Anda di halaman 1dari 7

Nama : Dian Maya Sari

NIM : 03121003061
Kelompok :4
Shift : Kamis pagi

ZAT ADITIF PADA DETERJEN

Deterjen adalah campuran senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan


pembersih. Limbah cair deterjen banyak berasal dari air buangan domestik,
misalnya air bekas mandi, bekas cuci pakaian, perabotan rumah tangga serta jasa
pencucian komersial, buangan industri tekstil, pewarnaan industri komestik, dll.
Kandungan dari deterjen adalah materi organik yang dapat menurunkan tegangan
permukaan dan membentuk jembatan antara kotoran dengan senyawa pelarut
(Weaver, 1960).
Deterjen terdiri dari surfaktan, builder yang berfungsi meningkatkan daya
cuci dan bahan aditif lainnya. Deterjen memiliki struktur kimia yang terdiri dari
ujung karbon hidrofobik dan ujung sulfat sehingga dapat mengemulsi lemak.
Istilah deterjen biasanya digunakan untuk berbagai macam bahan pembersih atau
bahan yang memiliki kemampuan membersihkan (Sawyer, 1994). Adapun
kandungan Alkilbenzena Sulfonat netral–tipe deterjen bubuk sebagai berikut:
Tabel 1. Formula ABS Netral
Unsur Distribusi
Natrium alkilbenzena sulfonat 20-50%
Garam Glanber’s 40-50%
Natrium tripoli fosfat 0-15%
Asam lemak dari minyak kelapa 0-5%
CMC 0-1%
Natrium alkohol tinggi ester sulfat 0-15%
Nonil-fenol-tipe surfaktan non ionil 0-2%
Natrium toluene sulfonat 0-2%
Sumber: (Jetro, 1982)

Sebagai bahan pembersih lainnya, deterjen merupakan buah kemajuan


teknologi yang memanfaatkan bahan kimia dari hasil samping penyulingan
minyak bumi, ditambah dengan bahan kimia lainnya seperti fosfat, silikat, bahan
pewarna, dan bahan pewangi. sekitar tahun 1960-an, deterjen generasi awal
muncul menggunakan bahan kimia pengaktif permukaan (surfaktan) Alkil
Benzene Sulfonat (ABS) yang mampu menghasilkan busa. Namun karena sifat
ABS yang sulit diurai oleh mikroorganisme di permukaan tanah, akhirnya
digantikan dengan senyawa Linier Alkyl Sulfonat (LAS) yang diyakini relatif
lebih akrab dengan lingkungan.
Pada banyak negara di dunia penggunaan ABS telah dilarang dan diganti
dengan LAS. Sedangkan di Indonesia, peraturan mengenai larangan penggunaan
ABS belum ada. Beberapa alasan masih digunakannya ABS dalam produk
deterjen, antara lain karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk
krim/pasta dan busanya melimpah. Penggunaan sabun sebagai bahan pembersih
yang dilarutkan dengan air di wilayah pegunungan atau daerah pemukiman bekas
rawa sering tidak menghasilkan busa. Hal itu disebabkan oleh sifat sabun yang
tidak akan menghasilkan busa jika dilarutkan dalam air sadah (air yang
mengandung logam-logam tertentu atau kapur). Namun penggunaan deterjen
dengan air yang bersifat sadah, akan tetap menghasilkan busa yang berlimpah.
Sabun maupun deterjen yang dilarutkan dalam air pada proses pencucian,
akan membentuk emulsi bersama kotoran yang akan terbuang saat dibilas. Namun
ada pendapat keliru bahwa semakin melimpahnya busa air sabun akan membuat
cucian menjadi lebih bersih. Busa dengan luas permukaannya yang besar memang
bisa menyerap kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah
dapat dilakukan tanpa perlu adanya busa.
Deterjen memiliki beberapa komponen yaitu surfaktan, builder, dan
bahan-bahan lainnya (zat aditif) dengan fungsi masing-masing. Dalam suatu
formulasi deterjen, surfaktan berfungsi untuk mengadsorpsi, mengurangi daya
tegang antar permukaan, membasahi, mengemulsikan, dan mendispersi. Builder
berfungsi untuk meningkatkan daya cuci, misalnya sodium karbonat, sodium
sulfat, sodium nitrat, sodium trifosfat, sodium silikat, dll. Tripoli Sodium Fosfat
(TSP) merupakan salah satu contoh polifosfat yang sering digunakan sebagai zat
pembangun dalam pembuatan deterjen. Polifosfat bersifat basa, berfungsi
melunakkan air sadah, sebagai buffer, mencegah redeposisi, dan menyebarkan
deterjen dalam larutan. Bahan-bahan lain, misalnya: antioksidan untuk mencegah
deterioration sabun terhadap oksidasi (sodium thiosulfat dan sodium hyposulfat),
zat bleaching dan oxiding agent untuk dicampur dengan powdered soap (sodium
perborat), ianolin untuk meningkatkan kadar minyak, pelembut kulit, lain-lain
seperti parfum, pewarna, senyawa kimia pharmaceutical (deodoran), enzim
(protease) yang sering ditambahkan dalam deterjen untuk meningkatkan daya
pengikat terhadap kotoran berupa protein.
Deterjen berhubungan dengan pembersihan benda padat. Pembersihan
benda padat adalah penyingkiran benda yang tak diinginkan dari permukaannya.
Pembersihan ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain pemisahan
mekanik sederhana (misalnya mengucek dan mencelupkan kain ke air),
pemisahan dengan pelarut (misalnya penambahan pelarut organik), dan pemisahan
dengan menambahkan air dan bahan kimia seperti surfaktan. Sistem pencucian
dengan deterjen terdiri dari benda padat yang akan dibersihkan, yang disebut
substrat, pengotor yang akan dibersihkan melalui proses pencucian, dan liquid
bath (cairan yang mengandung air dan surfaktan untuk membersihkan). Hasil
pencucian akan bergantung pada interaksi elemen-elemen tersebut dan kondisi
pencucian yang digunakan, seperti temperatur, waktu, energi mekanik yang
diberikan, dan kesadahan air yang digunakan. 
Deterjen memiliki formula untuk membersihkan substrat yang kotor di
bawah kondisi pencucian yang bervariasi. Beberapa deterjen, seperti sabun toilet,
hanya terdiri dari satu komponen. Beberapa deterjen lainnya, memiliki lebih dari
satu komponen. Secara umum, formula deterjen yang mengandung lebih dari satu
komponen terdiri dari surfaktan, builder, dan aditif. Surfaktan dalam deterjen
berguna untuk mempengaruhi sudut kontak sistem pencucian, sedangkan builder
memiliki fungsi untuk membantu efisiensi surfaktan dalam proses pembersihan
kotoran. Salah satu kemampuan  buider yang penting dan banyak digunakan
adalah untuk menyingkirkan ion penyebab kesadahan dari cairan pencuci dan
mencegah ion tersebut berinteraksi dengan surfaktan. Hal ini dilakukan karena
interaksi tersebut akan menyebabkan penurunan efektivitas pencucian.
Secara umum, builder memberikan alkalinitas ke cairan pencuci sehingga
berfungsi juga sebagai alkali. Selain itu, builder juga memberikan efek anti-
redeposisi. Beberapa contoh builder yang banyak digunakan antara lain:
1) Zeolit (Na2Ox.Al2O3y.SiO2z.pH2O)
Zeolit berfungsi sebagai builder penukar ion. Zeolit yang banyak
digunakan adalah zeolit tipe A. Ion natrium akan dilepaskan oleh kristal zeolit
dan digantikan dengan ion kalsium dari air sadah. Hal ini akan menyebabkan
penurunan kesadahan dari air pencuci.
2) Clay
Clay, seperti kaolin, montmorilonit, dan bentonit juga dapat digunakan
sebagai builder. Natrium bentonit, misalnya dapat melunakkan air akibat
kemampuannya menyerap ion kalsium. Namun, clay dipertimbangkan sebagai
bahan yang memiliki efektivitas pelunakkan air yang lebih rendah dibandingkan
zeolit tipe A. Penggunaan clay sebagai builder juga memiliki nilai tambah lain.
Clay montmorilonit, misalnya, dapat berfungsi sebagai komponen pelembut.
Komponen ini akan diserap dan difilter ke dalam pakaian selama proses
pencucian dan pembilasan.
3) Nitrilotriacetic acid
Senyawa N(CH2COOH)3 atau biasa disebut NTA ini, merupakan salah
satu builder yang kuat. Senyawa ini merupakan tipe builder organik. Namun,
penggunaaannya memiliki efek samping pada kesehatan dan lingkungan.
4) Garam netral
Natrium sulfat dan natrium klorida merupakan garam-garam netral yang
dapat digunakan sebagai builder. Selain itu, senyawa-senyawa ini juga
dipertimbangkan sebagai filler yang dapat mengatur berat jenis deterjen.
Natrium sulfat juga dapat menurunkan Critical Micelle Concentration (CMC)
dari surfaktan organik sehingga konsentrasi pencucian efektif yang diinginkan
dapat tercapai.
Aditif organik dalam deterjen ternyata juga dapat ditambahkan untuk
meningkatkan daya cuci. Peningkatan daya cuci yang dimaksud dapat meliputi
beberapa hal, yaitu:
1) Menurunkan pengendapan kembali kotoran
2) Meningkatkan efek whiteness dan brightness
3) Meningkatkan kemudahan terlepasnya kotoran
4)  Menurunkan atau menigkatkan pembusaan seperti yang diinginkan
5) Menaikkan daya dorong terhadap logam-logam
6) Menaikkan tingkat kelarutan deterjen (Jika deterjen semakin larut, maka
fungsi pencucian juga meningkat)
7) Menurunkan injury (misalnya iritasi pada kulit manusia, barang atau kain,
dan mesin)
Beberapa aditif organik yang dapat digunakan dalam deterjen adalah:
1) Na-CMC
Natrium Carboxyl Methyl Cellulose sebagai aditif berfungsi sebagai agen
anti-redeposisi yang paling umum digunakan pada kain katun. Namun, senyawa
ini tidak berfungsi baik pada serat sintetis.
2) Blueing Agent
Blueing agent memiliki fungsi untuk memberi kesan biru pada kain putih
sehingga kain akan terlihat semakin putih. Selain itu, blueing agent juga dapat
memberi kesan warna yang lembut.
3) Fluorescent
Fluorescent merupakan agen pemutih yang pertama kali dikombinasikan
dengan deterjen pada tahun 1940. Agen ini akan menyerap radiasi ultraviolet
dan mengemisi sebagian energi radiasi tersebut sebagai sinar-sinar biru yang
tampak. Konsentrasi aditif harus diperhatikan dalam penggunaannya karena jika
konsentrasi aditif yang digunakan salah, fluoroecent tidak akan memberikan
efek absorbsi sinar ultraviolet.
4) Proteolytic enzyme
Proteolytic enzyme banyak digunakan pada formula deterjen. Tujuan
penggunaannya adalah untuk mendegradasi bercak-bercak pada substrat yang
dapat didegradasi oleh enzim. Penggunaan aditif ini membutuhkan waktu lebih
lama daripada aditif lainnya karena merupakan bioteknologi. Enzim-enzim yang
dapat digunakan sebagai aditif antara lain enzim amilase, trigliserida, dan lipase.
5) Bleaching agent
 Bleaching agent anorganik yang banyak digunakan dalam formula
deterjen adalah natrium perborat. Pada temperatur pencucian yang tinggi, sekitar
70-80 derajat Celcius, senyawa ini akan memucatkan (efek bleaching) bercak-
bercak seperti bercak wine dan buah-buahan secara efektif. Namun, untuk
memenuhi syarat lingkungan, sebbelum dibuang, air sisa cucian harus
didinginkan hingga temperatur di bawah 50 derajat Celsius. Bleaching
agent organik yang juga dapat digunakan adalah TAED (Tetra Acetyl Ethylene
Diamine). Senyawa ini efektif digunakan pada temperatur pencucian 50-60
derajat Celcius.
6) Foam Regulator
Foam regulator seperti amin oksida, alkanolamida, dan betain terdapat
dalam produk deterjen jika jumlah busa yang banyak diinginkan sehingga aditif
ini umumnya ditemui pada cairan pencuci tangan dan sampo.
7) Organic sequestering
Aditif ini berfungsi untuk memisahkan ion logam dari bath deterjen.
Beberapa aditif yang berfungsi sebagai organic sequestering adalah EDTA dan
nitrilotriacetic acid. EDTA atau dikenal dengan nama ethylene diamine tetra
acetate merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat yang seringkali
digunakan sebagai titran dalam titrasi kompleksometri. EDTA berfungsi
meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan
mineral penyebab kesadahan air.

DAFTAR PUSTAKA
Harijadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Halaman 212-233. PT. Gramedia:
Jakarta.
Juju, S. 2012. Deterjen, Surfaktan, dan LAS. (Online). https://jujubandung.word
press.com/ (Diakses tanggal 15 Maret 2015)
Shofinitia, D. 2009. Builder dan Aditif pada Deterjen. (Online). http://majari
magazine.com/ (Diakses tanggal 16 Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai