Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum

Kimia Fisik
Standarisasi Larutan

Page 1

Modul Praktikum

: Kimia Fisik

Nama Pembimbing

: Bapak Budi Santoso

Nama Mahasiswa

: 1. Azka Muhammad Syahida


2. Eveline Fauziah
3. Fadil Hardian
4. Fajar Nugraha

Tanggal Praktek

: 21 Semptember 2015

Tanggal Penyerahan

: 28 September 2015

1. Tujuan Percobaan
1.1 Siswa diharapkan mampu melakukan standarisasi larutan asam dengan konsentrasi tertentu.
1.2 Siswa diharapkan mampu melakukan standarisasi larutan basa dengan konsentrasi tertentu.

2. Dasar Teori
Larutan standar (baku) adalah larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat.
Larutan standar dibedakan menjadi larutan standar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar
primer adalah larutan standar yang lebih stabil dan tidak perlu distandarisasi, tetapi dapat digunakan
untuk menstandarisasi larutan standar sekunder. Larutan standar sekunder adalah larutan yang tidak stabli
konsentrasinya sehingga larutan ini perlu distandarisasi menggunakan larutan standar primer.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan baku sekunder, biasanya memiliki karakteristik seperti dibawah
ini :
1. Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.
2. Zatnya tidak mudah dikeringkan, higroskopis, menyerap uap air, menyerap Co2 pada waktu
penimbangan.
3. Derajat kemurniaannya lebih rendah daripada larutan baku primer.
4. Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan.
5. Larutannya relative stabil dalam penyimpanan.
Larutan baku dapat dibuat dengan cara penimbangan zatnya lalu dilarutkan dalam sejumlah pelarut (air).
Larutan baku ini sangat bergantung pada jenis zat yang ditimbangnya/dibuat.
Page 2

Persyaratan larutan baku primer


Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat syarat tertentu. Syarat suatu zat
menjadi larutan baku primer adalah :
1. Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110 - 120 ) dan
disimpan dalam keadaan murni.
2. Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
3. Dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
4. Sedapat mungkin mempunyai masa relative dan massa ekivalen yang besar, sehingga
kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan,
5. Mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
6. Reaksi yang berlangsung harus bersifat stokiometrik dan langsung, sehingga kesalahan
titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
Larutan baku primer biasanya dibuat hanya sedikit,penimbangan yang dilakukanpun harus teliti,
dan dilarutkan dengan volume yang akurat. Pembuatan larutan baku primer ini biasanya
dilakukan dalam labu ukur yang volumenya tertentu.
Standarisasi Asam dan Basa
Standarisasi atau titrasi asam-basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi
ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada prinsipnya, reaksi
yang terjadi adalah reaksi netralisasi yaitu :

Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan
membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan larutan standar
asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel yang
bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal dengan istilah alkalimetri.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH, khususnya
pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan dimana
akan terjadi perubahan warna dari indikator lihat Gambar 15.16.

Page 3

Gambar 15.16. Titrasi alkalimetri dengan larutan standar basa NaOH


Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH naik secara
perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7). Penambahan
selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus meningkat.

1. Standarisasi HCl dengan Boraks


Dalam standarisasi ini HCl bertindak sebagai titran dan boraks bertindak sebagai titrat.
Standarisasi ini dilakukan untuk menguji keakuratan konsentrasi HCl yang dibuat dari pengenceran dan
mengetahui indikator apakah yang tepat untuk standarisasi ini. Boraks digunakan sebagai titrat karena
reaksinya dengan HCl dapat menghasilkan keakuratan yang lebih baik dibanding dengan basa lemah lain,
antara HCl dan boraks terjadi reaksi sempurna. HCl ( asam kuat ) akan bereaksi dengan boraks (basa
lemah ) membentuk garam yang bersifat asam.
Reaksi :
Na2B4O710H2O + 2HCl ===> 2NaCl + 4H3BO3 +5H2O
Dari reaksi antara asam kuat dan basa lemah itu akan lebih mudah diamati titik akhir titrasinya.
2. Standarisasi NaOH dengan H2C2O2.
Selain distandarisasi dengan HCl yang merupakan asam kuat, NaOH juga distandarisasi dengan
asam lemah, asam oksalat. Hal ini dilakukan untuk memastikan keakuratan konsentrasi NaOH yang
nantinya akan digunakan sebagai larutan standar, dan untuk menunjukkan apakah larutan NaOH ini dapat
bereaksi sempurna baik dengan asam lemah maupun kuat.
Reaksi yang terjadi antara NaOH dengan asam oksalat menghasilkan garam yang bersifat basa.
Maka indikator yang digunakan adalah indikator pp, sebab range pH indikator ini 8,5-10, mendekati
range pH garam basa yang dihasilkan, maka dengan indikator ini dapat menunjukkan titik akhir titrasi
yang terbentuk dan ditunjukan dengan perubahan warna.
Reaksi :
Page 4

2NaOH + H2C2O2 ===>


Na2C2O4 + 2H2O
Dari percobaan ini didapatkan konsentrasi NaOH 0,12 N, sama dengan konsentrasi NaOh hasil
standarisasi dengan HCl. Maka hal ini membuktikan kalau NaOH dapat bereaksi sempurna dengan asam
lemah maupun kuat. Dan NaOH dapat digunakan sebagai larutan standar untuk titrasi asam basa.
3. Trayek PH indicator metal orange dan Phenolphthalein

Alat dan Bahan

No

Alat

Bahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Neraca analitik
Spatula
Labu Takar 100 mL
Gelas Kimia 250 mL
Corong
Buret 25 mL
Pipet ukur 10 mL
Pipet seukuran 10 mL
Bola pipet
Gelas kimia 100 mL
Pengaduk
Erlenmeyer 250 mL
Pipet tetes

Larutan NaOH 0.1 N 100 mL


Larutan HCl 0,1 N 100 mL
Aquades
Indikator PP
Indikator MO

3. Skema Kerja
Page 5

3.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1 N dari larutan 1 N


Siapkan gelas kimia yang bersih

Tuangkan sekitar 25 mL larutan HCl 1 N ke


dalam gelas kimia yang telah disiapkan

Siapkan labu takar 100 mL

Pipet larutan HCl 1N, menggunakan pipet ukuran


10 mL

Tuangkan larutan HCl ke dalam labu takar 100

Tambahkan aquades hingga tanda batas. Tutup


labu takar, kemudian gojok

Tuangkan semua larutan ke dapan gelas kimia


yang kosong, lalu masukkan ke dalam buret yang
telah disiapkan.

3.2 Standarisasi Larutan HCl 0,1 N

Page 6

Timbang 1 gram boraks ke dalam


kertas timbang. Kemudian masukkan
ke dalam gelas kimia yang bersih.

Tambahkan 25 mL air ke dalam gelas

Catat volume yang diperlukan,

kimia, aduk hingga larut.

kemudian hitung konsentrasi HCl

Masukkan larutan ke dalam labu

Hentikan titrasi hingga terjadi

takar 100 mL yang telah siap

perubahan warna

Bilas gelas kimia dan air bilasan,


masukkan ke dalam labu takar dan

Lakukan titrasi dengan larutan HCl


yang ada di dalam buret

ulangi pembilasan
Tambahkan indicator MM atau MO 3
tetes
Tambahkan aquades ke dalam labu
takar hingga tanda batas
Tambahkan aquades 50 mL ke dalam
Erlenmeyer, gojok
Aduk sampai homogen, lalu larutan
siap digunakan untuk standarisasi

Pipet 10 mL larutan boraks dan


Siapkan Erlenmeyer bersih

masukkan ke dalam erlenmeyer

3.3 Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N

Page 7

Timbang 0.63 gram asam oksalat ke

Catat volume yang diperlukan,

dalam kertas timbang

kemudian hitung konsentrasi HCl


yang sesungguhnya

Masukkan asam oksalat ke dalam


gelas kimia yang bersih

Hentikan titrasi hingga terjadi


perubahan warna

Tambahkan air 25 mL ke dalam gelas


kimia, aduk hingga larut

Lakukan titrasi dengan larutan HCl


yang ada di dalam buret

Masukkan larutan ke dalam labu takar


100 mL yang telah siap

Tambahkan indicator MM atau Mo 3


tetes

Bilas gelas kimia dan air bilasan,


masukkan ke dalam labu takar dan
ualngi pembilasan

Tambahkan 50 mL aquades ke dalam


Erlenmeyer, gojok.

Tambahkan aquades ke dalam labu


takar hingga tanda batas

Pipet 10 mL larutan asam oksalat dan


masukkan ke dalam erlenmeyer

Aduk hingga homogeny, lalu larutan


ini siap digunakan untuk strandarisasi

Siapkan Erlenmeyer bersih

4. Keselamatan Kerja
Page 8

5. Data Pengamatan
5.1 Standarisasi Asam
Berat Boraks

1,00 gr dalam 100 mL

Volume Boraks

10,00 mL

Volume Asam

5,27 mL

Tabel Titrasi Penentuan [HCl] 0,1 N


Titrasi ke-

Skala akhir (mL)

5,30

5,25

Skala awal (mL)

0,00

0,00

V-pemakaian (mL)

5,30

5,25

Warna TA : Merah

Volume rata rata = 5.27 mL

5.2 Standarisasi Basa


Berat oksalat

0,63 gr dalam 100 mL

Volume oksalat

10,00 mL

Volume basa

9.95 mL

Tabel Titrasi Penentuan [NaOH] 0,1 N


Titrasi ke-

Skala akhir (mL)

10,10

9,80

Skala awal (mL)

0,00

0,00

V-pemakaian (mL)

10,10

9,80

Volume rata rata = 9.95 mL


Warna TA

: Merah Muda

Page 9

6. Perhitungan
6.1 Perhitungan Standarisasi HCl 0,1 N
1. BE Na2B4O7 . 10H2O

Mr
Jumlah elektron

381,2
2

= 190,6
2. [Na2B4O7 . 10H2O]

Berat ekuivalen
V Na2 B 4 O 7 .10 H 2O

(1,00/190,6)
0,1 L

= 0,0524 N
[HCl]

: V1 . N1

V2. N2

5,27 . N1

10,00 . 0,0524

N1

0,0994 N

6.2 Perhitungan Standarisasi NaOH 0,1 N


1. BE H2C2O4 . 2H2O

2. [H2C2O4 . 2H2O]

[NaOH]

Mr
Jumlah elektron

126
2

berat ekuivalen
V H 2C 2 O 4 . 2 H 2 O

(0,63/63)
0,1 L

= 63

= 0,1000 N

V1 . N1

V2. N2

9,95 . N1

10,00 . 0,1
Page 10

N1

0.1005 N

7. Pembahasan
7.1 Pembahasan oleh Azka Muhamad Syahida
7.2 Pembahasan oleh Eveline Fauziah
Pada praktikum standarisasi larutan HCl terhadap boraks (Na2B4O7 . 10H2O)
digunakan indicator Metil Merah (MM). Natrium boraks digunakan sebagai larutan baku primer, karena
memiliki Mr yang besar yaitu 381,4 gram / mol serta mudah didapat.
Metil merah (MM) cocok untuk titrasi HCl dengan konsentrasi 0,1 N karena memiliki trayek pH
4,2-6,3. Kemudian tambahkan larutan HCl dari buret hingga titik akhir berwarna merah. Dari dua kali
titrasi didapat volume 5,25 mL. Perbedaan volume antara titrasi pertama dan kedua disebabkan oleh
pergantian orang dalam mencoba titrasi sehingga memiliki asumsi yang berbeda-beda.
Karena jumlah mol boraks ekuivalen dengan mol HCl didapatkan hasil perhitungan normalitas
boraks sebesar 0,0524 N dan normalitas HCl yang sudah distandarisasi yaitu sebesar 0,09928 N.
Kemudian, dilakukan hal yang sama terhadap standarisasi larutan NaOH, menggunakan indicator
yang sama, namun menggunakan asam oksalat (H2C2O4 . 2H2O) sebagai larutan baku primernya. Lalu
melalui perhitungan, didapat normalitas asam oksalat sebesar 0,1 N dan normalitas NaOH sebesar 0,09 N.
7.3 Pembahasan oleh Fadil Hardian
7.4 Pembahasan oleh Fajar Nugraha

1. Alat gelas yang akan digunakan, terlebih dahulu dibilas dengan larutan senama.
Tujuannya adalah agar alat gelas yang akan digunakan tidak terkontaminasi dengan zat
lain dan berlangsung secara kuantitatif.
2. Pemasangan buret diharuskan lurus tidak miring, agar pembacaan skala pada saat TA
( titik akhir) tidak terjadi kesalahan dalam volume.
3. Larutan HCl & NaOH merupakan larutan standar sekunder yang akan ditentukan
konsentrasinya dengan larutan standar primer. Oleh sebab itu pembuatan zat baku primer
harus dilakukan secara kuantitatif.

Page 11

4. Berdasarkar percobaan , pada saat titrasi NaOH dengan asam oksalat yang bertindak sebagai zat
baku primer, bahwa titrasi menggunakan indikator PP karena bekerja pada rentang pH 8,0 9,6.
Trayek perubahan warnanya adalah dari bening ke merah muda. Hal ini sesuai dengan percobaan
yang dilakukan ketika titrasi telah mencapai titik ekuivalen atau kesetimbangannya.
5. Asam oksalat adalah asam lemah dan NaOH adalah basa kuat, garam yang terbentuk dari asam
lemah dan basa kuat memiliki pH > 7. Oleh sebab itu pada titrasi asam oksalat dengan NaOH
menggunakan indikator Phenolphetalin karena indikator ini memiliki range pH 8,3 sampai 9,6.
6. Berdasarkan praktikum , Indikator yang paling tepat digunakan untuk titrasi ini adalah indikator
MO ( Methyl Orange), range pH 3-4,5 trayek perubahan warnanya adalah dari warna jingga ke
merah, karena range pH garam ( bersifat asam ) yang dihasilkan mendekati range pH dari
indikator MO, sehingga indikator yang paling tepat digunakan pada reaksi ini adalah MO( Methyl
Orange),
7. Indicator yang ditambahkan hanya beberapa tetes, karena indikator adalah suatu asam atau basa,
maka jumlah yang harus ditambahkan hendaknya sesedikit mungkin, sedemikian rupa sehingga
tidak mempengaruhi pH dan titran yang menyebabkan terjadinya perubahan sedikit

Page 12

8. Kesimpulan
Larutan HCl yang distandarisasi oleh Na2B4O7 . 10H2O memiliki kadar 0,09928 N, dan larutan
NaOH yang distandarisasi oleh H2C2O4 . 2H2O memiliki kadar 0,09 N.

9. Daftar Pustaka
9.1 Mudjiran, Analisa Anorganik Kuantitatip, bagian Volumetri, F-MIPA Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
9.2 Achmad, Hiskia (1990), Penuntun Belajar Kimia Dasar, bagian Kimia Larutan, F-MIPA
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
9.3 Underwood, (1985), Kimia Analitik Kuantitatif, Jakarta : Erlangga.

Page 13

Anda mungkin juga menyukai