KIMIA DASAR I
Standarisasi Larutan NaOH 0,1 M Dan Penggunaannya Dalam Penentuan Kadar Asam Cuka
Perdagangan
Di susun oleh :
KELOMPOK B – III
Anggota Kelompok :
Novyanti (13010012)
Tahun 2013
I. Tujuan Percobaan
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan
dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah
teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan
yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir
titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.
Asidimetri dan alkalimetri adalah analisis kuantitatif volumetri berdasarkan reaksi netralisasi.
Keduanya dibedakan pada larutan standarnya. Analisis tersebut dilakukan dengan cara titrasi. Pada
titrasi basa terhadap asam cuka, reaksinya adalah :
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetri adalah sebagai
berikut :
ü Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stoikiometrik.
ü Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara kimia maupun
secara fisika.
Pada titrasi asam asetat dengan NaOH (sebagai larutan standar) akan dihasilkan garam yang berasal
dari asam lemah dan basa kuat. Garam natrium asetat ini akan terurai sempurna karena senyawa itu
adalah garam, sedang ion asam asetat akan terhidrolisis oleh air.
Ion asetat akan terhidrolisis oleh molekul air, menghasilkan molekul asam-asam dan ion
hidroksi. Oleh karena itu, larutan garam dari basa kuat dan asam lemah seperti natrium asetat, akan
bersifat basa dalam air (pH >7). Apabila garam tersusun dari basa lemah dan asam kuat, larutan
garamnya akan bersifat asam (pH <7). Sedang garam yang tersusun dari basa dan asam kuat, larutan
dalam air akan bersifat netral (pH = 7). Hidrolisis hanya terhadap asam lemah, basa lemah, ion basa
dan ion asam lemah. Titik ekuivalen pada proses titrasi asam cuka dengan larutan natrium hidroksida
akan diperoleh pada pH >7. Untuk mengetahui titik ekuivalen diperlukan indikator tertentu sebagai
penunjuk selesainya proses titrasi. Warna indikator berubah oleh pH larutan. Warna pada pH rendah
tidak sama dengan warna pada pH tinggi. Dalam titrasi asam asetat dengan NaOH dipakai indikator
semacam itu.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, yaitu:
ü Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat
plot antara pH dengan volume titrasi untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi
tersebut adalah “titik ekuivalen”.
ü Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrasisebelum proses titrasi dilakukan.
Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada analisis asam asetat dalam cuka perdagangan akan diperoleh informasi apakah kadar yang
tertulis pada etiket sudah benar dan tidak menipu. Analisis dilakukan dengan menitrasi larutan asam
asetat perdagangan dengan larutan NaOH standar.
Dalam hal ini molaritas NaOH sama dengan normalitas NaOH karena valensi NaOH = 1.
VNaoH = volume NaOH yang diperlukan untuk menetralkan semua asam asetat dalam larutan.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik
equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi
yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
1. Alat
c. Erlenmeyer
d. Pipet gondok
e. Pipet
2. Bahan
b. Larutan NaOH
d. Indikator pp
2. Ditimbang 1,26 gram Asam Oksalat, dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dan ditambah
dengan aquadest hingga 100 ml.
3. Satu buret disiapkan dan dicuci, diisi larutan NaOH yang telah disiapkan.
5. Pada titrasi kedua, larutan Asam Oksalat ditambahkan indikator pp sebanyak 5 tetes.
2. Diambil 10 ml larutan cuka dengan pipet ukur, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
kapasitas 100 ml dan diencerkan hingga 100 ml.
3. Kemudian dari pengenceran itu diambil 10 ml larutan cuka dan kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 50 ml dan diencerkan hingga 50 ml.
4. Diambil 10 ml larutan cuka, kemudian dimasukkan ke dalamerlenmeyer.
A. Hasil
§ PENGAMATAN 1
VH2C2O4.2H2O 10 ml 10 ml 10 ml
· PENGMATAN 2
25 ml - 9,8 ml 25 ml - 9,5 ml
Skala akhir buret 15,35 ml
= 15,2 ml = 15,5 ml
A.2. Perhitungan
Diketahui :
Massa asam oksalat = 1,26 gr
Ditanyakan :
Jawab :
1.
2.
3.
. 0,1 mol/L
Diketahui :
Ditanya :
NNaOH =
NNaOH = 0,093 N
Diketahui :
Ditanya :
Jawab :
(N . V)asam = (N . V)basa
Nasetat =
Nasetat = 0,089 N
Karena asam asetat adalah asam monopotrik, maka n asam asetat = 1 ek/mol, sehingga:
Masetat = Nasetat / n
Masetat = 0,089 N / 1
Masetat = 0,089 N
Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu. Sehingga data yang telah diperoleh
dari perhitungan di atas adalah konsentrasi asam asetat setelah diencerkan. Konsentrasi asam asetat
sebelum diencerkan dapat dihitung sebagai berikut:
= 5,34 % (b/v)
B. Pembahasan
Reaksi yang terjadi antara asam oksalat dengan NaOH adalah sebagai berikut :
Pada standarisasi NaOH terhadap asam oksalat indicator yang digunakan adalah fenolftalein
atau PP 1 %, pada saat indicator ditambahkan warna larutan tetap bening, setelah dititrasi dengan
NaOH sebanyak rata-rata 21,6 ml larutan berubah menjadi warna pink atau merah muda. Perubahan
warna pada larutan disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indicator mempunyai
tetapan ionisasi yang berbeda, sehingga menunjukan warna pada range pH yang berbeda. Indicator
fenolftalein adalah indicator yang dibuat dengan kondensasi anhidrida fthalein dengan fenol. Jika
indicator ini digunakan, maka akan menunjukan pH yang berkisar antara 8,2 – 10,0 atau berlangsung
antara basa kuat dengan asam kuat.
Dari hasil praktikum, didapatkan kadar NaOH rata-rata pada proses titrasi yang dilakukan adalah
sebanyak 0,093 N.
Setelah larutan baku NaOH tersebut sudah diketahui konsentrasinya, maka larutan tersebut
sudah dapat digunakan untuk menentukan kadar asam cuka. Pada percobaan ini, menetapkan asam
cuka untuk mengetahui apakah kadar yang tertera pada etiket cuka sesuai dengan kadar yang
sebenarnya. Analisis dilakukan secara alkalimetri yaitu dengan cara menitrasi larutan asam asetat
dengan larutan baku NaOH.
Untuk menganalisis asam cuka dapat dilakukan dengan titrasi netralisasi. Titrasi ini merupakan
titrasi alkalimetri, proses titrasi dengan larutan standar basa untuk menitrasi asam bebas.
Setelah kita mengetahui normalitas dari larutan NaOH, maka dilakukan langkah selanjutnya
yaitu menetapkan kadar asam cuka perdagangan. NaOH rata-rata yang digunakan pada penetapan
kadar asam cuka perdagangan sebesar 9,65 ml, sehingga konsentrasi asam cuka perdagangan
(CH3COOH) dapat diketahui sebesar 0.089 N.
Ada dua cara untuk mengetahui titik ekivalen pada titrasi, yaitu :
1. Memakai pH meter untuk memonitor pH selama titrasi dilakukan. Kemudian membuat plot
antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi
tersebut dinamakan titik ekivalen. Cara ini jarang dilakukan karena harus menggunakan sarana yang
mendukung.
2. Memakai indicator asam basa, indicator ditambahkan 2 hingga 3 tetes pada titran sebelum
proses titrasi dilaukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi. Pada saat inilah
titrasi dihentikan.
Perubahan warna diharapkan tidak terlalu muda dan juga tidak terlalu tua. Agar mendapatkan
hasil titrasi yang maksimal. Warna yang cocok adalah warna yang berada di tengah-tangah. Tidak
terlalu muda dan tidak terlalu tua.
VI. EVALUASI
A. Analisisis Data/Pertanyaan
3) Bila larutan asam kuat dititrasi dengan basa kuat memakai indicator pp, apakah tepat bila titrasi
sebaliknya juga memakai pp? Jelaskan!
B. Jawaban
1) Larutan standard adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada
analisis volumetrik.
2) Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu,
kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan
standard primer, sedangkan zat yang digunakan disebut standard primer.
Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat kemudian
melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat distandardkan dengan larutan
standard primer, disebut larutan standard sekunder.
3) Ya, karena jika mereaksikan asam kuat dan basa kuat maka yang tepat menjadi indilkatornya
ialah pp. Jika yang menjadi titran itu merupakan larutan basa kuat, perubahannya warna ungu muda.
Karena indikator pp itu memiliki trayek pH antara 8 - 10 jadi sangat tepat untuk digunakan.
VII. Kesimpulan
· Titrasi asam basa atau yang lebih dikenal dengan nama asidi – alkalimetri merupakan analisis
konvensional, dimana menggunakan larutan yang bersifat asam maupun basa.
· Dasar dari analisis ini adalah reaksi yang terjadi dari senyawa yang bersifat asam dengan
senyawa lain yang bersifat basa.Alam analisis titrimetri asam – basa untuk menunjukkan ketuntasan
suatu reaksi maka dapat digunakan pH meter dan larutan indikator yang harus di sesuaikan dengan
titik ekivalen yang akan dicapai dari reaksi yang terjadi nantinya.
· Pada saat proses standarisasi NaOH terbentuk larutan berwarna merah jambu dengan
konsentrasi NaOH sebesar 0,093 N.
· Pada proses penetapan asam cuka terbentuk larutan berwarna merah jambu dengan
konsentrasi asam cuka sebesar 0,089 N.
· Pada standarisasi didapat bahwa konsentrasi asam asetat sebelum diencerkan adalah 0,89 M.
DAFTAR PUSTAKA
1. Himawan, Herson Cahaya. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Dasar I. Bogor: Laboratorium
Farmasi Program Studi S1 Farmasi Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi Bogor.
2. 2007. Kimia Untuk SMF kelas XII Berdasarkan Kurikulum SMF 2004. Jakarta