatif larutan penurunan titik
beku untuk bertahan hidup.
Darah ikan-ikan laut mengandung zat-zat antibeku yang mampu menurunkan titik beku air
hingga 0,8oC. Dengan demikian, ikan laut dapat bertahan di musim dingin yang suhunya mencapai 1,9 oC
karena zat anti beku yang dikandungnya dapat mencegah pembentukan kristal es dalam jaringan dan selnya.
Hewan-hewan lain yang tubuhnya mengandung zat antibeku antara lain serangga, ampibi, dan nematoda.
Tubuh serangga mengandung gliserol dan dimetil sulfoksida, ampibi mengandung glukosa dan gliserol
darah, sedangkan nematoda mengandung gliserol dantrihalose. Berikut ini penjelasan mengenai penerapan
sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

3X
1) Apa pengertian dari larutan ?
2) Apa pengertian dari sifat koligatif larutan ?
3) Mengapa sifat koligatif larutan penting dalam kehidupan sehari-hari ?
4) Apa saja penerapan sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari ?

1.3 Tujuan

1) Mampu mengetahui pengertian larutan dan jenis-jenisnya


2) Mengetahui dan memahami sifat koligatif larutan, dan perhitungannya
3) Mengetahui larutan yang termasuk kedalam sifat koligatif larutan elektrolit dan non elektrolit
4) Memahami dan mengetahui pentingnya sifat koligatif larutan dan penerapan sifat koligatif larutan dalam
kehidupan sehari-hari

4X
BAB II
PEMBAHASAN

A. Larutan
a. Pengertian Larutan
Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan
masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut.
1) Zat Pelarut : adalah zat yang mendispersikan komponen – komponen zat terlarut.
Contoh zat pelarut yaitu air, dan lain-lain
2) Zat Terlarut : adalah zat yang terdispersi (tersebar merata) dalam zat pelarut.
Contoh zat terlarut yaitu gula, garam, dan lain-lain.
Larutan tidak hanya berbentuk cair, tetapi juga berbetuk gas dan padat

Larutan gas Campuran gas atau uap


Larutan cair Padatan, cairan, atau gas terlarut dalam
cairan
Larutan padatan Emas 22 karat merupakan campuran
homogen dari emas dan perak
Gas terlarut dalam padatan H2 terlarut dalam palladium dalam
titanium
Zat cair terlarut dalam padatan Merkuri dalam emas
Zat padat terlarut dalam padatan Tembaga dalam emas, seng dalam
tembaga, berbagai alloy

b. Jenis-jenis Larutan
Berdasarkan jumlah zat terlarut, larutan dibedakan menjadi
1) Larutan Jenuh, jika larutan berada pada keadaan di mana jumlah maksimal suatu zat
terlarut yang masih dapat larut dalam suatu pelarut

2) Larutan Tidak Jenuh, jika jumlah zat yang dilarutkan masih lebih kecil dari pada
jumlah zat terlarut pada keaadaan jenuh .

3) Larutan Lewat Jenuh, jika jumlah zat yang dilarutkan masih lebih banyakl dari pada
jumlah zat terlarut pada keaadaan jenuh, dan pada keadaa ini akan terdapat zat yang
tidak larut atau zat yang mengendap

1X
Berdasarkan daya hantar listriknya (daya ionisasinya), larutan dibedakan dalam dua
macam, yaitu
1) Larutan elektrolit : adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Larutan
ini bisa bersifat asam maupun basa. Larutan elektrolit terbagi
menjadi dua yaitu larutan elektrolit kuat, dan larutan elektrolit
lemah. Contoh HCl (kuat), NaOH (kuat), CH3COOH (lemah),
H3PO4 (lemah), dan lain-lain
2) Larutan non elektrolit: adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Contoh larutan non elektrolit adalah gula, garam, alkohol, urea,
dan lain-lain.
Sifat elektrolit dan non elektrolit didasarkan pada keberadaan ion dalam larutan yang
akan mengalirkan arus listrik. Jika dalam larutan terdapat ion, larutan tersebut bersifat
elektrolit, namun jika dalam larutan tersebut tidak terdapat ion larutan tersebut bersifat non
elektrolit.
c. Definisi Larutan Ideal
Perhatikan suatu larutan yang tersusun atas pelarut volatil dan satu atau lebih zat
terlarut involatil, dan amati kesetimbangan antara larutan dan uap. Jika suatu cairan murni
ditempatkandalam kontainer yang pada awalnya dikosongkan, cairan menguap sampai ruang
di atas cairanterisi dengan uap air. Temperatur sistem dijaga tetap. Pada kesetimbangan,
tekanan yangditentukan untuk uap air itu adalah P0, tekanan uap air cairan yang murni. Jika
suatu zat yangtidak menguap dilarutkan dalam cairan, tekananuap air keseimbangan p di atas
larutan teramatimenjadi kurang daripada di atas cairan yang murni.

Karena zat terlarut involatil, maka uap mengandung pelarut murni. Selama zat
involatil ditambah, tekanan dalam fase tekanan akan berkurang. Alur skematik tekanan uap
pelarut terhadap fraksi mol zat terlarut involatil dalam larutan, x2, ditunjukkan dengan garis
pada gambar 4.2. Pada x2 = 0, p = po ; selama x2 meningkat, maka p berkurang. Ciri penting

2X
gambar 4.1 adalah bahwa tekanan uap larutan encer (x2 mendekati nol), mendekati garis
putus−putus yang menghubungkan p o dan nol. Tergantung pada kombinasi pelarut dan zat
terlarut tertentu, kurva tekanan ua− eksperimen pada konsentrasi zat terlarut lebih itnggi
dapat terletak di bawah garis putus−putus, seperti gambar 4.1, atau di atasnya, bahkan tepat
terletak pada garis. Tetapi untuk semua larutan kurva eksperimen adalah tangen dari garis
putus−putus pada x2 = 0, dan sangat mendekati garis putus−putus selagi larutan menjadi
semakin encer. Persamaan garis ideal (garis putus−putus) adalah
p = p0 – p0 x2 = p0 (1−x2)
Jika x adalah fraksi mol pelarut dalam larutan, maka x + x2 = 1, dan persamaan menjadi
p = x p0 (4.1)
yang merupakan hukum Raoult. Hukum ini menyatakan bahwa tekanan uap pelarut di atas
suatu larutan adalah sama dengan tekanan uap pelarut murni dikalikan dengan fraksi mol
pelarut dalam larutan.
Dari persamaan (4.1), penurunan tekanan uap, p0 − p dapat dihitung
p 0− p = p0− x p0 = (1−x)p0 (4.2)
p0 − p = x2 p0
Tekanan uap merendah proporsional terhadap fraksi mol zat terlarut. Jika ada beberapa zat
terlarut, maka tetap berlaku p = x p0 ; tetapi dalam kasus, 1− x = x2 + x3 + … dan
P0− p = (x2 + x2 +…)p0 (4.3)
Dalam suatu larutan yang mengandung beberapa zat terlarut involatil, tekanan uap merendah
tergantung pada jumlah fraksi mol berbagai zat terlarut. Tidak tergantung pada jenis zat
terlarut, kecuali involatil. Tekanan uap hanya tergantung pada jumlah relatif molekul zat
terlarut.
Dalam campuran gas, rasio tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap air murni
pada temperatur yang sama disebut kelembaban relatif. Jika dikalikan 100 disebut persen
kelembaban relatif. Jadi

P P
RH = dan %RH= (100)
P0 P0

d. Bentuk Analitik Potensial Kimia Larutan Zat Ideal


Jika larutan ada dalam kesetimbangan dengan uap, persyaratan hukum yang kedua
adalah bahwa potensial kimia pelarut mempunyai nilai yang sama dalam larutan seperti di
uap air, atau

3X
µ liq = µ vap (4.4)
dimana µliq adalah potensial kimia pelarut dalam fase cair, µvap potensial kimia pelarut
dalam uap. Karena uap adalah pelarut murni di bawah tekanan p, ungkapan untuk µvap
diberikan oleh persamaan (1.47), diasumsikan bahwa uap adalah gas ideal µvap = µvap + RT
ln p . Maka persamaan (4.4 ) menjadi
µliq = µ o vap + RT ln p
Dengan menggunakan hukum Raoult, p = x p0 , diperoleh
µliq = µ0 vap + RT ln p0 + RT ln x
Jika pelarut murni dalam kesetimbangan dengan uap, tekanan menjadi p0 ; kondisi
kesetimbangan adalah
µ0 liq = µ0 vap + RT ln p0
dimana µ0 liq adalah potensial kimia pelarut zat zair murni. Kemudian µliq − µ0 liq = RT ln x
sehingga dapat ditulis
µ = µ0 + RT ln x (4.5)

e. Potensial Kimia Zat Terlarut dalam Larutan Ideal Biner : Aplikasi Persamaan
Gibbs−Duhem
Persamaan Gibbs−Duhem dapat digunakan untuk menghitung potensial kimia zat
terlarut dari pelarut sistem ideal biner. Persamaan Gibbs−Duhem persamaan (2.96) untuk
sistem biner (T, p konstan ) adalah
ndµ + n2 dµ2 = 0 (4.6)
Simbol tanpa subskrip persamaan (4. 6) berkaitan dengan pelarut;
dµ2 = −(n/n2) dµ
karena
(n/n2) = x /x2
maka
dµ 2 = −(x/ x2) dµ
Untuk pelarut dµ = (RT/x ), sehingga dµ 2 = − RT dx2/x2
tetapi x + x2 = 1, sehingga dx + dx2 = 0 atau dx = −dx2 Maka dµ 2 menjadi
dµ2 = RT dx2 / x2
Hasil integrasi
µ2 = RT ln x2 + C (4.7)
Jadi jika x2 = 1, µ2 = µ20 , dengan menggunakan harga ini dalam persamaan (4. 7) didapat
µ02 = C dan persamaan (4. 7) menjadi,

4X
µ2 = µ0 2 + RT ln x2 (4.8)
Dalam uap di atas larutan tekanan uap zat terlarut diberikan oleh hukum Raoult :
P2 = x2 p20 (4.9)

B. Konsentrasi Larutan
Ada 3 cara utuk menyatakan konsentrasi larutan, yaitu melalui konsentrasi molar,
konsentrasi molal, dan fraksi mol.
1. Konsentrasi Molaritas : Kemolaran menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam
satu liter larutan. Satuan kemolaran adalah L-1.

n gr 1000
Rumus M= atau M= x
V Mr V

Keterangan :
M = Kemolaran
n = Jumlah mol zat terlarut
V = Volum larutan (L)

2. Konsentrasi Molalitas : Kemolalan atau molalitas menyatakan jumlah mol (n)


zat terlarut dalam 1 kg pelarut. Oleh karena itu, kemolalan dinyatakan dalam mol kg-1

n gr 1000
Rumus m= atau m= x
V Mr P
Keterangan :
M = Kemolalan larutan
n = Jumlah mol zat terlarut
P = Massa pelarut (kg)

3. Fraksi Mol : Fraksi mol (X) zat terlarut atau zat pelarut menyatakan
perbandingan jumlah mol (n) zat terlarut atau n pelarut dengan n total larutan (terlarut
+ pelarut)

n terlarut
Rumus X pelarut= X terlarut + X pelarut = 1
n terlarut +n pelarut

n terlarut
X terlarut=
n terlarut +n pelarut
C. Sifat Koligatif Larutan
Sifat koligatif adalah sifat yang tidak bergantung pada sifat dasar zat terlarut yang ada
tetapi hanya pada jumlah relatif zat terlarut terhadap jumlah total molekul yang ada. Diagram
µ terhadap T menunjukkan dengan jelas penurunan titik beku dan kenaikan titikdidih. Dalam
gambar 4.4(a) garis lurus berkaitan dengan pelarut murni. Karena zat terlarut adalah
involatil , maka tidak nampak dalam fase gas, sehingga kurva gas sama seperti untuk gas.

5X
murni. Jika diasumsikan bahwa zat padat hanya mengandung pelarut, maka kurva untuk zat
padat tidak berubah. Tetapi karena zat zair mengandung zat terlarut, maka µ pelarut menurun
pada setiap temperatur sebesar −RT ln x.
Kurva putus−putus dalam gambar 4.4(a) adalah kurva untuk pelarut dalam larutan
ideal. Gambar menunjukkan secara langsung bahwa titik interseksi dengan kurva untuk zat
padat gas telah bergeser. Titik interseksi baru adalah titik beku, Tf’, dan titik didih Tb’,
larutan. Tampak bahwa titik didih larutan lebih tinggi daripada pelarut murni (kenaikan titik
didih), sedangkan titik beku larutan adalah menurun (penurunan titik beku). Dari gambar
tampak jelas bahwa perubahan titik beku adalah lebih besar daripada perubahan titik didih
untuk larutan dalam konsentrasi yang sama.
Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih dapat digambarkan pada diagram fase
pelarut biasa , ditunjukkan dengan kurva gambar 4.4(b). Jika zat involatil ditambahkan ke
pelarut cair, maka tekanan uap menurun pada larutan ditunjukkan oleh garis titik−titik. Garis
putus-putus menunjukkan titik beku baru sebagai fungsi temperatur. Pada tekanan 1 atm, titik
beku dan titik didih diberikan oleh interseksi garis padat dan putus-putus dengan garis datar
pada tekanan 1 atm. Diagram ini juga menunjukkan bahwa konsentrasi zat terlarut yang
diberikan menghasilkan efek lebih banyak kepada titik beku daripada kepada titik didih.

Titik beku dan titik didih larutan tergantung pada kesetimbangan pelarut dalam larutan
dengan pelarut padatan murni atau uap pelarut murni. Keseimbangan lain yang mungkin adalah
antara pelarut dalam larutan dan pelarut cairan murni. Kesetimbangan ini dapat diperoleh dengan
menaikkan tekanan pada larutan secukupnya untuk menaikkan µ pelarut dalam larutan ke harga µ
pelarut murni. Tekanan tambahan pada larutan yang dibutuhkan untuk memperoleh kesamaan µ
pelarut dalam larutan dan pelarut murni disebut Tekanan Osmotik larutan.

a. Kenaikan Titik Didih ( ∆Tb)

6X
gr 1000
∆ Tb = m x Kb atau ∆ Tb=
Mr
x
P
x Kb

Keterangan :
m = kemolalan
P = massa pelarut
Kb =tetapan kenaikan titik didih
∆ Tb =titik didih larutan – titik didih pelarut murni

Titik didih merupakan satu sifat lagi yang dapat digunakan untuk memperkirakan
secara tak langsung berapa kuatnya gaya tarik antara molekul dalam cairan. Cairan yang gaya
tarik antar molekulnya kuat, titik didihnya tinggi dan sebaliknya bila gaya tarik lemah, titik
didihnya rendah .
Bila dalam larutan biner, komponen suatu mudah menguap (volatile) dan komponen
lain sukar menguap (non volatile), makin rendah. Dengan adanya zat terlarut tekanan uap pelarut
akan berkurang dan ini mengakibatkan kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan
uap osmose. Keempat sifat ini hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut dan tidak ditentukan
oleh jenis zat terlarut. Seperti telah disebutkan, sifat-sifat ini disebut sifat koligatif larutan.
Adanya zat terlarut (solute) yang sukar menguap (non volatile), tekanan uap dari larutan turun
dan ini akan menyebabkan titik didih larutan lebih tinggi dari pada titik didih pelarutnya. Ini
disebabkan karena untuk mendidih, tekanan uap larutan sama dengan tekanan udara dan untuk
temperatur harus lebih tinggi.
Perubahan titik didih atau ΔTb merupakan selisih dari titik didih larutan dengan titik didih
pelarutnya, seperti persamaan :

ΔTb = Tb – Tb0

Hal yang berpengaruh pada kenaikan titik didih adalah harga kb dari zat pelarut. Kenaikan
tidak dipengaruhi oleh jenis zat yang terlarut, tapi oleh jumlah partikel/mol terlarut khususnya
yang terkait dengan proses ionisasinya.
Untuk zat terlarut yang bersifat elektrolit persamaan untuk kenaikan titik didik harus
dikalikan dengan faktor ionisasi larutan, sehingga persamaannya menjadi :

Dimana :
n = jumlah ion-ion dalam larutan
α = derajat ionisasi

7X
b. Penurunan Titik beku ( ∆Tf )

Titik beku adalah suhu pada pelarut tertentu di mana terjadi perubahan wujud zat cair
ke padat. Pada tekanan 1 atm, air membeku pada suhu 0 °C karena pada suhu itu tekanan uap
air sama dengan tekanan uap es. Selisih antara titik beku pelarut dengan titik beku larutan
disebut penurunan titik beku (Δ Tf = freezing point depression). 
Penurunan titik beku adalah selisih antara titik beku pelarut dan titik beku larutan dimana titik
beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut. Titik beku pelarut murni seperti yang kita
tahu adalah 00C dengan adanya zat terlarut misalnya saja gula yang ditambahkan ke dalam air
maka titik beku larutan ini tidak akan sama dengan 0 oC melainkan akan menjadi lebih rendah
di bawah 0oC itulah penyebab terjadinya penurunan titik beku yaitu oleh masuknya suatu zat
terlarut atau dengan kata lain cairan tersebut menjadi tidak murni, maka akibatnya titik
bekunya berubah (nilai titik beku akan berkurang).

gr 1000
∆ Tf = m x Kf atau ∆ Tf = × × Kf
Mr p

Keterangan :

∆Tf= penurunan titik beku

Kf = tetapan titik beku molal

M = molalitas larutan

g = massa zat terlarut

Mr = massa molekul relatif zat terlarut

P = massa pelarut

c. Penurunan Tekanan Uap Jenuh

Penurunan tekanan uap adalah kecenderungan molekul-molekul cairan untuk melepaskan diri
dari molekul-molekul cairan di sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke dalam cairan dimasukkan suatu
zat terlarut yang sukar menguap dan membentuk suatu larutan, maka hanya sebagian pelarut saja
yang menguap, karena sebagian yang lain penguapannya dihalangi oleh zat terlarut.
Banyak sedikitnya uap diatas permukaan cairan diukur berdasarkan tekanan uap cairan tersebut.
Semakin tinggi suhu cairan semakin banyak uap yang berada diatas permukaan cairan dan berarti
tekanan uapnya semakin tinggi. Jumlah uap diatas permukaan akan mencapai suatu kejenuhan pada
tekanan tertentu, sebab bila tekanan uap sudah jenuh akan terjadi pengembunan, tekanan uap ini
disebut tekanan uap jenuh.
Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi penurunan tekanan uap.

8X
ila zat yang dilarutkan tidak mudah menguap, maka yang menguap adalah pelarutnya, sehingga
adanya zat terlarut menyebabkan partikel pelarutyang menguap menjadi berkurang akibatnya terjadi
penurunan tekanan uap. Jadi, dengan adanya zat terlarut menyebabkan penurunan tekanan uap.
Dengan kata lain tekanan uap larutan lebih rendah dibanding tekanan uap pelarut murninya.

Tekanan uap larutan ideal dapat dihitung berdasar hukum Raoult “

Adapun bunyi hukum Raoult yang berkaitan denganpenurunan tekanan uap adalah sebagai berikut.

a. Penurunan tekanan uap jenuh tidak bergantung padajenis zat yang dilarutkan, tetapi tergantung
pada jumlahpartikel zat terlarut.

b. Penurunan tekanan uap jenuh berbanding lurus denganfraksi mol zat yang dilarutkan.

Hukum Raoult tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

ΔP = Xt . Po

Keterangan:

ΔP = penurunan tekanan uap jenuh pelarut

Xt= fraksi mol zat terlarut

P° = tekanan uap pelarut murni

Karena Xt + Xp = 1, maka: Xt = 1 - Xp, sehingga:

ΔP = Xt . Po

Po - P = (1 - Xp) Po

Po - P = Po - Xp . Po
- P = Po - Po - Xp . Po
P = Xp . P o

Keterangan : ∆P = penurunan tekanan uap

9X
XP = fraksi mol pelarut

Xt= fraksi mol terlarut

P° = tekanan uap jenuh pelarut murni

P = tekanan uap larutan

D.Tekanan Osmotik ( π )

Besar tekanan osmotik diukur dengan alat osmometer, dengan memberikan beban pada
kenaikan permukaan larutan menjadi sejajar pada permukaan sebelumnya.
Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari larutan hipotonis ke
larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Osmosis dapat dihentikan jika diberi tekanan,
tekanan yang diberikan inilah yang disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik dirumuskan:

nRT
π=
V

Atau
π=M RT

Untuk larutan elektrolit ditemukan penyimpangan oleh Vanit Hoff. Penyimpangan ini terjadi
karena larutan elektrolit terdisosiasi di dalam air menjadi ion, sehingga zat terlarut jumlahnya
menjadi berlipat. Dari sini dibutuhkan faktor pengali atau lumrah disebut faktor Vanit Hoff.
Dirumuskan sebagai berikut :

π   = tekanan osmotik


M = konsentrasi molar
R   = tetapan gas ideal (0,082 L atm K   mol  )
T    = suhu mutlak (K)            

E.Derajat Ionisasi

Proses ionisasi adalah penguraian partikel elektrolit menjadi partikel bermuatan listrik (ion).
Biasanya, ionisasi disebabkan oleh jumlah elektron dalam partikel, yaitu partikel yang terhubung

10X
(diberi nomor merata), dan elektron lainnya lebih stabil daripada yang tidak memiliki pasangan,
atom dengan cangkang elektron.

Derajat ionisasi adalah perbandingan antara jumlah zat yang mengion dengan jumlah zat mula
mula, dan disimbolkan dengan  .

Derajat ionisasi dapat dinyatakan dengan 2 kondisi yaitu dengan skala 0 - 1 dan dengan persen.
Secara matematika dapat ditulikan sebagai berikut :

Jumlaℎ Zat Mengion


α=
Jumlaℎ Zat Mula− mula

dengan menggunakan rumus diatas maka kita akan dapatkan hasil  nya dalam skala 0 - 1. Untuk
mengubanhnya kedalam persen kalian tinggal kali saja dengan 100. Cukup mudah tentunya.
Jika yang kita dapatkan :

1. α= 1, maka zatnya mengion sempurna. Dalam pembahasan bab ini yaitu asam dan basa kuat
2. α = 0, maka zatnya tidak mengion sama sekali
3. 1 <  α< 0 = maka artinya senyawa hanya mengion sebagian. Dalam pembahasan bab ini adalah
asam dan basa lemah

F. Diagram Fasa (P-T)

a. Diagram Fasa (P-T) pada Pelarut H20

Mengapa larutan (pelarut + zat terlarut) mendidih pada suhu yang lebih tinggi dan membeku
pada suhu yang lebih rendah dari pada pelarutnya? Pertanyaan ini dapat dijelaskan secara teoritis
dengan membandingkan diagram fase pelarut dengan diagram fase larutannya. Diagram fase atau
biasa disebut juga diagram P – T adalah diagram yang menyatakan hubungan antara suhu (T) dan
tekanan P dengan fase zat (padat, cair, dan gas). Diagram fase menyatakan batas-batas suhu dan
tekanan di mana suatu bentuk fase dapat stabil. Diagram fase H2O dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

11X
 

Berikut penjelasan diagram P – T dengan pelarut H2O:

1. GARIS DIDIH
Garis B – C pada gambar di atas disebut garis didih. Garis didih merupakan transisi fase cair
– gas. Setiap titik pada garis ini menyatakan suhu dan tekanan di mana air akan mendidih. Seperti
yang kita ketahui bahwa titik didih tergantung pada tekanan gas di permukaan. Pada tekanan 1
atm atau 760 mmHg, air mendidih pada suhu 100oC. Jika terdapat tempat di bumi ini yang
mempunyai tekanan 4,58 mmHg, maka sudah dipastikan air akan mendidih pada kisaran 0,0098oC.

2. GARIS BEKU
Garis B – D pada gambar di atas disebut garis beku. Garis beku merupakan transisi fase cair
– padat. Setiap titik pada garis ini menyatakan suhu dan tekanan di mana air dapat membeku (es
mencair). Pada tekanan 1 atm atau 760 mmHg, air membeku pada suhu 0oC, dan jika terdapat
tempat di bumi ini yang mempunyai tekanan 4,58 mmHg, maka sudah dipastikan air akan membeku
pada kisaran 0,0098oC. titik beku dan titik didih pada tekanan 4,58 mmHg mempunyai nilai yang
sama, artinya titik didh = titik beku pelarut. Perhatikan bahwa tekanan permukaan berpengaruh besar
pada titik didih, tetapi sangat kecil pengaruhnya terhadap titik beku. Garis B – D nyaris vertical
terhadap sumbu suhu.

3. GARIS SUBLIMASI
Garis A – B pada diagram fase di atas disebut garis sublimasi. Garis sublimasi
merupakan transisi fase pada gas. Setiap titik pada pada garis sublimasi menyatakan suhu dan
tekanan di mana zat padat dan uapnya dapat menyublim.

4. TITIK TRIPEL
Perpotongan antara garis didih dengan garis beku dan garis sublimasi disebut titik tripel. Titik
tripel air adalah 0,0098oC pada tekanan 4,58 mmHg. Pada titik tripelnya, ketiga bentuk fase, yaitu
padat, cair, dan gas berada dalam kesetimbangan.

b. Diagram Fase (P-T) Pada Larutan

Mari kita bandingkan dengan diagram fase larutan dengan diagram fase pelarutnya yaitu
H2O, seperti tampak pada diagram P – T larutan berikut.

12X
Larutan mempunyai tekanan uap lebih rendah dari pada pelarut murninya (dalam hal ini air) yang
dinyatakan sebagai. Oleh karena itu garis didih dan garis beku larutan berada di bawah garis didih
dan garis beku pelarutnya. Penurunan tekanan uap tersebut berpengaruh terhadap titik didih dan titik
beku larutan. seperti yang tampak pada diagram P – T larutan di atas, tekanan uap larutan belum 760
mmHg pada suhu 100oC. oleh karena itu belum mendidih. Larutan akan mendidih pada suhu di atas
100oC yaitu ketika tekanan uapnya mencapai 760 mmHg. Dengan kata lain, larutan mempunyai titik
didih lebih tinggi dari pada pelarutnya. Sebaliknya, penurunan tekanan uap menyebabkan titik beku
larutan lebih rendah dibandingkan dengan titik beku pelarutnya

G. Larutan Ideal
a. Idealitas

Diagram tekanan uap (p, x) dari campuran benzena/toluena (suatu campuran ideal) pada 20 °C
Dalam kimia, suatu larutan ideal atau campuran ideal adalah suatu larutan dengan sifat
termodinamika yang serupa dengan campuran gas ideal. Entalpi pencampuran dari larutan ini adalah
nol seperti halnya perubahan volume pada pencampuran menurut definisi; semakin mendekati nol
entalpi pencampurannya, semakin "ideal" perilaku larutan tersebut. Tekanan uap larutan
mematuhi hukum Raoult, dan koefisien aktivitas masing-masing komponen (yang mengukur
penyimpangan dari idealitasnya) sama dengan satu.
Konsep larutan ideal sangat penting dalam termodinamika kimia dan aplikasinya, seperti
penggunaan sifat koligatif. Idealnya suatu larutan serupa dengan idealnya gas, dengan perbedaan

13X
penting bahwa interaksi intermolekuler pada cairan bagitu kuat dan tidak bisa diabaikan begitu saja
layaknya gas ideal. Sebagai gantinya diasumsikan bahwa kekuatan rata-rata dari interaksi sama
antara semua molekul larutan.
Secara lebih formal, untuk campuran molekul A dan B, interaksi antara atom tetangga yang
tidak sejenis (UAB) dan yang sejenis UAA serta UBB harus memiliki rerata kekuatan yang sama, yaitu,
2 UAB = UAA + UBB dan interaksi jarak jauh harus nol (atau setidaknya tidak dapat dibedakan). Jika
kekuatan molekulnya sama antara AA, AB dan BB, yaitu, UAB = UAA = UBB, maka larutannya secara
otomatis ideal.
Jika molekulnya hampir identik secara kimiawi, misalnya, 1-butanol dan 2-butanol, maka
larutannya akan hampir ideal. Karena energi interaksi antara A dan B hampir sama, maka terjadi
perubahan energi (entalpi) yang sangat kecil bila zatnya bercampur. Semakin berbeda sifat A dan B,
semakin kuat larutannya diharapkan menyimpang dari keidealannya.
Contoh sederhana dari campuran non-ideal antara dua cairan A dan B. Dalam contoh ini,
daya tarik antara molekul A dan B mirip dengan antara B dan B, namun interaksi AA (panah merah)
sangat tidak disukai (repulsif) berdasarkan perbandingan. Pada konsentrasi A yang lebih tinggi,
interaksi A-A menjadi lebih sering terjadi, sehingga koefisien aktivitas A (energi bebas per molekul
A) meningkat.

Definisi yang berbeda dari larutan ideal telah diusulkan. Definisi yang paling sederhana
adalah bahwa larutan ideal adalah larutan yang setiap komponennya (i) mematuhi hukum
Raoult untuk seluruh komponen. Disini adalah tekanan uap komponen i diatas larutan, adalah fraksi
molnya dan adalah tekanan uap dari zat murni i pada suhu yang sama.
Definisi ini bergantung pada tekanan uap yang merupakan properti terukur secara langsung,
setidaknya untuk komponen yang mudah menguap. Sifat termodinamika kemudian dapat diperoleh
diasumsikan diberikan oleh rumus gas ideal dari potensial kimia μ (atau energi bebas Gibbs parsial
molar g) dari setiap komponen, yang .
Tekanan rujukan dapat ditulis sebagai = 1 bar, atau sebagai tekanan campuran untuk
memudahkan operasi. Dalam mensubstitusi nilai dari Hukum Raoult, Persamaan ini untuk potensial
kimia dapat digunakan sebagai definisi alternatif untuk larutan ideal.
Namun, uap di atas larutan mungkin tidak benar-benar berperilaku sebagai campuran gas ideal. Oleh
karena itu beberapa penulis mendefinisikan larutan ideal sebagai salah satu komponen yang
mematuhi analogitas hukum Raoult. Disini adalah fugasitas komponen dalam larutan dan adalah

14X
fugasitas sebagai zat murni. Karena fugasitas didefinisikan dalam persamaan. definisi ini mengarah
pada nilai ideal dari potensial kimia dan sifat termodinamika lainnya bahkan ketika komponen di atas
larutan bukanlah gas ideal. Pernyataan yang setara menggunakan aktivitas termodinamika, dan
bukan fugasitas.
Contoh
Diagram kesetimbangan uap-cair dari campuran azeotropik etanol/air.

Menurut Teori Gibbs campuran gas yang sempurna adalah larutan ideal; hal ini
termasuk dalam definisi gas sempurna: memang, dalam gas yang sempurna, interaksi antara
molekul semuanya identik, karena nilainya nol. Campuran gas nyata yang berperilaku rendah
karena gas sempurna merupakan larutan ideal, misalnya udara.
Campuran larutan nyata dari molekul dengan struktur dan ukuran yang serupa
memiliki perilaku yang mendekati larutan ideal:

● campuran parafin linear C5 sampai C8,


● campuran benzena, toluena, xilena,
● campuran alkohol, sebagai contoh etanol dengan propanol.

Sebaliknya, jika pencampuran 1 liter air dengan 1 liter etanol memberi volume total sekitar
1,92 liter. Volume idealnya menjadi 2 liter, karenanya terdapat kontraksi pada campuran:
molekul air dan etanol menarik lebih kuat daripada molekul cairan murninya. Oleh karena itu,
campuran etanol-air bukanlah larutan ideal, ia merupakan larutan azeotropik yang hukum
Raoult tidak mampu menggambarkannya.

b. Non-Idealitas

Penyimpangan dari idealitas dapat digambarkan dengan penggunaan fungsi Margules


atau koefisien aktivitas. Parameter Margules tunggal mungkin cukup untuk menggambarkan
sifat larutan jika penyimpangan dari idealitas sedikit; larutan seperti itu disebut biasa. Berbeda
dengan larutan ideal, di mana volume benar-benar aditif dan pencampuran selalu lengkap,
volume larutan non-ideal tidak, secara umum, jumlah sederhana dari volume komponen cairan
murni dan kelarutan tidak dijamin selama rentang komposisi keseluruhan. Dengan pengukuran
kerapatan aktivitas termodinamika komponen dapat ditentukan.

H. Larutan Biner

15X
Larutan biner adalah larutan yang mengandung dua zat atau lebih yang dapat
melarutkan dengan baik. Dalam larutan biner x1 + x2 = 1, didapat
p1 = x1 p1o (5.7)
dan
p2 = x2 p2o = (1 – x1) P2 o (5.8)
Jika tekanan total larutan adalah p, maka
p=p1 + p2 = x1 p1o + (1– x1 ) p2o
p = p2o + (p1o – p2o ) x1 (5.9)

yang menghubungkan total tekanan atas campuran kepada fraksi mol komponen 1 dalam cairan.
Gambar 5.2a menunjukkan bahwa p adalah suatu fungsi linier x1. Jelas dari Gambar 5.2(a)
bahwa penambahan suatu zat terlarut dapat menaikkan atau menurunkan tekanan uap pelarut
tergantung mana yang lebih volatil.
Tekanan total dapat juga diungkapkan dalam simbol y1, fraksi mol komponen 1
dalam uap. Dari definisi tekanan parsial
y1 = p1 / p (5.10)
menggunakan harga p1 dan p dari persamaan (5.7) dan (5.9) diperoleh
y1 = x1 p1o/ p2o+( p1o−p2o) x1

penyelesaian untuk x1 menghasilkan


y 1 p1'
X 1= (5.11)
p 1 + ( p 2' − p 1' ) y 1
'

menggunakan harga x1 dari persamaan (5.11) dalam persamaan (5.9)


p 1' p 2'
p= ' (5.12)
p 1 + ( p 2' − p 1' ) y

Persamaan (5.12) mengungkapkan p sebagai fungsi y1, fraksi mol komponen 1 dalam uap.
Fungsi ini dialurkan dalam Gambar 5.2(b). Hubungan dalam persamaan (5.12) dapat disusun
ulang menjadi lebih baik, dalam bentuk simetrik
1 y1 y2
= +
p p 1' p 2'

(5.13)
I. Azeotrop

16X
a. Pengertian Azeotrop

Campuran ideal atau hampir ideal dapat dipisahkan ke dalam unsur mereka oleh
penyulingan fraksi. Pada sisi lain, jika penyimpangan dari hukum Raoult menjadi sangat besar
seperti menghasilkan suatu maksimum atau suatu minimum kurva-tekanan uap air, maka
maksimum atau minimum yang bersesuaian muncul dalam kurva titik didih itu. Campuran
seperti itu tidak bisa sepenuhnya dipisahkan ke dalam unsur oleh penyulingan fraksi. Hal Itu
dapat ditunjukkan bahwa jika kurva-tekanan uap mempunyai suatu yang minimum atau
maksimum, maka pada titik itu kurva uap dan cairan itu harus menjadi tangen untuk satu sama
lain dan cairan dan uap harus mempunyai komposisi yang sama.
Campuran yang mempunyai tekanan uap minimum atau maksimum disebut azeotrop (
dari Yunani: untuk mendidih tanpa perubahan)

b. Azeotrop Positif dan Negatif


Setiap azeotrop memiliki titik didih yang khas. Titik didih suatu azeotrop adalah baik
kurang dari suhu titik didih setiap konstituennya (azeotrop positif), atau lebih besar dari titik
didih setiap konstituennya (azeotrop negatif). Sebuah contoh yang terkenal dari azeotrop
positif adalah 95,63 % etanol dan 4,37 % air (berat). Etanol mendidih pada 78,4 °C, air
mendidih pada 100 °C, tetapi azeotrop mendidih pada 78,2 °C, yang merupakan lebih rendah
daripada salah satu dari konstituennya . Memang 78,2 °C adalah suhu minimum di mana
setiap larutan etanol / air dapat mendidih pada tekanan atmosfer. Secara umum, sebuah
azeotrop positif mendidih pada suhu yang lebih rendah daripada rasio lain dari konstituennya.
Azeotrop positif juga disebut campuran didih minimum atau azeotrop tekanan maksimum.

Contoh dari azeotrop negatif adalah asam klorida pada konsentrasi 20,2 % dan 79,8 %
air (berat). Hidrogen klorida mendidih pada -84 °C dan air pada 100 °C, tetapi azeotrop
mendidih pada suhu 110 °C, yang lebih tinggi daripada salah satu dari konstituennya . Suhu
maksimum di mana setiap larutan asam klorida dapat mendidih adalah 110 °C. Secara umum,
sebuah azeotrop negatif mendidih pada suhu yang lebih tinggi daripada rasio lain dari
konstituennya . Azeotrop negatif juga disebut campuran didih maksimum atau tekanan
azeotrop minimum .

17X
J. Penerapan Sifat Koligatif Larutan dalam Kehidupan Sehari-hari

a. Penerapan Penurunan Tekanan Uap Jenuh

Laut mati adalah contoh dari terjadinya penurunan tekanan uap pelarut oleh zat terlarut yang
tidak mudah menguap. Air berkadar garam sangat tinggi ini terletak di daerah gurun yang sangat
panas dan kering, serta tidak berhubungan dengan laut bebas, sehingga konsentrasi zat terlarutnya
semakin tinggi. Pada saat berenang di laut mati, kita tidak akan tenggelam karena konsentrasi zat
terlarutnya yang sangat tinggi. Hal ini tentu saja, dapat dimanfaatkan sebagai sarana hiburan atau
rekreasi bagi manusia. Penerapan prinsip yang sama dengan laut mati dapat kita temui di beberapa
tempat wisata di Indonesia yang berupa kolam apung.

b. Penerapan Penurunan Titik Beku

1. Pembuatan Es Putar

Pada pembuatan es putar cairan pendingin dibuat dengan mencampurkan garam dapur
dengan kepingan es batu dalam sebuah bejana berlapis kayu. Pada pencampuran itu, es batu akan
mencair sedangkan suhu campuran turun. Sementara itu, campuran bahan pembuat es putar
dimasukkan dalam bejana lain yang terbuat dari bahan stainless steel. Bejana ini kemudian
dimasukkan ke dalam cairan pendingin, sambil terus-menerus diputar.

2. Anti Beku pada Tubuh Hewan

Hewan-hewan yang tinggal di daerah beriklim dingin, seperti beruang kutub, memanfaatkan
prinsip sifat koligatif larutan penurunan titik beku untuk bertahan hidup. Darah ikan-ikan laut
mengandung zat-zat antibeku yang mempu menurunkan titik beku air hingga 0,8oC.  Dengan
demikian, ikan laut dapat bertahan di musim dingin yang suhunya mencapai 1,9oC karena zat
antibeku yang dikandungnya dapat mencegah pembentukan kristal es dalam jaringan dan selnya.
Hewan- hewan lain yang tubuhnya mengandung zat antibeku antara lain serangga , ampibi, dan
nematoda. Tubuh serangga mengandung gliserol dan dimetil sulfoksida, ampibi mengandung
glukosa dan gliserol darah sedangkan nematoda mengandung gliserol dan trihalose.

18X
c. Menentukan Massa Molekul Relatif (Mr)

Pengukuran sifat koligatif larutan dapat digunakan untuk menentukan massa molekul relatif
zat terlarut. Hal itu dapat dilakukan karena sifat koligatif bergantung pada konsentrasi zat terlarut.
Dengan mengetahui massa zat terlarut (G) serta nilai penurunan titik bekunya, maka massa molekul
relatif zat terlarut itu dapat ditentukan.

d. Penerapan Tekanan Osmosis

1. Mengontrol Bentuk Sel

Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis yang sama disebut isotonik. Larutan-
larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada larutan lain disebut hipotonik.
Sementara itu, larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih tinggi daripada larutan lain
disebut hipertonik. Contoh larutan isotonik adalah cairan infus yang dimasukkan ke dalam darah.
Cairan infus harus isotonik dengan cairan intrasel agar tidak terjadi osmosis, baik ke dalam ataupun
ke luar sel darah. Dengan demikian, sel-sel darah tidak mengalami kerusakan.

2. Cuci Darah pada Pasien Pengidap Penyakit Ginjal

Terapi menggunakan metode dialisis, yaitu proses perpindahan molekul kecil-kecil seperti
urea melalui membran semipermeabel dan masuk ke cairan lain, kemudian dibuang. Membran tak
dapat ditembus oleh molekul besar seperti protein sehingga akan tetap berada di dalam darah.

e. Penerapan Kenaikan Titik Didih

Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini tekanan uap
zat cair sama dengan tekanan udara sekitarnya. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atm.

19X
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Sifat koligatif larutan adalah sifat-sifat fisis larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi
partikel zat terlarut, tetapi tidak berganttung pada jenisnya. Manfaat serta penerapan sifat
koligatif larutan sendiri bisa sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Satuan konsentrasi yang digunakan dalam penentuan sifat koligatif larutan antara lain molalitas,
molaritas, dan fraksi mol. Sifat koligatif adalah sifat-sifat larutan yang tidak bergantung pada
jenis zat terlarut, tetapi hanya bergantung pada jumlah zat terlarut dalam larutan.
3. Sifat koligatif larutan meliputi penurunan tekanan uap ( ΔP ), kenaikan titik didih (ΔTb ),
penurunan titik beku ( ΔT f ), dan tekanan osmotik (π ).
4. Sifat koligatif larutan nonelektrolit dapat dirumuskan sebagai berikut.
- ΔP = xAX P0

-ΔTb = m X Kb

- ΔTf = m X Kf

- π =M x R xT

5. Besarnya sifat koligatif larutan elektrolit sama dengan larutan nonelektrolit dikalikan dengan
faktor Van't Hoff (i).
6. Harga faktor Van't Hoff adalah 1 + (n – 1) α .

20X
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P, J. de Paula. 2006. Atkins’ Physical Chemistry (edisi ke-8th). New York: W. H. Freeman
& Co. hlm. 144. ISBN 0716787598.

Keenan, Klenifelter. 2000. Kimia untuk Universitas. Jakarta: Gramedia.

Nurizki, safrina. 2015. “Penerapan Sifat Koligatif Larutan”,


https://www.slideshare.net/veranikiki/penerapan-sifat-koligatif-dalam-kehidupan-sehari-hari,
diakses 5 April 2021.
Oxtoby, David W . 2001. Prinsip- Prinsip Kimia Modern. Surabaya: Erlangga.

Perrot, Pierre. 1998. A to Z of Thermodynamics. Oxford: Oxford University Press.

ISBN 0-19-856556-9.

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : Institut Tekhnologi Bandung.

Safrizal, Rino. 2014. “Diagram Fasa Pelarut Dan Larutan, https://rinosafrizal.com/diagram-


fasa-pelarut-dan-larutan/, diakses 5 April 2021.

21X

Anda mungkin juga menyukai