Anda di halaman 1dari 27

Komponen Pembentuk Larutan

(Kimia)
Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Allah Swt atas tersusunnya makalah Larutan Kimia. Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas,makalah ilmiah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Disadari
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu diharapkan kritik dan saran
sebagai penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Penyusun

i
Daftar isi

Kata pengantar....................................................................................................................i

Daftar isi............................................................................................................................1

Bab I pendahuluaan

1.1 Latar belakang............................................................................................................2


1.2 Rumusan masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................3

Bab II Pembahasaan

2.1 Komponen Larutan......................................................................................................4


2.2 Jenis Larutan................................................................................................................4
2.3 Konsentrasi Larutan.....................................................................................................5
2.4 Sifat Kolugatif Larutan..............................................................................................11
2.5 Sifat Koligatif Larutan Elektrolit...............................................................................18
2.6 Sifat Keloid................................................................................................................19

Bab III Penutup

3.1 kesimpulan.................................................................................................................24

Daftar pustaka............................................................................................................................25

1
Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar belakang

Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat
yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan
dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan
pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Larutan umumnya berfase cair (liquid = l) dengan pelarut air, tetapi ada juga
larutan yang berfase padat (solid = s) seperti kuningan, stainless steel, dan lain-lain,
ataupun gas (g) seperti udara. Contoh umum yang sringkita jumpai
yaitu garam atau guladilarutkan dalam air. Gas dilarutkan dalam cairan,
misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut
dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat pula larutan padat,
misalnya aloi (campuran logam) dan mineral tertentu.Tanpa kita sadari, selama ini
kehidupan kita sangat berkaitan dengan zat kimia yang dapat kita temui dalam
berbagai macam bentuk. Salah satunya dalam larutan yang akan dibahas lebih jauh
dalam makalah ini. Misalnya garam dapur atau Natrium Klorida (NaCl). Selain
memperkaya rasa masakan ternyata garan dapur (NaCl) yang kita kenal selama ini
mempunyai kegunaan lain. Ternyata garam dapur (NaCl) dalam bentuk larutan jika
disambungkan dengan power supply dapat menghantarkan arus listrik dan membuat
lampu menyala.Demikian juga halnya dengan larutan-larutan lainnya, misalnya air
suling, larutan gula, asam asetat, amonia, asam sulfat, asam klorida, natrium klorida,
natrium hidroksida, dan masih banyak lagi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Komponen Larutan?

2. Apa saja jenis-jenis Larutan?

3. Bagaiaman cara menghitung Konsentrasi Larutan?

4. Apa saja Sifat-sifat dari Koligatif Larutan?

2
5. Apa yang dimaksud dengan Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

6. Apa yang dimakud dengan Sistem Keloid?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Komponen Larutan

2. Untuk mengetahui jenis-jenis Larutan

3. Untuk mengetahui cara menghitung Konsentrasi Larutan

4. Untuk mengetahui Sifat Koligatif Larutan

5. Untuk mengetahui Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

6. Untuk mengetahui Apa yang dimakud dengan Sistem Keloid

3
Bab II

Pembahasan

2.1 Komponen Larutan

Larutan terdiri atas zat terlarut dan pelarut. Pelarut adalah zat atau komponen yang
umumnya berwujud cair dan jumlahnya lebih banyak. Kemudian zat terlarut adalah zat atau
komponen, baik yang berwujud gas, cair maupun padatan dan jumlahnya lebih kecil sehingga
terbentuk larutan homogen.

Larutan dilihat sebagai suatu Sistem homogen yang komposisinya bervariasi. Larutan
dapat mengandung banyak komponen, salah satunya adalah larutan yang memiliki dua
komponen yaitu larutan biner. Komponen dari larutan biner yaitu zat terlarut dan pelarut.
Contoh larutan biner antaralain sebagai berikut.

2.2 Jenis Larutan

Larutan terdiri atas zat pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute), contohnya larutan
gula, air didalam larutan gula merupakan pelarut, sedangkan gula pasir merupak zat terlarut.
Pasangan zat tertentu dapat saling melarutkan dalam semua perbandingan. Hal ini biasanya
terjadi pada larutan gas dengan gas dan larutan cair dengan cair seperti air dengan etanol.
Akan tetapi untuk larutan lain yang wujudnya berbeda (cair dengan gas, cair dengan padat,
padat dengan padat) ada batas antara keduanya dalam membentuk larutan homogen. Nilai
batas jumlah zat terlarut dalam jumlah pelarut tertentu pada suhu dan tekanan tertentu untuk
membentuk larutan homogen itu disebut kelarutan.

Kelarutan adalah nilai batas kemampuan pelarut dalam volume tertentu (biasanya 1
dm3) untuk melarutkan zat terlarut pada suhu 25oC, tekanan 1 atm yang menghasilkan larutan
homogen (Sistem yang homogen).

4
Jumlah zat telarut dalam larutan atau dalam pelarut pada volume tertentu itu disebut
konsentrasi. Berdasarkan nilai konsentrasi itu larutan dapat dibedakan menjadi dua kelompok
yaitu larutan encer dan larutan pekat.

a. Larutan dikatakan encer jikalau konsentrasi zat terlarutnya lebih kecil daripada
setengah nilai kelarutannya.

b. Larutan dikatakan pekat jikalau konsentrasi zat terlarutnya sama atau lebih besar
daripada setengah nilai kelarutannya.

Adapun jenis larutan berdasarkan tingkat kejenuhannya terbagi menjadi tiga yaitu tak
jenuh, jenuh, dan sangat jenuh. Larutan tersebut antara lain :

a. Larutan tak jenuh


Larutan tak jenuh adalah larutan yang partikelnya tidak tepat habis bereaksi dengan
pereaksi atau dengan kata lain masih bisa melarutkan zat terlarut.

b. Larutan Jenuh

Larutan jenuh merupakan larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang
diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat terlarut dan pelarut. Atau
dengan kata lain, larutan yang partikelnya tepat habis bereaksi dengan pereaksi.

c. Larutan sangat jenuh

Larutan sangat jenuh yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute (zat
terlarut) yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh yang membuat dia terlewat
jenuh dan menghasilakan endapan.

Kemudian berdasarkan daya hantar listriknya larutan terbagi menjadi dua, yaitu
larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat
menghantarkan listrik dengan baik. Sedangkan larutan non elektrolit adalah larutan yang
tidak dapat menghantarkan listrik.

2.3 KONSENTRASI LARUTAN

Pada pembicaraan masalah larutan itu timbul permasalahan yaitu (1) bagaimana
menyatakan perbandingan antara zat terlarut dan pelarut, (2) wujud senyawa, zat atau
komponen pembentuk

5
larutan tidak sama, (3) jumlah maksimum zat terlarut dalam jumlah tertentu pelarut yang
masih dapat membentuk larutan homogen, (4) jumlah zat terlarut yang dinyatakan sebagai
massa, mol, massa ekuivalen, massa formula. Namun demikian, sebelum membicarakan
masalah konsentrasi larutan perlu dijelaskan terlebih dahulu masalah massa ekuivalen.

2.3.1 Massa Ekuivalen

Massa ekuivalen adalah massa dalam satuan gram suatu zat/senyawa/unsur yang
diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan satu mol proton (H+ ) sedangkan pada
reaksi redoks yang dimaksud dengan massa ekuivalen adalah massa dalam satuan gram suatu
zat/senyawa/unsur yang diperlukan untuk memberikan atau menerima satu mol elektron.
Hubungan antara massa molekul dengan massa ekuivalen dinyatakan dengan persamaan.

Dimana:

BE = Massa ekuivalen

Mr = Massa molekul relative

N = Jumlah mol proton (H+ ) atau jumlah mol electron atau jumlah mol kation univalent
yang diberikan atau diikat oleh suatu zat

2.3.2 Cara Menyatakan Konsentrasi

Setelah hal mengenai jenis larutan dan kriterianya dibahas timbul permasalahan
bagaimana cara menyatakan konsentrasi larutan itu. Untuk menyatakan perbandingan antara
zat terlarut dan pelarut dalam larutan homogen, ada beberapa cara yaitu dinyatakan dalam:
(1). (%), (2). M (Molaritas), (3). m (Molalitas), (4). N (Normalitas) (5). Fraksi mol (X), (6).
ppm, dan (7). Formalitas (F). Masalah tersebut akan dibahas secara rinci berikut ini.

a. Persen Massa

Persen massa adalah massa zat terlarut dalam 100 g larutan. Persen massa ditentukan dengan
100% dikali massa terlarut dibagi dengan seluruh massa larutan.

6
b. Molaritas (M)

Molaritas atau molar disingkat dengan M, didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut setiap
volume tertentu (1 dm3 ) larutan. Secara sederhana, molar dinyatakan sebagai berikut:

Jika volume dalam mililiter (mL), besarnya konsentrasi dalam molaritas dapat juga
ditentukan dengan:

Atau jika mol dijabarkan :

c. Molalitas (m)

Konsentrasi larutan dalam Molaritas (M) dapat berubah pada temperatur yang berbeda,
sehingga diperlukan satuan konsentrasi lain yang tetap pada suhu yang berbeda. Konsentrasi
tersebut dapat dinyatakan dengan molalitas. Molalitas (m) adalah jumlah zat terlarut (mol
terlarut) per 1 kg pelarut.

Pada molalitas (m) yang diukur adalah massa pelarut, bukan volume larutan. Jika
massa pelarut dalam gram (g), besarnya konsentrasi dalam molalitas dapat juga ditentukan
dengan:

d. Normalitas (N) dan Titer (T)

7
Normalitas yaitu ukuran yang menunjukkan konsentrasi dengan berat setara dalam
gram per liter larutan. Berat setara itu sendiri adalah ukuran kapasitas reaktif dari suatu
molekul yang terlarut dalam larutan. Dalam reaksi, peran zat terlarut tersebut adalah akan
menentukan normalitas suatu larutan. Normalitas juga dikenal dengan sebagai satuan
konsentrasi larutan yang setara.

Normalitas dapat disingkat dengan huruf “N” yang merupakan salah satu cara efektif
dan berguna dalam proses laboratorium. Secara umum, normalitas hamper sama dengan
molaritas atau M. Jika molaritas merupakan satuan konsentrasi yang mewakili konsentrasi ion
terlarut ataupun senyawa terlarut dalam suatu larutan, normalitas memiliki fungsi yang lebih
lengkap dimana normalitas mewakili konsentrasi molar hanya dari komponen asam atau
komponen basa saja. Komponen asam pada umumnya merupakan jumlah ion H+ yang berada
dalam larutan asam, sedangkan komponen basa adalah ion terlarut OH– dalam larutan basa.

Sesuai definisinya, normalitas dapat dirumuskan sebagai berat setara zat terlarut
dalam satu liter larutan. Normalitas dari suatu larutan dapat dihitung dengan diketahuinya
massa dan volume dari larutan tersebut.

Berdasarkan rumus dasar tersebut, jumlah ekivalen zat terlarut dapat dihitung dengan cara
mengalikannya dengan ekivalen suatu zat.

Sedangkan jumlah mol dapat dihitung dari massa zat dibagi dengan massa molekul relatifnya
(Mr) yang dapat diketahui dengan menjumlahkan massa tiap atom penyusunnya. Oleh karena
itu, normalitas dapat dirumuskan dengan:

Dimana e merupakan ekivalen dari zat terlarut dalam suatu larutan. Seperti yang kita ketahui
bahwa jumlah mol per satuan volume itu merupakan definisi dari Molaritas (M) sehingga

8
rumus tersebut juga dapat diturunkan lagi menjadi persamaan molaritas. Dimana M adalah
molaritas dari larutan dan e adalah ekivalen dari larutan.

e. Fraksi mol (X)

Fraksi mol adalah ukuran konsentrasi larutan yang menyatakan perbandingan jumlah mol
sebagian zat terhadap jumlah mol total komponen larutan. Fraksi mol terbagi atas 2 bagian
yakni sebagai berikut :

➢ Fraksi mol zat terlarut (Xt)


Fraksi mol zat terlarut (Xt) yang dirumuskan dengan rumus seperti berikut ini :

➢ Fraksi mol zat pelarut (Xp)


Fraksi mol zat pelarut (Xp) yang dirumuskan dengan rumus seperti berikut ini :

f. Jumlah fraksi mol zat terlarut dan zat palarut adalah 1.

Bagian Perjuta (Part per million = ppm)


Parts per million atau Bagian per sejuta (PPM) adalah rasio yang digunakan untuk
menggambarkan jumlah kontaminan atau konsentrasi yang terdapat dalam suatu zat. Dimana
satu PPM adalah jumlah unit dibagi per sejuta unit.

9
Misalnya dalam satuan massa, satu miligram adalah seperseribu gram (1 mg =1/1000 g) dan
satu gram seperseribu kilogram (1 g = 1/1000 Kg). Satu miligram adalah seperseribu dari
seperseribu kilogram, jadi miligram adalah satu bagian per juta kilogram. Sehingga, satu ppm
sama dengan satu miligram per kilogram (1 ppm = mg/kg).

W= massa/jumlah zat terlarut dalam satuan (gram, mgram dan lain –


lain)

Wo= massa/jumlah larutan dalam satuan (gram, mgram, dan lain – lain)

Oleh karena ppm itu (pelarutnya 1 juta bag. – 1 bag. zat terlarut) sehingga
dapat dianggap
W + Wo = Wo, jadi

Dengan demikian jika larutan mempunyai konsentrasi 1 ppm, maka dalam 1 kg


larutan terdapat 1 mg zat terlarut. Pada suhu 4oC, tekanan 1 atm, 1 dm3 dan
beratnya = 1 kg.

Atau pada sembarang suhu berlaku hubungan sebagai berikut:

. g. Formalitas

Formalitas didefinisikan sebagai banyaknya bentuk yang terjadi yang sama

10
dengan bilangan Avogadro dalam dm3 larutan. Dengan demikian untuk larutan
asam asetat (CH3COOH), 1 M = ½ F karena 1 molar berarti ada sebanyak
bilangan Avogadro molekul dalam 1 dm3 larutan maka bila zat ini membentuk
dimer (CH3COOH)2 dalam larutan berarti ada sebanyak ½ bilangan Avogadro
bentuk yang terjadi dalam 1 dm3 larutan sehingga formalitasnya = ½ F.

2.4 Sifat Koligatif Larutan

2.4.1 Penurunan Tekanan Uap Jenuh (P)

Apabila suatu zat cair (sebenarnya juga untuk zat padat) dimasukkan ke dalam suatu
ruangan tertutup maka zat itu akan menguap sampai ruangan itu jenuh. Pada keadaan jenuh
itu terdapat kesetimbangan dinamis antara zat cair (padat) dengan uap jenuhnya, tekanan yang
ditimbulkan oleh uap jenuh itu disebut tekanan uap jenuh. Besarnya tekanan uap jenuh
bergantung pada jenis zat dan suhu. Zat yang memiliki gaya tarik – menarik antara partikel
relative besar, berarti sukar menguap, mempunyai tekanan uap jenuh yang relative kecil,
contohnya garam, gula, glikol, dan gliserol. Sebaliknya, zat yang memiliki gaya tarik –
menarik antrara partikel relative lemah, berarti mudah menguap, mempunyai tekanan uap
jenuh yang relative besar. Zat seperti itu dikatakan mudah menguap (volatile). Hal ini dapat
digambarkan dengan rumus :
ΔP = P0 – P
ΔP = Xt x P0
P = P0 x Xn
Keterangan :
ΔP = penurunan tekanan uap (atm)
P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni (atm)
P = tekanan uap jenuh larutan (atm)
Xt = fraksi mo zat terlarut
Xp = fraksi mol zat pelarut
Hukum Raoult tersebut tidak berlaku untuk larutan elektrolit yang zat terlarutnya dapat
terionisasi di dalam larutannya. Untuk larutan elektrolit, rumus dikalikan factor van’t hoff(i).
i=1+ (n-1) α
n= jumlah ion senyawa, α= derajat disosiasi untuk elektrolit kuat, “α=1” sehingga “i =n”

11
ΔP= Xt. P0 .i

2.4.2 Kenaikan Titik Didih (Tb) dan Penurunan Titik Beku (Tf)

Titik didih zat cair adalah suhu pada saat tekanan uap zat cair tersebut sama dengan
tekanan atmosfer di sekitarnya. Dengan adanya zat-zat terlarut dalam zat cair, maka titik didih
zat cair tersebut akan naik. Jadi, kenaikan titik didih ini sebandimg dengan konsentrasi zat
terlarut. Di permukaan laut (tekanan = 760 mm Hg), air mendidih pada 100oC di puncak
Everest (ketinggian 8882 m dari permukaan larut), yang tekanannya kurang dari 760 mm Hg,
air mendidih pada 71oC. Biasanya, yang dimaksud dengan titik didih adalah titik didih
normal, yaitu titik didih pada tekanan 760 mm Hg. Titik didih normal air adalah 100oC.

Bagaimana jika ke dalam air ditambahkan zat terlarut misalnya gula pasir? Partikel-
partikel gula pasir akan menghambat proses penguapan molekul air sehingga untuk mencapai
tekanan uap air sama dengan tekanan udara luar, diperlukan temperatur yang lebih besar lagi.
Dengan demikian, apabila ke dalam air ditambahkan zat terlarut maka titik didih larutan akan
naik. Jadi kenaikan titik didih larutan dapat ditentukan sebagai selisih antara titik didih
larutan dengan titik didih pelarut.
Untuk menentukan nilai kenaikan titik didih larutan dapat digunakan persamaan
sebagaimana penentuan penurunan titik beku larutan. Persamaan yang digunakan adalah:
∆Tb = Tb (larutan) – Tb (pelarut)
∆Tb = m . Kb
Dengan, ∆ Tb =kenaikan titik didih (boiling point elevation)
m = molalitas
Kb = tetapan kenaikan titik didih (oC kg/mol)
Titik didih melibatkan lebih dari satu fase kondisi atau fase zat terkait (fase cair-gas).
Oleh karena itu, akibat penurunan tekanan uap, dapat dijelaskan diagram fase.

12
Ketika sebuah zat pelarut dicampur dengan zat terlarut yang kemudian menjadi sebuah
larutan akan membuat titik beku zat pelarut mengalami penurunan. Karena titik beku sebuah
larutan lebih rendah daripada titik beku zat pelarut murni. Hal ini dapat terjadi karena zat
pelarut harus mencapai titik beku terlebih dahulu, kemudian barulah zat terlarut yang
mencapai titik beku.
Sebagai pembahasan singkat, dapat kita ambil contoh larutan gula. Ketika yang
dibekukan hanya air saja ( zat pelarut murni ), titik bekunya adalah 00C. Namun jika air
tersebut ditambahkan dengan gula ( zat terlarut ), maka titik beku yang dicapai pun akan
berubah tidak lagi pada 00C namun akan lebih rendah. Karena adanya campuran dengan zat
terlarut yang membentuk sebuah larutan itulah yang menyebabkan terjadinya titik beku. Dan
penurunan titik beku dapat kita ketahui dengan menghitung selisih antara titik beku zat
pelarut murninya dengan titik beku larutan yang terbentuk dimana titik beku larutan lebih
rendah daripada titik beku zat pelarut murni. Atau penurunan titik beku juga dapat diartikan
sebagai perbedaan titik beku yang diakibatkan karena adanya partikel-partikel zat terlarut.
Penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan
penurunan titik beku pelarut ( Kf ). Penurunan titik beku dinyatakan dengan persamaan
berikut:

ΔTf = Tf° - Tf

Penurunan titik beku larutan merupakan salah satu sifat koligatif larutan. Untuk
menentukan besarnya titik beku larutan tersebut membutuhkan dua hal berikut:
1. Konsentrasi molal suatu larutan dalam molalitas

13
2. Konstanta penurunan titik beku pelarut atau tetapan penurunan titik beku molal ( Kf ) Rumus
untuk menentukan penurunan titik didih ( ∆Tf ) adalah:
∆Tf = m . Kf
Dengan, ∆Tf = penurunan titik beku (freezing point depression)
m = molalitas
Kf = tetapan penurunan titik beku (ºC kg/mol)

Untuk larutan elektrolit menggunakan rumus:

Keterangan:
∆Tf = Penurunan titik beku
Kf = Tetapan penurunan titik beku
molal n = Jumlah mol zat terlarut
p = Massa pelarut
i = Faktor Van’t Hoff

Dalam bidang thermodinamika konstanta titik beku ( Kf ) lebih dikenal dengan


istilah “Konstanta Kriokopik”. Faktor Van’t Hoff ( i ) merupakan sebuah parameter yang
digunakan untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh terhadap sifat koligatif.
Faktor Van’t Hoff diperoleh dengan menghitung besarnya konsentrasi sesungguhnya zat
terlarut yang ada dalam larutan kemudina dibandingkan dengan konsentrasi zat terlarut hasil
perhitungan dari massanya. Pada larutan non elektrolit faktor Van’t Hoffnya adalah 1 sehigga
faktor Van’t Hoff ( i ) tidak wajib ditulis dalam perhitungan untuk larutan non elekrolit.
Secara teori, faktor Van’t Hoff dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
i=1+ (n-1) α

Dimana n adalah jumlah ion yang terbentuk dalam larutan dikalikan derajat ionisasi zat
terlarut.
Dari persamaan ∆Tf = Kf . m . i kita dapat menentukan besarnya nilai dari faktor Van’t Hoff
dari sebuah zat terlarut dalam sebuah zat pelarut dengan menggambarkan grafik antara
∆Tf dengan m sehingga kita akan mendapatkan slope ( gradien garis ) yang i.Kf. Jika harga
Kf pelarut telah diketahui maka kita juga dapat mencari nilai i nya.

14
Pada penurunan titik beku, apabila kebanyakan larutan encer didinginkan, zat pelarut
murninya akan terkristalisasi lebih dahulu sebelum adanya zat terlarut yang mengkristalisasi
suhu dimana kristal-kristal pertama dalam keseimbangan dengan larutan tersebut inilah yang
dinamakan titik beku larutan. Titik beku larutan selalu lebih rendah daripada titik beku yang
berbanding lurus dengan molekul-molekul zat terlarut ( molnya ) di dalam massa tertentu
pelarut. Sehingga penurunan titik beku yang diperoleh adalah Kf . m, dimana m adalah
molalitas larutan.
Jika persamaan tersebut berlaku hingga konsentrasi satu molal, maka penurunan titik beku 1
m untuk setiap non-elektrolit yang ada di dalam zat pelarut = K f , sehingga hal ini dinamakan
tetapan titik beku molal ( molal freesinapoint constant ) zat pelarut tersebut. Nilai
Kf merupakan khas dari masing-masing zat pelarut.

2.4.3 Tekanan Osmotik Larutan

Osmosis adalah berpindahnya partikel pelarut dari larutan encer ke dalam larutan yang
lebih pekat melalui selaput semipermiabel. Selaput semipermeabel hanya dapat dilalui oleh
partikel pelarut dan tidak dapat dilalui oleh partikel terlarut.

Tekanan osmotik adalah tekanan hidrostatik yang terbentuk pada larutan akibat proses
osmosis pelarut ke dalam larutan melalui membran semipermeabel. Selain itu, tekanan
osmosis juga dapat didefinisikan sebagai tekanan luar yang diberikan pada larutan untuk
menghentikan proses osmosis pelarut ke dalam larutan melalui membran semipermeabel. Jadi
tekanan osmosis suatu larutan dapat berupa tekanan hidrostatis yang terbentuk di dalam
larutan itu sendiri atau tekanan luar yang diberikan pada larutan tersebut untuk menghentikan
proses osmosis. Ada 3 jenis istilah jika kita bandingkan tekanan osmotik suatu larutan dengan
larutan lainnya, yaitu:

• Isotonik, larutan yang mempunyai tekanan osmotik sama dengan tekanan osmotik
larutan lainnya
• Hipertonik, larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih besar dari tekanan
osmotik larutan lainnya
• Hipotonik, larutan yang mempunyai tekanan osmotik lebih kecil dari tekanan osmotik
yang lain.

15
Hubungan Tekanan Osmotik dengan Konsentrasi Larutan Menurut van't Hoff, tekanan
osmotik larutan-larutan encer dapat dihitung dengan rumus yang serupa dengan persamaan
gas ideal :

Dimana:

𝜏 = tekanan osmotik

V = volume larutan (dalam liter)

n = jumlah mol zat terlarut

T = suhu absolute larutan (Kelvin)

R = tetapan gas (0,08205 atm mol-1K -1

M = molaritas larutan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi osmosis antara lain ukuran molekul yang
meresap, keterlarutan lipid, luas permukaan membran, ketebalan membran, dan suhu.

• Ukuran molekul yang meresap: Molekul yang lebih kecil daripada garis pusat lubang
membran akan meresap dengan lebih mudah.

• Keterlarutan lipid: Molekul yang mempunyai keterlarutan yang tinggi meresap lebih
cepat daripada molekul yang kelarutan yang rendah seperti lipid.

• Luas permukaan membran: Kadar resapan menjadi lebih cepat jika luas permukaan
membran yang disediakan untuk resapan adalah lebih besar.

• Ketebalan membran: Kadar resapan sesuatu molekul berkadar songsang dengan jarak
yang harus dilaluinya. Berbanding dengan satu membran yang tebal, kadar resapan
melalui satu membran yang tipis adalah lebih cepat.

16
• Suhu: Pergerakan molekul dipengaruhi oleh suhu. Kadar resapan akan menjadi lebih
cepat pada suhu yang tinggi dibandingkan dengan suhu yang rendah.

Contoh:

Larutan 5 gram suatu zat dalam 500 mL larutan mempunyai tekanan osmotik sebesar 38 cm
Hg pada 27oC. Tentukanlah massa molekul relatif (Mr) zat itu.

Pembahasaan :

2.4.4 Sifat
Koligatif
Larutan
Elektrolit

Pada dasarnya, untuk konsentrasi zat terlarut yang sama, harga sifat koligatif larutan
elektrolit lebih besar daripada harga sifat koligatif larutan nonelektrolit. Hal ini karena jumlah
partikel zat terlarut dalam larutan elektrolit tidak sama dengan larutan nonelektrolit. Zat
elektrolit akan terurai atau terionisasi menjadi ion-ion di dalam larutannya, sedangkan zat
nonelektrolit tidak terurai atau tetap dalam bentuk molekul, sehingga secara teoritis jumlah
partikel yang terdapat dalam larutan elektrolit lebih banyak daripada jumlah partikel yang
terdapat dalam larutan nonelektroli.

Contoh larutan elektrolit adalah NaCl, sedangkan larutan nonelektrolit adalah gula.
Dalam larutan, NaCl akan mengalami ionisasi menjadi Na+ dan Cl - . Jadi larutan NaCl
terdiri atas partikel-partikel ion Na+ dan Cl - . Zat nonelektrolit dalam larutan terdiri atas
molekul-molekul zat terlarut, misalnya larutan gula terdiri atas molekul-molekul gula dengan

17
konsentrasi tetap. Oleh karena larutan elektrolit mengalami ionisasi, sehingga memiliki
jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan nonelektrolit, maka sifat koligatif larutan
elektrolit berbeda dengan larutan nonelektrolit.

Perbandingan antara harga sifat koligatif yang terukur dari suatu larutan elektrolit
dengan harga sifat koligatif yang diharapkan dari suatu larutan nonelektrolit pada konsentrasi
yang sama disebut faktor van't Hoff dan dinyatakan dengan lambang i.

dengan α = derajat ionisasi elektrolit; n = jumlah ion yang dapat dihasilkan oleh 1 satuan
rumus senyawa elektrolit. Misalnya, untuk NaCl: n = 2; untuk K2SO4: n = 3.

rumus-rumus sifat koligatif untuk larutan elektrolit menjadi:

Khusus untuk tekanan uap,


pertambahan jumlah partikel
diperhitungkan pada fraksi mol pelarut
dan terlarut

Sifat koligatif larutan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, ilmu pengetahuan, dan
industri, antara lain:

18
1. membuat campuran pendingin

2. cairan antibeku

3. pencairan salju di jalan raya

4. menentukan massa molekul relatif

5. membuat cairan infus

6. desalinasi air laut (osmosis balik)

2.5 Sistem Kaloid

2.5.1 Pengertian sistem koloid


Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat
homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm),
sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh
oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi
pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki
oleh campuran biasa (suspensi). Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-
agar, tinta, sampo, serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang dpat dijumpai sehari-
hari

Sistem koloid dapat dikelompokkan, seperti tabel berikut :

NFase Terdispersi Medium PendispersiNama Koloid Contoh


1 Gas Cair Busa/Buih Buih sabun, krim kocok
2 Gas Padat Busa padat Batu apaung, karet busa
3 Cair Gas Aerosol Awan, kabut
4 Cair Cair Emulsi Susu, santan
5 Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara
6 Padat Gas Aerosol padat Asap, debu
7 Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta
8 Padat Padat Sol padat Kaca berwarna, paduan
logam

19
2.6 Sifat-sifat koloid
2.6.1.1 Efek Tyndall
Cara yang paling mudah untuk membedakan suatu campuran merupakan larutan,
koloid, atau suspensi adalah menggunakan sifat efek Tyndall . Jika seberkas cahaya
dilewatkan melalui suatu sistem koloid, maka berkas cahaya tersebut kelihatan dengan jelas.
Hal itu disebabkan penghamburan cahaya oleh partikel-partikel koloid. Gejala seperti itulah
yang disebut efek Tyndall koloid. Istilah efek Tyndall didasarkan pada nama penemunya,
yaitu John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. John Tyndall berhasil
menerangkan bahwa langit berwarna biru disebabkan karena penghamburan cahaya pada
daerah panjang gelombang biru oleh partikel-partikel oksigen dan nitrogen di udara. Berbeda
jika berkas cahaya dilewatkan melalui larutan, nyatanya berkas cahaya seluruhnya
dilewatkan. Akan tetapi, jika berkas cahaya tersebut dilewatkan melalui suspensi, maka
berkas cahaya tersebut seluruhnya tertahan dalam suspensi tersebut.
2.6.1.2 Gerak Brown
Dengan menggunakan mikroskop ultra (mikroskop optik yang digunakan untuk melihat
partikel yang sangat kecil) partikel-partikel koloid tampak bergerak terus-menerus,
gerakannya patah-patah (zig-zag), dan arahnya tidak menentu. Gerak sembarang seperti ini
disebut gerak Brown. Gerak Brown ditemukan oleh seorang ahli biologi berkebangsaan
Inggris, Robert Brown ( 1773 – 1858), pada tahun 1827. Gerak Brown terjadi akibat adanya
tumbukan yang tidak seimbang antara partikel-partikel koloid dengan molekul-molekul
pendispersinya. Gerak Brown akan makin cepat, jika partikel-partikel koloid makin kecil.
Gerak Brown adalah bukti dari teori kinetik molekul.
2.6.1.3 Absorpsi
Suatu partikel koloid akan bermuatan listrik apabila terjadi penyerapan ion pada
permukaan partikel koloid tersebut. Contohnya, koloid Fe(OH) 3 dalam air akan menyerap ion
H + sehingga bermuatan positif, sedangkan koloid As 2 S 3 akan menyerap ion-ion negatif. Kita
tahu bahwa peristiwa ketika permukaan suatu zat dapat menyerap zat lain disebut absorpsi .
Berbeda dengan absorpsi pada umumnya, penyerapan yang hanya sampai ke bagian dalam di
bawah permukaan suatu zat, suatu koloid mempunyai kemampuan mengabsorpsi ion-ion. Hal
itu terjadi karena koloid tersebut mempunyai permukaan yang sangat luas.

2.6.1.4 Koagulasi
Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi ini
terjadi akibat tidak stabilnya sistem koloid. Sistem koloid stabil bila koloid tersebut
20
bermuatan positif atau bermuatan negatif. Jika muatan pada sistem koloid tersebut dilucuti
dengan cara menetralkan muatannya, maka koloid tersebut menjadi tidak stabil lalu
terkoagulasi (menggumpal).

2.6.1.5 Koloid Liofil dan Koloid Liofob


Adanya sifat absorpsi dan zat terdispersi (dengan fase padat) terhadap mediumnya
(dengan fase cair), maka kita mengenal dua jenis sol, yaitu sol liofil dan sal liofob. Sol
liofil ialah sol yang zat terdispersinya akan menarik dan mengabsorpsi molekul
mediumnya. Sol liofob ialah sol yang zat terdispersinya tidak menarik dan tidak mengabsorpsi
molekul mediumnya. Bila sol tersebut menggunakan air sebagai medium, maka kedua jenis
koloid tersebut adalah sol hidrofil dan sot hidrofob. Contoh koloid hidrofil adalah kanji,
protein, sabun, agar-agar, detergen, dan gelatin. Contoh koloid hidrofob adalah sol-sol
sulfida, sol-sol logam, sol belerang, dan sol Fe(OH) 3 . Sol liofil lebih kental daripada
mediumnya dan tidak terkoagulasi jika ditambah sedikit elektrolit. Oleh karena itu, koloid
liofil lebih stabil jika dibandingkan dengan koloid liofob. Untuk menggumpalkan koloid
liofil diperlukan elektrolit dalam jumlah banyak, sebab selubung molekul-molekul cairan
yang berfungsi sebagai pelindung harus dipecahkan terlebih dahulu. Untuk memisahkan
mediumnya, pada koloid liofil, dapat kita lakukan dengan cara pengendapan atau penguraian.
Akan tetapi, jika zat mediumnya ditambah lagi, maka akan terbentuk koloid liofil lagi.
Dengan kata lain, koloid liofil bersifat reversibel .

2.6.2 Peristiwa Elektroforesis


Koloid ada yang netral dan ada yang bermuatan listrik. Bagaimana mengetahui suatu
koloid bermuatan listrik atau tidak? Dan mengapa koloid bermuatan listrik?
Jika partikel-partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik, berarti partikel koloid
tersebut bermuatan listrik. Jika sepasang elektrode dimasukkan ke dalam sistem koloid,
partikel koloid yang bermuaran positif akan menuju elektrode negatif (katode) dan partikel
koloid yang bermuatan negatif akan menuju elektrode positif (anode). Pergerakan partikel-
partikel koloid dalam medan listrik ke masing-masing elektrode disebut elektroforesis . Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa elektroforesis dapat digunakan untuk
menentukan jenis muatan koloid

21
Pada sel elektroforesis, partikel-partikel koloid akan dinetralkan muatannya dan digumpalkan
di bawah masing-rnasing elektrode. Di samping untuk menentukan muatan suatu partikel
koloid, elektroforesis digunakan pula dalam industri, misalnya pembuatan sarung tangan
dengan karet. Pada pembuatan sarung tangan ini, getah karet diendapkan pada cetakan
berbentuk tangan secara elektroforesis. Elektroforesis juga digunakan untuk mengurangi
pencemaran udara yang dikeluarkan melalui cerobong asap pabrik. Metode ini pertama-tama
dikembangkan oleh Frederick Cottrell (1877 - 1948) dari Amerika Serikat. Metode ini dikenal
dengan metode Cottrell . Cerobong asap pabrik dilengkapi dengan suatu pengendap listrik
(pengendap Cottrell), berupa lempengan logam yang diberi muatan listrik yang akan
menggumpalkan partikel-partikel koloid dalam asap buangan.
2.6.3 Dialisis

Dialisis adalah metode pemurnian sistem koloid dari ion pengganggu menggunakan
membran semipermeabel. Caranya adalah dengan memasukkan sistem koloid ke dalam
kantong semipermeabel dan memasukkannya ke dalam air. Membran semipermeabel ini
hanya dapat melewatkan ion, tetapi partikel koloid tidak dapat.

Ion yang keluar melalui membran semipermeabel ini kemudian dilarutkan dalam air.
Dalam proses dialisis, penggunaan air keran dapat mempercepat hilangnya ion dalam sistem
koloid.

2.6.4 Pembuatan Sistem Koloid

2.6.4.1 Cara Kondensasi

Pada metode kondensasi, partikel dalam larutan yang berupa atom, ion, atau molekul
menjadi partikel yang lebih besar, seperti partikel koloid. Umumnya, bentuk kondensasi
dilakukan dengan reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, substitusi, dll.

2.6.4.2 Cara Disepersi

Dengan cara ini, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid melalui proses
mekanik, listrik atau peptisasi. Partikel kasar dihancurkan menjadi halus, dan kemudian
didispersikan dalam media dispersi.

22
2.6.4.3 Cara Mekanik

Ini dilakukan dari gumpalan materi yang besar kemudian dihaluskan dengan cara
penggerusan atau penggilingan. Setelah diperoleh partikel yang halus, kemudian
didispersikan dalam medium pendispersi. Agar partikel padatan tidak mengendap maka
ditambahkan zat penstabil.

Contoh :

Sol belerang dapat dibuat dengan cara dispersi. Mula-mula belerang digerus sampai
halus, kemudian belerang halus ini didispersikan ke dalam air (sebagai medium), terbentuk
suatu sistem koloid. Pembuatan tinta dan cat juga menggunakan cara mekanik.

2.6.4.4 Cara Busur Bredig

Sering disebut juga dengan elektrodispersi. Cara ini dilakukan untuk membuat partikel-
partikel fase terdispersi dengan menggunakan loncatan bunga api listrik. Cara ini banyak
digunakan untuk membuat sol logam

2.6.4.5 Cara Peptisasi

Cara ini dengan menambahkan ion sejenis pada suatu endapan. penambahan ini di
maksudkan untuk memecah endapan menjadi partikel koloid. contoh: endapan perak iodide
(Agl) dapat di peptisasi dengan menambahkan larutan elektrolit dari ion sejenis

23
Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan

1. Larutan adalah campuran dua zat atau lebih yang terdiri dari pelarut dan zat terlarut
yang membentuk satu macam fasa (homogen) dan sifat kimia setiap zat yang
membentuk larutan tidak berubah.
2. Pada dasarnya larutan memiliki tiga fase yaitu padat, cair, dan gas
3. Komposisi larutan terdiri dari pelarut dan zat terlarut

24
Daftar Pusaka

Sitanggang, Sarmian. 2019. Sifat Koligatif Larutan.

Sudarmo, Unggul. 2007. Kimia untuk SMA kelas XII. Jakarta : Erlangga.

Purba, Michael dan Sarwiyati, Eti. 2018. Kimia untuk SMA/MA kelas XII. Jakarta :
Erlangga.

Sumarjono.2012.Mini Book Master Kimia.Jakarta:PT.Wahyu Media.


https://www.kelaspintar.id/blog/edutech/apa-yang-dimaksud-tekanan-osmosis- 4838/

https://www.zenius.net/prologmateri/kimia/a/1424/tekanan-osmosis

https://www.pakarkimia.com/normalitas/

https://empangqq.com/2014/10/11/definisi-part-per-million-ppm/

http://www.makalah.co.id/2013/04/makalah-koloid.html http://repository.uin-
suska.ac.id/18008/6/7.%20BAB%20II_2017644PK.pdf

https://www.gurupendidikan.co.id/larutan-dan-kelarutan/

https://www.pintarnesia.com/pengertian-larutan/

25

Anda mungkin juga menyukai