Anda di halaman 1dari 33

sabun dan detergen

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada saranasarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang,detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci.

Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (sepertinatrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80100 C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Sabun itu merupakan garam dari asam karboksilat ( asam alkanoat ). Asam karboksilat memiliki struktur umum CnH2nO2, contohnya cuka, C2H4O2. Asam karboksilat bereaksi dengan basa membentuk garam. Garam ini biasa disebut sabun dan reaksinya disebut reaksi penyabunan/saponifikasi (kalo ga salah). Sebenarnya, lebih spesifik lagi, asam karboksilat yang dipakai biasanya yang rantainya panjang ( jumlah atom C-nya belasan seperti palmitat atau stearat dan biasanya di dapat dari lemak ). rantai karbon yang panjang itu bersifat non-polar dan tidak menarik air, sementara kepalanya ( terdapat ion logam ) bersifat polar. rantai/ekornya itu disebut bagian hidrofobik sementara kepalanya disebut hidrofilik. secara skema digambar sebagai berikut /\/\/\/\/\/\/\/\/\/\/\/-O

||| hidrofobik hidrofilik kotoran yang tidak tercuci oleh air saja biasanya merupakan senyawa non-polar (karena itu tidak larut di air). Di dalam air sabun, bagian hidrofilik sabun mengikat kotoran tersebut, sementara bagian hidrofobiknya mengikat molekul air. Karena itu, kotoran tersebut dapat larut dalam air sabun. Penjelasan lebih lengkap dapat cari sendiri di internet atau di buku-buku kimia organik atau dosen kimia organik. Beda sabun dan deterjen? seingat saya, deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat sementara sabun terbuat dari garam karboksilat. kalau tidak salah, deterjen terbuat dari bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganisme sementara sabun dapat diuraikan mikro-organisme.
Detergen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Priska punya tugas....:)
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Komposisi

o o o o

1.1 Surfaktan 1.2 Builder 1.3 Filler 1.4 Aditif

[sunting]Komposisi
Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan berikut:

[sunting]Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Secara garis besar, terdapat empat kategori surfaktan yaitu: a. Anionik :

-Alkyl Benzene Sulfonate (ABS) -Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS) -Alpha Olein Sulfonate (AOS) b. Kationik : Garam Ammonium c. Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle d. Amphoterik : Acyl Ethylenediamines

[sunting]Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. a. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP) b. Asetat : - Nitril Tri Acetate (NTA) - Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) c. Silikat : Zeolit d. Sitrat : Asam Sitrat

[sunting]Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.

[sunting]Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu:

Bahan Baku Sabun


Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa).

Bahan Pendukung Sabun

Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, pewarna, agen pembuih misal SLS (Sodium Laureth Sulphate), Asam dan Alkali : Asam memudah kan pelepasan endapan mineral, sedangkan alkali berguna melawan kotoran berlemak dan berminyak. Sebagai contoh adalah asam asetat, asam sitrat, ammonia. Agen Antimikroba : Untuk membasmi mikro-organisme penyebab penyakit. Sebagai contoh minyak pinus, trikloban, triklosan. Agen antideposisi : Sesudah berhasil melepaskan kotoran, kita ingin kotoran-kotoran itu tidak kembali seperti semula. Sebagai contoh karboksimetil selulosa, polietilena glikol,natrium silikat. Pengelantang : Menghilangkan noda dengan cara memutihkan dn mencerahkan pakaian Anda. Sebagai contoh natrium hipoklorit (chlorine bleach) natrium perbonat (colir safe bleach). Anti sadah : Mengatasi kesadahan air yang mengurangi kinerja surfakan. Sebagai contohNatrium karbonat (soda cuci), natrium tripolifosfat. Yang belakangan merupakan salah satu fosfat paling tidak disukai dalam detergen. Jika fosfat masuk ke saluran pembuangan rumah tangga kemudian ke sungai-sungai dan danau-danau nereka dapat merusak lingkungan dengan mengganggu keseimbangan ekologis. Fosfat menyebabkan ganging tumbuh berlimpah dan ketika air tidak mampu mendukung perluasan lebih lanjut, mereka mati. Gangang mati mengundang bakteri berpesta-pora, namun bakteri melahap oksigen, bangkai-bangkai ikan menjadikan pesta pora bakteri makin semarak, demikian seterusnya. Karena alasan ini fosfat tidak boleh lagi digunakan dalam detergen. Penghambat korosi : Melindungi komponen-kompenen logam dalam mesin cuci atau perabotan masak. Sebagai contoh natrium silikat. Enzim : Adalah bahan kimia alami yang mempercepat reaksi-reaksi kimia alami. Dalam produk pencuci mereka mempercepat penghancuran noda-noda tertentu, misalnya getah. Sebagai contoh adalah protese dan selulose. Agen pelembut kain : Melembutkan bahan dan mengendalikan listrik statis. Contohnya adalah senyawa ammonium kuetener. Pengharum : Menyembunyikan bau-bau dari semua bahan lainnya dan menjadikan kita mengira cucian kita menjadi segar, apapun artinya. Pencerah Optik : Membuat pakaian Anda tampak lebih cemerlang dengan mengubah cahaya kuning atau cahaya ultra ungu yang tidak kelihatan menjadi cahaya kebiruan dan keputihan. Contohnya stilbena disulfanat. Pengawet : Melindungi produk dari Oksidasi, hilangnya warna dan serangan bakteri. Contoh hidroksitoluena butilat, EDTA. Pelarut : Agar semua bahan terlarut dalam produk berwujud cair. Contohnya etil alcohol, propilena glikol. Agen pengendali dadih (suds) : Mengendalikan jumlah didih atau setidaknya mengusahakan agar tidak menjadi kerak. Contoh alkanolamida dan sabun

Sodium laureth sulphate adalah senyawa penghasil buih dengan rumus kimia sebagai berikut: CH3(CH2)10CH2(OCH2CH2)nOSO3Na Penghasil busa ini dapat membantu pemerataan produk dengan lebih baik saat digunakan, misalnya saat mencuci rambut atau menggosok gigi. Sebagai kompensasinya, ketika dibilas, produk ini tidak hanya membersihkan area yang terpapar tapi jugamengangkat kelembapan dari lapisan atas kulit (epidermis, sang pelayan kedap air). EDTA (Ethylenediamine tetraacetic acid) berfungsi sebagai antioksidan dan termasuk dalam kategori preservative, mencegah sabun menjadi tengik / rancid. Namun dalam pembuatan sabun natural EDTA tidak diperlukan karena salah satu sifat / kategori untuk produk natural adalah preservative free. Alkohol 96% atau bisa disebut juga Ethanol (ethyl alcohol), berfungsi sebagai pelarut pada proses pembuatan sabun transparan karena sifatnya yang mudah larut dalam air dan lemak. Fungsi alkohol 96% adalah untuk membuat sabun transparan menjadi bening / clear. Sebenarnya Alkohol 70% (isopropyl alcohol) juga bisa dipakai, namun hasil akhir dari pemakaian ini menghasilkan sabun yang keruh / cloudy. Olive Oil merupakan dasar pembuatan sabun natural, membuat sabun menjadi tahan lama, lembut dan mencegah kulit menjadi kering. Olive oil mengandung vitamin, mineral dan protein yang berfungsi mencegah hilangnya kelembapan alami kulit. Asam Stearat / Stearic Acid Dipakai untuk membuat sabun natural (optional) dan sabun transparan, fungsinya adalah untuk mengeraskan sabun dan menstabilkan busa. NaOH (Natrium Hydroxide) Disebut juga kaustik soda atau soda api, merupakan bahan kimia yang harus ada dalam pembuatan sabun. Merupakan senyawa alkali yang bersifat basa dan mampu menetralisir asam. Glycerin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Glycerin merupakan humektan sehingga dapat berfungsi sebagai pelembap pada kulit. Glycerin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Tags: cetakan sabun, jenis sabun, Kimia Lingkungan, pembuatan sabun, Sabun, Sabun mandi, sifat sabun

kimias: cetakan sabun, jenis sabun, pembuatan sabun, Sabun, Sabun mandi, sifat sabun

The manufacturing of soaps and detergents is a complex process that involves different activities and Saponification processes are chemical soap manufacturing processes that produce soap from fatty acid derivatives. Saponification process for soap manufacturing involves hydrolysis of esters under basic conditions to form an alcohol and the salt of a carboxylic acid (carboxylates). Saponifiable substances are the soaps and detergent ingredients that can be converted into soap. In Saponification soap manufacturing processe, vegetable oils and animal fats are used for making soaps. Triesters or Triglycerides are the greasy materials derived from these diverse fatty acids. Soap manufacturing is doen in a one-step or a two-step process. In the one-step soap manufacturing process, the triglyceride is treated with a strong base, for example, lye, that accelerates cleavage of the ester bond and releases the fatty acid salt and glycerol. This one step soap manufacturing process is the key industrial method for producing glycerol. Sometimes soaps may be precipitated by salting it out with saturated sodium chloride. For soap manufacturing, triglycerides are highly purified but saponification process includes other base hydrolysis of unpurified triglycerides. For example the conversion of the fat of a corpse into adipocere, sometimes known as "grave wax." This soap manufacturing process is more common where the amount of fatty tissue is high, the agents of decomposition are absent or are negligibly present, and the burial ground is particularly alkaline.

Soap Manufacturing Processes for Different Soap Types


Manufacturing of soaps and detergents can be broadly categorized into Five main types -

Bar Soaps Manufacturing Process Detergents Manufacturing Process Liquid Detergents Manufacturing Process Packaging Process Manufacturing process flow solutions

Products and Ingredients Soaps and detergents are essential to personal and public health. Through their ability to loosen and remove soil from a surface, they contribute to good personal hygiene; reduce the presence of germs that cause infectious diseases; extend the useful life of clothes, tableware, linens, surfaces and furnishings; and make our homes and workplaces more pleasant. Soaps and detergents found in the home can be grouped into four general categories: personal cleansing, laundry, dishwashing and household cleaning. Within each category are different product types formulated with ingredients selected to perform a broad cleaning function as well as to deliver properties

specific to that product. Knowing the different products and their ingredients helps you select the right product for the cleaning job. Products Personal Cleansing Products include bar soaps, gels, liquid soaps and heavy duty hand cleaners. These products get their cleaning action from soap, other surfactants or a combination of the two. The choice of cleaning agent helps determine the product's lathering characteristics, feel on the skin and rinsability.

Bar soaps or gels are formulated for cleaning the hands, face and body. Depending on the other ingredients, they may also moisturize the skin and/or kill or inhibit bacteria that can cause odour or disease. Specialty bars include transparent/translucent soaps, luxury soaps and medicated soaps. Liquid soaps are formulated for cleaning the hands or body, and feature skin conditioners. Some contain antimicrobial agents that kill or inhibit bacteria that can cause odour or disease. Heavy duty hand cleaners are available as bars, liquids, powders and pastes. Formulated for removing stubborn, greasy dirt, they may include an abrasive.

Laundry Detergents and Laundry Aids are available as liquids, powders, gels, sticks, sprays, pumps, sheets and bars. They are formulated to meet a variety of soil and stain removal, bleaching, fabric softening and conditioning, and disinfectant needs under varying water, temperature and use conditions.

Laundry detergents are either general purpose or light duty. General purpose detergents are suitable for all washable fabrics. Liquids work best on oily soils and for pre-treating soils and stains. Powders are especially effective in lifting out clay and ground-in dirt. Light duty detergents are used for hand or machine washing lightly soiled items and delicate fabrics. Laundry aids contribute to the effectiveness of laundry detergents and provide special functions. Bleaches (chlorine and oxygen) whiten and brighten fabrics and help remove stubborn stains. They convert soils into colourless, soluble particles that can be removed by detergents and carried away in the wash water. Liquid chlorine bleach (usually in a sodium hypochlorite solution) can also disinfect and deodorize fabrics. Oxygen (colour-safe) bleach is gentler and works safely on almost all washable fabrics.

Bluings contain a blue dye or pigment taken up by fabrics in the wash or rinse. Bluing absorbs the yellow part of the light spectrum, counteracting the natural yellowing of many fabrics. Boosters enhance the soil and stain removal, brightening, buffering and water softening performance of detergents. They are used in the wash in addition to the detergent. Enzyme pre-soaks are used for soaking items before washing to remove difficult stains and soils. When added to the wash water, they increase cleaning power. Fabric softeners, added to the final rinse or dryer, make fabrics softer and fluffier; decrease static cling, wrinkling and drying time; impart a pleasing fragrance and make ironing easier. Prewash soil and stain removers are used to pre-treat heavily soiled and stained garments, especially those made from synthetic fibres. Starches, fabric finishes and sizings, used in the final rinse or after drying, give body to fabrics, make them more soil-resistant and make ironing easier. Water softeners, added to the wash or rinse, inactivate hard water minerals. Since detergents are more effective in soft water, these products increase cleaning power.

Dishwashing Products include detergents for hand and machine dishwashing as well as some specialty products. They are available as liquids, gels, powders and solids.

Hand dishwashing detergents remove food soils, hold soil in suspension and provide long-lasting suds that indicate how much cleaning power is left in the wash water. Automatic dishwasher detergents, in addition to removing food soils and holding them in suspension, tie up hardness minerals, emulsify grease and oil, suppress foam caused by protein soil and help water sheet off dish surfaces. They produce little or no suds that would interfere with the washing action of the machine. Rinse agents are used in addition to the automatic dishwasher detergent to lower surface tension, thus improving draining of the water from dishes and utensils. Better draining minimizes spotting and filming and enhances drying. Film removers remove build-up of hard water film and cloudiness from dishes and the interior of the dishwasher. They are used instead of an automatic dishwasher detergent in a separate cycle or together with the detergent.

Lime and rust removers remove deposits of lime and/or rust from the interior of the dishwasher. They are used when no dishes or other dishwasher products are present.

Household Cleaners are available as liquids, gels, powders, solids, sheets and pads for use on painted, plastic, metal, porcelain, glass and other surfaces, and on washable floor coverings. Because no single product can provide optimum performance on all surfaces and soils, a broad range of products has been formulated to clean efficiently and easily. While all-purpose cleaners are intended for more general use, others work best under highly specialized conditions.

All-purpose cleaners penetrate and loosen soil, soften water and prevent soil from redepositing on the cleaned surface. Some also disinfect. Abrasive cleansers remove heavy accumulations of soil often found in small areas. The abrasive action is provided by small mineral or metal particles, fine steel wool, copper or nylon particles. Some also disinfect. Specialty cleaners are designed for the soil conditions found on specific surfaces, such as glass, tile, metal, ovens, carpets and upholstery, toilet bowls and in drains. Glass cleaners loosen and dissolve oily soils found on glass, and dry quickly without streaking. Glass and multi-surface cleaners remove soils from a variety of smooth surfaces. They shine surfaces without streaking. Tub, tile and sink cleaners remove normal soils found on bathroom surfaces as well as hard water deposits, soap scum, rust stains, and/or mildew and mould. Some also treat surfaces to retard soiling; some also disinfect. Metal cleaners remove soils and polish metalware. Tarnish, the oxidation of metal, is the principal soil found on metalware. Some products also protect cleaned metalware against rapid retarnishing. Oven cleaners remove burned-on grease and other food soils from oven walls. These cleaners are thick so the product will cling to vertical oven surfaces. Rug shampoos and upholstery cleaners dissolve oily and greasy soils and hold them in suspension for removal. Some also treat surfaces to repel soil. Toilet bowl cleaners prevent or remove stains caused by hard water and rust deposits, and maintain a clean and pleasant-smelling bowl. Some products also disinfect.

Drain openers unclog kitchen and bathroom drains. They work by producing heat to melt fats, breaking them down into simpler substances that can be rinsed away, or by oxidizing hair and other materials. Some use bacteria to prevent grease build-up which leads to drain clogging.

Surfactants and builders are the major components of cleaning products. Other ingredients are added to provide a variety of functions, such as increasing cleaning performance for specific soils/surfaces, ensuring product stability and supplying a unique identity to a product. Let's examine how surfactants and builders work and then review other commonly used ingredients. Surfactants Surfactants, also called surface active agents, are organic chemicals that change the properties of water (see Chemistry.) By lowering the surface tension of water, surfactants enable the cleaning solution to wet a surface (for example, clothes, dishes, countertops) more quickly, so soil can be readily loosened and removed (usually with the aid of mechanical action). Surfactants also emulsify oily soils and keep them dispersed and suspended so they do not settle back on the surface. To accomplish their intended jobs effectively, many cleaning products include two or more surfactants. Surfactants are generally classified by their ionic (electrical charge) properties in water.

Anionic surfactants are used in laundry and hand dishwashing detergents; household cleaners; and personal cleansing products. They ionize (are converted to electrically charged particles) in solution, carry a negative charge, have excellent cleaning properties and generally are high sudsing. Linear alkylbenzene sulphonate, alcohol ethoxysulphates, alkyl sulphates and soap are the most common anionic surfactants. Non-ionic surfactants are low sudsing and are typically used in laundry and automatic dishwasher detergents and rinse aids. Because they do not ionize in solution and thus have no electrical charge, they are resistant to water hardness and clean well on most soils. The most widely used are alcohol ethoxylates. Cationic surfactants are used in fabric softeners and in fabric-softening laundry detergents. Other cationics are the disinfecting/sanitizing

ingredient in some household cleaners. They ionize in solution and have a positive charge. Quaternary ammonium compounds are the principal cationics. Amphoteric surfactants are used in personal cleansing and household cleaning products for their mildness, sudsing and stability. They have the ability to be anionic (negatively charged), cationic (positively charged) or non-ionic (no charge) in solution, depending on the pH (acidity or alkalinity) of the water. Imidazolines and betaines are the major amphoterics.

Builders Builders enhance or maintain the cleaning efficiency of the surfactant. The primary function of builders is to reduce water hardness. This is done either by sequestration or chelation (holding hardness minerals in solution), by precipitation (forming an insoluble substance), or by ion exchange (trading electrically charged particles). Complex phosphates and sodium citrate are common sequestering builders. Sodium carbonate and sodium silicate are precipitating builders. Sodium aluminosilicate (zeolite) is an ion exchange builder. Builders can also supply and maintain alkalinity, which assists cleaning, especially of acid soils; help keep removed soil from redepositing during washing; and emulsify oily and greasy soils. Ingredients Ingredient Key: The following key indicates the product category in which an ingredient may be used. The key letters appear below each ingredient. PC - Personal Cleansing L - Laundry D - Dishwashing HC - Household Cleaners
Ingredient Primary Functions Comments Supply smoothing, scrubbing and/or polishing action Typical Examples

Abrasives PC, D, HC

Calcite Feldspar Quartz

Sand Acids HC Neutralize or adjust alkalinity of other ingredients Some specialty cleaners need extra acidity to remove mineral build-up Acetic acid Citric acid Hydrochloric acid Phosphoric acid Sulphuric acid Ammonium hydroxide Ethanolamines Sodium carbonate Sodium hydroxide Sodium silicate

Alkalis PC, L, D, HC

Neutralize or adjust acidity of other ingredients Make surfactants and builders more efficient Increase alkalinity

Alkalinity is useful in removing acidic, fatty and oily soils. Therefore, detergents are more effective when they are alkaline.
Antimicrobial agents PC, L, D, HC

Kill or inhibit growth of microorganisms that cause diseases Pine oil Quaternary and/or odour ammonium compounds Sodium hypochlorite Triclocarban Triclosan Prevent soil from resettling after removal during washing Carboxymethyl cellulose Polycarbonates Polyethylene glycol Sodium silicate

Antiredeposition agents L, D

Bleaches L, D, HC Chlorine bleach Oxygen bleach

Help whiten, brighten and remove stains

Also disinfects In some products, may be combined with bleach activator for better performance in lower water temperatures.

Sodium hypochlorite Sodium perborate Sodium percarbonate Pigments or dyes

colourants PC, L, D, HC

Provide special identity to product Provide bluing action

Corrosion inhibitors Protect metal machine parts and finishes, china patterns L, D and metal utensils Enzymes L, D, HC Proteins classified by the type of soil they break down to simpler forms for removal by detergent Cellulase reduces pilling and greying of fabrics containing cotton and helps remove particulate soils.

Sodium silicate

Amylase (starch soils) Lipase (fatty and oily soils) Protease (protein soils) Cellulase Quaternary ammonium compounds

Fabric softening agents L Fluorescent whitening agents L Fragrances PC, L, D, HC

Impart softness and control static electricity in fabrics

Attach to fabrics to create a whitening or brightening effect Colourless when exposed to daylight fluorescing Also called optical brighteners. compounds Mask base odour of ingredients and package Cover odours of soil Provide special identity to product Provide pleasant odour to clothes and rooms Prevent liquid products from separating into layers Ensure product homogeneity Fragrance blends

Hydrotropes L, D, HC

Cumene sulphonates Ethyl alcohol Toluene sulphonates Xylene sulphonates Polymers Titanium dioxide Butylated hydroxytoluene Ethylene diamine tetraacetic acid Glutaraldehyde Clays Polymers Sodium silicate Sodium sulphate

Opacifiers PC, L, D, HC Preservatives PC, L, D, HC

Reduce transparency or make product opaque Provide a special effect Protect against natural effects of product aging (for example, decay, discolouration, oxidation and bacterial attack)

Processing aids PC, L, D, HC

Provide important physical characteristics (for example, proper pour or flow, viscosity, solubility, stability and uniform density)

Assist in manufacturing Solvents L, D, HC Prevent separation or deterioration of ingredients in liquid products Dissolve organic soils Clean without leaving residue Solvents used in cleaning products are water soluble

Solvents Ethanol Isopropanol Propylene glycol

Suds control agents Ensure optimum sudsing (foaming) level needed for a cleaning job Suds stabilizers D, HC Suds suppressors L, D, HC Maintain high sudsing where suds level is an important indicator of cleaning power Control sudsing where suds would interfere with cleaning action Alkanolamides Alkylamine oxides Alkyl phosphates Silicones Soap

Manufacturing Cleaning products come in three principal forms: bars, powders and liquids. Some liquid products are so viscous that they are gels. The first step in manufacturing all three forms is the selection of raw materials. Raw materials are chosen according to many criteria, including their human and environmental safety, cost, compatibility with other ingredients, and the form and performance characteristics of the finished product. While actual production processes may vary from manufacturer to manufacturer, there are steps which are common to all products of a similar form. Let's start by looking at bar soap manufacturing and then we'll review the processes used to make powder and liquid detergents. Traditional bar soaps are made from fats and oils or their fatty acids which are reacted with inorganic water-soluble bases. The main sources of fats are beef and mutton tallow, while palm, coconut and palm kernel oils are the principal oils used in soap-making. The raw materials may be pre-treated to remove impurities and to achieve the colour, odour and performance features desired in the finished bar. The chemical processes for making soap, like saponification of fats and oils and neutralization of fatty acids, are described in the Chemistry section.

Soap was made by the batch kettle boiling method until shortly after World War II, when continuous processes were developed. Continuous processes are preferred today because of their flexibility, speed and economics. Both continuous and batch processes produce soap in liquid form, called neat soap, and a valuable by-product, glycerine (1). The glycerine is recovered by chemical treatment, followed by evaporation and refining. Refined glycerine is an important industrial material used in foods, cosmetics, drugs and many other products. The next processing step after saponification or neutralization is drying. Vacuum spray drying is used to convert the neat soap into dry soap pellets (2). The moisture content of the pellets will vary depending on the desired properties of the soap bar. In the final processing step, the dry soap pellets pass through a bar soap finishing line. The first unit in the line is a mixer, called an amalgamator, in which the soap pellets are blended together with fragrance, colourants and all other ingredients (3). The mixture is then homogenized and refined through rolling mills and refining plodders to achieve thorough blending and a uniform texture (4). Finally, the mixture is continuously extruded from the plodder, cut into bar-size units and stamped into its final shape in a soap press (5). Some of today's bar soaps are called "combo bars," because they get their cleansing action from a combination of soap and synthetic surfactants. Others, called "syndet bars," feature surfactants as the main cleansing ingredients. The processing methods for manufacturing the synthetic base materials for these bars are very different from those used in traditional soapmaking. However, with some minor modifications, the finishing line equipment is the same. Powder detergents are produced by spray drying, agglomeration, dry mixing or combinations of these methods. In the spray drying process, dry and liquid ingredients are first combined into a slurry, or thick suspension, in a tank called a crutcher (1). The slurry is heated and then pumped to the top of a tower where it is sprayed through nozzles under high pressure to produce small droplets. The droplets fall through a current of hot air, forming hollow granules as they dry (2). The dried granules are collected from the bottom of the spray tower where they are screened to achieve a relatively uniform size (3).

After the granules have been cooled, heat sensitive ingredients that are not compatible with the spray drying temperatures (such as bleach, enzymes and fragrance) are added (4). Traditional spray drying produces relatively low density powders. New technology has enabled the soap and detergent industry to reduce the air inside the granules during spray drying to achieve higher densities. The higher density powders can be packed in much smaller packages than were needed previously. Agglomeration, which leads to higher density powders, consists of blending dry raw materials with liquid ingredients. Helped by the presence of a liquid binder, rolling or shear mixing causes the ingredients to collide and adhere to each other, forming larger particles. Dry mixing or dry blending is used to blend dry raw materials. Small quantities of liquids may also be added. Both batch and continuous blending processes are used to manufacture liquid and gel cleaning products. Stabilizers may be added during manufacturing to ensure the uniformity and stability of the finished product. In a typical continuous process, dry and liquid ingredients are added and blended to a uniform mixture using in-line or static mixers. Recently, more concentrated liquid products have been introduced. One method of producing these products uses new high-energy mixing processes in combination with stabilizing agents. The final step in the manufacture of soaps and detergents is packaging. Bar soaps are either wrapped or cartoned in single packs or multipacks. Detergents, including household cleaners, are packaged in cartons, bottles, pouches, bags or cans. The selection of packaging materials and containers involves considerations of product compatibility and stability, cost, package safety, solid waste impact, shelf appeal and ease of use.
Surfaktant Sifat umum Sabun dan Detergen: Bersifat basa R C-O- + H2O R C-OH + OHTidak berbuih di air sadah ( Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat ) C17H35COONa + CaCl2 Ca (C17H35COO)2 + NaCl

1. 1.

1.

Bersifat membersihkan R- ( non polar dan Hidrofob ) = membelah molekul minyak dan kotoran menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah dipisahkan -C-O- ( polar dan Hidrofil ) = larut dalam air membentuk buih dan mengikat partikel partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi. Sabun Definisi Sabun adalah suatu gliserida ( umumnya C16 dan C18 atau karboksilat suku rendah ) yang merupakan hasil reaksi antara ester ( suatu derivat asam alkanoat yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkanol yang merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral ) dengan hidroksil dengan residu gliserol ( 1.2.3 propanatriol ). Apabila gliserol bereaksi dengan asam asam yang jenuh ( suatu olefinatau polyunsaturat ) maka akan terbentuk lipida ( trigliserida atau triasilgliserol ). Jenis jenis Sabun : Sabun keras atau sabun cuci. Dibuat dari lemak dengan NaOH, misalnya Na Palmitat dan Na Stearat. Sabun lunak atau sabun mandi. Dibuat dari lemak dengan KOH, misalnya K-Palmitat dan K-Stearat. Deskripsi. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat zata non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel ( micelles ), yakni kumpulan ( 50 150 ) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung ujung ionnya menghadap ke air. Fungsi Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan ialah oleh dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat non polar, seperti tetesan tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menilak antara tetes tetes sabun minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. Efek . Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung terendap sebagai garam garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan. Detergent Definisi Surfaktant anionik atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium ( RSO3Na+ dan ROSO3- Na+ ) yang berasal dari p alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang

1. 1.

1.

1.

1.

1.

1.

1.

sangat bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan dengan basa. History Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS. Varietasi dan Proses Pembuatannya. Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan permukaan, misalnya : Detergen jenis keras ( ABS ) Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya adalah C6H5C12H25 + SO3 C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat ) Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat. Detergen jenis lunak ( LAS ) Proses pembuatan ( LAS ) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi: C12H25OH + H2SO4 C12H25OSO3H + H2O Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat. Secara umum detergen terdiri dari beberapa bahan penyusun, antara lain : Bahan Penurun Tegangan Permukaan. Bahan ini berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan larutan dan memegang peranan penting dalam proses pencucian . Bahan ini menimbulkan busa dalam air. Jenis bahan penurun tegangan permukaan yang dipakai menentukan jenis detergen yaitu : - Detergen jenis keras Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air. Contoh: Alkil Benzena Sulfonat ( ABS ). - Detergen jenis lunak Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai . Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. ( LAS ). Bahan Penunjang Bahan yang dipakai untuk menunjang kerjanya bahan penurun tegangan permukaan. Contoh : Natrium Tripolifosfat. Dalam air akan terionisasi menjadi : Na5P3O10 5 Na+ + P3O105Bahan Pengisi Bahan pengisi dipakai dengan tujuan untuk dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Natrium karbonat. Bahan Tambahan dan Bahan Pengikat. Bahan tambahan dipakai untuk menambah daya guna detergen.

Contoh: Karboksil Metil Selulosa ( CMC ) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci ( anti Redeposisi ). Wangi wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagai bahan pengikat. Deskripsi Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garamgaram tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun. Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatanpadatan (debu), dan cairan-cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur Amphiphilic , yang berarti bagian yang satu dari molekul adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air. Fungsi _Analog sabun Efek. Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori pori media filtrasi
. Pengenalan Sabun Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan abun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaoH) dan alkali yang biasa digunakn pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabundengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabuncuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 C18 Jika : < C12 > C20 : Iritasi pada kulit : Kurang larut (digunakan sebagai campuran) Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, dliserin, garam dan impurity lainnya.Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester

dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak. 8 Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatansabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna. II.2. Macam Macam Sabun Macammacam Sabun a. Shaving Cream Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. b. Sabun Cair Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol. c. Sabun kesehatan Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabunmandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahanbahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur. d. Sabun Chip Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu.Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkansabun yang berbentuk batangan. e. Sabun Bubuk untuk mecuci Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain. 9 Berdasarkan ion yang dikandungnya, sabun dibedakan atas : a. Cationic Sabun Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic detergents. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan pada rumah sakit. Kebanyakansabun jenis ini adalah turunan dari ammonia. b. Anionic Sabun Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif. c. Neutral atau Non Ionic Sabun Nonionic sabun banyak digunakan untuk keprluan pencucian piring. Karena sabun jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, sabun jenis ini tidak beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic sabun kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun. III.3. Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabundibatasi panjang rantyai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alas an diatas, factor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi 10 Jenis-jenis Minyak atau Lemak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabunharus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk

(sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : a. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease. b. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. c. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. d. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. 11 e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. g. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. h. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. i. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. j. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. Bahan Baku Utama : Alkali Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabunkeras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. 12 Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabuntersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkansabun dengan keunggulan tertentu. II.4. Bahan Bahan

PendukungPembuatan Sabun Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. a. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabundapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. b. Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum 1. Builders (Bahan Penguat) Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi berlangsung pada lebih fungsi baik utamanya. Builder juga membantu dan menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat serta membantu mendispersikan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. 13 2. Fillers Inert (Bahan Pengisi) Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air. 3. Pewarna Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. 4. Parfum Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabunmenggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower. 14 II.5. Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain: Warna Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Angka Saponifikasi Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak. Bilangan Iod Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabunpada suhu tertentu. II.6. Sifat Sifat Sabun a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa +

H2OCH3(CH2)16COOH + OHb. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 c. Sabunmempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. 15 Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar) Polar : COONa+(larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar) Proses penghilangan kotoran. Sabundidalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran danmolekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih II.7. Metoda Metoda Pembuatan Sabun Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode metode untuk menghasilkan sabunyang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode metode, yang mana metode metode ini memiliki kelebihan kelebihan dan kekurangannya masing masing. a. Metode Batch Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabunini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun 16 wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). b. Metoda Kontinu Metoda kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. III.8. Reaksi Saponifikasi Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Reaksi pembuatan sabunadalah sebagai berikut : Seperti yang kita ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H 2O, yaitu molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 C). Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi 17

kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekulmolekul air. III.9. PembuatanSabun dalam Industri 1. Saponifikasi Lemak Netral Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : Trigliserida + 3NaOH MV(KOH) Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yangt beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk diproses menjadi produk akhir. 2. Pengeringan Sabun Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. 18 3RCOONa + Gliserin NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/ Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal. 3. Netralisasi Asam Lemak Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkansabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. RCOOH + NaOH asam lemak dapat dihitung sebagai berikut : NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan : MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas.Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan. 4. Penyempurnaan Sabun Dalam pembuatan produk sabun batangan,sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer(analgamator). Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir. 19 RCOONa + H2O Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari makalah tentang proses pembuatan sabun ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan campuran antara lemak/minyak dengan alkali (basa). 2. 3. 4. 5. Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak Metoda metoda proses pembuatan sabun ini ada duia

macam yaitu metoda batch dan metoda kontinu Selain bahan baku sabun minyak/lemak dan alkali, pada sabun juga ditambahkan pewarna dan parfum agar sabun lebih bersifat ekonomis. Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral, pengeringan, netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun III.2 Saran Demikianlah makalah tentang proses pembuatan sabun ini dibuat, untuk mendukung ataupun untuk memperbaiki makalah ini diperlukan saran saran yang bersifat membangun sehingga nantinya makalah ini menjadi lebih bagus dan sempurna. 20 . Pengenalan Sabun Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan abun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa yang digunakan pada sabun keras adalah Natrium Hidroksida (NaoH) dan alkali yang biasa digunakn pada sabun lunak adalah Kalium Hidroksida (KOH). Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabundengan jenis dan bentuk yang bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabuncuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam industri. Kandungan zat zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Zat zat tersebut dapat menimbulkan efek baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Oleh karena itu, konsumen perlu memperhatikan kualitas sabun dengan teliti sebelum membeli dan menggunakannya. Pada pembuatan sabun, bahan dasar yang biasa digunakan adalah : C12 C18 Jika : < C12 > C20 : Iritasi pada kulit : Kurang larut (digunakan sebagai campuran) Sabun murni terdiri dari 95% sabun aktif dan sisanya adalah air, dliserin, garam dan impurity lainnya.Semua minyak atau lemak pada dasarnya dapat digunakan untuk membuat sabun. Lemak dan minyak nabati merupakan dua tipe ester. Lemak merupakan campuran ester yang dibuat dari alcohol dan asam karboksilat seperti asam stearat, asam oleat dan asam palmitat. Lemak padat mengandung ester dari gliserol dan asam palmitat, sedangkan minyak, seperti minyak zaitun mengandung ester dari gliserol asam oleat. Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak. 8 Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatansabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna. II.2. Macam Macam Sabun Macammacam Sabun a. Shaving Cream Shaving Cream disebut juga dengan sabun Kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. b. Sabun Cair Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol. c. Sabun kesehatan Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabunmandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptic dan bebas dari bakteri adiktif. Bahanbahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur. d. Sabun Chip Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen didalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu.Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkansabun yang berbentuk batangan. e. Sabun Bubuk untuk mecuci Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodasah, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain. 9

Berdasarkan ion yang dikandungnya, sabun dibedakan atas : a. Cationic Sabun Sabun yang memiliki kutub positif disebut sebagai kationic detergents. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan pada rumah sakit. Kebanyakansabun jenis ini adalah turunan dari ammonia. b. Anionic Sabun Sabun jenis ini adalah merupakan sabun yang memiliki gugus ion negatif. c. Neutral atau Non Ionic Sabun Nonionic sabun banyak digunakan untuk keprluan pencucian piring. Karena sabun jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, sabun jenis ini tidak beraksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic sabun kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic sabun. III.3. Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabundibatasi panjang rantyai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan alas an diatas, factor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi 10 Jenis-jenis Minyak atau Lemak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabunharus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : a. Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease. b. Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. c. Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. d. Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat. 11

e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. g. Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. h. Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. i. Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. j. Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. Bahan Baku Utama : Alkali Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabunkeras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. 12 Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabuntersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkansabun dengan keunggulan tertentu. II.4. Bahan Bahan PendukungPembuatan Sabun Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. a. NaCl. NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabundapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. b. Bahan aditif. Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum 1. Builders (Bahan Penguat) Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi berlangsung pada lebih fungsi baik utamanya. Builder juga membantu dan menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat serta membantu mendispersikan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit. 13

2. Fillers Inert (Bahan Pengisi) Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air. 3. Pewarna Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. 4. Parfum Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabunmenggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower. 14 II.5. Karakteristik Memilih Bahan Baku Sabun Ada beberapa karaktersitik yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan dasar sabun antara lain: Warna Lemak dan minyak yang berwarna terang merupakan minyak yang bagus untuk digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Angka Saponifikasi Angka Saponifikasi adalah angka yang terdapat pada milligram kalim hidroksida yang digunakan dalam proses saponifikasi sempurna pada satu gram minyak. Angka saponifikasi digunakan untuk menghitung alkali yang dibutuhkan dalam saponifikasi secara sempurna pada lemak atau minyak. Bilangan Iod Bilangan iod digunakan untuk menghitung katidakjenuhan minyak atau lemak, semakin besar angka iod, maka asam lemak tersebut semakin tidak jenuh. Dalam pencampurannya, bilangan iod menjadi sangat penting yaitu untuk mengidentifikasi ketahanan sabunpada suhu tertentu. II.6. Sifat Sifat Sabun a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OHb. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 c. Sabunmempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. 15 Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar) Polar : COONa+(larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar) Proses penghilangan kotoran. Sabundidalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran danmolekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih II.7. Metoda Metoda Pembuatan Sabun Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode metode untuk menghasilkan sabunyang berkualitas dan bagus.

Untukmenghasilkan sabun itu digunakanlah metode metode, yang mana metode metode ini memiliki kelebihan kelebihan dan kekurangannya masing masing. a. Metode Batch Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabunini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun 16 wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). b. Metoda Kontinu Metoda kontinu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. III.8. Reaksi Saponifikasi Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Reaksi pembuatan sabunadalah sebagai berikut : Seperti yang kita ketahui, air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H 2O, yaitu molekul yang tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 C). Air sering disebut sebagai pelarut universal karena air melarutkan banyak zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menanding 17 kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekulmolekul air. III.9. PembuatanSabun dalam Industri 1. Saponifikasi Lemak Netral Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi. Jumlah alkali yang dibutuhkan untuk mengubah paduan trigliserida menjadi sabun dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : Trigliserida + 3NaOH MV(KOH) Dimana SV adalah angka penyabunan dan MV adalah berat molekul Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave, yangt beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi. Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci dikolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan) dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa sisa larutan alkali dari sabun. Sabun murni (60-63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78-83 % TFM)yang siap untuk diproses menjadi produk akhir. 2. Pengeringan Sabun Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat

digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. 18 3RCOONa + Gliserin NaOH = [SV x 0,000713] x 100/ NaOH (%) [SV / 1000] x [MV (NaOH)/ Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien daripada dryer sistem tunggal. 3. Netralisasi Asam Lemak Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkansabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. RCOOH + NaOH asam lemak dapat dihitung sebagai berikut : NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan : MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih dihulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan reaktan tersebut mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas.Sabun murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan. 4. Penyempurnaan Sabun Dalam pembuatan produk sabun batangan,sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer(analgamator). Campuran sabun ini klemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebur menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir. 19 RCOONa + H2O Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan BAB III PENUTUP III.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari makalah tentang proses pembuatan sabun ini adalah sebagai berikut : 1. Bahan dasar pembuatan sabun secara sederhana adalah dengan memanaskan campuran antara lemak/minyak dengan alkali (basa). 2. 3. 4. 5. Sabun memiliki dua ujung, yang mana salah satu ujungnya sangat suka larut dalam air, dan ujung satunya lagi sangat suka larut dalam minyak Metoda metoda proses pembuatan sabun ini ada duia macam yaitu metoda batch dan metoda kontinu Selain bahan baku sabun minyak/lemak dan alkali, pada sabun juga ditambahkan pewarna dan parfum agar sabun lebih bersifat ekonomis. Tahap tahap proses pembuatan sabun ada 4 yaitu, saponifikasi lemak netral, pengeringan, netralisasi asam lemak, dan penyempurnaan sabun III.2 Saran Demikianlah makalah tentang proses pembuatan sabun ini dibuat, untuk mendukung ataupun untuk memperbaiki makalah ini diperlukan saran saran yang bersifat membangun sehingga nantinya makalah ini menjadi lebih bagus dan sempurna. 20

Anda mungkin juga menyukai