Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Surfaktan adalah suatu zat aktif permukaan yang dapat menurunkan


tegangan antar muka (interfacial tension) minyak air. Surfaktan memiliki
kecenderungan untuk menjadikan zat terlarut dan pelarutnya terkonsentrasi pada
bidang permukaan. Berdasarkan muatan ion surfaktan dibagi menjadi 4 bagian
penting dan digunakan secara meluas pada hampir semua sektor industri modern.
Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan nonanionik,
surfaktan kationik dan surfaktan amfoterik. (Rieger,1985).

Surfaktan anionik adalah molekul yang bermuatan negatif pada bagian


hidrofilik atau aktif permukaan (surface active) sifat hidrofilik disebabkan karena
keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat, atau sulfonat.
Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu Linear Alkylbenzena (LAS), Alkohol Sulfat
(AS), Alkohol Eter Sulfat (AES), Alfa Olefin Sulfonat (AOS), dan Metil Ester Sulfonat
(MES).

MES merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dari
Fathy Acid Methyl Ester (FAME) yang menggunakan pereaksi kimia yang
mengandung gugus sulfat atau sulfit. MES dapat digunakan untuk bahan
pembersih dan banyak diaplikasikan pada industri deterjen karena memiliki sifat
aktif permukaan dan tahan terhadap air sadah. (Hidayati,2008).
Potensi negara indonesia sebagai podusen surfaktan yang disintesis dari
minyak sawit sangat besar, mengingat produksi minyak sawit diindonesia
mengalami peningkatan. CPO (Crude Palm Oil) adalah bahan yang berpotensial
sebagai bahan dasar pembuatan surfaktan MES, karena negara indonesia
merupakan produsen minyak atsiri pertama di dunia. Menurut GAPKI (gerakan
pengusaha kelapa sawit indonesia) hasil tabulasi data menunjukan stok minyak
sawit indonesia pada akhir tahun 2016 adalah 3,75 juta ton. Produksi minyak
sawit sebesar 35,57 juta ton CPO dan 3,05 juta ton (CPKO). Keunggulan CPO
sebagai bahan baku surfaktan yaitu ramah lingkungan dan bersifat terbarukan.

Menurut lembaga ilmu pengetahuan indonesia (LIPI) produk hilir turunan


minyak kelapa sawit berupa surfaktan sudah saatnya dikembangkan secara besar-
besaran, karena akan memberi nilai tambah 20 kali lipat daripada harga CPO yang
dipasaran.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan surfaktan ?

2. Apakah yang dimaksud dengan MES ?

3. Bagaimana cara perhitungan HLB ?

C. Tujuan

1. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan surfaktan

2. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan MES

3. Mengetahui cara menghitung HLB


BAB II

ISI

A. Surfaktan

1. Pengertian Surfaktan

Emulsi adalah suatu system yang secara termodinamika tidak stabil, terdiri
dari paling sedikit dua fase sebagai globul-globul dalam fase cair lainnya.
System ini biasanya distabilkan dengan emulgator.Emulsi yang digunakan
dalam bidang farmasi adalah sediaan yang mengandung dua cairan imisible
yang satu terdispersi secara seragam sebagai tetesan dalam cairan lainnya.
Sediaaan emulsi merupakan golongan penting dalam sediaan farmasetik karena
membandingkan pengaturan yang dapat diterima dan bentuk yang cocok untuk
beberapa bahan berminyak yang tidak diinginkan pasien. Dalam bidang farmasi,
emulsi biasanya terdiri dari minyak dan air. Berdasarkan fase terdispersinya
dikenal dua jenis emulsi yaitu: Emulsi minyak dalam air, yaitu bila fase minyak
terdispersi didalam fase air.Emulsi air dalam minyak, yaitu bila fase terdispersi
didalam fase minyak.Dalam pembuatan suatu emulsi , pemilihan emulgator
merupakan factor yang penting untuk diperhatikan karena mutu dan
kesetabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan salah
atau emulgator yang aktif permukaan atau lebih dikenal dengan surfaktan.
Mekanisme kerjannya adalah menurunkan tegangan antar muka permukaan air
dan minyak serta membentuk lapisan film pada permukaan globul-globul fase
terdispersinya.
Surfaktan (Surface Active Agent) adalah zat seperti deterjen yang ditambahkan
pada cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan dengan
menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air. Surfaktan mempunyai
struktur molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan lyophilic. Gugus lyophobic
sedikit tertarik pada solven sedangkan gugus lyophilic tertarik kuat pada solven.
Beberapa keunggulan surfaktan yang menggunakan bahan alami (Oleokimia)
adalah lebih mudahterdegradasi, biaya produksi lebih rendah, kebutuhan energi
lebih rendah, dan bebas kontaminan. (Othmer, 1981). Penggunaan surfaktan
terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan
pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Surfaktan
dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam
minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

1. Surfaktan yang larut dalam minyak

2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

Sifat-sifat surfaktan adalah dapat menurunkan tegangan permukaan, tegangan


antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdipersi dan mengontrol
jenis formulasinya baik itu oil in water (O/W) atau water in oil (W/O). Selain itu
surfaktan juga akan terserap kedalam permukaan partikel minyak atau air sebagai
penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan (koalisensi)
dari partikel yang terdispersi. Sifat-sifat ini dapat diperoleh karena sifat ganda dari
molekulnya.

Berdasarkan muatannya surfaktan menjadi 4 golongan yaitu:


a. Surfaktan anionic yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
anion. Karekteristiknya yang hidrofilik disebabkan Karena adanya gugus
ionic yang cukup besar, yang biasanya berupa gugus sulfat atau sulfonat.
Contohnya surfaktan anionic diantaranya linear alkil benzene sulfonat (LAS)
alcohol sulfat (AS), alcohol ester sulfat (AES), alfaoleid sulfonat (AOS) dan
metil ester sulfonat (MES).

b. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada kation.
Surfaktan jenis ini memecah pada media ai, dengan bagian kepala surfaktan
radionik bertindak sebagai oembawa sifat aktif permukaan. Contohnya
garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan
garam alkil dimethyl benzyl ammonium.

c. Surfactant nonionic yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.


Contohnya ester gliserol asam lemak dan ester sukrosa asam lemak.

d. Surfaktan amfoter, surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan


positif dan negative. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,
betain, fosfobetain.

2. Mekanisme Surfaktan

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya


tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsenstrasi tertentu, tergangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan menggagregasi
membentuk misell. Konsentrasi terbentuknya misell ini disebut criticalmicelle
concretation atau CMC. Tegangan permukaan akan menurunkan hungga CMC
tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yangb
menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misell yang berada
dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya. Surfaktan menurunkan
tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada
permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada
permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan
air. Surfaktan dapat membentuk misel (micelles), suatu molekul surfaktan
mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian
hidrokarbon dari molekul surfaktan bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat
non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena
adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul surfaktan secara keseluruhan tidaklah
benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan tersuspensi di dalam air.

Sifat larutan yang mengandung surfaktan, larutan surfaktan dalam air


menunjukkan perubahan sifat fisik yang mendadak pada daerah konsentrasi yang
tertentu. Perubahan yang mendadak ini disebabkan oleh pembentukan agregat
atau penggumpalan dari beberapa molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada
konsentrasi kritik misel (CMC). Dengan terbentuknya misel sifat larutan akan
berubah secara mendadak, seperti tegangan permukaan, viskositas, daya hantar
listrik dan lain-lain (Ibnu Hayyan, 2008).

Mekanisme terbentuknya surfaktan diawali dengan mekanisme


terbentuknya lignosulfonate yang terjadi melalui dua reaksi, yaitu hidrolisis dan
sulfonasi. Hidrolisis merupakan reaksi pemecahan molekul lignin/lignosulfonat
menjadi molekul yang lebih kecil. Sulfonasi merupakan reaksi antara ion bisulfite
dengan molekul lignin. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi lignin ini
termasuk reaksi ireversibel dan bersifat endotermis. Suhu dan pH merupakan
faktor yang paling berpengaruh pada reaksi pembentukan lignosulfonate ini.
Semakin tinggi tingkat keasamannya maka laju hidrolisis akan semakin meningkat
dan semakin tinggi temperatur laju reaksi akan semakin besar (Ari, 2008).
Pembentukan surfaktan (lignosulfonate) terjadi melalui reaksi sulfonasi molekul
lignin dengan bisulfite. (Martin, 2005).

3. Kegunaan Surfaktan

Aplikasi surfaktan pada industri tergantung pada proses pembuatan produk


dan karakteristik surfaktan serta produk akhir yang diinginkan. Peranan surfaktan
yang berbeda–beda dikarenakan struktur molekulnya yang tidak seimbang.
Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu yang memiliki kepala dan
ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagianyang sangat
polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak),
merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion,
Sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi
kepala-ekor tersebut membuat sufraktan memiliki fungsi yang beragam di industri
(Hui, 1996). Surfaktan sangat banyak kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam rumah tangga maupun di industri. Surfaktan banyak digunakan dalam
industri antara lain sebagai emulsifier, corrosion inhibition, foaming, detergency,
dan hair conditioning. Surfaktan digunakan sebagai bahan pencuci yang bersih
karena mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di
rumah sakit.
4. Karakteristik Surfaktan

Aplikasi surfaktan tergantung kepada sifat sifat surfaktan. Sifat kimia, fisika
serta biologi surfaktan ditentukan oleh banyak parameter diantaranya adalah:
HLB, CMC dan IFT

a. Kesetimbangan Hidropobik-Lipopilik (HLB)

HLB menunjukkan skala keseimbangan gugus hidrofobik dan hidrofilik dari


suatu surfaktan. HLB akan menentukan fungsi surfaktan. Surfaktan yang
mempunyai gugus hidrofobik yang lebih dominan mempunyai skala yang rendah
dan sebaliknya surfaktan yang didominasi oleh gugus hidrofilik mempunyai skala
yang tinggi. Surfaktan dengan HLB diatas 9 adalah larut dalam air atau water
soluble digunakan untuk agensia pelarut (solubilizing agent). Surfaktan yang
digunakan sebagai detergenmempunyak HLB dengan skala 15-18 dan 13-15.
Surfaktan dengan skala HLB = 8-16 juga digunakan sebagai pengemulsi minyak
dalam air atau oil in water(O/W). Nilai HLB pada kisaran sampai dengan skala 6
diaplikasikan untuk anti busa. Surfaktan ini disebut oil solution surfactant. Untuk
lebih jelas, hubungan HLB dan kegunaan surfaktan dapat dilihat pada Gambar
2(Davies, 1957).

b. Critical Micelle Concentration (CMC)

Surfaktan bekerja sebagai penurun tegangan permukaan akan membentuk


micelle. Konsentrasi surfaktan ketika membentuk Michele dinyatakan sebagai
CMC (Critical Micelle Concentration). CMC adalah konsentrasi surfaktan jenuh di
dalam suatu emulsi. Pada konsentrasi kritis,tegangan permukaan tidak berubah
atau hanya berubah sedikit dengan kenaikkan konsentrasi surfaktan. Pada
konsentrasi surfaktan dibawah CMC, penambahan surfaktan akan merubah IFT.
Semakin besar konsentrasi surfaktan di dalm campuran, tegangan perkaan antar
fasa semakin kecil. Ketika penambahan surfaktan tidak merubah IFT atau
perubahan IFT sangat kecil, maka konsentrasi surfaktan sudah mencapai
konsentrasi kritis atau CMC. Untuk menentukan CMC harus dibuat grafik
hubungan konsentrasi surfaktan dan IFT. Tegangan permukaan dan tegangan
antar muka Interfacial surface tention (IFT). Tegangan permukaan didefinisaikan
sebagai gaya /satuan panjang permukaan diberi symbol gamma () dengan satuan
dyne/cm. Ada 6 cara mengukur IFT yaitu kenaikan fluida dalam pipa kapiler
(capillary rise method). Metode ini hanya untuk mengukur tegangan permukaan
tidak bisa mengukur tegangan antar muka stallagmometer method), Ring method,
maximum bulk pressure method, Shapeof the gas buble.

B. Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)

1. Pengertian MES

MES merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dari
Fatty Acid Metil Ester (FAME) yang menggunakan pereaksi kimia yang
mengandung gugus sulfat atau sulfit (Watkins, 2001;Masuda, 1995). MES dapat
digunakan untuk bahan pembersih dan banyak diaplikasikan pada industri
deterjen karena memiliki sifat aktif permukaan dan tahan terhadap air sadah
(Salmiah dkk., 1998; Martinez dkk., 2010). Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu
reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk
sulfonasi (NaHSO3, H2SO4), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi (Foster,
1996). Proses sulfonasi metil ester dan H2SO4 untuk menghasilkan MES
memperlihatkan bahwa reaktan H2SO4 sangat reaktif. Hasil penelitian Putra dkk.
(2006) danRivai (2004) menggunakan bahan baku dari minyak inti sawit dan
belum dilakukan pengujian terhadap kinerja MES yang melingkupi uji
kompabilitas dan uji tegangan antarmuka (interfacial tension), dimana kedua
kinerja ini merupakan faktor yang sangat penting untuk pengaplikasian MES
sebagai surfactantflooding pada proses pendesakan minyak bumi. Diduga
penggunaan bahan baku yang berbeda seperti minyak jelantah, proses produksi
terutama jumlah konsentrasi dan lama waktu yang diperlukan akan berbeda dan
menghasilkan MES yang memiliki kinerja yang berbeda. Penelitian mengenai
produksi MES dari minyak jelantah dengan menggunakan etil ester dari minyak
jelantah dengan menggunakan reaktan H2SO4 belum banyak dilakukan terutama
berkaitan dengan karakteristiknya pada uji kinerjasurfaktan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap
kinerja MES dari metil ester minyak jelantah.

Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) adalah surfaktan anionik dengan


struktur umum RCH(CO2ME)SO3Na (Gambar 3). Surfaktan ini dapat dihasilkan
dari bahan baku yang beraneka ragam baik minyak nabati maupun minyak hewani
seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, minyak kedelai, dan lemak
sapi (tallow) (Gambar 4). Surfaktan ini diperoleh malalui dua tahap utama yaitu
esterifikasi transesterifikasi bahan baku menghasilkan metil ester yang dilanjutkan
dengan proses sulfonasi metil ester untuk menghasilkan MES (Watkins, 2001).
Sumber Bahan Baku MES :

a. Minyak Kelapa (C12-C14)


b. Minyak Inti Sawit (C8-C18)

c. Stearin Sawit (C16-C18)

d. Lemak Tallow (C16-C18)

e. Minyak Kedelai (C18)

Beberapa kelebihan surfaktan MES sebagai surfaktan antara lain :

1. Metil ester merupakan produk yang berasal dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui, yakni tumbuhan (kelapa, kelapa sawit, kedelai) maupun lemak
hewan.

2. Ketersediaan bahan mentah yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

3. MES lembut dan tidak mengiritasi kulit.

4. MES memiliki detergency yang baik untuk air sadah sehingga mengurangi agen
pelunak air. Hal ini dikarenakan MES tidak sensitif terhadap ion kalsium.

5. MES bersifat ramah lingkungan karena mudah terurai (biodegradable).

Menurut Matheson (1996), MES memperlihatkan karakteristik yang baik, sifat


detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi
(hard water) dan tidak adanya fosfat, serta bersifat mudah didegradasi (good
digredability). Dibandingkan surfaktan umum yang digunakan seperti petroleum
sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada
konsentrasi yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum
sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas enzim yang lebih baik, toleransi yang
lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih
rendah.

Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak
dengan 10-18 atom karbon .Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis
untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai
hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan dimana terlalu
besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas
untuk gugus air, yang mengakibatkan keterbatasan kelarutan di dalam air.
Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen
tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan
gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. MES
memenuhi kondisi itu karena MES dari minyak nabati mengandung C10-C18.
Pengembangan surfaktan MES makin meningkat dengan terjadinya peningkatan
ketersediaan bahan baku MES berupa ME yang dihasilkan dari produksi biodiesel
(Ahmad et al, 2007). Beberapa industri telah mengadopsi MES dengan
pertimbangan :

1. Peningkatan jumlah produsen/pabrik biodiesel di Asia Tenggara akan membuat


ketersediaan bahan baku produksi MES dengan jumlah besar di masa depan

2. Peningkatan harga surfaktan berbahan baku minyak bumi menyebabkan


penggunaan surfaktan MES semakin menarik secara ekonomi

3. Perkembangan teknologi yang dicapai pada proses MES telah mendorong


peningkatan kualitas MES keamanan proses produksi, dan pengurangan biaya
proses produksinya Jenis-Jenis Produksi MES
2. Metode Pembuatan MES

Terdapat beberapa metode pembuatan metil ester sulfonat (MES), yaitu :

1. Chemithon Process

Sulfonasi dilakukan dalam reaktor lapisan tipis. Pengelantangan (bleaching)


berlangsung pada kondisi asam dalam sistem non logam (non-metallic) dengan
suhu yang cukup tinggi untuk mengkonversi senyawa kimia yang bertanggung
jawab terhadap warna gelap dari methyl ester sulfonic acid (MESA) dan secara
efektif dapat mengurangi warna gelap tersebut. Setelah bleaching, MESA yang
sudah lebih terang warnanya dinetralisasi dengan NaOH lalu dikeringkan dan
alkoholnya di-recycle. Ciri khas dari metode ini terdapatnya tahap pengeringan/
stripping untuk mengurangi kadar air dan kadar metanol dari produk yang
dihasilkan. Hasil akhirnya berupa padatan berwarna lebih terang, biasanya dalam
bentuk flakes atau needles yang dapat diterapkan dalam pembuatan deterjen
bubuk maupun batangan. Proses ini paling rumit namun menghasilkan kadar MES
tertinggi dalam produk. Halogen Bleaching Process. Proses ini menggunakan
H2O2 dan halogen bleaching agent dalam operasi bleaching dua tahap.
Pemakaian halogen bleach menyebabkan masalah iritasi kulit. Proses ini memiliki
keterbatasan yaitu terbentuknya di-salt yang sangat tinggi pada produk yaitu 15-
30 % sehingga mengurangi sifat deterjensi produk. Selain itu, karena diperlukan
penambahan metanol dalam jumlah yang cukup besar selama proses netralisasi,
maka residu alkohol yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan dengan
metode lain (Hovda, 1997).
3. Ultra Purity Methyl Ester Process

Metode ini memakai bahan baku metil ester dengan pemurnian tinggi.
Untuk bahan baku metil ester yang dimurnikan, methyl ester sulfonic acid (MESA)
yang dihasilkan sekitar 10.000 Klett color (5wt%) ekivalen dengan absorbensi 20.
Sedangkan metil ester dengan pemurnian tinggi akan mengurangi warna MESA
menjadi 1000 Klett ekivalen dengan absorbansi 2. MESA ini masih belum cukup
terang dibandingkan dengan produk surfaktan anionik lain, yakni sekitar 20-100
kali lebih gelap sehingga tahap bleaching masih diperlukan. Kekurangan proses ini
yaitu terbentuknya di-salt yang tinggi pada produk yaitu 15-30 % sehingga
mengurangi sifat deterjensi produk. Selain itu, karena diperlukan penambahan
metanol dalam jumlah yang cukup besar selama proses netralisasi, maka residu
alkohol yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan dengan metode lain (Hovda,
1997).

4. Vessel Reaction Method

Ciri dari proses ini adalah pemakaian reaktor tangki berpengaduk dalam
proses sulfonasinya. Proses ini dilengkapi dengan penggunaan color inhibitor
sehingga produk yang dihasilkan memiliki warna yang sangat terang, mendekati
putih dan tahap deodorisasi yang menghasilkan produk dengan kadar bau yang
rendah. Residu metanol dan residu hidrogen peroksida dalam produk sangat
rendah sehingga tidak perlu dilakukan recovery metanol. Hal ini membuat proses
ini menjadi sederhana (Tano, 2003).
5. New Sulfonation Process

Proses sulfonasi dilakukan dalam double cylinder falling film. Pembentukan


lapisan tipis yang seragam dalam dinding reaktor menghasilkan reaksi yang
seragam dapat dilakukan. Produk sulfonasi dimasukkan ke dalam unit esterifikasi
dan bleaching setelah dilakukan digesting. Produk yang telah dikelantang lalu
dinetralisasi dengan penambahan NaOH. Metanol dalam pasta MES diuapkan dan
di-recovery dalam metanol recovery unit untuk dipakai kembali (Yamane et.al.,
1990).

3. Mekanisme MES dalam menurunkan Tegangan Permukaan

Menurut Putra dkk. (2006), peningkatan konsentrasi asam sulfat dan suhu
reaksi akan menurunkan nilai penurunan tegangan permukaan, tegangan antar
muka, dan meningkatkan stabilitas emulsi. Sifat tersebut penting untuk
pengaplikasian MES dalam industri pembersih maupun untuk industri pengeboran
minyak. Hasil penelitian Elrais dkk. (2010) menunjukkan bahwa αMES dari jarak
pagar memiliki aktifitas permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar
muka dari surfaktan dengan crude oil dari 18,4 dyne/cm menjadi 3,92 dyne/cm
sedangkan Hidayati (2006) melaporkan bahwa penggunaan MES dari minyak inti
sawit menghasilkan nilai tegangan antar muka MES adalah 0,21 dyne/cm dengan
menggunakan reaktan NaHSO3. Pada penggunaan MES dengan konsentrasi 1%
mampu dan salinitas 10.000 ppm mampu menghasilkan recovery minyak sebesar
70%. Hasil penelitian Putra dkk. (2006) menunjukkan kondisi terbaik untuk
memproduksi MES dari minyak sawit didapat pada produksi MES dengan
penambahan konsentrasi asam sulfat 80% dan suhu reaksi 65OC dengan nilai
tegangan permukaan 32,80 dyne/cm, stabilitas emulsi sebesar 63,32%. Faktor
konsentrasi reaktan berpengaruh nyata terhadap penurunan tegangan
permukaan, tegangan antar muka, stabilitas emulsi, dan nilai kromasitas

(warna) MES.

C. HLB

HLB adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa


hidrofilik (suka air) dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga
HLB berarti semakin banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator
tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.

Kegunaan HLB :

1 – 3 Anti foaming agent

4 – 6 Emulgator tipe w/o

7 – 9 Bahan pembasah ( wetting agent)

8 – 18 Emulgator tipe o/w

13 – 15 Detergent

10 – 18 Kelarutan (solubilizing agent)

Metode untuk mengukur HLB surfaktan telah dirumuskan oleh dua penemu
yaitu metode yang dirumuskan oleh Griffin dan Davies. Dasar rumusan adalah
kesetimbangan hidropilik-hidropobik dari surfaktan. Ditentukan berdasarkan
perbedaan nilai daerah molekul seperti yang telah diformulasikan oleh Griffin,
tahun 1949 dan tahun 1954. Metode lain diformulasikan oleh Davies pada tahun
1957.

Metode Griffin

Nilai HLB =0 adalah komponen hidrofobik dan nilai HLB = 20 adalah molekul
hidrofilik. Nilai HLB dapat digunakan untuk memprediksi sifat molekul
surfaktan.HLB< 10: Larut dalam minyak atau (tidak larut dalam air). HLB>10: Larut
dalam air atau tidak larut dalamminyak. HLB = 1,5 –3 adalah surfaktan anti busa.
HLB = 3-6 adalah surfaktan emulsifier WO atau emulsifier air dalam minyak. HLB =
7 to 9: adalah surfaktan pendispersi. HLB = 13-15 adalah detergen.HLB = 12 to 16
adalah emulsifier minyak dalam air. HLB = 15-18. Adalah pelarut atau solubilizer

Metode Davies.

Pada tahun 1957 Davies memprediksi cara mengukur HLB dengan dasar
perhitungan grup molekul. Keuntungan metode Davies adalah memperhitungkan
kekuatan gugus reaktif yang terikat pada molekul surfaktan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Surfaktan adalah suatu zat aktif permukaan yang dapat menurunkan


tegangan antar muka (interfacial tension) minyak air. Surfaktan memiliki
kecenderungan untuk menjadikan zat terlarut dan pelarutnya terkonsentrasi pada
bidang permukaan. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan
mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan
menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor
hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air. Surfaktan dapat membentuk
misel (micelles), suatu molekul surfaktan mengandung suatu rantai hidrokarbon
panjang plus ujung ion. Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain
sebagai emulsifier, corrosion inhibition, foaming, detergency, dan hair
conditioning. Surfaktan digunakan sebagai bahan pencuci yang bersih karena
mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah
sakit. Aplikasi surfaktan tergantung kepada sifat sifat surfaktan. Sifat kimia, fisika
serta biologi surfaktan ditentukan oleh banyak parameter diantaranya adalah:
HLB, CMC dan IFT.

MES merupakan surfaktan anionik yang dibuat melalui proses sulfonasi dari Fatty
Acid Metil Ester (FAME) yang menggunakan pereaksi kimia yang mengandung
gugus sulfat atau sulfit. Faktor konsentrasi reaktan berpengaruh nyata terhadap
penurunan tegangan permukaan, tegangan antar muka, stabilitas emulsi, dan nilai
kromasitas (warna) MES.

HLB adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara senyawa


hidrofilik (suka air) dengan senyawa oleofilik (suka minyak). Semakin besar harga
HLB berarti semakin banyak kelompok senyawa yang suka air. artinya, emulgator
tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya. kegunaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Ari P, Heri dkk. (2008). Studi Awal Mengenai Pembuatan Surfaktan dari Ampas
Tebu. Universitas Diponegoro: Semarang

Foster, N. C,. 1996 . Sulfonation and Sulfation Processes

Hidayati. 2008. Optimasi Proses Sulfonasi Untuk Memproduksi Metil Ester


Sulfonat dari Minyak Sawit Kasar. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi-II Universitas Lampung

Hui, Y. 1996 . Bailey's Industrial and Oil Fat Product.

Martinez, D., Gustavo O, Sandra R., and Ivan G., (2010), Simulation and Pre
Feasibility Analysis of The Production Process of α methyl Ester Sulfonates
(αMES), Bioresource Technology,

Othmer, D.P. (1981). Encyclopedia of Chemical Technology. Fourth Edition,


Volume 15. New York

Putra, D.N., Syamsu, K., dan Suryani, A., (2006), Kajian Pengaruh Konsentrasi
H2SO4 dan Suhu Reaksi pada Proses Produksi Surfaktan Metil Ester Sulfonat
(MES) dengan Metode Sulfonasi, Kementrian Negara Riset dan Teknologi RI-
Institut Pertanian Bogor, Bogor
Rieger, M. M., 1985, Surfactant in Cosmetics : Surfactant Science Series, Marcel
Dekker, Inc. New York.

Rivai, M., ( 2004), Kajian Pengaruh Nisbah ReaktanH2SO4 dan Lama Reaksi
Sulfonasi terhadap Kinerja Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) yang dihasilkan,
Master Thesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia.

Salmiah, A., Zakariah I., and Jasmin, S., (1998), Palm based Sulphonates Methyl
Ester and Soap, Journal Oil Palm Research

Anda mungkin juga menyukai