“ KIMIA FISIK “
NAMA : HALIZATUL ADHA
NIM : 2020C1A003
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
a. Larutan
Pengertian larutan adalah sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga
tidak dapat dibedakan antara partikel dispersi dan pendispersi. Larutan bersifat kontinu dan
merupakan sistem satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm =
10-9 m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring. Contohnya larutan
gula, larutan garam, larutan cuka, alcohol 70%, spirtus, udara yang bersih, air laut, dan
bensin.
Pengertian Larutan
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun iondari dua
zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah.
Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya
bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Fase larutan dapat
berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat misalnya
perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut, larutan gula
dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat terlarut
(solute). Pelarut merupakan komponen yang utama yang terdapat dalam jumlah yang banyak,
sedangkan komponen minornya merupakan zat terlarut. Larutan terbentuk melalui
pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam
keadaan tercampur. Semua gas bersifat dapat bercampur dengan sesamanya, karena itu
campuran gas adalah larutan.
Larutan merupakan suatu campuran yang terdiri dari dua atau lebih zat (dalam kimia). Zat
yang jumlahnya lebih sedikit yang ada didalam larutan itu (zat) solut atau terlarut, sedangkan
zat yang memiliki jmlah zat lebih banyak dibandingkan dengan zat-zat lain dalam larutan
juga disebut solven atau pelarut
Takaran atau komposisi zat terlarut serta pelarut dalam sebuh larutan dinyatakan dalam
konsentrasi larutan, dan sedangkan proses campuran zat terlarut dan pelarut disebut pelarutan
(solvasi). Sebagai contoh larutan yang biasa dijumpai ialah padatan yang dilarutkan didalam
sebuah cairan, contohnya gula atau garam yang dilarutkan kedalam air. Gas juga bisa
dilarutkan dalam sebuah cairan, misalkan karbon dioksida atau oksigen dalam air. selain itu
juga, cairan juga dapat larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain. Terdapat
pula larutan padat, misalnya aloi (campuran logam) serta mineral yang tertentu.
Sifat-sifat Larutan
Sifat fisik larutan pada umumnya terbagi menjadi 3 Yaitu:
Sedangkan larutan nyata, tidak mengikuti hukum Roult,, atau terjadi penyimpangan,
Penyimpangannya dapat positif dan negatif,, Penyimpangan negatif jika Penyimpangan
cukup besar, kurva tekanan uap total memperlihatkan minimum, mengikuti hukum Roult,
kecenderunagn melepaskan diri, Sedangkan untuk penyimpangan positif jikakurva tekanan
uap total maksimum, tekanan parsial lebih besar daripada hukum Roult, kecenderungan
melepaskan diri akibat ketidaksamaan kepolaran atau tekanan dalam dari konstituen
Larutan ideal
Jika interaksi antarmolekul komponen larutan sama besar terhadap interaksi antarmolekul
komponen tersebut pada keadaan murni, maka terbentuklah idealisasi yang disebut larutan
ideal. Larutan ideal mematuhi hukum Raoult, yaitu tekanan uap pelarut (cair) berbanding
tepat lurus terhadap fraksi mol pelarut dalam larutan.
Larutan yang benar-benar ideal tidak ada dialam, tetapi larutan memenuhi hukum Raoult
sapai batas tertentu. Contoh larutan yang pas dianggap ideal ialah campuran benzana serta
toluena. Cairan lain larutan ideal merupakan volumenya ialah jumlahan tepat volume
komonen-komponen penyusunnya. Pada larutan non-ideal, penjumlahan volue zar terlarut
murni serta pelarut murni tidaklah sama terhadap volume larutan.
1. Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute kurang dari yang diperlukan
untuk membuat larutan jenuh.
2. larutan jenuh yaitu suatu larutan yang mengandung sejumlah solute yang larut dan
mengadakan kesetimbangan dengan solute padatnya.
3. Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute yang
diperlukan dari pada solvent.
Berdasarkan banyak sedikitnya zat terlarut dibedakan menjadi dua yaitu:
Larutan pekat merupakan larutan yang mengandung relatif lebih banyak solute.
Larutan encer merupakan larutan yang relatif sedikit mengandung solute.
Pembuatan Larutan
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan
senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini
terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan
dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh
sebaliknya. Jika air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan
sedemikian besar yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan asam
sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini merusak kulit.
Konsentrasi Larutan
Untuk menyatakan komposisi larutan secara kuantitatif digunakan konsentrasi. Konsentrasi
adalah perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut, dinyatakan dalam satuan volume
(berat, mol) zat terlarut dalam sejumlah volume tertentu dari pelarut. Berdasarkan hal ini
muncul satuan-satuan konsentrasi, yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas, ppm
serta ditambah dengan persen massa dan persen volume.
Banyak cara menentukan konsentrasi larutan yang semuanya menyatakan kuantitas zat
terlarut dalam kuantitas pelarut atau larutan. Dengan demikian, setiap sistem konsentrasi
harus menyatakan hal-hal sebgai berikut :
Apabila dari padatan, pahami terlebih dahulu satuan yang diinginkan. Berapa volum
atau massa larutan yang akan dibuat.
Apabila larutan yang lebih pekat, satuan konsentrasi larutan yang diketahui dengan
satuan yang diinginkan harus disesuaikan. Jumlah zat terlarut sebelum dan sesudah
pengenceran adalah sama, dan memenuhi persamaan :
Keterangan :
2. Molalitas
Molalitas ialah jumlah zat terlarut pada tiap kilogram pelarut, dalam molalitas tidak
ada volume, namun massa yang tidak berepengaruh pada suhu.
3. Persen Massa
Persen massa atau sering disebut persen bobot per bobot (% b/b), menyatakan jumlah
massa zat terlarut dalam 100 bagian massa larutan Rumus persen massa :
4. Persen Volume
Persen volume atau persen volum per volum (% V/V) menyatakan jumlah zat terlarut
dalam 100 bagian volume larutan. Rumus persen volume
6. Fraksi mol
Fraksi mol menyatakan perbandingan mol zat terlarut dengan jumlah mol seluruh
larutan (mol terlarut + mol pelarut). Rumus Fraksi mol :
larutan terhadap jumlah seluruh zat dalam larutan.
7. Normalitas
Normalitas menyatakan jumlah garam ekuivelen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Satuannya dilambangkan dengan N dan disebut Normal.
Valensi menyatakan banyaknya ion H+ atau OH– (dalam larutan asam dan basa)
yang dilepaskan.
Jenis-jenis Larutan
1. Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik
Berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan dapat dibedakan sebagai
larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan elektrolit mengandung zat elektrolit
sehingga dapat menghantarkan listrik, sementara larutan non-elektrolit tidak dapat
menghantarkan listrik.
Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik Zat elektrolit dapat
berupa senyawa ion atau senyawa kovalen polar yang dapat terhidrolisis (bereaksi dengan
air). Larutan elektrolit terbentuk dari suatu zat yang larut atau terurai kedalam bentuk ion-ion
dan membuat larutan menjadi konduktor elektrik. Ion merupakan atom-atom yang bermuatan
elektrik. Contoh : larutan HCl.
Arus listrik adalah aliran muatan. Arus listrik melalui logam adalah aliran elektron, dan arus
listrik melalui larutan adalah aliran ion-ion. Ion-ion ini berasal dari zat-zat yang terlarut dan
terionisasi menjadi atom-atom bermuatan. Karena itu, larutan elektrolit dapat berupa asam,
basa maupun garam.
Larutan elektrolit lemah adalah larutan elektrolit dimana zat yang terlarut tidak terionisasi
seluruhnya (ionisasi sebagian 0 < a < 1 ). Sifat kekonduktorannya buruk karena sedikitnya zat
yang mengion. Persamaan reaksi ionisasi elektrolit lemah ditandai dengan panah dua arah
(reaksi reversible) artinya tidak semua molekul terurai (ionisasi tidak sempurna). Larutan ini
biasanya berupa larutan asam lemah dan basa lemah,
1. Asam Lemah
Asam lemah adalah zat asam yang tidak terionisasi seluruhnya ketika zat asam
tersebut dilarutkan dalam air. Tetapan ionisasinya dituliskan dalam bentuk Ka. Ka
didefinisikan sebagai:
2.
Basa Lemah
Basa lemah adalah zat basa yang tidak berubah seluruhnya menjadi ion hidroksida
dalam larutan. Tetapan ionisasinya dituliskan dalam bentuk Kb. Kb didefinisikan
sebagai:
Zat terlarut
Contoh larutan
Gas Cairan Padatan
Sukrosa (gula)
dalam air;
Etanol dalam air;
Air terkarbonasi natrium klorida
campuran berbagai
Cairan (karbon dioksida (garam dapur)
hidrokarbon (minyak
dalam air) dalam air;
bumi)
amalgam emas
dalam raksa
Pengertian Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan
jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya
disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran.
Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu
larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah “tak
larut” (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya
hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam
beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu
larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Sifat solvent
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai kesamaan dalam
struktur dan sifat-sifat kelistrikan dari molekul-molekul solvent. Bila ada kesamaan dari sifat-
sifat kelistrikan, misalnya momen dipol yang tinggi, antara solvent-solvent, maka gaya-gaya
tarik yang terjadi antara solute solvent adalah kuat. Sebaliknya, bila tidak ada kesamaan,
maka gaya-gaya terik solute solvent lemah.
Secara umum, padatan ionik mempunyai kelarutan yang lebih tinggi dalam solvent polar
daripada dalam pelarut non-polar. Juga, jika solvent lebih polar, maka kelarutan dari padatan-
padatan ionik akan lebih besar.
Suhu
Kelarutan gas dalam air biasanya menurun jika suhu larutan dinaikkan. Gelembung-
gelembung kecil yang dibentuk bila air dipanaskan adalah kenyataan bahwa udara yang
terlarut menjadi kurang larut pada suhu-suhu yang lebih kecil. Hal yang serupa, tidak ada
aturan yang umum untuk perubahan suhu terhadap kelrutan cairan-cairan dan padatan-
padatan.
Tekanan
Kelarutan dari semua gas naik jika tekanan saham dari gas yang terletak di atas larutan
dinaikkan. Secara kuantitatif, hal ini dinyatakan dalam hukum Henry, yang menyatakan
bahwa pada suhu tetap perbandingan dari tekanan saham dari solute gas dibagi dengan mol
fraksi dari gas dalam larutan adalah tetap.
Satuan Kelarutan
Kelarutan (khususnya untuk zat yang sukar larut) dinyatakan dalam mol L. Jadi kelarutan
sama dengan kemolaran dari larutan jenuhnya.
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Campuran : Pengertian, Ciri, Dan Macam
Serta Contohnya Dalam Ilmu Kimia
1. tekanan uap
2. titik didih
3. titik beku
4. tekanan osmosis.
Menurut hukum sifat koligatif, selisih tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan
dengan tekanan uap, titik beku, dan titik didih pelarut murninya, berbanding langsung dengan
konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut
larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer.
Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan ideal,
menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama
dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni
Keterangan:
Berdasar hukum sifat koligatif larutan, kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut
murninya berbanding lurus dengan molalitas larutan.
Keterangan :
Berdasar hukum tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya
berbanding lurus dengan molalitas larutan.
Keterangan :
Keterangan :
Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan : Pengertian Unsur Kimia dan Asal usulnya
Terlengkap
Istilah Kelarutan
Jumlah bagian
pelarut yang
diperlukan
Istilah Kelarutan
untuk
melarutkan 1
bagian zat
Sangat
Very soluble mudah <1
larut
Mudah 1 – 10
Freely soluble
larut
Soluble Larut 10 – 30
Practically
Praktis > 10.000
insoluble or
tidak larut
insoluble
Contoh Larutan dan Kelarutan
Larutan Asam, Basa dan Garam
1. ASAM
Buah-buahan yang masih muda pada umumnya berasa masam. Sebenarnya rasa masam
dalam buah-buahan tersebut disebabkan karena zat kimia yang terkandung di dalamnya yang
biasa disebut asam. Secara kimia, asam adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion
hidrogen (H+). Asam akan terionisasi menjadi ion hidrogen dan ion sisa asam yang
bermuatan negatif.
Contoh Asam Dalam larutan :
2.BASA
Basa adalah zat yang dalam air dapat menghasilkan ion hidroksida (OH–). Ion hidroksida
terbentuk karena senyawa hidroksida dapat mengikat satu elektron pada saat dimasukkan ke
dalam air. Basa dapat menetralisir asam (H+) sehingga dihasilkan air (H2O).
Contoh Basa Dalam larutan:
3.GARAM
Garam adalah senyawa yang terbentuk dari reaksi asam dan basa. Terdapat beberapa contoh
garam, antara lain: NaCl, CaCl2, ZnSO4, NaNO2, dan lain-lain.
Contoh Garam Dalam larutan:
Contoh Kaloid :
-Larutan gula, larutan garam, udara bersih
-Tepung kanji dalam air, mayones, debu di udara
-Campuran air dan pasir, sel darah merah dan plasma putih dalamplasma darah
Contoh Suspensi:
-Air sungai yang keruh
-Campuran air dengan kopi
-Campuran minyak dengan air
b. Koloid
Pengertian sistem koloid adalah suatu campuran homogen antara 2 zat atau lebih dimana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam zat lain
(medium pendispersi). Koloid ini merupakan sistem dispersi yang terletak diantara suspensi
dan larutan. Ukuran partikelnya berkisar antara 1-100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran
homogen dan merupakan sistem 2 fase. Contohnya susu, santan, jeli, selai dan minyak.
c. Suspensi
Pengertian suspensi adalah sistem dispersi dengan ukuran partikel relatif besar tersebar
merata dalam medium pendispersinya. Suspensi bersifat heterogen dan tidak kontinu,
sehingga merupakan sistem 2 fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm.
Suspensi dapat dipisahkan dengan penyaringan. Contohnya air sungai yang keruh, campuran
pasir dengan air, campuran terigu dengan air, campuran kopi dengan air dan campuran
minyak dengan air.
Pengertian Suspensi adalah suatu campuran fluida yang mengandung partikel padat atau
campuran heterogen dari zat cair dan zat padat yang dilarutkan dalam sebuah zat
cair. Pengertian Suspensi adalah sediaan yang ciri atau sifatnya mengandung bahan obat
berbentuk halus yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan.
Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, apabila dikocok perlahan-
lahan endapan haris segera terdispersi kembali.
Suspensi ialah istilah di bidang kimia. Istilah suspensi ini digunakan untuk menjelaskan
kondisi atas dua atau lebih campuran dari beberapa benda atau zat.
Dalam aktivitas manusia, terdapat manfaat atau suspensi yang biasa ditemui seperti kegiatan
dalam mencampurkan macam-macam zat atau benda dalam satu wadah atau tempat.
Contohnya saat menyajikan sebuah minuman es teh manis yang biasanya memasukkan
beberapa zat ke dalam wadah dalam hal ini berupa gula, air, teh dan es batu.
Selain itu, contoh yang lainnya misalnya dengan membuat kopi kita akan mencampurkan tiga
jenis zat sekaligus diantaranya gula, air, dan kopi.
Umumnya, suspense mengandung zat tambahan yang difungsikan untuk
menjamistabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai
emulgator (joenoes, 1990).
Selain itu, Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat
yang terbagi sevara halus yang disebut dengan “suspensoid” yang disebarkan secara merata
dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat minimum.
Suspensi kini tidak sulit untuk ditemui, beberapa diantara suspense resmi diperdagangkan
tersedia dalam bentuk siap pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa
penstabil dan bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).
Bahan obat yangdiberikan dalam bentuk suspensi yntuk obat minum, mempunyai keuntungan
bahwa (oleh karena partikel sangat halus) penyarapan zat berkhasiatnya lebih cepat dari pada
bila obat diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet, bioavailabilitasnya pun baik.
Suspensi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu: suspense yang siap digunakan atau suspensi
yang dikonstitusikan dengan jumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum
digunakan.
Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intevena. Pada bentuk sediaan suspensi harus
diperhatikan bahawa obatnya betul diminum denagn sendok yang sesuai, sehingga obat
diminum dengan dosis yang tepat (loenoes, 1990).
Contoh-ContohSuspensi
Suspensi dapat dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya:
Koloid dapat di bedakan menjadi 5 macam berdasarkan data pada tabel fase terdispersi dan
fase pendispersi dibawah yaitu:
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat
yang terdispersi berupa zat padat maka disebut aerosol padat. Jika yang terdispersi berupa zat
cair maka disebut aerosol cair.
2. Sol
Sistem koloid dari paertikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol
banyak kita temukan dalam kehidupan sehari hari maupun dalam industri. Contoh sol yaitu
air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis dan cat.
3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut Emulsi. Syarat
terjadinya emulsi ini adalah 2 jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat
digolongkan kedalam 2 bagian, yaitu :
a. emulsi minyak dalam air
b. emulsi air dalam minyak
=> Contoh emulsi minyak dalam air
a. santan
b. susu
c. kosmetik pembersih wajah (milk cleanser)
d. lateks
=> Contoh emulsi air dalam minyak
a. mentega
b. mayones
c. minyak bumi
d.minyak ikan.
Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun
yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok,
maka akan diperoleh suatu canpuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika
sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil
disebut emulsi.
4. Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan
emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, detergen, dan
protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas kedalam zat cair yang mengandung
pembuih. Buih digunakan dalam berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih
logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain.
5. Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contohnya agar-agar, lem
kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat berbentuk dari suatu sol yang zat
terdispersinya mengadsorpsi medium pendispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak
padat.
Dan berdasarkan pada jenis fase terdispersi dan fase pendispersinya, maka koloid dapat
dikelompokkan menjadi delapan (8) macam sebagaimana tercantum dalam tabel berikut ini:
Tabel fase terdispersi dan fase pendispersi
Fase Terdispers Fase Pendispers Nama Contoh
i i Koloid
Padat Sol padat Kaca berwarna, intan, aloi, gas
berwarna, dan paduan logam
Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta, darah, sol emas,
sol belerang, selai dan lem
Gas Aerosol Asap, debu
padat
Padat Emulsi padat Mentega, keju, mutiara, jeli dan
opal
Cair Cair Emulsi Susu, santan, minyak ikan,
kosmetik pembersih wajah (milk
cleanser), mayones, dan minyak
bumi
Gas Aerosol cair Kabut, awan, dan spray
Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa
Cair Busa Busa sabun, krim kocok
Koloid
Sistem koloid dianggap memiliki karakter heterogen, terdiri dari dua fase. Zat yang
didistribusikan sebagai partikel koloid disebut fase Dispersi. Fase kontinyu kedua di mana
partikel koloid terdispersi disebut medium Dispersi. Misalnya, untuk larutan koloid tembaga
dalam air, partikel tembaga merupakan fasa terdispersi dan menyirami media dispersi. Fase
terdispersi mengacu pada fase yang membentuk partikel. Media dispersi adalah media tempat
terjadinya dispersi partikel.
Karena fasa terdispersi atau medium dispersi dapat berupa gas, cair atau padat, ada delapan
jenis sistem koloid yang mungkin. Dispersi koloid dari satu gas ke gas lainnya tidak
dimungkinkan karena kedua gas akan menghasilkan campuran molekul yang homogen
(Ogemdi, 2019).
Berikut ini adalah klasifikasi koloid berdasarkan fase terdispersi dan pendispersinya
(Kuchibhatla, 2005)
Pada konsentrasi tertentu, sistem mikro heterogen menampilkan banyak karakteristik yang
sama dengan koloid karena banyak partikel berada dalam kisaran koloid. Namun karena fakta
bahwa persentase kritis partikel lebih besar dari 100 nm, banyak di antaranya cenderung
mengendap. Sistem mikro heterogen memiliki warna yang berbeda dari warna yang sesuai
sistem koloid. Warnanya akan cenderung lebih ke arah hitam karena cahaya diblokir oleh
partikel yang lebih kasar (Young, 2016).
Karakteristik Koloid
Koloid memiliki karakteristik ukuran partikel yang berkisar antara 1-100 nm. Karena mikron
adalah sepersejuta meter, dan satu meter berukuran sekitar 40 inci, satu mikron adalah empat
seperseratus ribu satu inci. Jadi, ukuran koloid sekitar empat sepersejuta inci menjadi sekitar
empat seperseratus juta inci, atau 10 angstrom di ujung yang lebih kecil dari rentang tersebut.
Ini menempatkan ukuran paling kecil koloid berukuran sekitar 10 kali ukuran atom hydrogen
(Young, 2016).
Ketika seberkas cahaya yang kuat melewati sol dan dilihat dari sudut kanan, jalur cahaya
muncul sebagai berkas kabur atau kerucut. Ini disebabkan oleh fakta bahwa partikel sol
menyerap energi cahaya dan kemudian memancarkannya ke segala arah di ruang angkasa.
‘Hamburan cahaya’ ini, demikian sebutannya, menerangi jalur berkas dalam dispersi koloid.
Fenomena hamburan cahaya oleh partikel sol disebut efek Tyndall. Berkas atau kerucut yang
diterangi yang dibentuk oleh hamburan cahaya oleh partikel sol sering disebut sebagai berkas
Tyndall atau kerucut Tyndall. Ini dapat membedakan antara koloid dan larutan sejati
(Ogemdi, 2019).
Sifat kinetik koloid mengikuti gerak Brown. Gerak ini pertama kali ditemukan oleh Robert
Brown, dimana gerak ini menunjukan adanya gerak yang senantiasa bergerak terus menerus
dengan gerakan zigzag. Gerak inilah yang menyebabkan koloid stabil. Gerakan partikel
koloid yang bergerak terus menerus sehingga dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga
koloid tidak akan mengendap (Ogemdi, 2019).
Koloid dapat mengadsorpsi hal ini disebabkan oleh ukuran partikelnya yang kecil sehingga
luas permukaannya besar dan menyebabkan kemampuan adsorbsinya besar. Koloid dapat
mengadsorbsi ion sehingga membuatnya bermuatan listrik dan dapat bergerak dalam medan
listrik atau yang disebut dengan elektroforesis (Sulistyani, 2011).
Stabiltas Koloid
Stabilitas koloid (sebagai padatan atau cairan) ditentukan oleh energi bebas (energi bebas
permukaan atau energi bebas antarmuka) dari sistem. Parameter utama yang menarik adalah
luas permukaan besar yang terpapar antara fase terdispersi dan fase berkelanjutan. Karena
partikel koloid bergerak secara konstan, energi dispersi mereka ditentukan oleh gerak
Brown. Energi yang diberikan oleh tabrakan dengan molekul di sekitarnya pada suhu T = 300
K adalah 3/2 kBT = 3/2 1,38 10−23 300 = 10−20 J (di mana kB adalah konstanta
Boltzmann). Energi dan gaya antarmolekul ini dengan demikian akan menentukan stabilitas
koloid (Birdi, 2010).
Koloid secara umum dibedakan menjadi dua kategori, yaitu koloid liofilik (jenis koloid yang
fase terdispersinya dapat mengikat atau menarik medium pendispersinya) dan liofobik (yang
tidak dpaat mengikat medium pendispersinya). Koloid liofilik stabil secara termodinamika,
sedangkan koloid liofobik tidak stabil bahkan pada konsentrasi serendah 0,01M (Kuchibhatla,
2005).
Stabilitas koloid dapat terganggu karena pemanasan dan pendinginan yang akan merupak
gerak Brown partikel, dan pencampuran elektrolit. Pencampuran atau penambahan elektrolit
akan mengurangi stabilitas koloid karena pada dasarnya, koloid dapat mengadsorbsi ion.
Apabila ditambahkan elektrolit maka partikel koloid akan menarik ion negatif positi
bergantian, hal ini akan membentuk selubung dan apabila selubung ini terlalu dekat maka
selubung itu dapat menetralkan kolid sehingga terjadi flokulasi. Dengan kata lain, semakin
kuat besar muatan ion, makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga terjadilah
penggumpalan partikel koloid (koagulasi) dan stabilitasnya menurun (Sulistyani, 2011).
Stabilitas dengan energi interaksi dari partikel dalam larutan. Interaksi antar partikel bisa
dibagi menjadi gaya tarik van der Waals dan listrik tolak kekuatan lapisan ganda. Jika jumlah
gaya tolak lebih tinggi dari itu dari gaya tarik, sistem yang dijelaskan dapat dianggap stabil .
Dengan kata lain bila gaya tarik (disebabkan oleh permanen interaksi dipol-dipol permanen)
gaya dipol yang diinduksi dipol permanen dan gaya dipol transitori-dipol-transitori lebih kuat
dari gaya tolak, partikel melekat satu sama lain dan akibatnya terjadi flokulasi. Itu
penambahan zat yang berbeda serta faktor lain seperti konsentrasi, kekuatan ion atau pH
dapat mengubah energi potensial total interaksi. Dalam kasus makromolekul, penambahan
stabilitas suspensi koloid tergantung pada mekanisme stabilisasi (Matusiak, 2017).
Metode stabilisasi koloid terdiri dari beberapa cara, yang pertama adalah mekanisme
stabilisasi sterik. Mekanisme stabilisasi sterik dan elektrosterik berlaku untuk situasi ketika
polimer melekat pada permukaan partikel. Dalam kasus stabilisasi sterik, polimer yang
teradsorpsi tidak memiliki muatan elektrostatis. Stabilisasi elektrosterik mengacu pada sistem
di dimana polimer memiliki sifat nonionik (Matusiak, 2017). Menggunakan polimer nonionik
juga akan membantu partikel koloid tidak bermuatan, sehingga akan mencegah dari flokulasi
(Napper, 2006).
Mekanisme terakhir yaitu stabilisasi penipisan, berlaku untuk situasi di mana polimer tidak
teradsorpsi pada partikel padat. rantai polimer bebas itu, yang dapat membuat struktur
berbeda, ditempatkan antara partikel padat yang menyebabkan penurunan tarikan antar
partikel dan akibatnya, dapat mempengaruhi stabilitas. Walaupun penambahan makromolekul
ke sistem dapat menyebabkan peningkatan stabilisasi, dan juga dapat menyebabkan
destabilisasi. Kebalikan dari proses stabilisasi adalah flokulasi, yang terjadi saat penjumlahan
gaya tarik lebih kuat dari gaya tolak. Dua tipe utama flokulasi yang disebabkan oleh polimer
dapat dijelaskan. Ada menjembatani dan penipisan flokulasi (Matusiak, 2017).
Flokulasi penghubung terjadi ketika dua atau lebih koloid partikel dihubungkan
menggunakan rantai polimer yang teradsorpsi pada permukaan padat, yang menghasilkan
agregasi sistem. Flokulasi penipisan tergantung pada agregasi partikel padat yang
dipengaruhi oleh beberapa makromolekul bebas yang tidak terserap (Matusiak, 2017).
Kesimpulan
Koloid adalah sistem dispersi yang sering kita jumpai dikehidupan sehari-hari. Koloid
memiliki beberapa kriteria diantaranya dapat menghamburkan cahaya, dapat mengadsorpsi
ion, dan dapat bergerak dalam medan listrik. Koloid merupakan campuran heterogen yang
sama dengan suspensi, namun memiliki ukuran partikel yang lebih kecil. Ukuran partikel
inilah yang dapat membuat koloid tidak mengendap (gerak Brown). Walaupun koloid tidak
mengendap bukan berarti koloid tidak mengalami destabilisasi. Koloid akan membentuk
koagulasi jika dipanaskan, didinginkan, dan bila ditambahkan elektrolit, namun untuk
meningkatkan stabilitasnya dapat dengan menambahkan polimer.
Daftar pustaka
Birdi, K,S., (2010), Surface and Colloid Chemistry Principles and Application, CRC Press
Taylor & Francis Group, 2-3, 1-241.
Matusiak, J., Elzbieta, G, (2017), Stability of Colloidal System- A Review Of The Stability
Measurement Methods, Annales UMCS, Vol. LXXII, 1.
Najmudin, I., (2018), Studi Progres Gerak Brown Relativistik Dengan Pendekatan Hanggi-
Klimontovich, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 28, 1-128.
Penulis : Lisa Efriani Puluhulawa, Mahasiswa Program Magister Ilmu Farmasi, Fakultas
Farmasi, Universitas Padjadjaran.