PENDAHULUAN
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan
dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibandingkan dengan sabun, deterjen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta sifat tidak
membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam air sadah. Deterjen merupakan
garam natrium dari asam sulfonat. Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang
terpenting adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen,
khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik
yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air.
Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air,
akibatnya bagian ini menetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya
lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan
mendispersikan kotoran. Bahan baku untuk pembuatan deterjen ini terdiri dari beberapa jenis,
yaitu bahan aktif, bahan pengental (filler), dan bahan tambahan (additif). Bahan aktif yang
digunakan adalah jenis surfaktan yang merupakan bahan utama pembuatan deterjen karena
bahan ini mempunyai kemampuan mengikat dan mengangkat kotoran.
Semua cairan memiliki tegangan permukaan, tetapi tegangan permukaan air lebih tinggi
dari yang lainnya. Tegangan permukaan dari air bisa diturunkan dengan penambahan zat
pembasah seperti sabun atau deterjen. Sabun dan deterjen adalah surfaktan (zat aktif
permukaan). Ketika suatu deterjen ditambahkan ke butiran air dalam permukaan yang
berminyak, tegangan permukaan akan menurun, butiranbutiran akan hancur, dan air akan
menyebar.Tegangan permukaan cairan dapat didefinisikan sebagai gaya per satuan panjang
pada permukaan cairan yang melawan ekspansi dari luas permukaan. Tegangan permukaan
cairan γ, berbeda-beda bergantung pada jenis cairan dan suhu.
Detergen merupakan campuran dari berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun,
deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat
Detergen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-
garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam air
sadah. Detergen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam
kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu
karakteristik yang tidak nampak pada sabun (Lutfi, 2010). Produksi detergen sintetik
(kadang-kadang disebut syndet) di dunia sekarang melebihi produksi sabun biasa. Pertama
karena merupakan garam dari asam lemah, sabun menghasilkan larutan yang agak basa
dalam air ini karena hidrolisis parsial dari garam natrium (Dewi, 2010).
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka pemakaian detergen pun semakin
bertambah dan pemakaian deterjen dalam Rumah Tangga (RT) semakin meluas. Sehingga
terjadi persaingan bisnis penjualan detergen di kalangan produsen, Produsen memberi bahan
tambahan pada deterjen seperti pewangi, pemutih, zat aditif maupun pelicin pakaian sehingga
produsen dapat meningkatkan daya jual produk deterjen baik secara kualitas maupun
kuantitas. Namun ada pula para produsen berusaha menekan harga jual serendah mungkin
dengan cara mengurangi biaya produksi sehingga mengakibatkan kualitas terabaikan.
Sedangkan konsumen biasanya hanya tertarik pada bentuk, warna dan aroma yang
ditampilkan oleh produsen detergen tersebut serta harganya yang murah, sedangkan kualitas
dan keamanan pemakaiannya hampir terabaikan (Rohman.2009)
Detergen sintentik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk
garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dari magnesium yang biasa terdapat dalam
air sadah. Detergen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat
asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap
suatu karakteristik yang tidak nampak pada sabun (Lutfi, 2010). Produksi detergen sintetik
(kadang-kadang disebut syndet) di dunia sekarang melebihi produksi sabun biasa. Pertama
karena merupakan garam dari asam lemah, sabun menghasilkan larutan yang agak basa
dalam air ini karena hidrolisis parsial dari garam natrium.(Lutfi.2010)
Limbah domestik kerap kali mengandung sabun dan detergen. Keduanya merupakan
sumber potensial bagi bahan pencemar organik. Sabun adalah senyawa garan dari asam-asam
lemak tinggi, seperti natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian
dari detergen banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari
ion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan
hidrokarbon yang panjang sebagai“ekor“. Dengan adanya minyak, lemak dan bahan organik
tidak larut dalam air lainnya, kecenderungan untuk ‘ekor” dari anion melarut dalam bahan
organik, sedangkan bagian“kepala” tetap tinggal dalam larutan air (Lutfi, 2010)
Pada proses pembentukan emulsi, bagian hidrofob molekul sabun masuk ke dalam lemak,
sedangkan ujung yang bermuatan negatif ada pada bagian luar. Oleh karena adanya gayatolak
muatan listrik negatif ini maka kotoran akan terpecah menjadi partikel-partikel kecil dan
membentuk emulsi. Dengan demikian kotoran mudah terlepas dari kain maupaun benda lain
(Poedjiadi, 2007).
a. Anionik: misalnya ABS, Linear Alkil Benzene Sulfunat (LAS), Alpha Olein Sulfunat
(AUS)
Menurut struktur kimia, molekul surfaktan dibedakan menjadi dua yaitu rantai
bercabang (alkil benzen sulfanat atau ABS) dan rantai lurus (Linear alkil sulfanat atau LAS).
Sifat deterjen ABS merupakan jenis surfaktan yang ditemukan dan digunakan secara luas
sebagai bahan pembersih yag berasal dari minyak bumi. Jenis ini mempunyai sifat yang tidak
diuraikan oleh bahan-bahan alami seperti mikroganisme, matahari dan air (Budiawam
dkk.2009)
LAS adalah surfaktan dalam deterjen yang bersifat toksik terhadap organisme aquatik
(Budiawan dkk, 2009). Banyaknya percabangan ABS ini menyebabkan kadar residu ABS
sebagai penyebabnya terjadi pencemaran air. Sedangkan untuk deterjen LAS merupakan jenis
surfaktan yang lebih murah diuraikan oleh bakteri. Deterjen LAS mempunyai kemampuan
berbusa 10-30% bahan organik aktif. LAS juga dapat menghilangkan busa yang dapat hilang
secara berangsur-angsur sehingga tidak menggangu lingkungan. Akan tetapi bahan poliposfat
dalam deterjen menghasilkan limbah yang mengandung fosfor sehingga menyebabkan
eutrofikasi (Mulia dkk.2008)
2. Buildier (Pembetuk)
Filler (Bahan Pengisi) adalah bahan tambahan detergen yang tidak meningkatkan
daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh : Natrium Sulfat. (Soebagio.2008)
Additives adalah bahan tambahan untuk pembuatan produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
detergen.Additives ditambahkan lagi untuk komersialkan produk (Soebagio.2008)
Sebenarnya Detergen adalah senyawa organik, yang memiliki dua kutub dan bersifat
non-polar karakteristik. Ada tiga jenis Detergen yaitu anionic, kationik, dan non-ionik.
Anionic dan permanen kationik memiliki muatan negatif dan positif yang melekat pada non-
polar (hidrofobik) CC rantai. Detergen non-ionik tidak mempunyai muatan ion tetap, hal ini
terjadi karena detergen memiliki jumlah atom yang lemah elektropositif dan elektronegatif
yang disebabkan oleh kekuatan menarik elektron atom oksigen. Ada dua jenis karakteristik
detergen yang berbeda yaitu fosfat Detergen dan surfaktan Detergen. Pada umumnya
Detergen yang mengandung fosfat akan terasa panas ditangan, sedangkan surfaktan adalah
jenis Detergen yang sangat beracun. Perbedaan kedua jenis detergen itu adalah Detergen
surfaktan lebih berbusa dan bersifat emulsifying Detergen. Disisi lain fosfat detergen adalah
Detergen yang membantu menghentikan kotoran dalam air. Zat yang terkandung didalam
detergen juga digunakan dalam formulasi dalam pestisida. Degradasi alkylphenol
polyethoxylates (non-ion) dapat menyebabkan pembentukan alkylphenols (terutama
nonylphenols) yang bertindak sebagai endokrin pengganggu jika limbah detergen bercampur
dengan air limbah lain di saluran air. (Budiawan.2009)
1. Deterjen Keras
Deterjen jenis keras sukar dirusak mikroganisme meskipun bahan tersebut dibuang
akibat zat tersebut masih aktif
2. Deterjen lunak
Deterjen jenis lunak bahan penurunan tegangan permukaan mudah dirusak oleh
mikroganisme sehingga tidak aktif lagi bila dipakai
Detergen ini mempunyai kadar air tinggi namun biasanya detergen ini relatif lebih
murah daripada detergen bubuk dan padatan. Detergen ini juga merupakan bahan pembersih
untuk produk shampoo dan pasta gigi. (Widiyani, 2010).
Dalam pengenceran suatu larutan, jumlah mol zat terlarut tetap. Prinsip ini perlu
selalu dipegang dalam pengenceran suatu larutan. Bila volume ( V ) suatu larutan dikalikan
dengan molaritasnya, akan diperoleh jumlah mol zat terlarut.
Mengingat prinsip diatas dan hasil perkalian volume dengan molaritas, maka hasil
perkalian volume dan molaritas larutan semula ( V1M1 ) sama dengan hasil perkalian volume
dan molaritas larutan setelah pengenceran ( V2M2 ) :
V1M1 = V2M2
persamaan 1.2
Dimana :
V1 : volume awal
V2 : volume setelah pengenceran
M1 : molaritas semula
M2 : molaritas setelah pengenceran
Budiawan, Fatisa, Y., Khairani, N. 2009. Optimasi Biodegradabilitas Dan Uji Toksisitas
Hasil Degradasi Surfaktan Linier Alkilbenzena Sulfonat (LAS) Sebagai Bahan Deterjen
Pembersih. Jurnal makara sains vol.13 no.2 November 2009: 125-133
Dewi, D.C. 2010. Diktat Praktikum Pemisahan Kimia. Malang: Laboratorium Kimia
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter
[Makalah Penelitian] http://eprints.undip.ac.id [13 Mei 2013].
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Lutfi, A. 2009. www. Chem-is-Try.org. Sabun dan Detergen. Diakses pada 27 Februari 2009
Mulia, K., Krisanti, E., Mulyasmi., Fariz. 2008. Pengaruh Surfaktan Campuran pada
Pembentukan Emulsi untuk Ekstraksi Merkuri (II) dengan Membran Cair Emulsi
(MCE). Departemen Teknik Gas dan Petrokimia Fakultas Teknik Universitas
Indonesia