Anda di halaman 1dari 13

1.

Adsorpsi kimia dan Adsopsi fisika

Jika partikel-partikel sol padat diletakkan dalam zat cair atau gas maka
partikel-partikelnya akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut.
Fenomena ini disebut adsorpsi yang terkait dengan penyerapan partikel pada
permukaan zat. Jadi Adsorbsi Koloid adalah penyerapan zat atau ion pada
permukaan koloid. Adsorbsi dengan absorpsi itu berbeda. Perbedaannya adalah
absorpsi terkait dengan penyerapan partikel sampai ke bawah permukaan
zat.

Partikel koloid sol mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi


partikel-partikel pendispersi pada permukaannya, baik itu partikel netral atau
bermuatan (kation dan anion). Daya adsorpsi partikel koloid tergolong besar
karena partikel-partikelnya memberikan suatu permukaan yang sangat luas.
Sifat adsorpsi ini telah digunakan dalam berbagai proses seperti penjernihan air.

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film
(lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi dimana
fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan. Adsorpsi
secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada
dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan
kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Definisi lain menyatakan
adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan pada lapisan permukaan atau antar
fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau
adsorben.

Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh
reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Besarnya
energi adsorpsi kimia ±100 kj/mol. Adsorpsi jenis ini menyebabkan terbentuknya
ikatan secara kimia sehingga diikuti dengan reaksi kimia, maka adsorpsi jenis ini
akan menghasilkan produksi reaksi berupa senyawa yang baru. Ikatan kimia yang
terjadi pada kemisorpsi sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan
permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (irreversibel).
Dengan demikian dapat diartikan bahwa pelepasan kembali molekul yang terikat di
adsorben pada kemisorpsi sangat kecil.

Perbedaan adsorpsi dan absorpsi bukan hanya terletak pada huruf D dab B
sajja tetapi juga pada ya serapnya. Pada adsorpsi daya serap koloid hanya pada
permukaan tetapi pada absorpsi penyerapan terjadi sampai kedalam bawah
permukaan suatu zat intinya. Jadi dapat di simpulkan bahwa adsorpsi adalah
penyerapan yang terjadi hanya pada permukaanya saja sedangkan absorpsi adalah
penyerapan yang terjadi hingga kedalam bawah permukaan suatu zat.

Adsrpi fisika adalah terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara


molekul fluida dengan molekul pada permukaan padatan lebih kecil dari pada
gayatarik-menarik antar molekul fluida tersebut sehingga gaya tarik-menarik antara
adsorbat dengan permukaan adsorben relatif lemah. Pada adsorpsi fisika, adsorbat
tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak
dari suatu bagian permukaan ke permukaan lainnya dan pada permukaan yang
ditinggalkan oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya.
Keseimbangan antara permukaan padatan dengan molekul fluida biasanya
cepattercapai dan bersifat reversible.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Adsorbsi adalah sebagai berikut:


 Agitation (Pengadukan)
 Karakteristik Adsorban (KarbonAktif)
 Kelarutan Adsorbat
 Ukuran Molekul Adsorbat.
 pH (DerajatKeasaman),
 Temperatur

2. Misel

Misel, micelle atau micelle dalah suatu agregat (atau susunan


supramolekul) dari molekul surfaktanyang terdispersi dalam suatu koloid cair.
Serabut khas dalam larutan berair membentuk agregat dengan daerah
"kepala" hidrofilik yang bersentuhan dengan pelarut di sekitarnya, mengabadikan
daerah ekor-tunggal hidrofobik di pusat misel. Fase ini disebabkan oleh
pengepakan ekor-tunggal lipid dalam dwilapis. Kesulitan dalam mengisi semua
volume bagian dalam bilayer, sambil mengakomodasi area per gugus kepala yang
dipaksa molekul melalui hidrasi dari gugus kepala lipid, mengarah pada
pembentukan misel. Jenis misel ini dikenal sebagai misel fase normal (misel
minyak-dalam-air).

Misel invers memiliki gugus kepala di bagian tengah dengan ekor


membentang keluar (misel air-dalam-minyak). Misel berbentuk bulat.
Bentuk fasa lainnya, termasuk bentuk seperti ellipsoid, silinder, dan bilayer, juga
dimungkinkan. Bentuk dan ukuran misel adalah fungsi dari geometri molekul
surfaktan dan kondisi larutannya seperti konsentrasi surfaktan, suhu, pH,
dan kekuatan ionik. Proses pembentukan misel dikenal sebagai miselisasi dan
merupakan bagian dari fase perilaku dari banyak lipid sesuai dengan
polimorfisme.[4]Molekul surfaktan individual yang berada dalam sistem namun
bukan bagian dari misel disebut "monomer". Misel mewakili perakitan molekuler,
di mana komponen masing-masing termodinamika dalam kesetimbangan dengan
monomer dari spesi yang sama di media sekitarnya. Di dalam air, "kepala"
hidrofilik dari molekul surfaktan selalu kontak dengan pelarut, terlepas dari apakah
surfaktan ada sebagai monomer atau sebagai bagian dari misel. Namun, "ekor"
lipofilik dari molekul surfaktan kurang kontak dengan air saat mereka merupakan
bagian dari misel, hal ini menjadi dasar dorongan energik untuk pembentukan
misel. Dalam sebuah misel, ekor hidrofobik dari beberapa molekul surfaktan
berkumpul menjadi inti seperti minyak, bentuk paling stabil yang tidak memiliki
kontak dengan air. Sebaliknya, monomer surfaktan dikelilingi oleh molekul air
yang menciptakan cangkang "kandang" atau solvasi yang dihubungkan oleh ikatan
hidrogen. Kandang air ini mirip dengan clathrate dan memiliki
struktur esseperti kristal dan dapat dicirikan sesuai dengan efek hidrofobik. Tingkat
kelarutan lipid ditentukan oleh kontribusi entropi yang tidak menguntungkan
karena urutan struktur air sesuai dengan efek hidrofobik.

Misel yang tersusun dari surfaktan ionik memiliki daya tarik elektrostatik
terhadap ion-ion yang mengelilinginya dalam larutan, yang terakhir dikenal
sebagai ion lawan (counterion). Serabut ionik mempengaruhi banyak sifat
campuran, termasuk konduktivitas listriknya. Menambahkan garam ke koloid
mengandung misel dapat menurunkan kekuatan interaksi elektrostatik dan
menyebabkan pembentukan misel ionik yang lebih besar. Hal ini lebih akurat
dilihat dari sudut pandang muatan efektif dalam hidrasi sistem.

Misel hanya terbentuk bila konsentrasi surfaktan lebih besar dari


pada konsentrasi misel kritis (CMC), dan suhu sistem lebih besar daripada suhu
kritis misel, atau suhu Krafft. Pembentukan misel dapat dipahami dengan
menggunakan termodinamika: Misel dapat membentuk proses secara spontan
karena keseimbangan antara entropi dan entalpi. Di dalam air,
efek hidrofobik adalah kekuatan pendorong untuk pembentukan misel, terlepas dari
fakta bahwa merakit molekul surfaktan tidak menguntungkan baik dari segi entalpi
maupun entropi sistem. Pada konsentrasi surfaktan yang sangat rendah, hanya
monomer yang hadir dalam larutan. Karena konsentrasi surfaktan meningkat,
sebuah titik tercapai dimana kontribusi entropi yang tidak menguntungkan, dari
pengelompokan ekor hidrofobik molekul, diatasi dengan peningkatan entropi
karena pelepasan pelarut di sekitar ekor surfaktan. Pada titik ini, ekor lipid dari
bagian surfaktan harus dipisahkan dari air. Oleh karena itu, mereka mulai
membentuk misel. Yang juga penting adalah pertimbangan entalpis, seperti
interaksi elektrostatik yang terjadi antara bagian yang terisi surfaktan.

3. Emulifikasi
 Emulsi air dalam minyak (W / O), dengan HLB berkisar 3-6
 Emulsi minyak dalam air (O / W), dengan HLB berkisar 8-18

Komponen utama emulsi yaitu:


 Fasa cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun
pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena
kedua fase bersifat polar dan non polar.Emulsi ini dapat digolongkan
menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari
lemak sebagai fase terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau
emulsi air dalam minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi
butiran air dalam minyak.
 Fase minyak
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair
dengan fase pendispersinnya berupa fase padat. Contoh: Gel yang
dibedakan menjadi gel elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan
partikelnya tidak kuat sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya
membentuk ikatan kovalen yang kuat.
 Fase Gas
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa
fase cair dan medium pendispersinnya berupa gas.Salah satu contohnya
hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diingikan karena
adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol.

Emulsifier adalah senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface-


active agents) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension)
antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan.
Kemampuannya menurunkan tegangan permukaan menjadi hal menarik karena
emulsifier memiliki keunikan struktur kimia yang mampu menyatukan dua
senyawa berbeda polaritasnya.

Fungsi-fungsi pengemulsi pangan dapat dikelompokan menjadi tiga golongan


utama yaitu :

1) Untuk mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air.


2) Untuk sedikit merubah sifat-sifat tekstur, awetan dan sifat-sifat reologi
produk pangan, dengan pembentukan senyawa kompleks dengan
komponen-komponen pati dan protein.
3) Untuk memperbaiki tekstur produk pangan yang bahan utamanya lemak
dengan mengendalikan keadaan polimorf lemak
Cara kerja emlsifier adalah membentuk lapisan di sekeliling minyak akibat
dari penurunan tegangan permukaan. Bagian non polar pada emulsifier akan
berinteraksi bersama minyak dan mengelilingi minyak tersebut. Bagian polar
emulsifier akan berinteraksi dengan air. Jika polar terionisasi maka muatan minyak
menjadi muatan negatif dan partikel minyak tersebut akan tolak-menolak sehingga
emulsi akan menjadi stabil.

Secara umum emulsifier dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu emulsifier
alami dan emulsifier buatan.

1) Emulsifier Alami
a) Telur (Lesitin)
b) Kuning dan putih telur
c) Gelatin
d) Kedelai
e) Lesitin
4. Surfaktan
4.1 Jenis-jenis surfaktan :
a. Surfaktan Anionik
Surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus ionik
yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau sulfonat. Contoh:
 Surfaktan Asam Karboksilat: stearat berguna untuk produk seperti
deodoran dan antiperspirant. Garam (natrium stearat) pembuat
sabun yang sangat baik.
 Sulfat Natrium lauril sulfat (SLS), amonium sulfat lauril (ALS), atau
teretoksilasi, natrium sulfat laureth (SLES) dalam penggunaan
pembuatan sabun. Surfaktan tersebut pembuat foam sangat baik.
 Asam sulfonat: umumnya lebih ringan dibandingkan sulfat. Mereka
termasuk Taurates (berasal dari taurin), Isethionates (berasal dari
asam isethionic), sulfonat olefin, dan Sulfosuccinates.
b. Surfaktan kationik
Surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Surfaktan
jenis ini memecah dalam media cair, dengan bagian kepala surfaktan
kationik bertindak sebagai pembawa sifat aktif permukaan. Contoh: yang
paling signifikan digunakan dalam kosmetik yaitu Quats. Quats seperti
klorida Cetrimonium dan Klorida Stearalkonium memberikan dasar untuk
kondisioner rambut.

c. Surfaktan amfoter
Surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif.
Surfaktan Amfoterik (positif atau negatif) Surfaktan ini memiliki ion positif
dan negatif. Rantai hidrofobik mengikat rantai hidrofilik sehingga tersusun
dari ion positif dan negatif. Perlakuannya tergantung pada kondisi medium
atau nilai pH. Contoh: Lauriminodipropionate Natrium dan
Lauroamphodiacetate Dinatrium. Amphoterics terutama digunakan dalam
kosmetik sebagai surfaktan sekunder.
Amfoterik dapat membantu meningkatkan busa, dan bahkan
mengurangi iritasi. Juga digunakan untuk shampoo bayi dan produk
pembersih lain yang memerlukan kelembutan.

d. Surfaktan Non ionik

Surfaktan Non-ionik (tak bermuatan). Surfaktan non ionik tidak


memisahkan diri padamedium air. Surfaktan ini memiliki kutub polar
seperpolyglycol eter atau sebuah polyol. Contoh surfaktan anionic biasa
disebut “sabun” (sabun asam lemak), garam asam alkil sulfonat (komponen
utama deterjen sintetis, seperti alkil benzene sulfonat (LAS) ) lemakalcohol
sulfat (komponen utama shampoo atau deterjen netral) dan lain-lain.

4.2 Mekanisme Kerja Surfaktan

Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan
sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up,
emulsifikasi dan solubilisasi.
a. Roll up: Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan
antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan
berair.
b. Emulsifikasi: Pada mekanisme ini surfaktan menurunkan tegangan antarmuka
minyak-larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c. Solubilisasi: Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut),
senyawa secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.

4.3 Sifat-sifat Surfaktan

Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang mendadak
pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak ini disebabkan
oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa molekul surfaktan
menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel. Pada konsentrasi kritik misel
terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk
misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun
Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit sodium dedosil sulfat.
4.4 Mekanise Kerja Surfaktan
Sufaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus hydrophobic
dan hydrophilic. Gugus hydrophobic merupakan gugus yang sedikit
tertarik/menolak air sedangkan gugus hydrophilic tertarik kuat pada molekul air.
Sturktur ini disebut juga dengan struktur amphipatic. Adanya dua gugus ini
menyebabkan penurunan tegangan muka dipermukaan cairan. Gugus hidrofilik
pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus
lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam
molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus
polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan
diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan
permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase
kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka
molekul molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.

5. Pengaplikasian Surfaktan Dalam Detergensi

Deterjen merupakan suatu surfaktan, yang dapat dihasilkan dengan mudah


dari proses petrokimia. Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan pada
permukaan air, pada dasarnya agar membuat lebih basah sehingga lebih mungkin
untuk berinteraksi dengan minyak juga lemak. Deterjen pada jaman sekarang
banyak mengandung zat lebih dari sekedar surfaktan. Detergen atau Produk
pembersih juga kebanyakan mengandung enzim untuk mendegradasi protein
berbasis noda, whitening untuk penghilang warna noda dan menambah daya agen
pembersih, dan pewarna biru untuk melawan penguningan.

Deterjen sebagai bahan kimia buatan yang diproduksi untuk mempermudah


aktivitas manusia dalam bersih-bersih mengandung beberapa bahan penyusun.
Bahan penyusun deterjen tersebut merupakan bahan kimia dengan fungsi yang khas
sehingga deterjen memiliki banyak fungsi dan manfaat sekaligus. Beberapa bahan
penyusun deterjen yang banyak dikenal di pasar adalah zat surfaktan, OBA atau
optical brightening agent, Anti Redeposition Agent dan bahan antikarat atau rust
proofing. Bahan utama penyusun deterjen yang menyebabkan deterjen memiliki
fungsi membersihkan noda adalah Anti Redeposition Agent. Anti Redepositioning
Agent merupakan bahan yang menyebabkan noda atau kotoran yang telah terlepas
dari pakaian tidak bisa kembali menempel pada pakaian yang bersangkutan.
Manfaat deterjen yang banyak dikenal orang disebabkan adanya zat anti
redepositioning agent tersebut yang berperan penting dalam mencegah kotoran
menempel kembali pada pakaian.

Selain mengandung Anti Redepositioning Agent, deterjen yang biasa


digunakan sehari-hari juga mengandung zat surfaktan, yaitu zat yang dapat
melemahkan tegangan permukaan dari bahan yang dicuci. Zat surfaktan ini sangat
penting sehingga harus ada dalam sebuah deterjen. Pasalnya, zat surfaktan
menyebabkan air serta weeting agent yang terdapat dalam deterjen mampu meresap
dengan baik pada bahan pakaian. Tanpa adanya zat surfaktan, air dan zat pembersih
pada deterjen tidak akan mampu terserap dengan baik ke dalam bahan pakaian. Jika
begitu, sebagus apapun zat pembersih yang terdapat dalam sebuah deterjen, tanpa
adanya zat surfaktan yang mendukung zat pembersih tersebut untuk masuk ke pori-
pori pakaian, efektivitas zat pembersih tersebut akan jauh berkurang.

Surfaktan merupakan bahan utama deterjen. Surfaktan merupakan bahan aktif


permukaan. Surfaktan ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga
dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas
surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang
suka akan minyak/lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan
surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air,
membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai
hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase
minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil
yang panjang ”ekor”, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus
hidroksil dan nampak sebagai “kepala” surfaktan.
Pada umumnya deterjen yang mengandung fosfat akan terasa panas ditangan,
sedangkan surfaktan adalah jenis deterjen yang sangat beracun. Perbedaan kedua
jenis detergen itu adalah deterjen surfaktan lebih berbusa dan bersifat emulsifying
deterjen. Disisi lain fosfat detergent adalah deterjent yang membantu menghentikan
kotoran dalam air.Zat yang terkandng didalam detergent juga digunakan dalam
formulasi dalam pestisida. Degradasi alkylphenol polyethoxylates (non-ion) dapat
menyebabkan pembentukan alkylphenols (terutama nonylphenols) yang bertindak
sebagai endokrin pengganggu jika limbah detergent bercampur dengan air limbah
lain di saluran air.

Fungsi busa dalam proses pencucian memang terkait dengan perlakuan fisik
terhadap cucian, bukan pada bagian reaksi kimianya, dan ini penjelasannya,

1.) Busa memiliki energi kinetik menghisap partikel disekitarnya.


2.) Busa berfungsi sebagai anti redeposisi fisik.
3.) Busa sebagai peredam gesekan.
4.) Busa sebagai parameter kebutuhan jumlah deterjen yang tepat.
5.) Busa sebagai penanda sempurnanya proses pembilasan cucian.

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan
membersihkan. Merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak
yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali
(seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses
yang dikenal dengan saponifikasi.

Bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan sabun yaitu jenis alkali yang
umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH,
dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam
industri sabun. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena
sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat)
merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak
dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Anda mungkin juga menyukai