Anda di halaman 1dari 9

Penentuan Kadar Cu sebagai CuO

Tanggal Percobaan : Awal : Jumat, 4 Oktober 2019

` Akhir : Rabu, 16 Oktober 2019

A. Tujuan Percobaan
1. Mengidentifikasi prinsip-prinsip penentuan kadar Cu secara gravimetri
2. Menentukan kadar Cu sebagai CuO

B. Teori Dasar
Gravimetri adalah metode analisis kuantitatif unusr atau senyawa
berdasarkan bobotnya yang diawali dengan pengendapan dan diikuti dengan
pemisahan dan pemanasan endapan dan diakhiri dengan penimbangan. Untuk
memperoleh keberhasilan pada analisis secara gravimetri, maka harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : unsur atau senyawa yang ditentukan harus
terendapkan secara sempurna, bentuk endapan yang ditimbang harus diketahui
dengan pasti rumus molekulnya dan endapan yang diperoleh harus murni dan
mudah ditimbang.
(Khopkar, 2003 : 25)
Analisis gravimetri, atau analisis kuantitatif berdasarkan bobot adalah proses
isolasi serta penimbangan suatu unsur atau suatu senyawaan tertentu dari unsur
tersebut, dalam bentuk semurni mungkin. Unsur atau senyawa itu dipisahkan dari
suatu porsi zat yang sedang diselidiki, yang telah ditimbang. Sebagian besar
penetapan-penentapan pada analisis gravimetri menyangkut pengubahan unsur atau
radikal yang akan ditetapkan menjadi senyawa yang murni dan stabil, yag dapat
dengan mudah diubah menjadi satu bentuk yang sesuai untuk ditimbang. Lalu bobot
unsur atau radikal itu dengan mudah dapat dihitung dari pengetahuan kita tetang
rumus senyawanya serta bobot atom unsur-unsur penyusunnya.
(Basset, 1994 : 472)
Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas sebab kelarutan
bertambah dengan bertambahnya temperatur. Pengendapan dilakukan dalam larutan
encer yang ditambahkan pereaksi perlahan-lahan dengan pengadukan yang teratur,
partikel yang terbentuk lebih dahulu berperan sebagai pusat pengendapan. Untuk
memperoleh pusat pengendapan yang besar suatu reagen ditambahkan agar
kelarutan endapan bertambah besar.
(Nurhadi, 2003 : 26)

Persyaratan yang harus dipenuhi agar metode gravimetri berhasil adalah


sebagai berikut: Proses pemisahan hendaknya cukup sempurna sehingga kuantitas
analit yang terendapkan secara analitis tidak dapat terdeteksi . Zat yang ditimbang
hendaklah mempunyai susunan yang pasti dan hendaknya murni, atau sangat
hampir murni. Bila tidak diperoleh hasil yang galat.
Persyaratan kedua itu lebih sukar dipenuhi oleh para analis. Galat-galat yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti kelarutan endapan umumnya dapat
diminimumkan dan jarang menimbulkan galat yang signifikan. Misalnya
memperoleh endapan murni dan dapat disaring itulah yang menjadi problem utama.
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pembentukan dan sifat-sifat endapan,
dan telah diperoleh banyak pengetahuan yang memungkinkan analisis serta
meminimumkan masalah kontaminasi endapan.

(Day, 2002 : 68)

Dalam prosedur gravimetri apa saja yang melibatkan pengendapan, orang


akhirnya harus mengubah zat yang dipisahkan menjadi suatu bentuk yang cocok
untuk ditimbang. Hal ini perlu bahwa zat yang ditimbang murni, stabil, dan
susunanya pasti agar hasil analisis itu tepat. Bahkan jika kopresipitasi telah
diminimalkan, masih tinggal masalah penyingkiran air dan elektrolit apa saja yang
ditambahkan ke dalam air pencuci. Beberapa endapan ditimbang dalam bentuk
kimia yang sama dengan waktu diendapkan. Endapan lain mengalami perubahan
kimia selama pemanggangan, dan reaksi-reaksi ini haruslah berjalan sempurna agar
hasilnya tidak salah. Prosedur yang digunakan dalam tahap terakhir ini bergantung
baik pada sifat-sifat endapan maupun pada kuatnya molekul-molekul air yang diikat
oleh zat padat itu.

(Day, 2002 : 90)


Untuk menghitung analit dari berat endapan sering diperlukan suatu faktor
gravimetri. Faktor ini di definisikan sebagai jumlah gram (atau ekivalen dari 1 g)
dari endapan. Perkalian berat endapan P dengan faktor gravimetri memberikan
jumlah gram analit di dalam, contoh :
Berat A = berat P x faktor gravimetri
Maka, 
% A= (berat P x faktor gravimetri)/(berat contoh) x 100%

(Underwood, 1999 : 68)

C. Alat dan bahan

Alat 13. Kasa pembakar


1. Cawan krus
Bahan
2. Neraca analitik
3. Pembakar Bunsen 1. Larutan CuSO4

4. Pipet volume 10 ml 2. Larutan H2SO4 1 M

5. Ball filler 3. Larutan NaOH 1M

6. Gelas kimia 400 ml 4. Larutan BaCl2 0,25M

7. Gelas ukur 10 ml 5. Kertas saring bebas abu

8. Desikator
9. Pipet tetes
10. Botol semprot
11. Kaki tiga
12. Segitiga porselen

D. Pembahasan
Praktikum gravimetri penentuan kadar Cu sebagai CuO ini berujuan untuk
mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar penentuan kadar Cu secara gravimetri dan
menentukan kadar Cu dalam CuO. Percobaan ini dilakukan berdasarkan prinsip
dasar gravimetri. Gravimetri adalah metode analisis berdasarkan atas pengukuran
massa analit atau senyawa yang mengandung analit. Terdapat beberapa metode
gravimetri, diantaranya yaitu metode pengendapan, metode penguapan,
elektrogravimetri, dan termogravimetri. Pada percobaan ini metode gravimetri yang
digunakan adalah metode gravimetri pengendapan. Prinsip kerja metode gravimetri
pengendapan yaitu senyawa yang akan dianalisis diendapkan dengan menambahkan
pereaksi yang sesuai dan selanjutnya dipisahkan endapannya lalu endapannya
ditimbang.
Pada praktikum ini, hal pertama yang dilakukan ialah memijarkan cawan
krus. Ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor-pengotor yang terdapat pada
cawan yang akan menyebabkan ketidak akuratan penimbangan. Cawan dipijarkan
kurang lebih selama 30 menit atau sampai bagian dalam cawan menjadi berwarna
merah. Sebelum ditimbang, cawan krus harus didinginkan terlebih dahulu didalam
desikator, hal ini dikarenakan didalam desikator terdapat silica gel yang akan
menyerap uap air dari cawan krus sehingga massanya akan konstan karena tidak
menyerap udara dari luar. Penimbangan cawan dilakukan ketika cawan sudah
dingin karena apabila ditimbang dalam keadaan panas, cawan akan memuai
sehingga massa yang diperolehpun tidak akurat. Pemanasan dan penimbangan
dilakukan beberapa kali sampai diperoleh selisih massa 0.0001 gram. Hal ini
bertujuan agar diperoleh massa yang konstan. Diperoleh 3 data : 1) Berat cawan
krus + tutup I = 40,0171 g ; 2) Berat cawan krus + tutup II = 40,0167 g ; 3) Berat
cawan krus + tutup III = 40,0169 g.

Selanjutnya yaitu mengencerkan larutan CuSO4. Wujud larutan CuSO4 cair,


berwarna biru, tak berwarna. Larutan CuSO4 dipipet menggunakan pipet gondok
agar volume larutan yang diambil dapat tepat kuantitasnya karena percobaan kali ini
merupakan percobaan yang bersifat kuantitatif. Larutan harus diencerkan karena
pengenceran dapat memperluas permukaan dalam larutan sehingga reaksi
berlangsung lebih mudah. Wujud larutan CuSO4 setelah diencerkan menjadi larutan
biru muda seulas. Kedalam larutan perlu ditambahkan H2SO4 apabila larutan kurang
jernih, karena untuk menghindari hidrolisis Cu2+ menjadi Cu(OH)2, jika Cu(OH)2
terbentuk bukan dari pereaksi pengendap NaOH maka partikel endapan yang
terbentuk akan kecil (ditandai dengan larutan yang keruh), sedangkan jika tidak
ditambahkan H2SO4 dan langsung ditambah NaOH partikel yang terbentuk akan
kecil dan sulit disaring. Pada saat praktikum, larutan CuSO4 sudah jernih sehingga
tidak ditambahkan H2SO4. Reaksi yang terjadi saat CuSO4 ditambah dengan H2SO4
dapat dinyatakan sebagai berikut:

Cu2+(aq) + H2SO4(aq) → CuSO4(aq) + 2H+(aq)


Selanjutnya yaitu penambahan NaOH (cair, tak berwarna, tak berbau)
kedalam larutan CuSO4 untuk membentuk endapan Cu(OH)2 yang berwarna
biru. Reaksi yang terjadi saat larutan CuSO 4 ditambahkan dengan NaOH dapat
dinyatakan sebagai berikut:
CuSO4(aq) + NaOH(aq) → Cu(OH)2(s)↓ + Na2SO4(aq)

Penambahan NaOH dilakukan sampai tidak terbentuk lagi endapan atau


dengan kata lain larutan lewat jenuh karena apabila larutan belum terendapkan
semua jumlah endapan yang diperoleh akan tidak akurat. Wujud larutan
berubah menjadi endapan biru Cu(OH)2 dan larutan tak berwarna Na2SO4.
Selanjutnya, larutan tersebut dipanaskan diatas pembakar bunsen sambil terus
ditambahkan NaOH. Proses penjenuhan dilakukan dengan memanaskan larutan
karena proses pemanasan akan mempengaruhi kelarutan zat dan mudah
mencapai titik jenuh serta untuk menguapkan air yang masih terkandung.
Sebelum larutan menjadi berwarna hitam, awalnya saat dipanaskan larutan
berubah menjadi warna biru kehijauan, lalu menjadi coklat, dan akhirnya
menjadi hitam. Warna larutan yang berubah menjadi hitam menandakan bahwa
endapan CuO sudah terbentuk dalam larutan. Reaksi pembentukan CuO dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Cu(OH)2(s) → CuO(s) + H2O(l)
Biru hitam
Setelah itu, larutan didinginkan dan didekantasi. Wujud larutan setelah di
dekantasi yaitu endapan CuO berwarna kehitaman dan supernatan beupa larutan
tak berwarna. Selanjutnya yaitu penyaringan endapan dengan menggunakan
kertas saring. Kertas saring dibentuk sehingga ukurannya sama dengan corong.
Kertas saring yang digunakan adalah kertas saring bebas abu, agar saat
dipanaskan kertas saring tidak meninggalkan abu yang akan menyebabkan
massa yang ditimbang bukan massa endapan CuO murni karena terdapat abu
kertas didalamnya. Penyaringan dilakukan dalam keadan dingin agar selulosa
yang terkandung pada kertas saring tak ikut terurai. Jika selulosa terurai maka
akan mengotori kembali endapan CuO. Setelah endapan disaring, endapan
dicuci dengan aquades untuk menghilangkan ion SO 42- karena apabila dalam
endapan masih terdapan ion SO42- akan menyebabkan massa endapan yang
ditimbang bukan massa CuO murni sehingga data yang diperoleh pun tidak
akurat. Digunakan aquades untuk mencuci endapan karena aquades adalah
pelarut polar dan pelarut universal. Selain itu aquades juga tidak akan bereaksi
dengan endapan sehingga tidak akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
endapan. Untuk menguji endapan apakah masih terdapat ion SO4 2- atau tidak
yaitu dengan mereaksikan air cucian endapan dengan BaCl2. Apabila terbentuk
endapan putih, itu menandakan masih terdapat ion SO 42- dalam endapan.
Reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut:
BaCl2(aq) + SO4-(aq) → BaSO4-(s) + 2Cl-(aq)
Putih
Pencucian dilakukan selama 6 kali. Selanjutnya kertas saring berserta
endapan didiamkan hingga kering. Untuk mempercepat pengeringan, endapan
dimasukkan ke dalam oven. Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 30
menit. Selanjutnya yaitu memanaskan cawan yang berisi endapan CuO didalam
furnische yang suhunya diatur yaitu 400oC selama 1 jam, lalu dilanjutkan
dengan suhu 200oC selama 2 jam. Suhu pemanasan endapan CuO tidak boleh
lebih dari 400oC karena apabila suhu lebih dari itu CuO akan berubah menjadi
Cu2O yang berwarna merah bata. Tujuan penggunaan furnische adalah untuk
mengeringkan endapan dan menghilangkan abu kertas saring, juga dapat
menghilangkan kotoran-kotoran lain yang mungkin saja masih tertinggal.
Setelah di furnische, cawan didinginkan dalam desikator dan selanjutnya
ditimbang. Diperoleh 3 data massa cawan + endapan: 1) massa cawan +
endapan I = 40,6604 gram ; 2) massa cawan + endapan II = 40,6606 gram ; 3)
massa cawan + endapan III = 40,6002 gram. Pada akhir percobaan dapat
dihitung massa endapan CuO yaitu 0,5138 gram. Sedangkan kadar Cu dalam
CuO adalah 0.6433 gram atau setara dengan 51380 ppm. Hasil tersebut
didapatkan dari perhitungan sebagai berikut.
1. Menghitung massa endapan CuO
Diketahui : massa cawan krus + tutup (III) = 40,0169 gram
massa cawan krus + tutup + isi (III) = 40,6602 gram
Ditanyakan : massa endapan CuO?
Jawab : massa endapan CuO = (massa cawan krus + tutup + isi) –
(massa cawan krus + tutup) = 40,6602 gram – 40,0169 gram = 0,6433 gram
2. Menghitung massa Cu
Diketahui : massa CuO = 0,2837 gram
Faktor gravimetri = 0,7987
Ditanyakan : massa Cu?
Jawab : massa Cu = Ar Cu/Mr CuO × massa CuO
= 0,7987 × 0,6433 gram
= 0,5138 gram = 513,9 mg
3. Menghitung kadar Cu dalam ppm
Diketahui : massa Cu = 513,8 mg
V sampel = 10 ml = 0,01 L
Ditanyakan : kadar Cu (ppm)?
massa Cu 513,8 mg
Jawab : kadar Cu = = = 51380 ppm
V sampel 0,01 L

E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum gravimetric penentuan kadar Cu sebagai CuO dapat
dijelaskan prinsisp-prinsip dasar penentuan kadar Cu secara gravimetri yaitu
mengendapkan Cu dalam bentuk yang stabil sehingga diperoleh massa Cu dari
endapan CuO sebesar 513,8 mg dan diperoleh kadar Cu sebesar 51380 ppm.

F. Daftar Pustaka
Basset, J dkk.(1994). Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kualitatif Anorganik Edisi
4. Jakarta: EGC
Day, R. A.(2002). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga
Khopkar, S. M.(2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Erlangga
Nurhadi, Agus.(2003). Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Underwood, A.L.(1999). Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

G. Lampiran
1. Pra Lab
a. Mengapa proses pendinginan harus dilakukan di dalam desikator?
b. Mengapa perlu diencerkan?
c. Mengapa ditambahkan H2SO4?
d. Senyawa apa yang berwarna hitam?
e. Bagaimana menguji bahwa larutan bebas sulfat?
f. Apa fungsi penambahan NaOH? Bagaimana jika diganti dengan NH4OH?
g. Bagaimana mengetahui bahwa Cu2+ sudah mengendap semua?
h. Suatu cuplikan mengandung 9,20% timah; 5,45% timbal; 4,30% seng dan
81,05% tembaga. Unsur-unsur ini ditetapkan secara gravimetric dengan
menimbang endapan SnO2, PbSO4, CuO, dan Zn2P2O7. Cuplikan yang
dianalisa beratnya 0,600 g. berapa berat masing-masing?
Jawab :
a. Karena di dalam desikator terdapat silica gel yang akan menguap uap air
dari cawan krus. Sehingga berat cawan krus akan konstan. Karena tidak
menyerap uap air dari luar. Jika pendinginan cawan krus dilakukan di
luar maka beratnya tidak akan konstan karena akan menyerap air dari
udara bebas.
b. Karena pengenceran dapat memperluas permukaan dalam larutan,
sehingga reaksi berlangsung lebih mudah. Selain itu, jika dilarutkan,
cuplikan tidak diencerkan ukuran partikel endapan akan terlalu kecil
konsentrasi yang terlalu besar. Partikel endapan yang terlalu kecil akan
sulit disaring karena dapat lepas melewati pori-pori kertas saring
c. Karena untuk menghindari hidroksi Cu2+ menjadi Cu(OH)2 terbentuk
bukan dari pereaksi pengendap NaOH maka partikel endapan yang
terbentuk akan kuat (ditandai dengan larutan yang keruh). Sehingga jika
tidak ditambah H2SO4 dan langsung ditambahkan NaOH, partikel
endapan yang terbentuk akan kecil dan sulit di saring
d. Cu(OH)2 (s) → CuO (s) + H2O (l)
e. Dengan menambahkan larutan BaCl2. Jika masih didapat ion SO42-
didalam larutan maka ketika ditambahkan barium klorida akan
membentuk endapan BaSO4.
f. Membentuk Cu(OH)2, apabila diganti dengan larutan Nh4OH endapan
juga akan terbentuk namun langsung terlarut kembali.
g. Dengan menguji larutan menggunakan NaOH. Apabila tidak terlihat lagi
ada endapan yang terbentuk maka dapat diketahhui bahwa Cu2+ sudah
mengendap dan membentuk Cu(OH)2.
Sn 118,7 Zn 130
h. = =0,787 = =0,427
SnO 2 150,7 Zn 2 P 2 O7 305
Pb 207 Cu 63,5
=¿ =0,633 = =0,798
PbO 2 303 CuO 79,5

Massa Endapan

9,2 x 0,6
 Sn = =0,07 gram
0,787 x 100
5,42 x 0,6
 Pb = =0,479 gram
0,6183 x 100
4,3 x 0,6
 Zn = =0,06 gram
0,427 x 100
81,05 x 0,6
 Cu = =0 , 608 gram
0,798 x 100

Anda mungkin juga menyukai