Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ARTIKEL KIMIA FISIK

PERBEDAAN LARUTAN SUSPENSI DAN KALOID

DISUSUN OLEH :

HETI MAESAROH
2020C1A002

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2021
PERBEDAAN LARUTAN SUSPENSI DAN KALOID

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bahan kimia banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari, entah itu bahan kimia yang
berguna bagi tubuh maupun yang berbahaya bagi tubuh. Bahan kimia tersebut memiliki berbagai
bentuk, salah satunya adalah dalam bentuk campuran. Bahan kimia dalam bentuk campuran ini juga
memiliki beberapa bentuk berupa koloid, suspensi maupun larutan.

2. Pembahasan
Istilah koloid berasal dari bahasa yunani yaitu “kolla” yang berarti lem dan “oid” yang berarti
seperti. Hal ini yang berkaitan dengan lem adalah sifat difusinya, karena koloid mempunyai nilai
difusi yang rendah seperti lem Konsep koloid penting untuk dipelajari karena berkaitan erat dengan
kehidupan kita sehari-hari. Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaanya
terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini mempunyai sifat-sifat khas
yang berbeda dari sifat larutan maupun suspensi. Secara makroskopis, koloid tampak homogen,
namun secara mikroskopis koloid bersifat heterogen. Berdasarkan perbedaan ukuran zat yang
didispersikan, sistem dispersi dapat dibedakan menjadi:
a) Dispersi kasar (suspensi) adalah partikel-partikel zat yang didispersikan lebih besar daripada
100 milimikron.
b) Dispersi halus adalah partikel-partikel zat yang didispersikan berukuran antara satu sampai
dengan 100 milimikron.
c) Dispersi molekular (larutan sejati) adalah partikel-partikel zat yang didispersikan lebih kecil
daripada satu milimikron.
Gambar. Campuran Bahan Kimia

2.1. Larutan
Pengertian larutan adalah sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga
tidak dapat dibedakan antara partikel dispersi dan pendispersi. Larutan bersifat kontinu dan
merupakan sistem satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari 1 nm (1 nm = 10-9
m). Larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat disaring. Contohnya larutan gula, larutan
garam, larutan cuka, alcohol 70%, spirtus, udara yang bersih, air laut, dan bensin.
1. Berdasarkan Tingkat Kelarutannya
a) Larutan Tak Jenuh
Larutan tak jenuh merupakan larutan yang dapat melarutkan sempurna jika ditambahkan
zat terlarut tanpa melalui pemanasan. Bisa pula dikatakan, larutan tak jenuh memiliki
kandungan zat terlarut lebih sedikit dari yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh di
suhu tertentu. Misalnya yaitu larutan garam tak jenuh, yang airnya masih bisa dipakai
melarutkan sewaktu ditambahkan garam kembali.
b) Larutan Jenuh
Larutan jenuh yaitu larutan yang pelarutnya tidak bisa lagi melarutkan zat terlarut kecuali
harus dipanaskan. Dalam larutan ini, pelarut memiliki batas maksimal untuk melarutkan di
suhu tertentu. Contohnya adalah larutan garam jenuh, yakni air masih bisa melarutkan
asal dilakukan pemanasan.
c) Larutan Lewat Jenuh
Larutan lewat jenuh adalah larutan yang pelarutnya sudah tidak mampu melarutkan
meski sudah dilakukan pemanasan. Pada kasus ini, jumlah zat terlarut melebihi dari yang
dimiliki larutan jenuh di suhu tertentu. Contoh pada larutan garam lewat jenuh, air tidak
bisa lagi melarutkan meski dipanaskan saat ditambahkan zat pelarut garam.
2. Berdasarkan Konsentrasinya
a) Larutan Encer
Larutan encer yakni larutan yang memiliki pelarut lebih banyak ketimbang zat terlarutnya.
Misalnya face tonic, air mawar, astringent, dan sebagainya.
b) Larutan Pekat
Larutan pekat yaitu larutan dengan zat terlarut relatif lebih banyak namun tidak sampai
melebihi pelarutnya. Misalnya kopi hitam kental.
3. Berdasarkan Wujud Pelarut dan Zat Terlarutnya
Pada kategori ini, maka larutan dibedakan menjadi padat, cair, dan gas. Larutan bisa
dipadukan dari jenis yang sama atau berbeda. Misalnya zat terlarut gas dengan pelarut gas,
akan menghasilkan larutan gas. Zat terlarut gas yang dipadu pada pelarut padat akan
menghasilkan larutan padat.
4. Berdasarkan Daya Hantar Listriknya
a) Larutan Elektrolit
Larutan elektrolit adalah larutan yang bisa menghantarkan arus listrik karena zat dapat
terurai menjadi ion positif dan ion negatif. Larutan ini dibagi menjadi larutan elektrolit
kuat dan elektrolit lemah dilihat dari kekuatan daya hantar listriknya. Larutan elektrolit
kuat misalnya HCl, KCl, dan sebagainya. Larutan elektrolit lemah contohnya asam cuka
dan amonium hidroksida.
b) Larutan Non-Elektrolit
Larutan non-elektrolit yaitu larutan yang tidak bisa menghantarkan arus listrik karena zat
tidak bisa terionisasi atau menghasilkan ion. Misalnya larutan alkohol atau larutan gula.

2.2. Koloid
Pengertian sistem koloid adalah suatu campuran homogen antara 2 zat atau lebih dimana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam zat lain (medium
pendispersi). Koloid ini merupakan sistem dispersi yang terletak diantara suspensi dan larutan.
Ukuran partikelnya berkisar antara 1-100 nm. Jadi, koloid tergolong campuran homogen dan
merupakan sistem 2 fase. Contohnya susu, santan, jeli, selai dan minyak.
Pada pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara dispersi dan kondensasi.
1. Dispersi
Dispersi adalah proses pembuatan yang berasal dari partikel yang lebih kasar dari koloid.
Pembuatan dengan cara dispersi terdiri dari tiga jenis, yaitu mekanik, busur bredig, dan
peptisasi. Pada cara mekanik, sistem ini dibuat dengan cara penggerusan dan penggilingan. Bisa
juga dilakukan lewat pengadukan dan pengocokan. Cara ini umum dilakukan dalam pembuatan
sol belerang.
Sementara itu, metode busur bredig dilakukan dengan meletakkan logam yang akan dibuat
sistem heterogen ini pada kedua ujung elektroda. Elektroda tersebut kemudian diberi arus listrik
yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik. Panas kuat yang dihasilkan oleh
percikan listrik menguapkan logam yang akan mengembun membentuk partikel ukuran koloid.
Metode ini biasanya digunakan untuk membuat sol koloid dari logam seperti emas, platinum,
dan lain-lain.

Pembuatan dengan cara dispersi yang terakhir adalah peptisasi. Peptisasi adalah proses
mengubah endapan menjadi sol koloid dengan mengocoknya menggunakan medium
pendispersi dengan sedikit elektrolit. Selama peptisasi, endapan mengadsorpsi salah satu ion
elektrolit di permukaannya. Ini menghasilkan pengembangan muatan positif atau negatif pada
endapan yang akhirnya memecah menjadi partikel yang lebih kecil dari ukuran koloid.
Contohnya adalah pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida dengan cara mengalirkan
gas asam sulfida.
2. Kondensasi
Selain dispersi, ada juga yang disebut kondensasi. Pada kondensasi, partikel larutan sejati
(molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan dengan reaksi-
reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap atau pergantian pelarut.
Reaksi redoks biasa digunakan dalam pembuatan sol belerang dan sol emas. Sementara itu,
reaksi hidrolisis digunakan dalam pembuatan sol Fe(OH) 3. Dekomposisi rangkap atau pergantian
pelarut dilakukan dalam pembuatan koloid As 2S3.

Macam-Macam Sifat Koloid


1. Efek Tyndall
Sifat koloid yang pertama adalah Efek Tyndall. Efek Tyndall pertama kali ditemukan oleh
seorang ilmuwan asal Inggris bernama John Tyndall. Efek Tyndall merupakan efek
penghamburan cahaya oleh partikel koloid. Hmm, maksudnya gimana? Begini guys, ketika ada
berkas cahaya diarahkan ke larutan, cahaya tersebut akan diteruskan, sehingga kita nggak bisa
melihatnya. Hal ini karena larutan bersifat homogen. Tapi, ketika berkas cahaya diarahkan ke
koloid dan suspensi, berkas cahaya akan dihamburkan, sehingga jejaknya dapat terlihat.
Contoh Efek Tyndall dalam kehidupan sehari-hari, yaitu ketika kita membuka jendela pada
siang hari. Saat sinar matahari masuk ke dalam ruangan, maka akan terlihat jelas partikel-
partikel debu yang beterbangan. Hal Ini karena ukuran partikel debu jauh lebih besar daripada
panjang gelombang cahaya. 
2. Gerak Brown

Pada 1827, seorang botanis asal Skotlandia, Robert Brown, berhasil mengamati gerakan partikel
koloid. Ia menemukan, ternyata secara mikroskopis, partikel-partikel koloid akan bergerak
secara acak dengan jalur patah-patah (zig-zag) dalam medium pendispersi. Nah, gerakan ini
disebabkan karena adanya tumbukan antara partikel koloid dengan medium pendispersi. 

3. Adsorpsi

Adsorpsi merupakan peristiwa menempelnya partikel bermuatan (ion) pada permukaan


koloid. Adsorpsi terjadi karena adanya kemampuan partikel koloid untuk menarik atau ditempeli
oleh partikel-partikel kecil. Kemampuan untuk menarik ini disebabkan karena adanya tegangan
permukaan koloid yang cukup tinggi.

4. Koagulasi

Koagulasi adalah proses rusaknya sistem koloid yang ditandai dengan proses penggumpalan


akibat terbentuknya partikel-partikel yang lebih besar ukurannya daripada ukuran koloid (lebih
besar dari 100 nm). Koagulasi dapat dipengaruhi oleh pemanasan, pendinginan, penambahan
elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, dan elektroforesis. Contoh
koagulasi koloid dalam kehidupan sehari-hari, yaitu pada penggumpalan susu yang basi dan
telur yang direbus hingga menggumpal atau mengeras bagian putih dan kuningnya.
Koloid dapat di bedakan menjadi 5 macam berdasarkan data pada tabel fase terdispersi dan
fase pendispersi  yaitu:
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat
yang terdispersi berupa zat padat maka disebut aerosol padat. Jika yang terdispersi berupa zat
cair maka disebut aerosol cair.
2. Sol
Sistem koloid dari paertikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Koloid jenis sol
banyak kita temukan dalam kehidupan sehari hari maupun dalam industri. Contoh sol yaitu air
sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol kanji, tinta tulis dan cat.
3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut Emulsi.  Syarat
terjadinya emulsi ini adalah 2 jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan
ke dalam 2 bagian, yaitu:
a) Emulsi Minyak Dalam Air
Contoh emulsi minyak dalam air yaitu santan, susu, kosmetik pembersih wajah (milk
cleanser) ateks.
b) Emulsi Air Dalam Minyak
Contoh emulsi air dalam minyak yaitu mentega, mayones, minyak bumi dan minyak ikan.

Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun
yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok,
maka akan diperoleh suatu canpuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika
sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang stabil
disebut emulsi. 
4. Buih
Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan
emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun, detergen, dan
protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas kedalam zat cair yang mengandung
pembuih. Buih digunakan dalam berbagai proses, misalnya buih sabun pada pengolahan bijih
logam, pada alat pemadam kebakaran, dan lain-lain. 
5.  Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat dan cair) disebut gel. Contohnya agar-agar, lem
kanji, selai, gelatin, gel sabun, dan gel silika. Gel dapat berbentuk dari suatu sol yang zat
terdispersinya mengadsorpsi medium pendispersinya, sehingga terjadi koloid yang agak padat.
2.3. Suspensi
Pengertian suspensi adalah sistem dispersi dengan ukuran partikel relatif besar tersebar
merata dalam medium pendispersinya. Suspensi bersifat heterogen dan tidak kontinu, sehingga
merupakan sistem 2 fase. Ukuran partikel tersuspensi lebih besar dari 100 nm. Suspensi dapat
dipisahkan dengan penyaringan. Contohnya air sungai yang keruh, campuran pasir dengan air,
campuran terigu dengan air, campuran kopi dengan air dan campuran minyak dengan air.
Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang
terbagi sevara halus yang disebut dengan “suspensoid” yang disebarkan secara merata dalam
pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat minimum.  Suspensi kini tidak sulit untuk
ditemui, beberapa diantara suspense resmi diperdagangkan tersedia dalam bentuk siap pakai, telah
disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan tambahan farmasetik
lainnya.
Suspensi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu: suspense yang siap digunakan atau suspensi yang
dikonstitusikan dengan jumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan.  
Contoh suspense adalah Minyak dikocok dalam air, Debu di udara, Merkuri dikocok dalam minyak,
Jelaga di udara dan Bubuk kapur dalam air.
Ciri-Ciri Suspensi:
a. Mampu dilihat dengan menggunakan mikroskop dan disaring dengan memakai kertas saring
khusus.
b. Memiliki ciri-ciri yang dimana pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian
yang serba sama dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.
c. Memiliki ukuran partikel kurang dari 10-5 cm.
d. Selain itu, apabila terjadi  pengendapan  selama  penyimpanan  dapat dengan segera
terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.
e. Memiliki sifat yang labil. Maksud dari ciri tersebut adalah tidak tahan lama dan sering
berubah-ubah.
f. Mudah mengalami koagulasi.
g. Termasuk dalam campuran heterogen.
h. Endapan   yang   terbentuk   tidak   boleh   mengeras   pada   dasar   wadah.
i. Viskositas  suspensi  tidak  boleh  terlalu  tinggi  sehingga  sediaan  dengan mudah dapat
dituang dari wadahnya.
j. Memberikan warna, rasa, bau serta rupa yang menarik.
2.4. Perbedaan Kaloid Larutan Dan Suspensi
Koloid adalah campuran bersifat antara larutan dan suspensi. Secara kasat mata terlihat
mirip seperti larutan namun komponen penyusunnya masih dapat dilihat dengan mikroskop.
Biasanya terlihat keruh. Contohnya air dan susu.
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri atas pelarut dan zat terlarut yang tidak bisa
dipisahkan lagi. Contohnya air dan sirup.
Suspensi adalah campuran heterogen. Suspensi masih dapat terlihat antarkomponennya
tanpa menggunakan mikroskop, jika pada waktu yang lama, suspensi dapat mengendap. Contohnya
air dan tanah.

 Heterogen
 Dimensi antara 1 nm – 100 nm
 Tersebar merata
Koloid
 Tidak memisah jika didiamkan
 Dapat dilihat dengan mikroskop ultra
 Tidak dapat disaring

 Homogen
 Dimensi kurang 1 nm
 Tersebar merata
Larutan
 Tidak memisah jika didiamkan
 Tidak dapat dilihat dengan mikroskop ultra
 Tidak dapat disaring

 Heterogen
 Dimensi lebih dari 100 nm
 Mengendap
Suspensi
 Memisah jika didiamkan
 Dapat dilihat dengan mikroskop biasa
 Dapat disaring dengan saringan biaasa

DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin, Ramlan, dkk. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Content Context Connection
Researching Reasoning Reflecting (3c3r) Untuk Mengembangkan Keterampilan Generik Sains
Siswa Pada Konsep Koloid. Jurnal Tadris Kimiya 3, 1: 11-21.
Suwardi, dkk. 2009. “Panduan Pembelajaran Kimia: Untuk SMA & MA Kelas XI”. Pusat Kurikulum dan
Perbukuan Kemdikbud, Balitbang. CV. Karya Mandiri Nusantara

Anda mungkin juga menyukai