Anda di halaman 1dari 4

Persyaratan Reaksi Titrasi

Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus
memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan yang jelas (dasar
teoritis)
2. Cepat dan reversible (dasar praktis). Bila tidak cepat, titrasi akan memakan
waktu terlalu lama. Lebih-lebih menjelang titik akhir, reaksi akan semakin lambat
karena konsentrasi titran mendekati nol (kecepatan reaksi sebanding dengan
konsentrasi). Bila reaksi tidak reversible, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3. Ada petunjuk akhir titrasi (indikator). Petunjuk itu dapat:
 Timbul dari reaksi itu sendiri, misalnya: titrasi campuran asam oksalat dan
asam sulfat oleh KMnO4. Selama titrasi belum selesai titrat tidak berwarna,
tetapi setelah akhir titrasi tercapai, larutan menjadi berwarna karena kelebihan
setetes saja dari titran menyebabkan warna yang jelas.
 Berasal dari luar, dapat berupa suatu zat (atau suatu alat) yang dimasukkan
ke dalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukkan akhir titrasi,
karena menyebabkan perubahan warna titrat atau menimbulkan perubahan
kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya).
4. Larutan baku yang direaksikan dengan analat mudah didapat dan sederhana
menggunakannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah
bila disimpan.

Dalam suatu titrasi, keempat syarat di atas tidak selalu dipenuhi dengan baik, akan
tetapi kadang-kadang kekurangan itu dapat diatasi. Misalnya:
a) Suatu reaksi lambat kadang-kadang dapat dipercepat dengan katalisator, seperti
titrasi H3AsO3 oleh KMnO4 yang diberi sedikit KI sebagai katalisator. Kadang-
kadang titrasi dipercepat dengan pemanasan, seperti titrasi asam oksalat oleh
KMnO4 yang dilakukan dengan memanaskan titrat sampai 60-70 oC.
b) Reaksi samping kadang-kadang dapat ditiadakan dengan mengatur kondisi titrasi.
Misalnya pada penggunaan CrCl2, suatu reduktor kuat yang baik untuk titrasi,
tetapi selain dioksidasi oleh analat juga mudah dioksidasi oleh oksigen dalam
udara. Oksidasi oleh udara dapat dihindarkan dengan menitrasi dalam lingkungan
CO2.
Penggolongan Titimetri
Berdasarkan cara titrasinya, titimetri dikelompokan menjadi 3
1. Titrasi langsung (direct titration)
2. Titrasi tidak langsung (back titration)
3. Cara penggantian (displacement titration)
Cara ini dilakukan bila ion yang ditetapkan:
a. Tidak bereaksi langsung dengan larutan baku
b. Tidak bereaksi secara stoikhiometri dengan larutan baku
c. Tidak saling mempengaruhi (non interact) dengan larutan penunjuk

Berdasarkan reaksi kimianya, titimetri dikelompokkan menjadi 2, yaitu:


a) Titrasi berdasarkan reaksi metatetik,
Reaksi metatetik yaitu suatu reaksi berdasarkan pertukaran ion dengan tidak ada
perubahan bilangan oksidasi. Contohnya adalah titrasi asam kuat oleh basa kuat
atau sebaliknya, misalnya:
HCl + NaOH NaCl + H2O

Reaksi ini dikatakan pertukaran ion karena Cl- yang semula terikat dengan H+
bertukar tempat dengan OH- yang sebelumnya terikat pada Na+. Semua unsur
setelah reaksi masih sama tingkat valensinya. Titrasi berdasarkan reaksi metatetik
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Titrasi asidimetri-alkalimetri (netralisasi)
2. Titrasi presipitimetri (pengendapan)
3. Titrasi kompleksometri

b) Titrasi berdasarkan reaksi redoks.


Oksidasi adalah pelepasan satu atau lebih elektron dari suatu atom, ion atau
molekul. Sedang reduksi adalah penangkapan satu atau lebih elektron oleh suatu
atom, ion atau molekul.
Cara Pelaksanaan Titrasi
1. Mula-mula buret diisi dengan titrant (larutan baku) hingga tanda garis nol
(periksa jangan ada gelembung udara).
2. Dengan mempergunakan pipet, larutan contoh dimasukkan ke dalam labu
erlemeyer bersih dan tambahkan kedalamnya beberapa tetes larutan indikator
yang cocok (kecuali bila salah satu larutan yang direaksikan merupakan indikator
juga).
3. Lakukan titrasi kedalam larutan yang berada dalam erlemeyer yaitu teteskan
sedikit larutan penitar dari buret, hingga warna larutan berubah. Pada permulaan
hendaknya larutan penitar dialirkan sebagai aliran kecil ke dalam erlemeyer yang
terus digoyang.
4. Bila telah mendekati titik akhir, penambahan larutan penitar diatur lebih pelan
dan pada akhirnya tetes demi tetes. Selama penitaran cerat (kran) buret harus
dipegang dengan tangan kiri, sedangkan labu yang berisi larutan contoh dipegang
dengan tangan kanan sambil digoyang-goyangkan, agar larutan bercampur
dengan baik.
5. Hasil titrasi dinyatakan betul, bila pada titik akhir warna larutan yang sedang
dititar berubah dengan tajam pada penambahan tetes terakhir larutan penitar.
6. Agar perubahan warna dapat diamati lebih mudah, simpanlah alas putih atau
sehelai kertas putih dibawah erlemeyer penitar. Disamping itu baik pula
disiapkan larutan pembanding (40-50 ml air suling dibubuhi setetes larutan bahan
baku dan sekian tetes larutan indikator yang sama banyaknya seperti untuk
larutan dititar)
7. Bandingkanlah warna larutan pembanding dengan warna larutan yang
dititar/dititrasi. Akhirnya titik akhir titrasi dapat dicek dengan menambahkan
setetes larutan yang sedang dianalisis ke dalam larutan yang telah dititar, warna
larutan harus berubah dengan tajam.
8. Titrasi dilakukan sedikitnya dua kali (duplo) kalau perlu tiga kali (triple). Hasil
dari dua titrasi hendaknya jangan berbeda lebih dari 0,05 mL.
Alat ukur titimetri yang umum digunakan dalam analisis kuantitatif
ialah:
a. Labu ukur (disebut juga labu takar, labu volumetrik, maatkolf, graduated flask)
b. Pipet seukuran (pipet pindah, pipet volumetrik, vol-pipet, transfer pipette)
c. Buret
d. Gelas ukur (silinder ukur, graduated cylinder)
e. Pipet ukur (graduated pipette)
Labu ukur, pipet seukuran, dan buret harus digunakan bila pengukuran volume
memerlukan ketelitian yang tinggi. Sedangkan pipet ukur dan gelas ukur dapat
digunakan jika ketelitiannya kurang begitu diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai