Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan
dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibandingkan dengan sabun, deterjen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta sifat tidak
membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam air sadah. Deterjen merupakan
garam natrium dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang
terpenting adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen,
khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik
yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air.

Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air,
akibatnya bagian ini menetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya
lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan
mendispersikan kotoran. Bahan baku untuk pembuatan deterjen ini terdiri dari beberapa jenis,
yaitu bahan aktif, bahan pengental (filler), dan bahan tambahan (additif). Bahan aktif yang
digunakan adalah jenis surfaktan yang merupakan bahan utama pembuatan deterjen karena
bahan ini mempunyai kemampuan mengikat dan mengangkat kotoran.

Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan


hidrogen pada permukaan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan
konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan
deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tapi juga berfungsi
meningkatkan kekuatan ionik dalam larutan pencuci. Contoh Sodium sulfat, sodium klorida.
Sedangkan bahan tambahan (additif) yang digunakan hanya bertujuan sebagai komersialisasi
produk, misalnya pewangi atau pewarna.

Semua cairan memiliki tegangan permukaan, tetapi tegangan permukaan air lebih tinggi
dari yang lainnya. Tegangan permukaan dari air bisa diturunkan dengan penambahan zat
pembasah seperti sabun atau deterjen. Sabun dan deterjen adalah surfaktan (zat aktif
permukaan). Ketika suatu deterjen ditambahkan ke butiran air dalam permukaan yang
berminyak, tegangan permukaan akan menurun, butiranbutiran akan hancur, dan air akan
menyebar.Tegangan permukaan cairan dapat didefinisikan sebagai gaya per satuan panjang
pada permukaan cairan yang melawan ekspansi dari luas permukaan. Tegangan permukaan
cairan γ, berbeda-beda bergantung pada jenis cairan dan suhu.

1.2 Dasar teori

Detergen merupakan campuran dari berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat
Detergen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-
garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air
sadah. Detergen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam
kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu
karakteristik yang tidak nampak pada sabun (Lutfi, 2010). Produksi detergen sintetik
(kadang-kadang disebut syndet) di dunia sekarang melebihi produksi sabun biasa. Pertama
karena merupakan garam dari asam lemah, sabun menghasilkan larutan yang agak basa
dalam air ini karena hidrolisis parsial dari garam natrium (Dewi, 2010).

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka pemakaian detergen pun semakin
bertambah dan pemakaian deterjen dalam Rumah Tangga (RT) semakin meluas. Sehingga
terjadi persaingan bisnis penjualan detergen di kalangan produsen, Produsen memberi bahan
tambahan pada deterjen seperti pewangi, pemutih, zat aditif maupun pelicin pakaian sehingga
produsen dapat meningkatkan daya jual produk deterjen baik secara kualitas maupun
kuantitas. Namun ada pula para produsen berusaha menekan harga jual serendah mungkin
dengan cara mengurangi biaya produksi sehingga mengakibatkan kualitas terabaikan.
Sedangkan konsumen biasanya hanya tertarik pada bentuk, warna dan aroma yang
ditampilkan oleh produsen detergen tersebut serta harganya yang murah, sedangkan kualitas
dan keamanan pemakaiannya hampir terabaikan (Rohman.2009)

Peningkatan kualitas deterjen tersebut tidak diimbangi dengan penanganan limbah


deterjen dalam lingkungan. Kelebihan jumlah kadar alkali dari batasan tersebut dapat
menimbulkan kerugian konsumen, berupa kerusakan kulit dan iritasi kulit lainnya. Kelebihan
alkali dapat dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada proses
pembuatan detergen Detergen sulit diuraikan oleh organisme sehingga kandungan senyawa
yang terlalu banyak dalam detergen dapat mengganggu ekosistem makhluk hidup
disekitarnya dengan pencemaran lingkungan oleh limbah sisa detergen.(Lutfi.2010)
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat
(Mulia dkk.2008)

Detergen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk
garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam
air sadah. Detergen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat
asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap
suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun (Lutfi, 2010). Produksi detergen sintetik
(kadang-kadang disebut syndet) di dunia sekarang melebihi produksi sabun biasa. Pertama
karena merupakan garam dari asam lemah, sabun menghasilkan larutan yang agak basa
dalam air ini karena hidrolisis parsial dari garam natrium.(Lutfi.2010)

Limbah domestik kerap kali mengandung sabun dan detergen. Keduanya merupakan
sumber potensial bagi bahan pencemar organik. Sabun adalah senyawa garan dari asam-asam
lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian
dari detergen banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari
ion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan
hidrokarbon yang panjang sebagai“ekor“. Dengan adanya minyak, lemak dan bahan organik
tidak larut dalam air lainnya, kecenderungan untuk ‘ekor” dari anion melarut dalam bahan
organik, sedangkan bagian“kepala” tetap tinggal dalam larutan air (Lutfi, 2010)

Pada proses pembentukan emulsi, bagian hidrofob molekul sabun masuk ke dalam lemak,
sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada pada bagian luar. Oleh karena adanya gayatolak
muatan listrik negatif ini maka kotoran akan terpecah menjadi partikel-partikel kecil dan
membentuk emulsi. Dengan demikian kotoran mudah terlepas dari kain maupaun benda lain
(Poedjiadi, 2007).

1.2.1 Kandungan Detergen


1. Surfaktan
Senyawa aktif permukaan (surface active agent atau surfaktan) adalah suatu
senyawa yang telah diketahui dapat menjadi penstabil emulsi. Surfaktan memiliki dua gugus
molekul yang berbeda kepolarannya. Satu jenis hidrofilik (suka air) sedangkan gugus yang
lainnya lipofilik (suka lemak) (Mulia dkk, 2008).
Komponen utama detergen adalah surfaktan, baik yang bersifat kationik, anionik, maupun
non ionik. surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia organik. ia
memiliki rantai kimia yang sulit diuraikan alam. sesuai namanya, surfaktan bekerja dengan
menurunkan tegangan air untuk mengangkat kotoran yang menempel pada pakaian atau
cucian piring. Bahan aktif permukaan tersebut bereaksi menjadikan air menjadi basah
(wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas
permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-padatan (debu) dan cairan-cairan yang
tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur “Amphiphilic” yang berarti
bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai
kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai
ekor) yang tidak suka air (Lutfi, 2009).

Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan detergen merupakan molekul


berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom karbon per molekul. Senyawa
tersebut merupakan suatu surfaktan alkil sulfat, suatu jenis yang banyak digunakan untuk
berbagai keperluan seperti shampo, kosmetik, pembersih, dan loundry. Sampai tahun 1960-
an sufaktan yang paling umum digunakan adalah alkil benzen sulfonat (ABS). Secara garis
besar, terdapat empat katagori surfaktan yaitu : (Budiawan dkk.2009)

a. Anionik: misalnya ABS, Linear Alkil Benzene Sulfunat (LAS), Alpha Olein Sulfunat
(AUS)

b. Katonik : Garam Ammonium

c. Non ionik : Nonli Phenol Polietoksil

d. Amfoter : Asil Etilena

Menurut struktur kimia, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai
bercabang (alkil benzen sulfanat atau ABS) dan rantai lurus (Linear alkil sulfanat atau LAS).
Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan yang ditemukan dan digunakan secara luas
sebagai bahan pembersih yag berasal dari minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak
diuraikan oleh bahan-bahan alami seperti mikroganisme, matahari dan air (Budiawam
dkk.2009)
LAS adalah surfaktan dalam deterjen yang bersifat toksik terhadap organisme aquatik
(Budiawan dkk, 2009). Banyaknya percabangan ABS ini menyebabkan kadar residu ABS
sebagai penyebabnya terjadi pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS merupakan jenis
surfaktan yang lebih murah diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS mempunyai kemampuan
berbusa 10-30% bahan organik aktif. LAS juga dapat menghilangkan busa yang dapat hilang
secara berangsur-angsur sehingga tidak menggangu lingkungan. Akan tetapi bahan poliposfat
dalam deterjen menghasilkan limbah yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan
eutrofikasi (Mulia dkk.2008)

2. Buildier (Pembetuk)

Builder (Pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci surfaktan degan cara


menon-aktifkan mineral penyebabkan kesadahan air. Senyawa pembentuk tersebut adalah:
(Soebagio.2008)

a. Garam-garam fosfat seperti : natrium tripolipfosfat

b. Senyawa-senyawa asetat seperti: Nitril triasetat (NTA), etilena Diamina


Tetraasetat (EDTA)

c. Silikat sepeti : Zeolth

d. senyawa-senyawa sitrat seperti : asam sitrat

3. Filler (Bahan Pengisi)

Filler (Bahan Pengisi) adalah bahan tambahan detergen yang tidak meningkatkan
daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh : Natrium Sulfat. (Soebagio.2008)

4. Additives (Bahan Tambahan)

Additives adalah bahan tambahan untuk pembuatan produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
detergen.Additives ditambahkan lagi untuk komersialkan produk (Soebagio.2008)

1.2.2 Bahaya Detergen


Detergen tidak dapat diuraikan oleh organisme lain kecuali oleh ganggang hijau dan sisa
detergen yang tidak terurai oleh gangganf hijau tersebut akan menimbulkan pencemaran air.
Senyawa-senyawa organik seperti pestisida (DDT, dikhloro difenol trikhlor metana), juga
merupakan bahan pencemar air. Sisa-sisa penggunaan pestisida yang berlebihan akan terbawa
aliran air pertanian dan akan masuk ke dalam rantai makanan dan masuk dalam jaringan
tubuh makhluk yang memakan makanan itu. (Budiawan.2009)
Surfaktan yang terdapat dalam detergen dapat menyebabkan permukaan kulit kasar,
hilangnya kelembapan alami yang ada pada permukaan kulit dan meningkatkan permeabilitas
permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu
memiliki toleransi kontak dengan bahan kimia dengan kandungan 1% LAS dan AOS (Alpha
Olein Sulfonate) dengan akibat iritasi sedang pada kulit. Surfaktan bersifat toksik jika
tertelan. Sisa bahan sulfaktan yang terdapat dalam detergen dapat membentuk kloro benzena
pada proses klorinasi pengolahan air minum PDAM. Klorobenzena merupakan senyawa
kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan. Kandungan detergen yang cukup
tinggi dalam air dapat menyebabkan pengurangan kadar oksigen (Dewi, 2010)
Begitu juga dengan proses eutrofikasi di perairan,hal ini terjadi karena detergen yang
mengandung fosfor makin marak digunakan di kalangan masyarakat. Akibatnya banyak
sungai-sungai di kota besar terjadinya peledakan enceng gondok. Terjadilah pendangkalan
sungai,pertanda kematian bagi kehidupan penghuni sungai. Untuk memecahkan masalah ini,
saat ini telah dikembangkan detergen-detergen dengan kandungan fosfor yang rendah
(Poedjiaji dkk.2007)
1.2.3 Jenis-jenis Detergen

Sebenarnya Detergen adalah senyawa organik, yang memiliki dua kutub dan bersifat
non-polar karakteristik. Ada tiga jenis Detergen yaitu anionic, kationik, dan non-ionik.
Anionic dan permanen kationik memiliki muatan negatif dan positif yang melekat pada non-
polar (hidrofobik) CC rantai. Detergen non-ionik tidak mempunyai muatan ion tetap, hal ini
terjadi karena detergen memiliki jumlah atom yang lemah elektropositif dan elektronegatif
yang disebabkan oleh kekuatan menarik elektron atom oksigen. Ada dua jenis karakteristik
detergen yang berbeda yaitu fosfat Detergen dan surfaktan Detergen. Pada umumnya
Detergen yang mengandung fosfat akan terasa panas ditangan, sedangkan surfaktan adalah
jenis Detergen yang sangat beracun. Perbedaan kedua jenis detergen itu adalah Detergen
surfaktan lebih berbusa dan bersifat emulsifying Detergen. Disisi lain fosfat detergen adalah
Detergen yang membantu menghentikan kotoran dalam air. Zat yang terkandung didalam
detergen juga digunakan dalam formulasi dalam pestisida. Degradasi alkylphenol
polyethoxylates (non-ion) dapat menyebabkan pembentukan alkylphenols (terutama
nonylphenols) yang bertindak sebagai endokrin pengganggu jika limbah detergen bercampur
dengan air limbah lain di saluran air. (Budiawan.2009)

Menurut kandungan gugus aktif maka deterjen diklasifikasikan sebagai berikut :


(Budiawan.2009)

1. Deterjen Keras
Deterjen jenis keras sukar dirusak mikroganisme meskipun bahan tersebut dibuang
akibat zat tersebut masih aktif
2. Deterjen lunak
Deterjen jenis lunak bahan penurunan tegangan permukaan mudah dirusak oleh
mikroganisme sehingga tidak aktif lagi bila dipakai

Sedangkan detergen menurut keperluannya dibedakan atas : (Widiyani, 2010).

1. Detergen dalam bentuk serbuk


Detergen ini biasanya mempunyai kadar air rendah
2. Detergen dalam bentuk padat/batangan
Seperti halnya detergen bubuk detergen ini juga mempunyai kadar air rendah.

3. Detergen dalam bentuk krim

Detergen ini mempunyai kadar air tinggi namun biasanya detergen ini relatif lebih
murah daripada detergen bubuk dan padatan. Detergen ini juga merupakan bahan pembersih
untuk produk shampoo dan pasta gigi. (Widiyani, 2010).

1.2.4 Analisis dengan Metode Ekstraksi dan Spektrofotometri (Spektrofotometer UV-


Vis)
Spektroskopi yaitu pengukuran intensitas absorbansi dalam daerah spektra tertentu,
dapat digunakan secara luas, terutama jika suatu zat dalam campuran reaksi mempunyai
absorbansi khas yang kuat dalam daerah spektrum yang dapat dicapai dengan mudah
(Khopkar.2007)
Pengukuran absorbansi atau transmitasi dalam spektrofotometri inframerah dan
daerah tampak digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif spesies kimia. Absorbansi
spesies ini berlangsung dalam dua tahap, yang pertama yaitu M + hv = M*, merupakan
eksitasi spesies akibat absorbsi foton (hv) dengan waktu hidup terbatas (10-8 – 10-9 detik).
Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M* menjadi spesies baru dengan reaksi
fitokimia (Khopkar, 2007). Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup
untuk terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian spektra ultraviolet dan spektra tampak
dikatakan sebagai spektra elektronik. Keadaan energi yang paling rendah disebut dengan
keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi
molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi (Rohman, 2009).
Puncak absorbansi (λmaks) dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam
spesies. Spekroskopi absorbsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam suatu
molekul dan untuk analisis kuantitatif (Khopkar,2007).
Ada tiga macam proses penyerapan energi ultraviolet dan sinar tampak yaitu: (1)
penyerapan oleh transisi elektron dan elektron anti ikatan, (2) penyerapan oleh transisi
elektron d dan f pada molekul tertentu, (3) penyerapan oleh perpindahan muatan (Rohman,
2009).
Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi yang
menyatakan “pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan terdistribusi dalam
proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur”. Perbandingan
konsentrasi pada keadaan seimbang dalam dua fasa disebut dengan koefisien distribusi atau
koefisien partisi (Rohman, 2009)
Analisis kadar kandungan surfaktan anionik pada detergen yang terdapat dalam air
detergen dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Pereaksi yang
digunakan untuk analisis sulfaktan anionik secara spektrofotometri adalah metilen biru atau
malasit hijau. Metilen biru dan malasit hijau merupakan senyawa organik hidrofob dan
mempunyai gugus amonium kwarterner yang memungkinkan lebih selektif dan kuantitatif
untuk membentuk suatu asosiasi ion dengan sulfaktan yang mempunyai hidrokarbon yang
panjang, karena semakin panjang rantai hidrokarbon suatu senyawa, makin hidrofob senyawa
tersebut dan semakin kuat tambatannya dengan ion lawan yang mempunyai hidrofobilitas
yang besar. Sehingga memungkunkan sulfaktan anionik akan memiliki selektifitas yang
tinggi dengan menggunakan pengompleks malasit hijau membentuk suatu asosiasi ion.
Reaksi yang terjadi antara sulfaktan dan metilen biru atau malasit hijau merupakan reaksi
pasangan ion yang terjadi akibat gaya elektrostatis antara ion logam dengan counter ion (ion
lawan). Reaksi asosiasi ion dalam proses ekstraksi pelarut berdasarkan pada interaksi
elektrostatis antara komponen penyusunnya dan sifat hidrofobik kompleks asosiasi ion.
Semakin besar gaya elektrostatis antara komponen-komponen penyusun kompleks asosiasi
ion semakin dekat jaraknya dan kompleks asosiasi ion yang terbentuk semakin kuat.
Kompleks asosiasi ion cukup stabil dalam pelarut kurang polar. Jika berada dalam pelarut
polar seperti air, komponen penyusun dari kompleks pasangan ion berada dalam bentuk ionik
dan ion lawan dan tidak dapat dideteksi sebagai satu kasatuan. Kompleks pasangan ion akan
terjadi apabila senyawa ionik dan ion lawan berada dalam pelarut organik dengan adanya
gaya elektrostatik. Prinsip dari prosedur analisis ini adalah Surfaktan anionik bereaksi dengan
warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang terlarut dalam pelarut organik (Dewi,
2010)
Nilai konsentrasi surfaktan dalam detergen yang di analisis menggunakan persamaan
kurva standar yang diperoleh dari hasil pengukuran larutan standar. Nilai X merupakan
konsentrasi (ppm) sedangkan nilai Y merupakan nilai absorbansi
Y=a+bX
Persamaan 1.1

Dalam pengenceran suatu larutan, jumlah mol zat terlarut tetap. Prinsip ini perlu
selalu dipegang dalam pengenceran suatu larutan. Bila volume ( V ) suatu larutan dikalikan
dengan molaritasnya, akan diperoleh jumlah mol zat terlarut.

V × M = liter larutan × = mol zat terlarut

Mengingat prinsip diatas dan hasil perkalian volume dengan molaritas, maka hasil
perkalian volume dan molaritas larutan semula ( V1M1 ) sama dengan hasil perkalian volume
dan molaritas larutan setelah pengenceran ( V2M2 ) :

V1M1 = V2M2
persamaan 1.2
Dimana :

V1 : volume awal
V2 : volume setelah pengenceran
M1 : molaritas semula
M2 : molaritas setelah pengenceran

1.2.5 Pengolahan Limbah Detergen


Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan
meningkatnya COD (Chemichal Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxigen Demand)
dan angka permanganat, maka dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik
biologi.Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl benzena sulfonat (ABS) dapat
diuraikan dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus
aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia
zopfii, dan sebagainya. Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat
organik sebagai bahan makanan menjadi energi. (Heryani dan Puji, 2008).
Penggunaan alat Trickling Filter, yaitu teknik untuk meningkatkan kontak dari air limbah
dengan mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untuk
metabolismenya dapat dipergunakan sebagai pengolahan limbah deterjen skala rumah tangga.
Diawali dengan mengembangbiakkan bakteri pada media pecahan genteng selama 40 hari
dalam limbah rumah tangga yang ada di selokan, kemudian dilakukan treatment/sirkulasi
terhadap limbah deterjen sintetik pada Trickling Filter dan dianalisa nilai konsentrasi LAS
dengan pengujian MBAS (Metylene Blue Active Surfactan). media pertumbuhan
mikroorganisme adalah pecahan genteng yang direndam dalam selokan 40 hari. Jenis
mikroorganisme yang ada di selokan antara lain Crenothrix & Sphaerotilus, Chromatium &
Thiobacillus, mikroalgae hijau & biru, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Shigella
shigae, Eschericia Coli. Pengamatan langsung dengan menggunakan mikroskop dan
pengecatan gram menunjukkan bahwa komunitas mikroba didominasi oleh bakteri gram
negatif, menemukan komunitas bakteri dari golongan Proteobacteria mendominasi komunitas
bakteri yang mampu mendegradasi deterjen. Pertumbuhan mikroorganisme ini berlangsung
cukup lama karena dipengaruhi oleh suhu dan nutrisi yang diperlukannya. Deterjen akan
mengalami penurunan kadar LAS dengan semakin bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan
mikroorganisme aerobik yang memakan zat yang terkandung dalam deterjen. Kemampuan
mikroba terutama bakteri dalam menggunakan deterjen sebagai sumber karbon utama
menunjukkan bahwa bakteri memegang peran penting. Deterjen dengan kadar LAS yang
besar membutuhkan waktu peruraian yang lebih lama dan deterjen dengan kadar LAS yang
kecil akan lebih cepat terurai. Dan semakin lama waktu sirkulasi limbah deterjen maka kadar
LAS pada ketiga merek deterjen yang diteliti akan semakin mengalami penurunan, karena
waktu kontak antara air deterjen dan mikroorganisme aerob semakin lama sehingga
memberikan waktu yang cukup lama pula bagi bakteri untuk menguraikan deterjen (Heryani
dan Puji, 2008).
1.3 Tujuan percobaan
1. Mengetahui analisis kuantitatif senyawa aktif surfaktan yang terdapat dalam detergen
secara ekstraksi spektrofotometri
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari analisis surfaktan dalam detergen secara
spektrofotometri.
DAFTAR PUSTAKA

Budiawan, Fatisa, Y., Khairani, N. 2009. Optimasi Biodegradabilitas Dan Uji Toksisitas
Hasil Degradasi Surfaktan Linier Alkilbenzena Sulfonat (LAS) Sebagai Bahan Deterjen
Pembersih. Jurnal makara sains vol.13 no.2 November 2009: 125-133

Dewi, D.C. 2010. Diktat Praktikum Pemisahan Kimia. Malang: Laboratorium Kimia
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter
[Makalah Penelitian] http://eprints.undip.ac.id [13 Mei 2013].

Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Lutfi, A. 2009. www. Chem-is-Try.org. Sabun dan Detergen. Diakses pada 27 Februari 2009

Mulia, K., Krisanti, E., Mulyasmi., Fariz. 2008. Pengaruh Surfaktan Campuran pada
Pembentukan Emulsi untuk Ekstraksi Merkuri (II) dengan Membran Cair Emulsi
(MCE). Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia

Poedjiaji, A, Supriyanti, F.M.T. 2007. Dasar-dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta:


Universitas Indonesia (UI) Press

Rohman, A. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar

Soebagio. 2008. Kimia Analitik I. Malang: JICA Universitas Negeri Malang

Anda mungkin juga menyukai