PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MES merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dari
Fathy Acid Methyl Ester (FAME) yang menggunakan pereaksi kimia yang
mengandung gugus sulfat atau sulfit. MES dapat digunakan untuk bahan
pembersih dan banyak diaplikasikan pada industri deterjen karena memiliki sifat
aktif permukaan dan tahan terhadap air sadah. (Hidayati,2008).
Potensi negara indonesia sebagai podusen surfaktan yang disintesis dari
minyak sawit sangat besar, mengingat produksi minyak sawit diindonesia
mengalami peningkatan. CPO (Crude Palm Oil) adalah bahan yang berpotensial
sebagai bahan dasar pembuatan surfaktan MES, karena negara indonesia
merupakan produsen minyak atsiri pertama di dunia. Menurut GAPKI (gerakan
pengusaha kelapa sawit indonesia) hasil tabulasi data menunjukan stok minyak
sawit indonesia pada akhir tahun 2016 adalah 3,75 juta ton. Produksi minyak
sawit sebesar 35,57 juta ton CPO dan 3,05 juta ton (CPKO). Keunggulan CPO
sebagai bahan baku surfaktan yaitu ramah lingkungan dan bersifat terbarukan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
ISI
A. Surfaktan
1. Pengertian Surfaktan
Emulsi adalah suatu system yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua fase sebagai globul-globul dalam fase cair lainnya.
System ini biasanya distabilkan dengan emulgator.Emulsi yang digunakan
dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan imisible
yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya.
Sediaaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena
membandingkan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk
beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan pasien. Dalam bidang farmasi,
emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya
dikenal dua jenis emulsi yaitu: Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak
terdispersi didalam fase air.Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase terdispersi
didalam fase minyak.Dalam pembuatan suatu emulsi , pemilihan emulgator
merupakan factor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan
kesetabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan salah
atau emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerjannya adalah menurunkan tegangan antar muka permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase
terdispersinya.
Surfaktan (Surface Active Agent) adalah zat seperti deterjen yang ditambahkan
pada cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan dengan
menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air. Surfaktan mempunyai
struktur molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan lyophilic. Gugus lyophobic
sedikit tertarik pada solven sedangkan gugus lyophilic tertarik kuat pada solven.
Beberapa keunggulan surfaktan yang menggunakan bahan alami (Oleokimia)
adalah lebih mudahterdegradasi, biaya produksi lebih rendah, kebutuhan energi
lebih rendah, dan bebas kontaminan. (Othmer, 1981). Penggunaan surfaktan
terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan
pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Surfaktan
dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam
minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
b. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada kation.
Surfaktan jenis ini memecah pada media ai, dengan bagian kepala surfaktan
radionik bertindak sebagai oembawa sifat aktif permukaan. Contohnya
garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan
garam alkil dimethyl benzyl ammonium.
2. Mekanisme Surfaktan
3. Kegunaan Surfaktan
Aplikasi surfaktan tergantung kepada sifat sifat surfaktan. Sifat kimia, fisika
serta biologi surfaktan ditentukan oleh banyak parameter diantaranya adalah:
HLB, CMC dan IFT
1. Pengertian MES
MES merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dari
Fatty Acid Metil Ester (FAME) yang menggunakan pereaksi kimia yang
mengandung gugus sulfat atau sulfit (Watkins, 2001;Masuda, 1995). MES dapat
digunakan untuk bahan pembersih dan banyak diaplikasikan pada industri
deterjen karena memiliki sifat aktif permukaan dan tahan terhadap air sadah
(Salmiah dkk., 1998; Martinez dkk., 2010). Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu
reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk
sulfonasi (NaHSO3, H2SO4), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi (Foster,
1996). Proses sulfonasi metil ester dan H2SO4 untuk menghasilkan MES
memperlihatkan bahwa reaktan H2SO4 sangat reaktif. Hasil penelitian Putra dkk.
(2006) danRivai (2004) menggunakan bahan baku dari minyak inti sawit dan
belum dilakukan pengujian terhadap kinerja MES yang melingkupi uji
kompabilitas dan uji tegangan antarmuka (interfacial tension), dimana kedua
kinerja ini merupakan faktor yang sangat penting untuk pengaplikasian MES
sebagai surfactantflooding pada proses pendesakan minyak bumi. Diduga
penggunaan bahan baku yang berbeda seperti minyak jelantah, proses produksi
terutama jumlah konsentrasi dan lama waktu yang diperlukan akan berbeda dan
menghasilkan MES yang memiliki kinerja yang berbeda. Penelitian mengenai
produksi MES dari minyak jelantah dengan menggunakan etil ester dari minyak
jelantah dengan menggunakan reaktan H2SO4 belum banyak dilakukan terutama
berkaitan dengan karakteristiknya pada uji kinerjasurfaktan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap
kinerja MES dari metil ester minyak jelantah.
1. Metil ester merupakan produk yang berasal dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, yakni tumbuhan (kelapa, kelapa sawit, kedelai) maupun lemak
hewan.
4. MES memiliki detergency yang baik untuk air sadah sehingga mengurangi agen
pelunak air. Hal ini dikarenakan MES tidak sensitif terhadap ion kalsium.
Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak
dengan 10-18 atom karbon .Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis
untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai
hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan dimana terlalu
besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas
untuk gugus air, yang mengakibatkan keterbatasan kelarutan di dalam air.
Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen
tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan
gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. MES
memenuhi kondisi itu karena MES dari minyak nabati mengandung C10-C18.
Pengembangan surfaktan MES makin meningkat dengan terjadinya peningkatan
ketersediaan bahan baku MES berupa ME yang dihasilkan dari produksi biodiesel
(Ahmad et al, 2007). Beberapa industri telah mengadopsi MES dengan
pertimbangan :
1. Chemithon Process
Metode ini memakai bahan baku metil ester dengan pemurnian tinggi.
Untuk bahan baku metil ester yang dimurnikan, methyl ester sulfonic acid (MESA)
yang dihasilkan sekitar 10.000 Klett color (5wt%) ekivalen dengan absorbensi 20.
Sedangkan metil ester dengan pemurnian tinggi akan mengurangi warna MESA
menjadi 1000 Klett ekivalen dengan absorbansi 2. MESA ini masih belum cukup
terang dibandingkan dengan produk surfaktan anionik lain, yakni sekitar 20-100
kali lebih gelap sehingga tahap bleaching masih diperlukan. Kekurangan proses ini
yaitu terbentuknya di-salt yang tinggi pada produk yaitu 15-30 % sehingga
mengurangi sifat deterjensi produk. Selain itu, karena diperlukan penambahan
metanol dalam jumlah yang cukup besar selama proses netralisasi, maka residu
alkohol yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan dengan metode lain (Hovda,
1997).
Ciri dari proses ini adalah pemakaian reaktor tangki berpengaduk dalam
proses sulfonasinya. Proses ini dilengkapi dengan penggunaan color inhibitor
sehingga produk yang dihasilkan memiliki warna yang sangat terang, mendekati
putih dan tahap deodorisasi yang menghasilkan produk dengan kadar bau yang
rendah. Residu metanol dan residu hidrogen peroksida dalam produk sangat
rendah sehingga tidak perlu dilakukan recovery metanol. Hal ini membuat proses
ini menjadi sederhana (Tano, 2003).
5. New Sulfonation Process
Menurut Putra dkk. (2006), peningkatan konsentrasi asam sulfat dan suhu
reaksi akan menurunkan nilai penurunan tegangan permukaan, tegangan antar
muka, dan meningkatkan stabilitas emulsi. Sifat tersebut penting untuk
pengaplikasian MES dalam industri pembersih maupun untuk industri pengeboran
minyak. Hasil penelitian Elrais dkk. (2010) menunjukkan bahwa αMES dari jarak
pagar memiliki aktifitas permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar
muka dari surfaktan dengan crude oil dari 18,4 dyne/cm menjadi 3,92 dyne/cm
sedangkan Hidayati (2006) melaporkan bahwa penggunaan MES dari minyak inti
sawit menghasilkan nilai tegangan antar muka MES adalah 0,21 dyne/cm dengan
menggunakan reaktan NaHSO3. Pada penggunaan MES dengan konsentrasi 1%
mampu dan salinitas 10.000 ppm mampu menghasilkan recovery minyak sebesar
70%. Hasil penelitian Putra dkk. (2006) menunjukkan kondisi terbaik untuk
memproduksi MES dari minyak sawit didapat pada produksi MES dengan
penambahan konsentrasi asam sulfat 80% dan suhu reaksi 65OC dengan nilai
tegangan permukaan 32,80 dyne/cm, stabilitas emulsi sebesar 63,32%. Faktor
konsentrasi reaktan berpengaruh nyata terhadap penurunan tegangan
permukaan, tegangan antar muka, stabilitas emulsi, dan nilai kromasitas
(warna) MES.
C. HLB
Kegunaan HLB :
13 – 15 Detergent
Metode untuk mengukur HLB surfaktan telah dirumuskan oleh dua penemu
yaitu metode yang dirumuskan oleh Griffin dan Davies. Dasar rumusan adalah
kesetimbangan hidropilik-hidropobik dari surfaktan. Ditentukan berdasarkan
perbedaan nilai daerah molekul seperti yang telah diformulasikan oleh Griffin,
tahun 1949 dan tahun 1954. Metode lain diformulasikan oleh Davies pada tahun
1957.
Metode Griffin
Nilai HLB =0 adalah komponen hidrofobik dan nilai HLB = 20 adalah molekul
hidrofilik. Nilai HLB dapat digunakan untuk memprediksi sifat molekul
surfaktan.HLB< 10: Larut dalam minyak atau (tidak larut dalam air). HLB>10: Larut
dalam air atau tidak larut dalamminyak. HLB = 1,5 –3 adalah surfaktan anti busa.
HLB = 3-6 adalah surfaktan emulsifier WO atau emulsifier air dalam minyak. HLB =
7 to 9: adalah surfaktan pendispersi. HLB = 13-15 adalah detergen.HLB = 12 to 16
adalah emulsifier minyak dalam air. HLB = 15-18. Adalah pelarut atau solubilizer
Metode Davies.
Pada tahun 1957 Davies memprediksi cara mengukur HLB dengan dasar
perhitungan grup molekul. Keuntungan metode Davies adalah memperhitungkan
kekuatan gugus reaktif yang terikat pada molekul surfaktan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
MES merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dari Fatty
Acid Metil Ester (FAME) yang menggunakan pereaksi kimia yang mengandung
gugus sulfat atau sulfit. Faktor konsentrasi reaktan berpengaruh nyata terhadap
penurunan tegangan permukaan, tegangan antar muka, stabilitas emulsi, dan nilai
kromasitas (warna) MES.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ari P, Heri dkk. (2008). Studi Awal Mengenai Pembuatan Surfaktan dari Ampas
Tebu. Universitas Diponegoro: Semarang
Martinez, D., Gustavo O, Sandra R., and Ivan G., (2010), Simulation and Pre
Feasibility Analysis of The Production Process of α methyl Ester Sulfonates
(αMES), Bioresource Technology,
Putra, D.N., Syamsu, K., dan Suryani, A., (2006), Kajian Pengaruh Konsentrasi
H2SO4 dan Suhu Reaksi pada Proses Produksi Surfaktan Metil Ester Sulfonat
(MES) dengan Metode Sulfonasi, Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI-
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Rieger, M. M., 1985, Surfactant in Cosmetics : Surfactant Science Series, Marcel
Dekker, Inc. New York.
Rivai, M., ( 2004), Kajian Pengaruh Nisbah ReaktanH2SO4 dan Lama Reaksi
Sulfonasi terhadap Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) yang dihasilkan,
Master Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.
Salmiah, A., Zakariah I., and Jasmin, S., (1998), Palm based Sulphonates Methyl
Ester and Soap, Journal Oil Palm Research