Anda di halaman 1dari 9

pengenceran HCl

Asidimetri (Pembuatan larutan HCl 0,1 N)


Pertama menentukan berapa volume HCl pekat dan aquadest yang harus diambil
dengan cara :
M = % . . 10
MrHCl
= 37% . 1,19 . 10
36,5
=12,0630 M = 12,0630 N
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 12,0630 = 1000 . 0,1
12,0630 V1 = 100
V1 = 8,29 mL
Jadi Volume HCl pekat yang harus diambil adalah 8,29 mL.
Vair = V2 V1
=1000 mL 8,29 mL
=991,71 mL
Untuk mencegah terjadinya tumpahan, maka tidak langsung menuangkan air sebanyak 991,71 mL, sehingga hanya 1/3 dulu yang
dituangkan. Jadi
x 991,71 mL = 330,57
Setelah memasukkan 330,57 mL aquadest ke dalam gelas kimia,lalu memasukkan 8,29 mL HCl pekat,membiarkan & medinginkan
dalam lemari asam selama beberapa menit. Lalu memasukkan lagi 2/3nya yaitu : 661,7 mL aquadest kedalam gelas kimia tadi,setelah
itu mengaduk memakai batang pengaduk. Ambil botol tempat untuk menyimpan larutan HCl yang sudah tersedia,lalu mencuci botol
tersebut dengan sabun lalu dibilas dengan aquadest dan terakhir cuci dengan HCl yang telah dibuat. Setelah itu masukkan HCl yang
sudah dibuat kedalam botol itu menggunakan via corong gelas.

Untuk menetukan kadar air kristal harus dipastikan bahwa cawan yang akan dipakai
beratnya sudah konstan, untuk mengkonstankan cawan tersebut dilakukan dengan pemijaran selama 15 menit agar berat cawan adalah
berat yang murni. Selama pemijaran, cawan tidak dibiarkan tertutup rapat tetapi tutupnya sedikit terbuka agar tutup cawan tidak
terlempar karena pada saat dipanaskan didalam cawan terdapat gas yang memiliki tekanan. Waktu dihitung ketika cawan berpijar
sedangkan ketika cawan belum berpijar tidak dihitung waktunya. Sudah berpijar selama 15 menit kemudian didinginkan hingga
suhunya turun. Saat cawan diangkat tidak boleh bersentuhan dengan tangan
Pembahasan
Pembuatan larutan HCl 0,1N dilakukan dengan menentukan dulu berapa Normalitas pada HCl dengan cara :
menentukan molaritas pada HCl pekat
M = % . . 10
Mr HCl
= 37% . 1,19 . 10
36,5
=12,0630 M
sehingga, N
1
= M . valensi
= 12,0630 M . 1
= 12,0630 N
1

Menentukan berapa banyak HCl pekat yang harus ditambahkan, dengan cara :
V
1
. N
1
= V
2
. N
2

V
1 .
12,0630 = 1000 . 0.1
12,0630 V
1
= 100
V
1
= 8,29 mL
Menentukan volume air yang menjadi pelarut
Vair = V
2
V
1

= 1000mL 8,29mL
= 991,71 mL
Sebelum memasukkan HCl pekat, masukkan terlebih dahulu 1/3pelarut (air) yaitu
1/3 x 991,71 = 330,57 mL
Kemudian memasukkan HCl pekat 0,1N 8,29mL melalui dinding beaker glass. HCl jangan sampai langsung
mengenai air karena akan menimbulkan reaksi
Setelah semua HCl dimasukan kemudian memasukan 2/3 air sisanya yaitu 661,14 mL. Dituangkan melalui
dinding dengan bantuan batang pengaduk agar tidak langsung mengenai larutan supaya tidak rusak.
Kemudian diaduk supaya merata dan masukan kedalam botol yang terbuat dari plastik secara perlahan melalui
batang pengaduk dan corong.



I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan ini adalah praktikan diharapkan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu,
mengencerkan larutan dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Larutan
Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau aqueous. Larutan yang
mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat. Jika jumlah zat terlalu sedikit, larutan
dinamakan larutan encer. Larutan adalah campuaran yang homogen dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih
sedikit disebut zat terlarut (solute), sedangkan yang jumlahnya lebih banyak disebut pelarut (Chang,2003).
Komposisi dan sifat fase suatu larutan berbeda dengan air murni. Larutan merupakan campuran yang terdiri dari
dua bahan. Larutan terbagi menjadi larutan homogen dan larutan heterogen. Larutan homogen mempunyai sifat-sifat
yang sama diseluruh cairan, sedangkan larutan heterogen merupakan campuran dua fase dan memiliki sifat-sifat yang
tidak seragam (Achmadi, 2004).
Larutan adalah campuran molekul (atom atau ion dalam bneberapa hal), biasanya molekul-molekul pelarut agak
berjauhan dalam larutan dibanding dalam pelarut murni. Sehingga pembentukan larutan dapat dibuat sebagai suatu
proses hipotesis berikut: pertama, jarak antara molekul-molekul meningkat menjadi jarak rata-rata yang ditampilkan
dalam larutan. Tahap ini memerlukan penyerapan energi untuk melampaui gaya-gaya intermolekul kohesi. Tahap ini
disertai dengan peningkatan entalpi, reaksinya adalah endoterm. Dalam tahap endoterm kedua, pemisahan yang sama
terhadap molekul-molekul terlarut terjadi. Tahap ketiga dan terakhir adalah membiarkan molekul-molekul pelarut dan
terlarut untuk bercampur. Gaya tarik intermolekul diantara molekul tak sejenis menyebabkan pelepasan energi, entalpi
menurun dalam tahap ini (Achmadi,2004).
Larutan terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam
keadaan tercampur. Perubahan gaya antarmolekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni
atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan larutan. Larutan
dapat berada dalam kestimbangan fasa dengan gas, padatan, atau cairan lain (Oxtoby,2001).
Untuk menentukan sifat pelarut suatu senyawa dapat diketahui dari perubahan temperatur air sebelum dan
sesudah. Bila temperaturnya naik, pelarut tersebut bersifat eksoterm. Sedangkan jika temperaturnya turun, maka
pelarutnya bersifat endoterm (Schaum,1998).
Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah pelarut. Komponen yang jumlahnya
lebih sedikit dinamakan zat terlarut. Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau
aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut
sedikit, larutan tersebut dinamakan larutan encer. Istilah larutan biasanya mengandung arti pelarut cair dengan cairan,
padatan, atau gas sebagai zat terlarut. Larutan dapat pula berbentuk padat dan gas. Karena molekul-molekul gas
terpisah jauh, molekul-molekul dalam campuran gas berbaur secara acak, semua campuran gas adalah larutan
(Achmadi,2004).
Dalam larutan padat, pelarutnya adalah zat padat. Kemampuan membentuk larutan padat sering terdapat pada
logam dan larutan padat ini dinamakan alloy. Dalam larutan padat tertentu, atom terlarut menggantikan beberapa atom
pelarut dalam kisi kristal. Larutan ini dinamakan larutan substitusional, yang ukuran atom pelarut dan terlarutnya kira-
kira sama. Dalam larutan padat lain atom terlarut dapat mengisi kisi atau lubang dalam kisi-kisi pelarut. Pembentukan
larutan padat interstisial terjadi apabila atom terlarut cukup kecil untuk memasuki lubang-lubang diantara atom-atom
pelarut (Achmadi,2004).





2.2 Konsentrasi Larutan
Konsentrasi larutan merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
Konsentrasi merupakan jumlah zat tiap satuan volume (besaran intensif), larutan encer berupa julah zat terlarut sangat
sedikit, dan larutan pekat adalah jumlah zat terlarut sangat banyak. Cara menyatakan konsentrasi antara lain bisa
dengan molar, molal, persen, fraksi mol, bagian persejuta (ppm), dan lain-lain. Untuk bagian persejuta (ppm) adalah
massa komponen larutan (g) per 1 juta gram larutan. Untuk pelarut air, 1 ppm setara dengan 1 mg/liter, sedangkan
persen berat, menyatakan jumlah gram berat zat terlarut dalam larutan 100 gram (Ratna,2009).
Konsentrasi larutan menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut/larutan. Sehingga setiap sistem
konsentrasi harus menyatakan satuan yang digunakan untuk zat terlarut, kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau
larutan keseluruhan, dan satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua. Satuan konsentrasi yang kuantitas terlarut dan
larutannya diukur berdasarkan massa dinamakan persen massa/massa. Satuan konsentrasi yang kuantitasnya
dinyatakan dalam satuan volume disebut persen volume/volume. Masih ada kemungkinan lain yaitu campuran satuan
massa dan volume. Misalnya jika zat terlarut diukur berdasarkan massa dan kuantitas larutan berdasarkan volume,
dapat digunakan istilah persen massa/volume. Jika konsentrasi larutan diberikan berdasarkan persen tanpa penjelasan
lebih lanjut mengenai massa/massa, volume/volume, massa/volume, maka yang dimaksud adalah persen massa
(Achmadi,2004).
Pada konsentrasi molar (Molaritas), dicatat bahwa:
1. Stoikiometri reaksi kimia didasarkan pada jumlah nisbi atom, ion, atau molekul yang bereaksi.
2. Banyak reaksi kimia yang dilakukan dalam larutan. Karena alasan ini konsentrasi dinyatakan berdasarkan jumlah partikel
terlarut, atau konsentrasi molar (Achmadi,2004).
Konsentrasi dari suatu larutan menunjukkan berapa banyak jumlah suatu zat terlarut dalam larutan tersebut. Nilai
dari konsentrasi suatu larutan dapat dinyatakan dalam beberapa satuan, antara lain: molaritas, normalitas, persen berat,
persen volume, fraksi mol, bagian per sejuta (ppm). Molaritas menyatakan banyaknya jumlah mol suatu zat terlarut per
liter satuan, sedangkan normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut yang ada dalam setiap liter larutan. Persen
berat menyatakan banyaknya zat terlarut (dalam satuan gram). Molaritas, normalitas, persen berat, persen volume
dapat dinyatakan seperti:
1. Molaritas
Pada peristiwa pengenceran jumlah mol zat terlarut tetap sehingga berlaku rumus:
V
1
. M
1
= V
2
. M
2

Keterangan:
V
1
= Volume sebelum pengenceran
V
2
= Volume setelah pengenceran
M
1
= Molaritas sebelum pengenceran
M
2
= Molaritas setelah pengenceran
2. Normalitas
Pada normalitas berlaku rumus:
N
1
. V
1
= N
2
. V
2

3. Persen Volume
Persen volume menyatakan jumlah liter zat terlarut dalam 100 liter larutan.
4. Persen Berat
Persen berat menyatakan gram zat terlarut dalam 100 gram larutan (Keenan,1991).
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara menambahkan pelarut
agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang
sejumlah panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat
dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air
ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar yang dapat menyebabkan air
mendadak mendidih dan meenyebabkan asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam sulfat ini
merusak kulit (Brady,1999).
2.3 Titrasi
Titrasi adalah cara yang memungkinkan kita untuk mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan
mereaksikan suatu larutan lain yang konsentrasinya diketahui. Analitis semacam ini yang menggunakan pengukuran
volume larutan pereaksi disebut analitis volumetri (Petrucci,1987).
Titrasi merupakan penambahan secara cermat volume larutan yang mengandung zat yang konsentrasinya
diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif. Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir
ditandai dengan semacam perubahan fisis, misalnya warna campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan
zat yang disebut indikator, yang mengubah warna pada titik akhir. Indikator adalah zat warna yang perubahan
warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit (Oxtoby,2001).
Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi asam-basa. Biasanya, sebagai larutan asam
diletakkan pada erlemeyer atau gelas kimia. Indikator adalah suatu zat yang mempunyai warna yang berlainan dalam
keadaan asam dan basa. Misalnya, lakmus dalam suasana asam akan berwarna merah, sedangkan dalam keadaan basa
warnanya biru. Indikator lain yang biasa juga digunakan adalan phenophtalein, yang dalam suasana asam tidak berwarna
dan dalam keadaan basa berwarna merah muda (Brady,1999).
Agar titrasi dapat berlangsung dengan baik, yang harus diperhatikan adalah :
1. Interaksi antara penitrasi dan zat yang ditentukan harus berlangsung secara stoikiometri, artinya sesuai dengan
ketetapan yang dicapai dengan peralatan yang lazim digunakan dalam titrimetri. Reaksi harus sempurna sekurang-
kurangnya 99,9% pada titik kesetaraan.
2. Laju reaksi harus cukup tinggi agar titrasi berlangsung dengan cepat.
Titrasi dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Berdasarkan reaksi
Titrasi asam basa
Titrasi oksidasi reduksi
Titrasi pengendapan
Titrasi kompleksometri
2. Berdasarkan titran (larutan standar) yang dipakai
Titrasi asidimetri
3. Campuran penetapan akhir
Cara visual dengan indikator
Cara elektromagnetik
4. Berdasarkan konsentrasi
Makro
Semimikro
Mikro
5. Berdasarkan teknik pelaksanaan
Titrasi langsung
Titrasi plank
Titrasi tidak langsung (Keenan,1999)
2.4 Sifat Larutan
Penambahan solute menurunkam tendensi lepasnya molekul-molekul solven hingga penurunan titik beku akan
terjadi pengurangan takanan uap, paling tidak larutan yang encer adalah berbanding langsung dengan kosentrasi dari
partikel-partikel solute yang ditambahkan (Sastrohamidjojo,2005)
Kelarutan yang besar terjadi bila molekul-molekul solute mempunyai keasaaman dalam struktur dan sifat sifat
kelistrikan dengan molekul-molekul solven. Bila ada keasaman, maka gaya-gaya tarik yang terjadi antara solute-solven
adalah kuat, begitu juga sebaliknya. Secara umum, padatan ionik mempunyai kelarutan yang lebih tinggidalam solven
polar dari pada dalam solven nonpolar (Sastrohamidjojo,2001)


IV. PROSEDUR KERJA
A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan HCl
1. Gelas ukur kosong ditimbang dan dicatat beratnya.
2. Larutan asam klorida pekat diambil sebanyak 4,15 mL dengan menggunakan gelas ukur yang telah ditimbang
dan pipet tetes. Dilakukan dalam lemari asam.
3. Ditimbang labu akar 100 mL yang kosong, dicatat beratnya. Labu takar tersebut diisi dengan sekitar 20-25 mL
akuades.
4. Perlahan-lahan asam klorida pekat yang telah diambil dimasukkan ke dalam labu takar. Dilakukan dalam lemari
asam.
5. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Labu takar ditutup dan dilakukan pengocokan
hingga larutan homogen. Labu takar yang telah berisi larutan ditimbang beratnya, dan disebut Larutan A
(Larutan HCl).
6. Dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur, dipindahkan 20 mL larutan asam klorida yang telah dibuat
(Larutan A) ke dalam labu takar 100 mL yang baru.
7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut
sebagai larutan B.
B. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi
a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1. Sebelum digunakan, buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas kembali dengan larutan NaOH yang akan
digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida.
3. Larutan natrium hidroksida dalam buret dicatat volume awalnya dengan membaca skala pada meniskus bawah
larutan.
4. Dipindahkan 10 mL larutan asam klorida encer (Larutan B) ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet
gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan natrium hidroksida di dalam buret, dan jika terjadi perubahan
warna yang konstan titrasi dihentikan.
7. NaOH yang diperlukan untuk titrasi dihitung volume dari selisih volume awal dan volume akhir NaOH dalam
buret.
8. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.


2. Perhitungan
a. Penentuan Konsentrasi Larutan HCL Pekat
Diketahui : massa jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/mL
persen berat HCl = 37% (b/b)
massa 1 L larutan pekat HCl = 1190 gram/L x 1 L = 1190 gram
massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 gram/mL
= 440,3 gram
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Ditanya : Molaritas HCl pekat (M
HCl
) = ......?
Jawab :
M
HCl
=
M
HCl
=
M
HCl
= 12,06 mol/L
b. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)
1. Melalui Perhitungan Pengenceran
a) Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Molaritas HCl pekat (M
HCl
) = 12,06 mol/L
Volume HCl pekat (V
HCl
) = 4,15 mL
Volume larutan A (V
A
) = 100 mL
Ditanya : Molaritas larutan A (M
A
) =....?
Jawab :
M
A
. V
A
= M
HCl .
V
HCl

M
A
. 100 mL = 12,06 mol/L . 4,15 mL
M
A
= 0,5 mol/L


Pada percobaan kali ini, sebelum melakukan pembuatan larutan HCl, terlebih dahulu dilakukan
penimbangan kelas ukur dan labu takar. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berat larutan yang sebenarnya. Jika
pada penimbangan ini terdapat kesalahan, maka akan berpengaruh terhadap perhitungan nantinya.
Dengan melarutkan 4,15 mL HCl pekat dengan akuades ke dalam labu takar sampai pada titik batas,
kemudian mengocoknya hingga homogen, maka terbentuklah larutan HCl atau larutan A dengan konsentrasinya
0,5 M. Setelah itu jika dilakukan pengenceran dengan memindahkan Larutan A ke dalam labu takar baru dan
menambahkan akuades hingga tanda batas, lalu mengocoknya hingga homogen, maka akan terbentuk larutan
0,1 M HCl encer.


VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaaan ini adalah :
1. Larutan merupakan campuran homogen antara dua tau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul, atom
maupun ion yang komposisinya dapat bervariasi.
2. Indikator yang digunakan dalam percobaan titrasi menentukan warna yang akan dihasilkan. Dengan
menggunakan indikator yang sesuai maka akan dapat terbaca sifat larutan tersebut.
3. Titrasi HCl encer yang ditetesi indikator metil merah menjadi kuning. Sedangkan titrasi HCl encer yang ditetesi
indikator phenophtalein dengan NaOH akan menghasilkan perubahan warna dari bening menjadi ungu.
4. Konsentrasi titrasi NaOH oleh HCl sebesar 0,1 M, sedangkan konsentrasi titrasi HCl oleh NaOH sebesar 0,103
M.

Anda mungkin juga menyukai