Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR

PENENTUAN KADAR ASAM CUKA

Kelompok 1:

1. Aminatul Faizah (4301414051)


2. Umrotul Muna (4301414083)
3. Sintia Ayu Dewi (4301414092)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
Menentukan Kadar Asam Cuka

I. Rumusan masalah :

Apakah kadar asam cuka yang tertera pada label merek dagang DIXI sesuai dengan kadar
yang sebenarnya?

II. Tujuan :

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menguji apakah kadar asam cuka yang tertera pada
label merek dagang dixi sudah sesuai dengan kadar yang sebenarnya.

III. Hipotesis :

Kadar asam cuka yang sebenarnya lebih rendah dari kadar yang tertera pada label.

IV. Dasar teori :

Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan


larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah
suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis
pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari
suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).

Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan
suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume
larutan yang diukur dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut
standar primer (Day, 1998).

Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:

1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.

2. Harus stabil.

3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).

Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan
untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu
volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari
hubungan dasar berikut ini:

Mol = liter x konsentrasi molar

atau:

Mmol = ml x konsentrasi molar


Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui molaritasnya
bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi
dengan tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam
hubungan ini, kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga
kedua volume (Brady, 1990).

Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi
komponen penyusun dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan
informasi mengenai beberapa banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata
lain, analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel.
Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri.
Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar,
yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume
titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan standar disebut
analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah suatu larutan yang
bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika
digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M), maka
rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah mengalikan
valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke satuan
kemolaran adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:

VA . MA . nA = VB . MB . nB

Keterangan :

VA = Volume sebelum pengenceran

MA = Molaritas sebelum pengenceran

VB = Volume setelah pengenceran

MB = Molaritas setelah pengenceran

nA = Valensi asam

nB = Valensi basa (Keenan, 1991).

Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-
konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus
fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit.
Analisis pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis
kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha
mendapatkan sampel, mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran
konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data numerik
(Khopkar, 1990).

Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang
diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan
dengan kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat
yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum
stokiometri yang diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah
diganti dengan analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan
proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-
pengukuran volume, seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang
diketahui itu disebut titran, dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Basset, 1994).

Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi persyaratan
berikut:

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang tidak
terlalu lama.

2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan yang pasti
dalam reaktan.

3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.

4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan normal)
sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekuivalen zat
penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam
reaksinya. Volumetri dapat dibagi menjadi:

1. Asidi dan alkalimetri

2. Oksidimetri

3. Argentometri

Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang
diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:

1. Titrasi asam dengan basa kuat

Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.
Misal:

HCl + NaOH NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat

Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal : asam
asetat dengan NaOH.

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat. Misal :
NH4Cl dan HCl

NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah. Misal :
asam asetat dan NH4OH

CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).

V. Alat dan Bahan

Alat

1. Buret
2. statif
3. Erlenmayer
4. Gelas kimia
5. Pipiet tetes
6. Pipet volume
7. Corong
8. Gelas ukur
9. Labu ukur

Bahan
1. Larutan Sampel (Asam Cuka)
2. Larutan NaoH 0,990 N
3. Indicator PP
4. Aquades
5. Asam Oksalat

Cara Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengencerkan asam cuka dengan pengenceran 10 kali
10 mL
asam cuka

Masukkan
kedalam Gojog
labu ukur Tambahkan hingga larut
aquades sempurna
hingga
volumenya
100 mL

3. Menitrasi 10 mL asam cuka dengan larutan NaOH 0,990 N

Mengambil 10
mL asam cuka
menggunakan
pipet volume 3 tetes NaOH
indicator
pp

Asam cuka

VI. Data pengamatan dan analisa data


1. Standarisasi NaOH menggunakan asam oksalat
Volume asam oksalat Volume NaOH
10 mL 10 mL
10 mL 10.2 mL

Titrasi 1
(VxN) asam oksalat = (VxN)NaOH
10 x 0.1 = 10 x N
N NaOH= 0,1 N

Titrasi 2
(VxN) asam oksalat = (VxN)NaOH
10 x 0.1 = 10,2 x N
N NaOH= 0,0980 N

Normalitas NaOH
(0,1 + 0,0980)N/2 = 0,0990 N

2. Penetuak kadar asam cuka


Volume asam cuka Volume NaOH
10 mL 49,40 mL
10 mL 49,60 mL
10 mL 49,40 mL
V rata rata= 10 mL V rata rata= 49,47 mL
Penentuan kadar asam cuka:
Mol NaOH = N. V NaOH
= 0,0990 x 49,47
= 4,89 mmol

Mol NaOH ≈ mol CH3COOH = 4,89 mol


Massa CH3COOH = mol x Mr
= 4,89 x 60
= 293,40 mg

Dalam 100 mL = 293,4 x 100/10


= 2934 mg

𝑚
𝜌=
𝑣
m=𝜌𝑥𝑣
= 1,05 x 10 gram
= 10,5 gram
=10500 mg

Kadar CH3COOH = 2934/10500 x 100%


= 27,98 %

VII. Pembahasan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar asam cuka DIXI apakah
sama dengan kadar yang tertera di label. Pertama dibuat dahulu larutan NaOH sebagai
larutan standar sekunder yang akan digunakan untuk mentitrasi asam cuka. Caranya
dengan melarutkan padatan NaOH dengan aquades sampai volume 2,5 liter. Kemudian
distandarisasi dengan asam oksalat 0,1 N untuk mengetahui apakah larutan NaOH
memiliki normalitas 0,1 N atau tidak. Setelah dihitung pada bagian analisa data, ternyata
didapat normalitas larutan NaOH sebesar 0,0990 N.
NaOH disini merupakan larutan standar sekunder karena sudah diketahui
normalitasnya. Namun tidak bisa jadi primer karena NaOH bersifat Hygroskopis dan
mengandung banyak zat pengotor. Berbeda dengan asam oksalat yang bisa menjadi
larutan baku primer karena memenuhi syarat seperti yang dijelaskan di landasan teori,
antara lain tidak bersifat higroskopis, stabil, dan tidak mengandung zat pengotor.
Langkah selanjutnya adalah mentitrasi asam cuka yang ingin diketahui kadarnya
menggunakan larutan standar NaOH 0,0990 N. Asam cuka sebelumnya diencerkan 10
kali baru setelah itu diambil 10 mL dan ditambah indikator PP 2 -3 tetes dan dititrasi
dengan NaOH 0,0990 N. Pada percobaan ini digunakan indikator PP karena memiliki
trayek pH antara 8,3 – 10 sehingga sesuai karena hasil titrasi asam cuka (asam
lemah)dengan NaOH (basa kuat) menghasilkan garam yang berdifat basa. Indikator ini
juga mudah diamati karena pada suasana asam tidak berwarna, sedangkan di suasana
basa berwarna pink. Reaksi:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)

Dari hasil titrasi tersebut dan datanya dianalisa, ternyata didapatkan kadar asam
cuka sebesar 27,98 %. Angka ini lebih tinggi dari kadar yang tertera di label (25%).
Seharusnya lebih rendah. Kesalahan ini mungkin terjadi karena pada saat pengenceran
asam cuka terdapat kekeliruan sehingga hasil yang didapat menyimpang dari yang
diharapkan.

VIII. Simpulan dan Saran


Simpulan
Dari hasil eksperimen, dapat disimpulkan bahwa:
- Kadar asam cuka DIXI tidak sesuai dengan label (25%)
- Kadar asam cuka dari hasil eksperimen adalah 27,98%. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis karena terjadi kesalahan saat pengenceran asam cuka

Saran

- ketika pengenceran asam cuka harus diakukan dengan tepat agar dapat
menentukan kadar asam cuka dengan benar
- gunakan alat – alat praktikum yang bersih dan kering agar tidak
terkontaminasi zat lain sehingga mempengaruhi hasil

IX. Daftar Pustaka

Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Kedokteran
EGC, Jakarta.

Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Day, R. A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.

Sari, F.I. dan Soedjajadi K. 2005. Efektifitas Larutan Asam Cuka. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, Vol.1, No.2, Januari 2005.

Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.


Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.

Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.


DOKUMENTASI

Sampel asam cuka dari pasaran Bahan yang digunakan Proses titrasi

Proses titrasi Hasil Titrasi

Anda mungkin juga menyukai