Anda di halaman 1dari 3

1.

Surfaktan Senyawa aktif permukaan (surface active agent atau surfaktan) adalah suatu senyawa yang telah diketahui dapat menjadi penstabil emulsi. Surfaktan memiliki dua gugus molekul yang berbeda kepolarannya. Satu jenis hidrofilik (suka air) sedangkan gugus yang lainnya lipofilik (suka lemak) (Mulia dkk, 2008). Komponen utama detergen adalah surfaktan, baik yang bersifat kationik, anionik, maupun non ionik. surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia organik. ia memiliki rantai kimia yang sulit diuraikan alam. sesuai namanya, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan air untuk mengangkat kotoran yang menempel pada pakaian atau cucian piring. Bahan aktif permukaan tersebut bereaksi menjadikan air menjadi basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur Amphiphilic yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air (Lutfi, 2009). Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergen merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul. Senyawa tersebut merupakan suatu surfaktan alkil sulfat, suatu jenis yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti shampo, kosmetik, pembersih, dan loundry. Sampai tahun 1960-an sufaktan yang paling umum digunakan adalah alkil benzen sulfonat (ABS). Secara garis besar, terdapat empat katagori surfaktan yaitu : a. Anionik: misalnya ABS, Linear |Alkil Benzene Sulfunat (LAS), Alpha Olein Sulfunat (AUS) b. Katonik : Garam Ammonium c. Non ionik : Nonli Phenol Polietoksil d. Amfoter : Asil Etilena Menurut struktur kimia, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai bercabang (alkil benzen sulfanat atau ABS) dan rantai lurus (Linear alkil sulfanat atau ALS. Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan yang ditemukan dan digunakan secara luas sebagai bahan pembersih yag berasal dari minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak diuraikan oleh bahan-bahan alami seperti mikroganisme, matahari dan air. LAS adalah surfaktan dalam deterjen yang bersifat toksik terhadap organisme aquatik (Budiawan dkk, 2009). Banyaknya percabangan ABS ini menyebabkan kadar residu ABS sebagai penyebabnya terjadi pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS merupakan jenis surfaktan yang lebih murah diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS mempunyai kemampuan berbusa 10-30% bahan organic aktif. LAS juga dapat menghilangkan busa yang dapat hilang secara berangsur-angsur sehingga tidak menggangu lingkungan. Akan tetapi bahan poliposfat dalam deterjen menghasilkan limbah yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan eutrofikasi (www.Muthadi 71 words proxs.com). http://alexschemistry.blogspot.com/2012/09/surfaktan-surfaktan-merupakan-bahan.html

Surfaktan Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan. Surfaktan ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (hidrofobik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air

dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (hidrofobik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang ekor, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil dan nampak sebagai kepala surfaktan Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus hidrofobik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Pada suatu molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Molekul-molekul surfaktan akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak apabila gugus polarnya yang lebih dominan. Hal ini menyebabkan tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Sebaliknya, apabila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinyu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut critical micelle concentration (cmc). Tegangan permukaan akan menurun hingga cmc tercapai. Setelah cmc tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya. Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit natrium dedosil sulfat
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka. 2.2 Jenis-Jenis Surfaktan Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan yang terdapat pada kepala surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:

2.2.1

Surfaktan anionik. Surfaktan ini memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak digunakan pada industri laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau perawatan tanah

yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat bereaksi dalam air cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium. Reaksi ini menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau magnesium di dalam air maka makin banyak pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi. Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat, alkil etoksilat dan sabun. 2.2.2 Surfaktan kationik Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga kategori surfaktan kationik jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni: a. Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya kelembutan. Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai pelembut. Salah satu contoh surfaktan kationik adalah esterquat. b. Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing molekul surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan ini adalah surfaktan dari sistem mono alkil kuartener. c. Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan. 2.2.3 Surfaktan nonionik Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat bagi dekativasi kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester alkohol lemak. Contoh surfaktan ini adalah ester gliserin asam lemak dan ester sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan representasi surfaktan nonionik. 2.2.4 Surfaktan amfoter/zwiterionik Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau ninionik dalam suatu larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari dua gugus muatan dengan tanda yang berbeda 2.3 Mekanisme Kerja Surfaktan Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya, surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan solubilisasi. a. Roll up Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair. b. Emulsifikasi Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan menyebabkan proses emulsifikasi terjadi. c. Solubilisasi Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.

Anda mungkin juga menyukai