SURFAKTAN
OLEH :
KELOMPOK 4
ANTONI ALAMSYAH
1107114210
1107114247
FAKHRI SAPUTRA
1107120651
LANIE FARADINA
1107114189
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Surfaktan adalah senyawa organik yang molekul-molekulnya mempunyai
dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut
kepala) yang suka air (gugus hidrofilik) dan ujung satunya (yang disebut ekor)
yang tidak suka air (hidrofobik). Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada
konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan
antarmuka cairan tersebut.
Surfaktan adalah zat aktif yang berperan sebagai pengemulasi minyak dan
air, sehingga surfaktan adalah senyawa yang memegang peranan penting dalam
proses penghilangan kotoran. Namun selama ini surfaktan bersumber dari bahan
baku minyak bumi. Surfaktan yang disintesis dari turunan minyak bumi dan gas
alam sukar terdegradasi oleh alam, di samping itu proses pembuatan surfaktan
dari bahan baku ini menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karena
itu, saat ini telah dikembangkan produksi surfaktan dari sumber nabati, yaitu
kelapa sawit. Sedikitnya ada 13 jenis surfaktan yang dapat dihasilkan dari minyak
kelapa sawit. Dari berbagai jenis surfaktan itu, lebih lanjut dapat dihasilkan
beraneka produk komersial, seperti bahan baku pembersih berupa detergen dan
pelembut pakaian, kosmetika yang meliputi sabun, sampo, perawatan kulit,
hingga pasta gigi. Dari Surfaktan juga dapat dihasilkan bahan pewarna tekstil,
pelumas, bahan baku farmasi untuk obat dan pembuatan vaksin, serta aditif bagi
bahan bakar minyak.
Pengembangan surfaktan berbasis minyak sawit dapat dilakukan di
Indonesia mengingat produksi minyak sawit Indonesia yang mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun dan Indonesia merupakan produsen minyak sawit
terbesar di dunia. Produksi surfaktan dari kelapa sawit bila dibandingkan dengan
harga CPO (crude palm oil), surfaktan memiliki harga jual 20 kali lipat lebih
tinggi. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface
active agent) yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimiawi.
Salah satu jenis surfaktan yang banyak diperlukan di industri, khususnya industri
deterjen adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES).
1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk melegkapi tugas Proses Industri Petro dan
Oleokimia. Selain itu ingin memperdalam pengetahuan serta memberi informasi
kepafda pembaca tentang jenis, kegunaan, proses produksi surfaktan dan beberapa
aplikasi penggunaan surfaktan dalam kehidupan.
BAB II
ISI
2.1
Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik)
mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998).
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah
bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus
lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka
molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih
rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula
sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul
surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan
dengan air.
misel
yang
detergent yang ditambahkan pada cairan utuk meningkatkan sifat penyebaran atau
pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan caira khususnya air.
Sufaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus hydrophobic dan
hydrophilic. Gugus hydrophobic merupakan gugus yang sedikit tertarik/menolak
air sedangkan gugus hydrophilic tertarik kuat pada molekul air. Sturktur ini
disebut juga dengan struktur amphipatic. Adanya dua gugus ini menyebabkan
penurunan tegangan muka dipermukaan cairan. Gugus hidrofilik pada surfaktan
bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik
bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak.
diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan
permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi
fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya
tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle
Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai.
Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan
bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam
keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).
2.3
Jenis-jenis Surfaktan
Klasifikasi surfaktan berdasarkan
golongan yaitu:
1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat,
garam sulfonat asam lemak rantai panjang.
2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu
kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkildimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester
sukrosa
asam
lemak,
polietilena
alkil
amina,
glukamina,
alkil
farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lain- lain. Beberapa produk pangan seperti
margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya.
Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa
surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle Balance (HLB)
antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan
surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting
agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing
agent). Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan
emulsi dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan
fasa air. Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air
maupun berbentuk emulsi air dalam minyak.
Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan
yang tidak saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk
globula-globula cairan lainnya. Cairan yang terpecah
menjadi globula-
a. Emulsi
minyak
dalam
air
(O/W),
adalah
emulsi
dimana
bahan
pengemulsinya mudah larut dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase
eksternal.
b. Emulsi
air
dalam
minyak
(W/O),
adalah
emulsi
dimana
bahan
Biosurfaktan
Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi, seperti
linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE) dan alkil
etoksilat sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah
digunakan akan menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Disamping itu, minyak
bumi yang digunakan merupakan sumber bahan baku yang tidak dapat
mikroorganisme seperti
bakteri, ragi (khamir) dan kapang secara biotransformasi sel. Beberapa mikroba
dapat menghasilkan surfaktan pada saat tumbuh pada berbagai substrat yang
berbeda, mulai dari karbohidrat sampai hidrokarbon. Perubahan substrat
seringkali mengubah juga struktur kimia dari produk sehingga akan mengubah
sifat surfaktan yang dihasilkan. Pengetahuan mengenai surfaktan akan sangat
berguna dalam merancang produk dengan sifat yang sesuai dengan aplikasi yang
diinginkan. Beberapa mikroorganisme juga ada yang menghasilkan enzim dan
dapat digunakan sebagai katalis pada proses hidrolisis, alkoholisis, kondensasi,
asilasi atau esterifikasi. Proses ini digunakan dalam pembuatan berbagai jenis
produk surfaktan termasuk monogliserida, fosfolipida dan surfaktan asam amino.
(Herawan, 1998; Ee Lin Soo, dkk. 2003)
Biosurfaktan paling banyak digunakan pada produk-produk yang
langsung berhubungan dengan tubuh manusia seperti kosmetika, obat-obatan dan
makanan, selain itu ada juga yang digunakan pada pengolahan limbah untuk
mengendalikan lingkungan (Herawan, 1998). Pada saat ini penggunaan
biosurfaktan pada industri pangan dan non pangan (kimia) secara umum masih
belum kompetitif karena masih tingginya biaya produksi. Namun demikian,
masalah
lingkungan
yang
diakibatkan
oleh
produksi dan aplikasi biosurfaktan untuk berkembang. Oleh sebab itu, agar
biosurfaktan dapat bersaing dengan surfaktan kimia, harus ditemukan proses
produksi yang lebih ekonomis. Kajian proses produksi biosurfaktan secara
fermentasi maupun biotransformasi untuk mengurangi biaya produksi harus
dilakukan,
akumulasi produk serta penggunaan bahan baku yang murah atau malah tidak
bernilai jual. Salah satu strategi untuk memproduksi biosurfaktan adalah dengan
menggunakan bahan baku dari industri pertanian dan hasil sampingnya termasuk
limbah yang dihasilkannya.
2.5.1 Surfaktan Alkanolamida
Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena
itu golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah
protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk
garam karena amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa
amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan
alkil halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan
mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam
lemak. Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi
seperti etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan
amonia dengan etilen oksida.
stabilitas busa sabun cair atau shampo akan berkurang secara drastis. Untuk
mengatasi hal tersebut, diperlukan penstabil busa yang berfungsi untuk
menstabilkan dan mengubah struktur busa agar diperoleh busa yang lebih banyak,
pekat dengan buih yang sedikit.
Pada pembuatan sabun, dietanolamida digunakan agar sabun menjadi
lembut. Pemakaian dietanolamida pada formula shampo dapat mencegah
terjadinya proses penghilangan minyak yang berlebihan pada rambut (efek
perlemakan berlebihan) dan produk yang dihasilkan tidak menyebabkan rasa
pedih di mata, sehingga cocok untuk digunakan sebagai produk sabun dan shampo
bagi bayi (Holmberg, 2001). Sintesis dietanolamida menggunakan bahan baku
dietanolamina dan asam laurat. Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari
gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil
pada molekulnya. Sifat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut (E Merck,
2008):
Rumus molekul : C4H11NO2
Berat Molekul : 105,1364 gr/mol
Densitas : 1,090 gr/cm3
Titik Lebur : 28oC (1 atm)
Titik Didih : 269 - 270oC (1 atm)
Kelarutan : H2O, alkohol dan eter
2.6 Proses produksi surfaktan
surfaktan. Minyak kelapa dan minyak inti sawit penghasil rantai C12-C14. Bahan
ini terdiri dari berbagai unsur yang akan diubah menjadi surfaktan antara lain:
a. Asam Lemak
b. Metil Ester Lemak
c. Alkohol Lemak
2. Bahan Surfakatan Dari Petroleum
Rantai hidrokarbon linear atau n-parafin dapat diekstrak dari fraksi petroleum
formulasi produk detergen sebab memiliki kualitas deterjen yang bagus, sifat
pembasahan dan pembusaan, dan biodegradabilitas. Rantai C12-C14 dikenal
dengan nama sodium lauryl sulfat (SLS) yang memiliki pembusaan optimum dan
sebagai foaming agent dalam produksi pasta gigi. Sedangkan rantai C12-C14 dan
C12-C16 digunakan dalam produksi sampo.
Reaksi Kimia
Alkohol lemak sulfat menetralkan garam sebagai sodium coco alkohol
lemak sulfat. Produk ini dihasilkan dengan mereaksikan alkohol lemak dengan
sulfur trioksida dan kemudian dinetralisai dengan menggunakan soda kaustik :
RCH2OH
alkohol lemak
SO3
sulfur trioksida
RCH2OSO3H
fatty alcohol sulfuric acid
RCH2OSO3H
NaOH
soda kaustik
H2O
RCH2OSO3Na
air
Tingkatan produk adalah setengah ester asam sulfur dan harus segera
dinetralisasi. Produk akhir mengandung sekitar 1.5% sodium sulfat, 1.0-1.5%
alkohol nonreaksi, dan 0.5% alkali bebas.Pada proses akhir reaksi pembentukan
alkohol lemak sulfat adalah dengan menambahkan gas SO3 sebagai agen sulfasi.
Proses ini bukan saja menghasilkan produk murni yang tinggi namun juga sangat
ekonomis dan ramah lingkungan.
Proses
Hal yang utama dalam proses produksi surfaktan adalah reaktor. Reaktor
yang digunakan adalah batch, cascade, atau tipe falling film. Kebanyakan
industri-industri menggunakan reaktor tipe falling film karena reaksi dapat
terkontrol dan lebih efisien. Reaktor Falling-film terdiri dari multitube, monotube,
atau annular.
Produksi alkohol lemak sulfat atau sulfat lainnya terdiri atas lima tahap, yaitu:
1. Proses persiapan udara (Process Air Preparation)
2. Sulfur Trioxide Generation
3. Sulfasi
4. Netaralisasi
5. Perawatan gas lemah (exhaust gas treatment)
1. Process Air Preparation
Proses udara harus benar-benar kering dengan titik embun(dewpoint)
sekitar 50 C. Dengan adanya embun akan terjadi korosif (sebab reaksi ini
ditambah gas SO3) dan juga meningkatkan warna produk.
Udara dialirkan ke dalam kompresor besar untuk sistem pendinginan, di
mana suhu yang digunakan sekitar 3-5 C dan uap-uap di kondensasikan.
Selanjutnya udara di dikeluarkan melalui sebuah dehumdifier (pengering udara),
seperti silika gel dimana sisa-sisa uap terakhir di tahan/di simpan.
3. Sulfasi
Jika
Reaksi
Proses
Proses pembuatan surfaktan metil ester sulfonat anionik dari CPO
dilakukan melalui tiga tahap. Tahap pertama berupa proses saponifikasi CPO
dengan larutan NaOH dilanjutkan netralisasi dengan menghasilkan asam lemak.
Tahap Sulfonasi
MES diproduksi melalui proses sulfonasi metil ester dengan campuran
SO3/udara. Reaksi pengontakkan SO3 dan bahan organik terjadi di dalam suatu
falling film reactor. Gas dan organik mengalir di dalam tube secara co-current
dari bagian atas reaktor pada temperatur 45oC dan keluar reaktor pada temperatur
sekitar 30oC. Proses pendinginan dilakukan dengan air pendingin yang berasal
dari cooling tower. Air pendingin ini mengalir pada bagian shell dari reaktor. Hal
ini bertujuan untuk menjaga kestabilan temperatur reaksi akibat reaksi eksoterm
yang berlangsung di dalam reaktor.
Tahap Netralisasi
Acid ester yang terbentuk dalam proses sulfonasi bersifat tidak stabil dan
mudah terhidrolisis. Oleh karena itu, pencampuran yang sempurna antara asam
sulfonat dan aliran basa dibutuhkan dalam proses netralisasi untuk mencegah
lokalisasi kenaikan pH dan temperatur yang dapat mengakibatkan reaksi hidrolisis
Tahap Pengeringan
Selanjutnya, pasta netral MES dilewatkan ke dalam sistem TurboTubeTM
Dryer dimana metanol dan air proses yang berlebih dipisahkan untuk
menghasilkan pasta terkonsentrasi atau produk granula kering MES, dimana
produk ini tergantung pada berat molekul MES dan target aplikasi produk.
Langkah akhir adalah merumuskan dan menyiapkan produk MES dalam
komposisi akhir, baik itu dalam bentuk cair, batangan semi-padat atau granula
padat, dengan menggunakan teknologi yang tepat.
C. Produksi Surfaktan Dari Monoalkil Fosfat
Monoalkil sulfat dan ester fosfat merupakan suatu tipe khusus fosfat yang
merupakan suatu surfaktan anionik . Fungsinya yang menekan busa digunakan
sebagai komponen surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih dan pembuatan
kosmetik khusus.
Reaksi:
Fosfat ester direaksikan dengan phosphosporus oxychloride dengan proses
hidrolisis. Proses ini menghasilkan monoalkil, dialkil, dan triakil fosfat. Cara lain
adalah dengan mereaksikan dengan alkohol lemak salah satunya dengan fosfor
pentoksida atau asam polifosforik. Dalam proses dihasilkan produk asam alkil
fosfat yang siknifikan yang menggunakan
Dengan
Proses:
Fosfat ester direaksikan pada temperatur 80-120 C pada tekanan atmosfir.
Temperatur juga bisa digunakan pada 30-80 C. Temperatur yang rendah akan
berakibat pada warna produk. Fosforus pentoksida ditambahkan ke dalam alkohol
dengan rasio yang disesuaikan seperti larutan pentoksida dan reaksi terjadi tanpa
penggumpalan (lumping). Penggumpalan dapat menyebabkan P2O5 tidak reaktif.
Reaksi antara alkohol dengan P2O5 berada pada fasa liquid dan eksotermis serta
tidak menggunakan katalis. Penambahan sedikit asam hyphosporus atau garamnya
akan menghasilkan warna pucat, yaitu warna stabil pada produk.
D. Produksi Surfaktan Gliserol Monooleat
Dalam pembuatan surfaktan cair gliserol monooleat skala komersial yang
produk atau teknologinya teraplikasi di industri pengguna (industri tekstil)
digunakan sistem proses batch. Pembuatan surfaktan gliserol monooleat sistem
batch dilakukan dalam skala 500 mL pada kondisi operasi suhu 180 C, waktu 7
jam , tekanan atmosferik, pengadukan 450 rpm melalui reaksi esterifikasi antara
gliserol dan asam oleat dengan katalis asam.
Produk surfaktan gliserol monooleat banyak digunakan di industri tekstil,
kosmetik, dan lain-lain sebagai emulsifier. Pengembangan penelitian dari sistem
batch menjadi sistem kontinyu dilakukan untuk mengefisienkan proses produksi
yang meliputi ongkos produksi, waktu proses dan kapasitas produk.
surfaktan hasil proses ini memiliki kualitas deterjen yang bagus karena
memiliki sifat pembasahan dan pembusaan yang optimum (sodium lauryl
sulfat (SLS) ) serta adanya sifat biodegradabilitas.
Terdiri dari lima tahap proses yaitu: proses persiapan udara (process air
preparation), sulfur trioxide generation, sulfasi, netaralisasi, perawatan gas
lemah (exhaust gas treatment).
Adanya penambahan gas SO3 sebagai agen sulfasi pada proses akhir reaksi
pembentukan alkohol lemak sulfat, sehingga menghasilkan produk murni
yang tinggi. Namun penambahan gas SO3 menyebabkan terjadi korosi.
Sulfonasi metil ester asam lemak berbeda dari alkohol lemak dimana
mekanisme reaksi terdiri dari dua tahap yaitu: pertama, gas SO3 bereaksi
cepat dengan sulfoanhydride, kedua, (dengan waktu 40-90 menit),
sulfoanhydride berubah menjadi agen sulfonasi yang bereaksi dengan stillunreacted ester.
Monoalkil sulfat dan ester fosfat yang merupakan suatu surfaktan anionik
memiliki fungsi yang dapat menekan busa sehingga digunakan sebagai
komponen surfaktan untuk alkalin, dan sebagai pembersih serta
pembuatan kosmetik khusus.
Surfaktan ini digunakan pada industri tekstil, kosmetik, dan juga sebagai
emulsifier.
Proses menggunakan sistem proses batch yang dilakukan dalam skala 500
mL pada kondisi operasi suhu 180 C, waktu 7 jam , tekanan atmosferik,
pengadukan 450 rpm melalui reaksi esterifikasi antara gliserol dan asam
oleat dengan katalis asam.
e. Produksi surfaktan N-parafin:
Proses utama pembuatan LAB adalah proses UOP PACOL/HF. Proses ini
melibatkan penghidrogenan berkatalis (proses PACOL) n-parafin untuk
merubah kira-kira 12 % parafin menjadi olefin
Dalam proses alkohol ziegler, alkohol lemak berantai karbon genap linear
dihasilkan dari produk pemanjangan melalui pengoksidaan diikuti oleh
hidrolisis.
Meningkatnya harga minyak dunia yang sangat dirasakan akibatnya bagi
Sabun
Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam
lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung
beberapa karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah
lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan
dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau,
industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus
hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air
itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang
lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung,
zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan
dituang kedalam suatu cetakan.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus
ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zatzat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena
adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b
enar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena
membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai
hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke
air. (Ralph J. Fessenden, 1992)
a. Sifat sifat Sabun
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat
basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O
CH3(CH2)16COOH + OH-
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air
mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4
Na2SO4+ Ca(CH3(CH2)16COO)2
Dalam
kerjanya
untuk
menyingkirkan
kotoran,
molekul
sabun
mengelilingi dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari
molekul sabun melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur
ke arah air. Dengan cara ini, butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab
muatan permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan
(koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara singkat cara kerja sabun sebagai
penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan
permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat
kepermukaan kain.
2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat
molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul
kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi.
3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan
menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.
sabun mandi. Pada indsutri sabun mandi, tallow biasanya dicampurkan dengan
minyak kelapa dengan perbandingan 80% tallow dan 20% minyak kelapa.
2.
3.
4.
5.
Marine Oil.
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
6. Minyak Jarak (Castor Oil)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun
transparan.
7.
baku
pendukung
digunakan
untuk
membantu
proses
NaCl.
NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.
Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan
sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar
diperoleh sabun yang berkualitas.
b.
Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers Inert, Anti
oksidan, Pewarna, dan Parfum.
1) Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat
mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang
berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat
berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih
baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah
lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa
kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
2) Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata
mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi
sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai
bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3)
Pewarna
Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan
agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun
ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna
sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.
4)
Parfum
Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan
konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang
ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam
penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning
kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam
gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum =
1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai
aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan
aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum
yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi
dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama
parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep
water, alpine, dan spring flower.
e. Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun
Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan
dasar sabun antara lain:
1. Warna
Alkali
3RCOONa +
Sabun
C3H5(OH)3
Gliserin
Pada rumus kimia diatas, R dapat berupa rantai yang sama maupun
berbeda-beda dan biasanya dinyatakan dengan R1, R2, R3. Rantai R dapat berasal
dari laurat, palmitat, stearat, atau asam lainnya yang secara umum di dalam
minyak disebut sebagai eter gliserida. Struktur gliserida tergantung pada
komposisi minyak. Perbandingan dalam pencampuran minyak dengan beberapa
gliserida ditentukan oleh kadar asam lemak pada lemak atau minyak tersebut.
Reaksi saponifikasi dihasilkan dari pendidihan lemak dengan alkali dengan
menggunakan steam terbuka.
2. Hidrolisa Lemak dan Penetralan dengan Alkali
+ 3H2O
Air
+ 3NaOH
Asam Lemak
Alkali
3RCO2H + C3H5(OH)3
Asam Lemak
Gliserida
3RCOONa +
3H2O
sabun
Air
Air yang digunakan pada proses hidrolisis dapat berupa air dingin, panas
atau dalam bentuk uap air panas (steam). Pada proses hidrolisa lemak, air yang
digunakan berada pada tekanan dan temperatur yang tinggi, supaya reaksi
hidrolisa dapat terjadi dengan cepat. Jika natrium karbonat (Na2CO3) digunakan
sebagai penetralan asam lemak, maka selama reaksi saponifikasi akan
menghasilkan CO2 dan menyebabkan massa bertambah sehingga material yang
ada di dalam reaksi akan tumpah karena melebihi kapasitas reaksi yang
digunakan. Dengan alasan ini, maka Na2CO3 digunakan pada reaksi yang berada
pada reactor yang memiliki kapasitas yang cukup besar.
g. Proses Pembuatan Sabun
Ada empat metode dalam pembuatan sabun yaitu sebagai berikut:
a. Proses Pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu
lemak atau minyak dipanaskan di dalam ketel (batch) dengan menambahakan
NaOH yang telah dipanaskan. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan
sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 3-4 jam pemanasan. Setelah terbentuk
pasta tambahkan NaCl (10-12%) maka terbentuklah sabun dan alkali, lalu
keduanya dipisahkan dengan menggunakan air panas sehingga dihasilkan
produksi utama berupa sabun dan produksi sampingan berupa gliserin.
b.
c.
Proses Dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali dan alkohol
dibiarkan di dalam suatu tempat tanpa dipanaskan pada temperatur kamar,
reaksi antara NaOH dengan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm,
sehingga dapat menghasilkan panas dan panas tersebut yang digunakan untuk
mereaksikan alkohol dengan minyak, proses dingin memerlukan waktu selama
24 jam dan menghasilkan sabun yag berkualitas tinggi
Syarat syarat proses pendinginan adalah :
a.
b.
c.
d.
Cold-made Soap
Semi-boiled
Continous Proses
Bahan
Lebih banyak
Soap
Fatty acid ( dari
Baku
Produk
daripada lemak.
Produk bermutu
minyak marine).
Sabun Lunak ( sabun
rendah.
Keunggula
Bisa digunakan
produk bermutu
soap)
rendah.
Untuk
perancangan
skala kecil
membutuhkan
relative lebih
mudah
recovery gliserin
murah
Operasi tidak
dikeluarkan
Keseragaman dan
membutuhkan
kontinitas produk
recovery gliserin
terjaga
Gliserin yang
dapat di recovery
Kelemahan
Butuh beberapa
Butuh beberapa
hari untuk
hari untuk
menyempurnaka
menyempurnaka
n reaksi
Proses rumit
Produk sulit
n reaksi
Proses rumit
Produk sulit
dikeluarkan
Kualitas produk
dikeluarkan
Kualitas produk
tidak seragam
d.
lebih banyak
Butuh banyak alat
Diperlukan
pengontrolan yang
akurat
Kondisi operasi
pada suhu dan
tekanan vakum
tidak seragam
Penetralan
Prinsip dasar proses penetralan adalah lemak atau minyak ditambahakn
NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin.
Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan
busa yang banyak oleh karena itu perlu dilakukan penetralan yaitu dengan
menambahkan Na2CO3.
Dalam proses pembuatan sabun secara hidrolisa ada dua cara yaitu
proses Batch dan proses Kontinue.
a.
Proses Batch
Pada proses batch lemak atau minyak yang dipanaskan di dalam reaktor
batch dengan menambahakn NaOH, lemak tersebut dipanaskan sampai bau
NaOH tersebut hilang. Seletah terbentuk endapan lalu didinginkan kemudian
endapan dimurnikan dengan menggunakan air dan diendapkan lagi dengan
garam, kemudian endapan tersebut direbus dengan air sehingga terbentuk
Lemak/minyak + NaOH
Endapan
Pemurnian +air
Proses Kontinue
Pada proses kontinue secara umum yaitu lemak atau minyak dimasukkan
kedalam reaktor kontinue kemudian dihidrolisis dengan menggunakan katalis
sehingga menghasilkan asam lemak dengan gliserin. Kemudian dilakukan
peyulingan terhadap asam lemak dengan menambahakna NaOH sehingga
terbentuk sabun.
Diagram alir Proses Kontinue :
Asam lemak+gliserol+NaOH
Sabun
Parameter
Suhu ( oC )
Tekanan ( Mpa )
Katalis
Waktu ( Jam )
Model Operasi
Perolehan
Keuntungan
Kelemahan
Batch autoclave
150 175
240
5,2 10,0
2,9 3,1
Zn, Ca, Mg,
Tanpa Katalis
Continous Countereurrent
250
5,61
Opsional (Batch autoclave
Oksida , 1 -
atau Twichel)
2%
5- 10
2-4
Batch
Kontinue
85-98%
97-99%
Suhu dan tekanan sedang
Tidak butuh ruangan
luas
Dapat diadaptasikan untuk
Kualitas produk
skala kecil
seragam
Biaya investasi awal lebih
murah dari proses kontinue Perolehan lebih tinggi
Konsentrasi gliserin
tinggi
Biaya operasi lebih
murah
Pengendalian lebih
akurat
Investasi awal agak tinggi
Investasi awal tinggi
Penanganan katalis
Suhu dan tekanan tinggi
Waktu reaksi lebih lambat
Perlu tingkat keahlian
dari proses continue
penanganan yang tinggi
Biaya tenaga kerja tinggi
Perlu lebih satu tahap
untuk mendapatkan
perolehan yang lebih baik
a) Pemurnian Sabun
Pemurnian sabun adalah suatu perlakuan untuk menghilangkan impurities
yang terlarut dalam larutan alkali dan meng-cover lagi gliserin yang terbebas pada
saat reaksi saponifikasi. Asumsi tentang pemurnian sabun yaitu :
a. Giserol merupakan jumlah total pelarut dalam pencucian larutan alkali.
b. Gliserol ada pada sabun yang dilarutkan dalam larutan alkali.
c. Ketika sabun dicampurkan dengan pencucian larutan alkali, gliserol
pindah dari larutan alkali pada sabun menjadi pencucian alkali sampai
konsentrasi keduanya stabil.
Crutching
Jika sabun murni yang berasal dari ketel atau proses lainnya akan
dicampurkan dengan menggunakan bahan lain, maka sebelum dibentuk atau
dikeringkan, dilakukan pencampuran terlebih dahulu. Campuran itu dilarutkan
di dalam mesin crutcher dahulu. Crutcher adalah bejana yang berbentuk
silindris dengan ukuran kecil, kapasitasnya 680-2279 dan dilengkapi dengan
pengaduk. Crutcher juga digunakan di dalam pencampuran alkali dengan
lemak di dalam pembuatan sabun dengan proses pendinginan.
2)
Framming
Metode yang digunakan untuk mengubah sabun murni atau cairan sabun
panas menjadi padatan yang mudah dibentuk menjadi batangan atau disebut
dengan framming. Framming dilakukan pada cairan sabun yang berada pada
suhu 57-62oC didalam suatu frame yang memiliki berat 454 545 kg
berbentuk persegi. Untuk memadatkan sabun murni diperlukan waktu 3-7 hari.
Sabun yang telah dicetak dapat dipotong menjadi bagian kecil. Penambahan zat
adiktif antioksidan stabilizer dan farfum dilakukan pada saar crutching sebelim
framming.
3)
Drying
Berbagai macam metoda pembuatan sabun dengan menggunakan reaksi
saponifikasi yang menghasilkan sabun murni mengandung air sekitar 30-35%.
Sabun murni tersebut diubah menjadi sabun chip dengan kandungan 5-15% air.
Proses pengeringan yang sederhana dikenal dengan spray drying proses. Sabun
yang mengandung air dilewatkan melalui spary nozzles. Partikel-partikel kecil
ini dikeluarkan oleh spray nozzles dalam bentuk kering. Pengeringan juga
daapt dilakukan pada vakum atau di dalam atmospherik flash drying.
2.7.2
Deterjen
4.
5.
6.
7.
kotoran.
b. Komposisi Deterjen
Dari penjelasan tentang cara kerja deterjen, disimpulkan komponen
penting deterjen adalah surfaktan. Fungsi surfaktan sekali lagi adalah untuk
meningkatkan daya pembasahan air sehingga kotoran yang berlemak dapat
dibasahi, mengendorkan dan mengangkat kotoran dari kain dan mensuspensikan
kotoran yang telah terlepas.
Surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen adalah linear alkilbenzene
sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat, etoksilat, senyawa amonium kuarterner,
imidazolin dan betain. Linear alkilbenzene sulfonat, etoksisulfat, alkil sulfat bila
dilarutkan dalam air akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif, memiliki
daya bersih yang sangat baik, dan biasanya berbusa banyak (biasanya digunakan
untuk pencuci kain dan pencuci piring). Etoksilat, tidak berubah menjadi partikel
yang bermuatan, busa yang dihasilkan sedikit, tapi dapat bekerja di air sadah (air
yang kandungan mineralnya tinggi), dan dapat mencuci dengan baik hampir
semua jenis kotoran. Senyawa-senyawa amonium kuarterner, berubah menjadi
partikel positif ketika terlarut dalam air, surfaktan ini biasanya digunakan pada
pelembut (softener). Imidazolin dan betain dapat berubah menjadi partikel positif,
netral atau negatif bergantung pH air yang digunakan. Kedua surfaktan ini cukup
kestabilan dan jumlah buih yang dihasilkannnya, sehingga sering digunakan untuk
pencuci alat-alat rumah tangga.
Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder),
yang meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air
sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan
dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu
menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat
berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan
kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa
kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
Pertimbangan banyak busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu
dianut oleh banyak konsumen. Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan
dengan daya bersih deterjen, kecuali deterjen yang digunakan untuk proses
pencucian dengan air yang jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet).
Untuk kebanyakan kegunaan di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah
air yang berlimpah, busa tidak memiliki peran yang penting.
Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat penting
karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan untuk tetap
"memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang dicuci, dengan demikian
mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut. Revolusi terbesar dalam
perkembangan deterjen adalah pemakaian enzim. Enzim sebagai bantuan untuk
mencuci bukanlah suatu hal yang baru lagi untuk dunia industri. Enzim proteolik
telah dicoba sebagai zat aditif untuk mencuci di Jerman pada tahun 1920-an
dengan sukses dan juga di Switzerland pada tahun 1930-an. Enzim, yang disebut
juga dengan katalis organik, cenderung untuk mempercepat reaksi dan enzim
proteolitik dapat mengubah ataupun menghancurkan protein menjadi asam amino
baik sebagian maupun keseluruhan. Cara kerja enzim relatif lambat dan harga
produksinya tinggi, tetapi dengan metode yang telah disempurnakan untuk
slurry merupakan mixer dengan kecepatan putaran yang tinggi yang didesain
untu penguraian fine dan membuat campuran menjadi homogen.
Pengoperasian
crutcher
juga
mencegah
penumpukkan
dan
Menara spray drying merupakan desain khusus dari wadah distribusi udara
panas yang mengizinkan operasi dengan perbedaan temperature yang tinggi dari
udara panas yang masuk hingga 400 500oC dan temperature keluaran udara
pembuangan turun menjadi 85-90oC dengan efisiensi termal yang optimum.
Pembersih khusus seperti air broom dan cincin blade juga dapat digunakan untuk
mencegah penumpukan pada dinding menara.
Multicyclon dan efisiensi filter yang tinggi ditempatkan pada bagian
keluaran aliran udara atau pada bagian atas menara untuk memperoleh kembali
fines yang secara kontinu dikumpulkan dan direcycle kedalam menara. Semua
kondisi operasi menara spray drying diatur secara otomasi dengan settings yang
tempat dari penggunaan bahan bakar, aliran udara, konsentrasi slurry dan semua
temperature dan tekanan yang diperlukan pada nilai yang optimum.
d. Penanganan produk akhir
Deterjen bubuk yang dihasilkan dikeluarkan dari menara spray dryng pada
temperature 60-70oC dan dibawa dengan alat pengangkut (belt) menuju unit
kristalisasi kontinu yaitu airlift. Dalam airlift deterjen dibawa keatas oleh aliran
udara yang dingin dengan pengeringan sempurna dan dilanjutkan dengan
pengkristalan. Lalu udara pengangkut dihisap melalui penyaring sleeve sebelum
dikeluarkan ke atmosfir. Fines yang dipisahkan dikeluarkan kedalam menara
spray drying.
Akhirnya deterjen bubuk dalam bagian bawah krucut dikeluarkan menuju
saringan (sleve) untuk membuang setiap material atau bahn mentah yang masih
kasar ( biasanya 1%-2% dari total produk yang dihasilkan). Sebelum diberikan
farfum dan akhirnya pada post addition dilakukan pengemasan. Adapun
kelebihan dari spray drying antara lain :
Butiran deterjen yang di hasil kan mempunyai volume per satuan berat yang
besar.
2. Agglomerasi
Proses agglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis
yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material
kering dengan bahan-bahan cairan yang di bantu dengan adanya bahan pengikat
cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi
bergabung satu sama l;ain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar.
Proses agglomerasi dapat di gambar kan seprti proses penimbunan atau
penumpuka dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau
granula. Agglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis,
karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama,di
hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses agglomerasi juga merupakan proses spry drying dengan dry mixing
atau blending. Konsentasi air prose yang digunakan anatara 35-40% dalam
crutcher slurry. Dalam agglomerasi cairan disemprotkan keatas secar continue.
Komponen-komponen atau bahan yang digunakan dalam agglomerasi meliputi
slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam agglomerasi.
a) Dry mixing Granulation
Pembuatan deterjen dengan DMG dari bahan padat terkadang
dilengkapi dengan penambahan
Bahan-bahan
II
III
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Asam slurry
STTP (suhu naik hingga 10-15 C)
Soda ash
Soda bicarb
Sodium metasilikat
Sodium suphate(anhidrat)
Sodium chloride (refined)
Parfum,colour
Brightener
Water
Total
(%)
12
10
45
7,5
8
10
5
0,5
2
100
(%)
15
12
40
7,5
8
10
5
0,5
2
100
(%)
12
53
10
5
10
7,5
0,5
2
100
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai dua ujung
yang berbeda yaitu ujung hidrofilik (suka air) dan hidrofobik (tidak suka air).
Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat
melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Surfaktan memiliki berbagai jenis sehingga dapat dibuat dari bahan
oleokimia aupun bahan petrokimia. Produksi surfaktan tergantung dari bahan
mentah yang digunakan baik itu dari alkohol lemak, metil ester sulfonat,
monoalkil fosfat, dll. Setiap umpan memiliki proses yang berbeda-beda. Proses
bergantung dari reaktor yang digunakan, kapasitas yang diperlukan, temperatur,
tekanan, dan lamanya proses.
emulsifikasi
dan
pembentukan
serta
pelepasan
muatan