Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Manajemen Laboratorium Biologi
i
KATA PENGANTAR
Bimillahhirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur kami dihaturkan hanyalah untuk Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Larutan dan Reagen Dasar”.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat
banyak kesalahan dalam penulisan maupun kata. Penulis memohon maaf dan juga bimbingan
semua pihak semoga kedepannya menjadi jauh lebih baik.
Dalam penulisan makalah ini, kami berharap semua pihak yang membaca dapat menarik
hikmah dan kebaikannya, serta mampu mengaplikasikan konsep larutan dan reagen dalam
proses praktikum maupun dalam proses belajar mengajar.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Larutan
A. Pengertian Larutan …………………………………………………………. 3
B. Jenis-jenis Larutan …………………………………………………………. 3
C. Larutan Standar …………………………………………………………….. 6
D. Kelarutan …………………………………………………………………… 10
E. Konsentrasi Larutan ………………………………………………………… 11
2.2 Reagen/Pereaksi
A. Pengertian Reagen …………………………………………………………. 13
B. Kegunaan Reagen ………………………………………………………….. 15
C. Cara Perhitungan Reagen ………………………………………………….. 15
D. Reaksi Warna Protein ………………………………………………………. 16
2.3 Pewarnaan Bakteri
A. Pengertian Pewarnaan ……………………………………………………… 17
B. Beberapa Teknik Pewarnaan ………………………………………………. 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Banyak bahan kimia yang digunakan untuk praktikum yang berbentuk larutan. Untuk
membuat larutan pada umumnya digunakan pelarut air, dan ada pula beberapa larutan yang
menggunakan pelarut lain.
Dalam praktikum sering digunakan larutan dan pereaksi,. Dan biasanya akan dilakukan
percobaan tentang pembuatan larutan dimana praktikan diharapkan dapat mengetahui serta
memahami tentang konsentrasi suatu larutan yang ada atau yang akan dibuat.
Dengan demikian, guru, dosen, mahasiswa, serta orang-orang yang berhubungan dengan
suatu praktikum harus memiliki pengetahuan tentang larutan dan perekasi. Pengetahuan
mengenai cara pembuatan larutan sangat penting karena sebagian besar reaksi kimia terjadi
melalui bentuk cairan atau larutan. Pengetahuan bukan saja mengenai jenisnya, tetapi juga
pengetahuan tentang pembuatan dan penanganannya.
1
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Penulisan Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang materi Larutan
dan Reagen Dasar dan membuat pembaca memahami materi ini dengan baik.
2. Manfaat bagi penulis itu sendiri selain untuk meningkatkan pemahaman penulis
sekaligus juga sebagai salah satu syarat penilaian pada mata kuliah Teknik
Manajemen Laboratorium Biologi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Larutan
A. Pengertian Larutan
Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut (solut), sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut (solven).
Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan,
sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan
(solvasi).
Komponen dari larutan terdiri dari dua jenis, pelarut dan zat terlarut, yang dapat
dipertukarkan tergantung jumlahnya. Pelarut merupakan komponen yang utama yang terdapat
dalam jumlah yang banyak, sedangkan komponen minornya merupakan zat terlarut. Larutan
terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi
langsung dalam keadaan tercampur. Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya,
karena itu campuran gas adalah larutan.
B. Jenis Larutan
Berdasarkan daya hantarnya suatu larutan dibedakan menjadi larutan elektrolit dan non
elektrolit.
3
1) Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit adalah larutan yang bisa menghantarkan arus listrik. Pada larutan ini
dibedakan menjadi elektrolit kuat dan elektrolit lemah.
a. Elektrolit kuat
Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik yang kuat,
karena zat terlarutnya di dalam pelarut (umumnya air), seluruhnya akan berubah menjadi ion-
ion (alpha = 1).
Partikel-partikel yang ada di dalam larutan elektrolit kuat adalah ion-ion yang bergabung
dengan molekul air, sehingga larutan tersebut daya hantar listriknya kuat. Hal ini disebabkan
karena tidak ada molekul atau partikel lain yang menghalangi gerakan ion-ion untuk
menghantarkan arus listrik, sementara molekul-molekul air adalah sebagai media untuk
pergerakan ion.
b. Elektrolit lemah
Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah dengan harga
derajat ionisasi sebesar 0 < alpha < 1.
Larutan non- elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena zat
terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion (tidak meng-ion).
4
Tergolong ke dalam jenis ini misalnya:
- Larutan urea
- Larutan sukrosa
- Larutan glukosa
- Larutan alkohol dan lain-lain
a. Eksoterm, yaitu proses melepaskan panas dari sistem ke lingkungan, temperatur dari
campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan
akan turun.
Contoh : reaksi respirasi, reaksi netralisasi asam-basa, reaksi oksidasi logam, dan
reaksi pembakaran.
b. Endoterm, yaitu menyerap panas dari lingkungan ke sistem, temperatur dari campuran
reaksi akan turun dan energi potensial dari zat- zat kimia yang bersangkutan akan
naik.
Contoh : reaksi fotosintesis, cracking alkana, dan reaksi dekomposisi termal.
a) Larutan tak jenuh (unsaturated) yaitu, larutan yang mengandung zat terlarut
(solute) kurang dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Atau dengan kata
lain, larutan yang partikel- partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi
(masih bisa melarutkan zat). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat)
dibandingkan dengan larutan jenuh. Larutan tak jenuh terjadi apabila bila hasil kali
konsentrasi ion < Ksp berarti larutan belum jenuh ( masih dapat larut).
b) Larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah zat terlarut (solute)
yang larut dan mengadakan kesetimbangn dengan pelarut (solute) padatnya. Atau
dengan kata lain, larutan yang partikel- partikelnya tepat habis bereaksi dengan
pereaksi (zat dengan konsentrasi maksimal). Larutan jenuh terjadi apabila bila hasil
konsentrasi ion = Ksp berarti larutan tepat jenuh. Kelarutan umumnya dinyatakan
dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada
temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram
pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
5
c) Larutan kelewat jenuh (supersaturated) yaitu, suatu larutan yang mengandung lebih
banyak zat terlarut (solute) daripada yang diperlukan untuk larutan jenuh. Atau
dengan kata lain, larutan yang tidak dapat lagi melarutkan zat terlarut (solute)
sehingga terjadi endapan. Larutan sangat jenuh terjadi apabila bila hasil kali
konsentrasi ion > Ksp berarti larutan lewat jenuh (mengendap).
Larutan lewat jenuh merupakan suatu sistem metastabil. Larutan ini dapat diubah
menjadi larutan jenuh dengan menambahkan kristal yang kecil (kristal inti/bibit)
umumnya kristal dari zat terlarut (solute). Kelebihan molekul zat terlarut (solute) akan
terikat pada kristal inti dan akan mengkristal kembali.
a. Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak zat terlarut (solute)
dibanding pelarut (solvent).
b. Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit zat terlarut (solute) dibanding
pelarut (solvent).
C. Larutan Standar
Larutan standar atau larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui,
selain itu konsentrasinya juga tidak mudah berubah. Dalam berbagai percobaan kimia sering
digunakan larutan baku yang terdiri atas larutan baku primer dan larutan baku sekunder.
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini
disebutlarutan standard primer, sedangkan zat yang digunakan disebut standard primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandardkan
dengan larutan standard primer, disebut larutan standard sekunder.
6
Berikut penjelasan lebih detail :
Larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi atau
larutan yang dijadikan acuan untuk penetapan konsentrasi larutan lain.
Larutan baku primer biasanya dibuat hanya sedikit, penimbangan yang dilakukanpun
harus teliti, dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pembuatan larutan baku primer ini
biasanya dilakukan dalam labu ukur yang volumenya tertentu.
Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1. Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu
110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni. (Syarat ini biasanya
tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena sukar untuk menghilangkan air-
permukaan dengan lengkap tanpa menimbulkan pernguraian parsial.)
2. Zat tidak boleh berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi ini
menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara atau
dipengaruhi karbondioksida.
3. Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif dan kepekaan
tertentu (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
4. Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen yang
tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
6. Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan
langsung.
7
3. Kalium bromat (KBrO3), untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat
(Na2S2O3).
4. Kalium hydrogen phtalat (KHP), dipakai untuk menstandarisasi larutan asam
perklorat dan asam asetat (CH3COOH).
5. Natrium Karbonat (Na2CO3), dipakai untuk standarisasi larutan H2SO4, HCl dan
HNO3.
6. Asam sulfanilik (4-aminobenzene sulfonic acid) dipakai untuk standarisasi larutan
natrium nitrit (NaNO2).
7. Natrium klorida (NaCl) untuk menstandarisasi larutan AgNO3.
8. Contoh lain, yaitu Asam oksalat (C2H2O4), Boraks, dan Kalium dikromat
(K2Cr2O7).
Zat diatas merupakan zat dengan standar primer jadi senyawa ini ditimbang dengan berat
tertentu kemudian dilarutkan dalam aquades dengan volume tertentu untuk didapatkan larutan
standar primer.
Larutan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang
kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer
atau larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara mentitrasi dengan larutan standar
primer.
Contoh larutan standar sekunder adalah larutan NaOH, HCl, KMnO4, H2SO4, dan
Fe(SO4)2.
8
Berikut cara mendapatkan larutan standar sekunder :
9
D. Kelarutan
Kelarutan adalah kuantitas maksimal suatu zat kimia terlarut (solut) untuk dapat larut pada
pelarut tertentu membentuk larutan homogen. Kelarutan suatu zat dasarnya sangat
bergantung pada sifat fisika dan kimia solut dan pelarut pada suhu, tekanan dan pH larutan.
1. Jenis Zat
Zat-zat dengan struktur kimia yang mirip umumnya dapat saling bercampur dengan
baik, sedangkan zat-zat yang struktur kimianya berbeda umumnya kurang dapat saling
bercampur (like dissolves like). Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam
pelarut polar, sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut nonpolar.
Contohnya alkohol dan air bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter
bercampur sebagian (partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur
(completely immiscible).
2. Suhu
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika
air dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air,
sehingga gas yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat
kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang
kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan
serium sulfat.
Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses
pengkristalan kembali. Jika salah satu proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya
bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier
(Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses
endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah
pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat eksoterm,
maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
10
3. Tekanan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat.
Perubahan tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan
NH4Cl sekitar 5,1 %. Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu.
Menurut hukum Henry (William Henry: 1774-1836) massa gas yang melarut dalam
sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding lurus dengan tekanan yang dilakukan
oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan itu.
Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5 kali jika tekanan partial-nya
dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi dengan pelarut,
misalnya HCl atau NH3 dalam air.
E. Konsentrasi Larutan
Konsentrasi suatu larutan merupakan ukuran yang digunakan untuk menyatakan kuantitas
zat terlarut dalam suatu pelarut atau larutan. Terdapat berbagai cara yang digunakan untuk
menyatakan konsentrasi larutan, dan masing-masing cara memilik berbagai kegunaan
masing-masing.
Persen massa dan volum adalah cara paling sederhana untuk menyatakan konsentras
suatu larutan dengan membandingkan massa atau volum masing-masing bagian. Cara lain
untuk menyatakan konsentrasi adalah persen massa/volum.
Contohnya, jika kita melarutkan 0,9 gram NaCl dalam 100 ml air, maka kita
menuliskannya larutan 0,9% NaCl. Persen mass/volum banyak digunakan dalam bidang
medis dan farmasi.
2. Bagian Per Juta, Bagian Per Miliar, dan Bagian Per Triliun
Cara lain untuk menuliskan konsentrasi suatu larutan yang konsentrasinya sangat kecil
adalah dengan bagian perjuta, miliar, atau triliun. Prinsip yang digunakan pada dasarnya
11
adalah persen massa dengan konsentrasi yang sangat kecil. Cara pernyataan konsentrasi
seperti ini banyak digunakan dalam ilmu lingkungan
Keterangan :
xA =
xA = fraksi mol zat A
atau
nA = mol zat A
Fraksi mol (i) merupakan perbandingan mol dari pelarut atau zat terlarut nilai total fraksi mol
zat terlarut dan pelarut haruslah sama dengan 1. Sementara itu, Persen mol merupakan nilai
mol yang dikalikan 100%
4. Molaritas
Molaritas larutan didefinisikan sebagai jumlah mol suatu solut (terlarut) dalam larutan dibagi
dengan volume larutan yang ditentukan dalam liter.
5. Molalitas
Molalitas larutan didefinisikan sebagai jumlah mol solut per kilogram solven (pelarut).
12
2.4 Reagen/Pereaksi
A. Pengertian Reagen
Pereaksi atau sering disebut juga reagensia (inggris : reagent) adalah suatu zat yang
berperan dalam suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan analisis.
Pereaksi disingkat P adalah suatu zat yang digunakan sebagai pereaksi atau sebagai unsur
pokok dari larutan, indikator adalah pereaksi yang digunakan untuk menyatakan titik akhir
suatu reaksi kimia, untuk mengukur kadar ion Hidrogen (pH) atau untuk menyatakan bahwa
perubahan pH sudah terjadi. Ini terdapat dalam daftar indikator dan kertas uji. Larutan dapar
seperti yang tertera pada larutan dapar (Dirjen POM, 1995).
Larutan pereaksi disingkat LP adalah larutan dari pereaksi dalam pelarut dan kadar
tertentu yang sesuai untuk penggunaan tertentu. Air jika dalam uji untuk pereaksi atau dalam
petunjuk pembuatan larutan uji dan sebagainya digunakan air tanpa kualifikasi khusus selalu
menggnakan Air Murni seperti yang tertera pada monografi Farmakope Indonesia IV. Seperti
dinyatakan dalam ketentuan umum, daftar pereaksi, indikator dan larutan dalam farmakope
tidak termasuk zat yang mempunyai kegunaan terapi, sehingga di dalam farmakope
dinyatakan dengan pereaksi atau mutu pereaksi (Ditjen POM, 1995).
Reagen atau dikenal juga dengan reaktan merupakan istilah yang sering digunakan
didunia kimia. Reagen memiliki banyak kegunaan dan sebagian besar melibatkan
menyelamatkan nyawa aplikasi. Zat atau dua zat membuat, mengukur atau membangun
keberadaan reaksi kimia dengan bantuan reagen. Kimia organik mungkin juga menetapkan
reagen sebagai campuran atau zat-zat yang berbeda yang akan membuat perubahan pada
substrat pada kondisi tertentu.
Reagen dibagi menjadi dua, yaitu reagen alami dan reagen kimia.
1. Fenton Reagen
Reagen gaya analitis ini dimanfaatkan untuk membasmi zat tertentu dalam bahan kimia
organik seperti tetrakloroetilena (PCE) dan trichloroethylene (TCE).
2. Grignard Reagen
Reagen semacam ini khusus dibuat ketika menggunakan respon yang dihasilkan dari
campuran alkil dan magnesium. Semua senyawa organik memerlukan reaksi kimia ini
untuk membuat ikatan karbon tertentu.
3. Collins Reagen
Reagen ini digunakan untuk membantu beberapa zat-zat yang kompleks dan untuk
mengoksidasi alcohol.
4. Fehling Reagen
Perekasi Fehling adalah oksidator lemah yang merupakan pereaksi khusus untuk
mengenali aldehida. Pereaksi Fehling terdiri dari dua bagian, yaitu Fehling A dan Fehling
B. Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan Fehling B merupakan campuran larutan
NaOH dan kalium natrium tartrat.
Pereksi Fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh
suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi Fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai
ion kompleks. Pereaksi Fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO.
Dalam pereaksi ini ion Cu2+ direduksi menjadi ion Cu+ yang dalam suasana basa akan
diendapkan sebagai Cu2O. Dengan larutan glukosa 1%, pereaksi Fehling menghasilkan
endapan berwarna merah bata, sedangkan apabila digunakan larutan yang lebih encer
misalnya larutan glukosa 0,1%, endapan yang terjadi berwarna hijau kekuningan.
5. Millon Reagen
Reagen investigasi dalam jenis ini unik dibuat oleh mencairkan logam Merkurium dengan
asam nitrat dan kemudian menyiram turun untuk mendapatkan kepadatan yang
diinginkan. Millon Reagen adalah zat yang digunakan untuk mendeteksi larut protein.
Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang
dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol,
karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
B. Kegunaan Reagen
1. Untuk pengujian dan menganalisis bahan kimia.
2. Sebagai komponen dasar dalam biologi molekuler.
3. Digunakan untuk mendeteksi organisme lain yang sulit untuk ditemukan dengan
perangkat yang biasa.
4. Sebagai alat diagnosis.
5. Dapat digunakan untuk berbagai tujuan penelitian seperti : tes darah, imunologi, dan
farmasi proses.
Pada reaksi biuret dimana, suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau
lebih, dapat bereaksi dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan menghasilkan senyawa
komplek yang berwarna biru ungu. Pada percoobaan biuret tersebut larutan albumin atau
putih telur dan larutan susu ketika direaksikan dengan NaOH menghasilkan larutan berwarna
kuning dan ketika ditambahkan dengan CuSO4 terjadi perubahan warna larutan menjadi ungu
dan masih terdapat gumpalan CuSO4 berwaran biru yang menandakan pada kedua zat
tersebut terdapat ikatan peptida. Jadi, ikatan peptida hanya terbentuk apabila ada dua atau
lebih asam amino esensial yang bereaksi.
2. Reaksi Xanthoprotein
Larutan protein susu dan telur direaksikan dengan larutan HNO3 pekat yang dipanaskan yang
menghasilkan larutan berwarna kuning dan disertai endapan. Hal ini sesuai dengan teori yang
ada, jika di tambahkan dengan HNO3 ke dalam larutan protein akan terbentuk endapan putih
yang dapat berubah kuning apabila di panaskan. Setelah didinginkan dan ditambahkan
ammonia yang menghasilkan warna orange, yang diidentifikasikan dengan adanya sebagian
peptida dan protein yang mempunyai gugus asam amino berinti benzena. Seperti fenilanalina,
tirosin, albumin, riptofan dan lain sebagainya.
3. Reaksi Ninhidrin
Pada reaksi dengan tersebut, telur dan susu dicampur dengan pereaksi ninhidrin. Reaksi susu
dengan ninhidrin memberikan warna biru keunguan, sedangkan reaksi antara telur dengan
ninhidrin memberikan warna hitam kebiruan. Reaksi positif dengan ninhidrn menandakan
bahwa sampel tersebut mengandung asam amino bebas. Perbedaan warna yang timbul antara
sampel telur dan sampel susu dikarenakan perbedaan kadar asam amino bebas yang ada pada
kedua sampel tersebut. Sampel susu memiliki kadar asam amino bebas yang lebih tinggi
daripada sampel telur.
4. Reaksi Millon
Pada reaksi millon-nasse ketika mereaksikan larutan protein dengan reagen merkuri sulfat
terdapat adanya gumpalan putih dan ketika dipanaskan lagi terdapat endapan berwarn kuning.
Menurut teori, apabila pereaksi atau reagen merkuri sulfat ditambahkan pada larutan protein,
akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada
dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan
gugus hidroksilfenil yang berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil
yang positif. Dari hasil percobaan diperoleh kesimpulan bahwa protein telur dan susu
mengandung gugus fenol.
5. Reaksi Hopkin-Cole
Selanjutnya reaksi Hopkins-Cole dimana larutan protein sampel encer (telur dan susu) ketika
di reaksikan dengan formaldehid terdapat endapan putih dan kemudian ketika ditambahkan
asam sulfat pekat terdapat cincin berwarna ungu pada bidang batas ,hal ini sesuai dengan
teori yang ada, jika ditambahkan atau dituangkaan asam sufat pekat secara perlahan-lahan
sehingga terbentuk lapisan dibawah larutan protein. Dan beberapa saat kemudian akan terjadi
cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan sifat-sifat yang
khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras
dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati
bentuk sel bakteri sehingga mudah untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau
pewarnaan. Hal tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu
mengetahui reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jimmo, 2008)
Berbagai macam tipe morfologi bakteri (kokus, basil, spirilum, dan sebagainya) dapat
diadakan dengan menggunakan pewarna sederhana. Istilah ”pewarna sederhana” dapat
diartikan dalam mewarnai sel-sel bakteri hanya digunakan satu macam zat warna saja (Gupte,
1990). Kebanyakan bakteri mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana karena
sitoplasmanya bersifat basofilik (suka akan basa) sedangkan zat-zat warna yang digunakan
untuk pewarnaan sederhana umumnya bersifat alkalin (komponen kromoforiknya bermuatan
positif).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna ,
substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang
sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna
terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri
seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu
spesies (Dwidjoseputro, 1994).
Menurut Fardiaz (1989), dalam pewarnaan gram sel-sel yang tidak dapat melpaskan
warna akan tetap berwarna Kristal violet (biru-ungu) yang disebut, bakteri gram positif.
Sedangkan sel-sel yang dapat melepaskan Kristal violet dan mengikat safranin sehingga
berwarna kemerahan disebut, bakteri gram negative.
Prinsip pewarnaan bakteri adalah pertukaran antara ion zat warna dengan ion
protoplasma sel. Selain zat warna diperlukan zat tambahan yang berfungsi untuk
mengendapkan hasil rekasi zat warna dengan komponen dinding sel bakteri. Zat tersebut
dikenal dengan istilah zat Pematek yang akan melekatkan zat warna pada plasma sel.
Pengamatan morfologi bakteri hasil pewarnaan dilakukan di bawah pengamatan mikroskop.
1) bersifat Asam, berupa anion dan umum digunakan dalam bentuk garam natrium.
2) bersifat Alkali, berupa kation dan umum digunakan dalam bentuk klorida.
Pewarnaan Sedehana atau Tunggal, dengan menggunakan satu macam zat warna
seperti : Metilen Blue, Karbol Violet dan Air Fucshin.
Pewarnaan Differensial dengan menggunakan dua atau lebih zat warna.
1. Bakteri Gram Positif mampu mempertahankan zat warna utama dalam pewarnaan
Gram, yaitu Gentian Violet, sehingga nampak berwarna ungu saat pengamatan
dikarenakan dinding sel kelompok bakteri ini tersusun oleh sebagian besar
Peptidoglikan, yang mampu mengikat zat warna dan tidak rusak saat dicuci dengan
alcohol.
Ciri-cirinya ialah :
Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau monolayer.
Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan ada yang
sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari 50% berat ringan.
Mengandung asam tekoat.
Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
2. Bakteri Gram Negatif memiliki komposisi dinding sel yang sebagian besar tersusun
dari lapisan lipid, sehingga pada saat pewarnaan kurang dapat mempertahankan zat
warna utama terutama saat dicuci dengan alcohol (lipid rusak saat dicuci dengan
alcohol), akibatnya kelompok bakteri ini memberikan kenampakan warna merah
(warna dari zat warna ke dua : safranin atau air fuchsin) di akhir kegiatan pewarnaan
Gram.
Ciri-cirinya ialah :
Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau multilayer.
Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan terdapat
didalam.
Lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10% dari berat kering, tidak
mengandung asam tekoat.
Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya kristal violet.
Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
Peka terhadap streptomisin
Toksin yang dibentuk Endotoksin
Cara kerja :
1. Bersihkan preparat glass dengan alkohol 70% kemudian di fiksasi di atas Bunsen.
2. Beri label pada bagian bawah preparat glass.
3. Pijarkan jarum ose kemudian dicelupkan ke aquades dan teteskan 3 ose aquades pada
preparat glass menggunakan jarum ose.
4. Pijarkan lagi jarum ose dan diambil bakteri dari media dengan cara aseptik lalu
diratakkan di atas preparat glass. Keringkan.
5. Lalu teteskan larutan zat warna methylen blue sebanyak 1 atau 2 tetes. Keringkan selama
1 menit.
6. Cuci dengan air mengalir
7. Keringkan preparat dengan dianginkan, dan
8. Amati dibawah mikroskop karakteristik dan bentuk bakteri
Hasil Pengamatan
A. Bakteri Escherichia coli B. Bakteri Bacillus subtillis
2. Pewarnaan Negative
Teknik ini berguna untuk menentukan morfologi dan ukuran sel. Pada pewarnaan ini
olesan tidak mengalami pemanasan atau perlakuan yang keras dengan bahan-bahan kimia,
maka terjadinya penyusutan dan salah satu bentuk agar kurang sehingga penentuan sel dapat
diperoleh dengan lebih tepat.
Metode ini menggunakan cat nigrosin atau tinta cina. Pewarnaan negatif memerlukan
pewarna asam seperti eosin atau negrosin.pewarna asam memiliki negatif charge
kromogen,tidak akan menembus atau berpenetrasi ke dalam sel karena negative charge pada
permukaan bakteri. oleh karena itu, sel tidak berwarna mudah dilihat dengan latar belakang
berwarna.
Cara kerja :
1. Bersihkan glass preparat menggunakan tissu dan alkohol
2. Beri label pada glass preparat bagian tepi bawah
3. Tetesi nigrosin pada bagian tepi
4. Letakkan masing – masing bakteri (e coli dan bacillus) di atas nigrosin dengan cara
aseptik
5. Buat apusan satu arah menggunakan glass preparat lain yg telah dibersihkan
6. Keringkan dengan cara fiksasi
7. Amati menggunakan mikroskop
Hasil Pengamatan
A. Bakteri Escherichia coli B. Bakteri Bacillus subtillis
3. Pewarnaan Kapsul
Pewarnaan diferensial banyak jenisnya, antara lain ialah pewarnaan gram, pewarnaan
spora, pewarnaan tahan asam, pewarnaan giemsa, pewarnaan kapsul, dan pewarnaan flagel.
Pewarnaan ini menggunakan larutan kristal violet panas, lalu larutan tembaga sulfat sebagai
pembilasan menghasilkan warna biru pucat pada kapsul, karena jika pembilasan dengan air
dapat melarutkan kapsul. Garam tembaga juga memberi warna pada latar belakang yang
berwana biru gelap. fungsi kapsul pada sel bakteri :
Cara Kerja :
1. Bersihkan glass preparat menggunakan tissu dan alcohol.
2. Beri label pada glass preparat bagian tepi bawah.
3. Tetesi nigrosin pada bagian tepi.
4. Letakkan masing – masing bakteri (e coli dan bacillus) di atas nigrosin dengan cara
aseptic.
5. Buat apusan satu arah menggunakan glass preparat lain yg telah dibersihkan.
6. Keringkan dengan cara fiksasi.
7. Tetesi dengan methylen blue dan diamkan selama 1 menit (keringkan dengan fiksasi).
8. Amati dengan mikroskop.
Hasil Pengamatan
A. Bakteri Escherichia coli B. Bakteri Bacillus subtillis
4. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram ini bertujuan untuk mlihat bakteri bersifat gram positif atau negatif dan
bentuknya. Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah suatu metode empiris untuk
membedakan spesies bakteri menjadi dua kelompok besar, yakni gram positif dan gram
negatif, berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode ini diberi nama
berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang
mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan
bakteri Klebsiella pneumoniae. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal
(counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri gram negatif
menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan
kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen yaitu :
Zat warna utama (violet kristal)
Mordan (larutan Iodin) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna
utama.
Pencuci / peluntur zat warna (alcohol / aseton) yaitu solven organic yang digunakan
uantuk melunturkan zat warna utama.
Zat warna kedua / cat penutup (safranin) digunakan untuk mewarnai kembali sel-sel
yang telah kehilangan cat utama setelah perlakuan denga alcohol.
a. Bakteri Gram Negatif Bakteri gram negative adalah bakteri yang tidak
mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram
positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah dicuci dengan alcohol,
sementara bakteri gram negative tidak.
b. Bakteri Gram Positif Bakteri gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat
warna metil ungu sewaktu proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna
biru atau ungu di bawah mikroskop, sedangkan bakteri gram negative akan berwarna
merah muda. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis bakteri ini terutama didasarkan
pada perbedaan struktur dinding sel bakteri (Aditya,2010)
Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipoposakarida
(lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan
berwarna merah. Bakteri gram positif memiliki selapis dinding sel berupa peptidoglikan yang
tebal. Setelah pewarnaan dengan kristal violet, pori- pori dinding sel menyempit akibat
dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru (Fitria, 2009). Sel
bakteri gram positif mungkin akan tampak merah jika waktu dekolorisasi terlalu lama.
Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek
(Fitria, 2009).
Cara Kerja :
1. Bersihkan glass preparat menggunakan tissu dan alkohol dan keringkan
2. Teteskan 3 ose aquades pada glass preparat
3. Letakkan bakteri diatas aquades tersebut secara aseptis
4. Keringkan dengan cara fiksasi
5. Tetesi gram A dan tunggu 1 menit
6. Setelah itu cuci dengan air mengalir dan keringkan kembali
7. Setelah kering tetesi dengan gram B dan tunggu 1 menit
8. Cuci dengan air mengalir dan keringkan
9. Tetesi dengan gram C dan tunggu 30 detik
10. Cuci dengan air mengalir dan keringkan.
11. Tetesi dengan gram D dan tunggu 2 menit
12. Cuci dengan air mengalir dan keringkan
13. Amati dengan mikroskop.
Hasil Pengamatan
A. Gram positif B. Gram negatif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak lima isolat yang berpotensi sebagai
bakteri probiotik telah diisolasi dari lambung dan usus ikan kembung (Rastrelliger sp.) pada
media kultur TSA dengan pH 2, yang merupakan indikator utama bakteri probiotik. Isolat
tersebut memiliki morfologi koloni dan sel yang berbeda.
Menurut Hidayat et al. (2006), bahwa bentuk koloni dari suatu bakteri dipengaruhi oleh
umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Variasi bentuk bakteri yang terjadi juga dipengaruhi
oleh lingkungan (faktor biotik dan abiotik), faktor makanan (medium tumbuh) dan suhu
(minimum, optimum dan maksimum) (Ilyas, 2001).
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut zat terlarut (solut), sedangkan zat yang
jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut (solven).
Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan,
sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan
(solvasi)
1. Larutan Elektrolit
2. Larutan Non Elektrolit.
1. Larutan pekat yaitu larutan yang mengandung relatif lebih banyak zat terlarut (solute)
dibanding pelarut (solvent).
2. Larutan encer yaitu larutan yang relatif lebih sedikit zat terlarut (solute) dibanding
pelarut (solvent).
Larutan standar atau larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya sudah diketahui,
selain itu konsentrasinya juga tidak mudah berubah. Dalam berbagai percobaan kimia sering
digunakan larutan baku yang terdiri atas larutan baku primer dan larutan baku sekunder.
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini
disebutlarutan standard primer, sedangkan zat yang digunakan disebut standard primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandardkan
dengan larutan standard primer, disebut larutan standard sekunder.
Pereaksi atau sering disebut juga reagensia (inggris : reagent) adalah suatu zat yang
berperan dalam suatu reaksi kimia atau diterapkan untuk tujuan analisis. Reagen dibagi
menjadi dua, yaitu reagen alami dan reagen kimia.
Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri
tersebut disuspensikan. Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri sehingga mudah
untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel bakteri
melalui serangkaian pengecatan (Jimmo, 2008)
3) bersifat Asam, berupa anion dan umum digunakan dalam bentuk garam natrium.
4) bersifat Alkali, berupa kation dan umum digunakan dalam bentuk klorida.
Pewarnaan Sedehana atau Tunggal, dengan menggunakan satu macam zat warna
seperti : Metilen Blue, Karbol Violet dan Air Fucshin.
Pewarnaan Differensial dengan menggunakan dua atau lebih zat warna.
DAFTAR PUSTAKA
Safrina, Yuni Dewi. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Berpotensi Probiotik Pada
Ikan Kembung (Rastrelliger sp.). UNSYIAH Press. ISSN : 2089-7790.
iii