Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS SENYAWA KIMIA

ASIDIMETRI

Disusun Oleh:
Wulan Ambar Pratiwi / 12315244017
Pendidikan IPA I 2012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM ANALISIS SENYAWA KIMIA
ASIDIMETRI

A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan standarisasi larutan HCL 0,1 N dengan
natrium boraks
2. Mahasiswa dapat menentukan kadar Na2CO3 dan NaOH dalam
campuran
B. Dasar Teori
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara
lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh
yang akan dianalisis dirujuk sebagai yang tak diketahui. Prosedur
analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetric (Keenan, 1980).
Asidimetri adalah analisis volumetrik yang menggunakan larutan
baku asam untuk menentukan jumlah basa yang ada. Alkalimetri adalah
analisis volumetrik yang menggunakan larutan baku basa untuk
menentukan jumlah asam yang ada (Daintith, 1997).
Titrasi adalah penambahan yang sangat hati-hati dari satu larutan
ke yang lain dengan cara buret. Buret secara akurat mengukur volume
larutan yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan jumlah yang secara
hati-hati diukur dari zat lain yang terlarut. Ketika volume yang tepat
telah tercapai, indikator perubahan warna dan operator menghentikan
aliran dari buret tersebut. Fenolftalein adalah indikator khas untuk titrasi
asam-basa, tidak berwarna dalam larutan asam dan merah muda dalam
larutan basa (Peters, 1990).
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering
diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan
menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada
volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi.
Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam dan basa
antara sampel dengan larutan standar disebut analisis asidi
alkalimetri. Apabila larutan yang bersifat asam maka analisis yang
dilakukan adalah analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu
basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri. (Keenan, 1991).
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan
proses penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan
larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya ( larutan standar). Proses
penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal
sebagai standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan

menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan, yang


ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Zat yang memadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day,
1998).

Suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan berikut.


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan,


dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni.
Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan, kondisikondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula
dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbon dioksida.
Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uij-uji
kuantitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui.
Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan
penimbangan dapat diabaikan.
Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia
digunakan.
Reaksi dengan larutan standar harus stokiometri dan praktis. Zat-zat
yang biasa dipakai sebagai standar primer adalah reaksi asam basa
natrium karbonat, natrium tetraborat, KH(C8H4O4), asam klorida
bertitik didih konstan, dan asam benzoat.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan
pengukuran yang seksama volumevolumenya suatu asam dan suatu
basa yang tepat akan saling menetralkan. Reaksi penentralan atau
asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama
dalam penggolongan reaksi alam analisis titrimetri. Asidi alkalimetri ini
melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis
garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu standar (asidimetri)
dan teori asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal
dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi
reaksi ini melibatkan bersenyawaannya ion hidrogen dan ion hidroksida
untuk membentuk air. (Bassett, 1994)
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk
itu reaksi harus memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas
(dasar teoritis).
2. Cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu
terlalu banyak.
3. Ada penunjuk akhir titrasi (indikator).
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analay harus mudah didapat
dan sederhana menggunakannya, juga harus stabil sehingga
konsentrasinya tidak mudah berubah saat disimpan.
Larutan yang dititrasi dalam asidmetri dan alkalimetri mengalami
perubahan pH. Misalnya, bila larutan asam dititrasi dengan basa, maka
pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus naik.
Bila pH ini diukur dengan pengukur pH pada awa titrasi yakni saat
belum ditambah dengan basa dan pada saat tertentu setelah titrasi
dimulai, maka pH larutan dapat dialurkan lewat grafik yang disebut

kurva titrasi. Bila suatu indikator pH kita gunakan untuk menunjukkan


titik akhir titrasi maka indikator harus berubah warna tepat pada saat
titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
Perubahan warna ini harus terjadi dengan mendadak agar tidak ada
keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan. Bila perubahan
warna mendadak sekali (yakni tetes terakhir menyebabkan warna sama
sekali lain) maka dikatakan bahwa titik akhirnya tegas atau tajam
(Harjadi, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan.
Indikator berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pada titrasi asam
basa dikenal istilah ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen
adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepay habis
bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan indikator. Saat
perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi. (Sukmariah,
1990).
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan:

Pipet volume 10 mL
ukur 100 ml

Buret

labu

Kaca arloji

Bekerglass 250 ml

Aerometer

Erlenmeyer 250 ml
Bahan yang digunakan:

Larutan HCL pekat


Indikator PP

Kristal natrium boraks

Indikator MO

Larutan campuran Na2CO3 dan NaOH


D. Prosedur Kerja
1. Standarisasi larutan HCL dengan boraks

Menimbang dengan teliti 191-200 mg Kristal boraks murni

Memasukkan dalam Erlenmeyer, kemudian menambahkan 50


mL aquades dan 2 tetes indicator MO sehingga berwarna
kuning
Menimbang dengan teliti 191-200 mg Kristal boraks murni

Melakukan titrasi larutan b dengan HCL hingga titik ekuivalen


(larutan berwarna jingga) dan catat volume HCL yang
ditambhakan
Menghitung normalitas larutan HCL
2. Menetukan kadar Na2Co3 dan NaOH dalam campuran

Mengambil 12,5 mL larutan campuran dengan pipet volume


kemudian mengencerkan dengan aquades hingga 50 mL

Mengambil sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer, menetesi 2


tetes indicator pp, kemudian menitrasi dengan larutan HCL
hingga warna merah hilang. Mencatat volume HCL, misal a mL

Menambahkan indicator MO dan melanjutkan titrasi dengan HCL


hingga titik equivalen, misal volume HCL = b mL

Menghitung kadar (%b/v) Na2CO3 dan NaOH

E. Hasil Pengamatan
1. Standarisasi larutan HCL dengan boraks
No
.
1.
2.

Massa Natrium Boraks (g)


0,2
0,2

Volume HCL yang ditambah


(mL)
0,013
0,0105

2. Menetukan kadar Na2CO3 dan NaOH dalam campuran


No
.
1.

Volume HCL a (mL)

Volume HCL b (mL)

18,6

1,5

2.

18,1

2,6

F. Perhitungan
1. Standarisasi larutan HCL dengan boraks
Rumus Normalitas:

Berat Na2 B 4 O7 .10 H 2 O


191 volume titer (mL)

N HCL =

a. Percobaan 1
Normalitas HCL

N HCL=

Massa B4 O7 .10 H 2 O
B E B 4 O 7 .10 H 2 O volume titer (mL)
N HCL=

0,2
191 0,013

N HCL=0,0 81 N
b. Percobaan 2
Normalitas HCL

N HCL=

Massa B4 O 7 .10 H 2 O
B E B 4 O 7 .10 H 2 O volu me titer (mL)

N HCL=

0,2
191 0,0105

N HCL =0,099 N

Normalitas HCL rata-rata

N ratarata=
N ratarata=

N 1+ N 2
2
0,081+ 0,099
2

N ratarata=0,091 N

2. Menentukan kadar Na2CO3 dan NaOH dalam campuran


a. Percobaan 1
1. Kadar (%b/v) NaOH

NaOH=

50
10

( ab ) N HCL BENaOH
103
12,5

NaOH=

50
10

( 1,514,6 ) 0,091 40
3
10 100%
12,5

13,1 0,091 40
3
10
12,5

NaOH=

NaOH=

NaOH=

47,68
103
12,5

3,81 103

NaOH=

100%

100%

100%

100%

1,905 %

2. Kadar (%b/v) Na2CO3

50
10

Na 2 CO 3=

( 2 b ) N HCL BE N a CO
103 100%
12,5

50
10

( 2 1,5 ) 0,09153
3
10 100%
12,5

3 0,091 53
103 100%
12,5

Na2 CO 3=

9,46
3
10
12,5

Na 2 CO 3=

0,76 103 100%

Na2 CO 3=

Na 2 CO 3=

N a2 CO 3=

100%

0,38 %

b. Percobaan 2
1. Kadar (%b/v) NaOH

NaOH=

50
10

( ab ) N HCL BENaOH
103
12,5

100%

50
10

NaOH=

NaOH=

( 18,12,6 ) 0,091 40
103 100%
12,5

15,5 0,091 40
3
10
12,5

NaOH=

NaOH=

56,42
103
12,5

100%

100%

4,51 103 100%

NaOH =

2,25 %

2. Kadar (%b/v) Na2CO3

50
10

Na 2 CO 3=
Na 2 CO 3=

50
10

Na 2 CO 3=

( 2 b ) N HCL BE N a CO
103 100%
12,5

Na 2 CO 3=
Na 2 CO 3=

( 2 2,6 ) 0,091 53
103 100%
12,5

5,2 0,091 53
103 100%
12,5

25,08
103 100%
12,5

2,01 103

N a2 CO 3=

100%

1,01 %

Kadar (%b/v) NaOH rata-rata

NaOH ratarata=

NaOH 1+ NaOH 2
2

NaOH ratarata=

1,905 +2,25
2

NaOH ratarata=2,07
Kadar (%b/v) Na2CO3 rata-rata

Na 2 CO 3 ratarata=

Na2 CO 3 1+ Na 2 CO 3 2
2

N a2 CO 3 ratarata=

0,38 +1,01
2

Na 2 CO 3 ratarata=0,69

G. Pembahasan
Pada praktikum analisis senyawa kimia yang berjudul Asidimetri
yang dilakukan pada Rabu, 28 November 2015 di Laboratorium Kimia
Analisis, FMIPA UNY, bertujuan untuk melakukan standarisasi larutan
HCL 0,1 N dengan natrium boraks dan menentukan kadar Na2CO3 dan
NaOH dalam campuran. Pada percobaan ini, praktikan tidak membuat
larutan HCL 0,1 N karena telah disiapkan oleh laboran.
Adapun alat yang kami gunakan dalam percobaan kali ini ialah
pipet volume 10 mL, buret, labu ukur 100 mL dan 250 mL, kaca arloji,
bekerglass 250 mL, aerometer dan erlemeyer 20 mL, sedangkan bahan
yang kami gunakan antara lain larutan HCL pekat, Kristal natrium
boraks, larutan campuran Na2CO3 dan NaOH, indicator pp dan MO.
Percobaan kali ini terdiri dari 2 kegiatan, kegiatan pertama yaitu
standarisasi larutan HCL 0,1 N dengan natrium boraks (Na 2B4O7.10H2O).
Langkah pertama yang kami lakukan yaitu menimbang 200 mg kristal
boraks murni, kemudian memasukkan Kristal boraks ke dalam
Erlenmeyer dan menambahkan 50 mL akuades dan 2 tetes indicator MO
sehingga berwarna kuning. Larutan HCL yang akan diteteskan
dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) melalui corong
terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar pertumpahan larutan baku dapat
lebih diminimalisir dan jumlah titran yang terpakai dapt diketahui dari
tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Selanjutnya menitrasi larutan
dengan HCL hingga titik ekuivalen atau sampai larutan berwarna jingga
dan mencatat volume HCL yang ditambahkan. Percobaan yang kami
lakukan sebanyak 2 kali, hal ini dilakukan agar kami mendapat nilai ratarata yang lebih tepat dan akurat. Hasil percobaan yang kami peroleh
yaitu pada percobaan pertama dengan massa Kristal boraks 200 mg
diperoleh volume HCL yang ditambahkan sebanyak 13 mL, sedangkan
pada percobaan yang kedua dengan massa Kristal boraks 200 mg
diperoleh volume HCL yang ditambahkan sebanyak 10,5 mL. Langkah
selanjutnya
menghitung normalitas larutan HCL menggunakan
persamaan:

N HCL=

Berat Na2 B 4 O7 .10 H 2 O


191 volume titer (mL)

Pada percobaan standarisasi larutan HCL ini, yang digunakan


sebagai larutan standar adalah natrium boraks karena berat ekuivalen
besar sehingga kesalahan penimbangan kecil (BE=191) dalam
hubungannya dengan normalitas, kemudian natrium boraks mudah
dimurnikan dengan rekristalisasi, serta tidak higroskopis sehingga tidak

perlu pemanasan dalam penimbangan. Reaksi standarisasi larutan HCL


dengan natrium boraks sebagai berikut:
Na2B4O7.10H2O

(aq)

+ HCL

(aq)

2 NaCl

(aq)

+ 4 H3BO3

(aq)

+ 5 H2O

(l)

Berdasarkan reaksi tersebut, maka berat ekuivalen (BE) natrium boraks


adalah
BE = ( Mr Na2B4O7.10H2O) = 191
Pada titrasi ini indicator yang digunakan adalah metil orange (MO) yang
memiliki rentang pH 3,1-4,4 yang ditandai dengan adanya perubahan
warna dari kuning menjadi jingga.
Dengan menggunakan rumus normalitas HCL di atas, hasil yang
kami peroleh pada perobaan pertama dengan massa natrium boraks
200 mg diperoleh volume HCL yang ditambahkan sebanyak 13 mL maka
normalitas larutan HCL sebesar 0,081 N, kemudian pada perobaan
kedua dengan massa natrium boraks 200 mg diperoleh volume HCL
yang ditambahkan sebanyak 10,5 mL maka normalitas larutan HCL
sebesar 0,099 N. Sehingga diperoleh normalitas larutan HCL rata-rata
adalah 0,091 N.
Pada kegiatan yang kedua yaitu menentukan kadar Na2CO3 dan
NaOH dalam campuran. Pada titrasi ini, titrasi karbonat dengan asam
pada tahap pertama merupakan konversi dari ion karbonat menjadi ion
bikarbonat. Pada penambahan asam yang selanjutnya adalah
mengkonversikan perubahan ion bikarbonat menjadi karbondioksida dan
air. Titik akhir titrasi diidentifikasikan menggunakan dua indicator yaitu
indicator pp dan indicator MO. Dalam menentukan kadar Na2CO3 dan
NaOH dalam campuran ini, reaksi yang terjadi adalah
Reaksi 1:
NaoH

(aq)

+ HCL

Na2CO3 (aq) + HCL


Reaksi 2:
NaHCO3 + HCL

(aq)

(aq)

(aq)

NaCl

(aq)

+ H2O

(l)

NaCl (aq) + NaHCO3 (aq)


NaCl

(aq)

+ CO2

(g)

+ H2O

(aq)

Langkah pertama yang kami lakukan yaitu mengambil 12,5 mL


larutan campuran dengan pipet volume, kemudian mengencerkan
dengan akuades hingga 50 mL. Selanjutnya mengambil 10 mL larutan
tersebut dan menetesi dengan indicator pp sebanyak 2 tetes yang akan
merubah warna menjadi merah muda pada saat telah tercapainya titik
ekuivalen. Larutan HCL yang akan diteteskan dimasukkan ke dalam
buret (pipa panjang berskala) melalui corong terlebih dahulu, hal ini
bertujuan agar pertumpahan larutan baku dapat lebih diminimalisir dan
jumlah titran yang terpakai dapt diketahui dari tinggi sebelum dan
sesudah titrasi. Langkah selanjutnya yaitu menitrasi dengan larutan HCL
hingga warna merah hilang dan mencatat volume HCL = a mL.

Kemudian menambahkan indicator MO dan melanjutkan titrasi


dengan HCL hingga titik ekuivalen volume HCL = b mL.
Percobaan
yang kami lakukan sebanyak 2 kali. Hasil percobaan yang kami peroleh
yaitu pada percobaan pertama volume HCL a 18,6 mL dan volume HCL
b 1,5 mL, sedangkan pada percobaan kedua volume HCL a 18,1 mL dan
volume HCL b 2,6 mL. Pada volume tersebut dalam tabung erlenmeyer
menunjukkan perubahan warna dari pink menjadi jernih atau tidak
berwarna sama sekali. Langkah selanjutnya yaitu menghitung kadar
(%b/v) Na2CO3 dan NaOH menggunakan rumus:

NaOH=

Na2 CO 3=

50
10
50
10

( ab ) N HCL BENaOH
103 100%
12,5
( 2 b ) N HCL BE N a CO
103 100%
12,5
2

Dengan menggunakan rumus tersebut maka pada percobaan pertama


diperoleh kadar NaOH sebesar 1,905 % dan kadar Na2CO3 sebesar 0,38
%, sedangkan pada percobaan kedua diperoleh kadar NaOH sebesar
2,25 % dan kadar Na2CO3 sebesar 1,01 %. Sehingga diperoleh kadar
(%b/v) NaOH rata-rata adalah 1,01 % dan kadar (%b/v) Na 2CO3 rata-rata
adalah 0,69 %.
H. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah kami lakukan maka dapat
disimpulkan bahwa normalitas larutan HCL dari standarisasi larutan HCL
dengan natrium boraks adalah 0,097 N dan kadar NaOH dalam
campuran adalah 1,01 %, sedangkan kadar Na2CO3 dalam campuran
adalah 0,69 %.
I.

Jawaban pertanyaan
1. Volume titrasi (b) tidak mungkin lebih besar dibandingkan dengan
volume titrasi (a) karena pada titrasi (a) terjadi dua titik ekuivalen
yaitu pada saat reaksi terhadap NaOH dan reaksi terhadap Na2CO3
dengan HCL, sedangkan pada titrasi (b) hanya terjadi reaksi antara
Na2CO3 dengan HCL.
2. Faktor

100
10

merupakan factor satuan untuk pengenceran yang

diberikan karena pada titrasi, volume yang digunakan adalah 10 mL


yang diambil dari larutan campuran Na2CO3 dan NaOH yang telah di
encerkan hingga 100 mL.
Faktor

103

merupakan factor satuan yang diberikan karena pada

perhitungan massa yang digunakan dalam satuan gram sedangkan


pada pengukuran satuan massanya adalah milligram, sehingga harus
dikonversi ke gram dengan dikalikan

103 .

3. Penggunaan indicator tidak dapat dibalik antara MO dulu baru PP


karena apabila digunakan MO terlebih dahulu, reaksi pertama tidak

dapat diselidiki karena reaksi pertama bersifat basa. Pada reaksi


pertama, titik ekuivalen NaOH yaitu pada pH yang berkisar 7 dan
pada Na2CO3 pH berkisar antara 8,3-10. Pada reaksi kedua, titik
ekuivalen garam karbonat berasa pada pH 3,24 sehingga harus
digunakan indicator MO yang pH nya berkisar 3,1-4,4.

J.

Daftar Pustaka
Bassett, J. et al. 1994. Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
EGC.
Day, R. A dan L. Underwood. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Keenan, Charles W. et al. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas.
Jakarta: Erlangga.
Padmaningrum, Regina T, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Kimia
Analisis I. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi dua. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Susetyo, Wisnu. 1997. Kimia Analitik Kuantitatif. Yogyakarta: ANDI.
Widodo, Didik Setiyo. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

LAMPIRAN

Larutan Boraks + aquades + indikator


MO 2 tetes

Setelah di titrasi

Na2Co3
campuran

dan

NaOH

dalam

Setelah ditambahkan indikator MO dan


dititrasi

Anda mungkin juga menyukai