Anda di halaman 1dari 14

ALKYL BENZENE SULFONATE PADA SABUN

1. Deterjen
Deterjen berasal dari bahasa latin yaitu detergere yang berarti
membersihkan. Deterjen merupakan penyempurnaan dari produk sabun.
Kelebihannya dibandingkan sabun adalah bisa mengatasi air sadah dan larutan
asam, serta harganya lebih murah. Deterjen sering disebut dengan istilah deterjen
sintetis. Hal ini dikarenakan deterjen berasal dari bahan-bahan sintetis atau
turunan minyak bumi. Deterjen sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik
dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan
magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetis mempunyai
keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat. Oleh karena itu
deterjen sintetis tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap. Hal ini merupakan suatu karakteristis yang tidak ada pada sabun.
Dibandingkan dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Kebutuhan akan deterjen meningkat dengan
adanya dua kelemahan pada sabun. Kelemahan pertama yang dimiliki sabun
merupakan garam dari asam lemah dimana larutannya agak basa karena adanya
hidrolisis parsial. Masalah kedua adalah sabun biasa yang ada akan membentuk
garam apabila ada di dalam air sadah yang mengandung kation logam-logam
tertentu seperti Ca, Mg, dan Fe. Kation-kation tersebut menyebabkan garam-
garam natrium atau kalium dari asam karboksilat yang semula larut menjadi
garam karboksilat yang tidak larut mengakibatkan warna cokelat pada pakaian.
Masalah sabun dapat dikurangi dengan menciptakan deterjen yang lebih
efektif yaitu deterjen sintetik. Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan
atau bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air menjadi lebih
basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Deterjen dalam
kerjanya memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang
larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan bahwa
deterjen, khususnya molekul surfaktan (surface active agent) berfungsi untuk
menurunkan tegangan pada permukaan air sehingga kotoran dapat dilepaskan.
Deterjen ini harus mempunyai beberapa sifat, termasuk rantai hipofilik
yang panjang dan ujung ionik polar. Pada ujung yang polar juga tidak membentuk
garam yang mengendap dengan ion-ion dalam air sadah, sehingga tidak
mempengaruhi keasaman air. Deterjen dipengaruhi jenis kotoran yang akan
dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen khususnya surfaktannya memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air
maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat
lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini menetrasi kotoran
yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air yang berperan
mendispersikan kotoran dari cucian. Natrium lauril sulfat adalah deterjen yang
baik karena garamnya dari asam kuat dan larutannya netral. Garam kalsium dan
magnesium tidak mengendap di larutan sehingga dapat dipakai pada air sadah.
Sintesis garam natrium dari alkil hidrogen sulfat menghasikan deterjen.
Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak.
Alkohol berantai panjang direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil
hidrogen sulfat dan kemudian dinetralkan dengan basa. Deterjen yang umum
digunakan ialah alkil benzene sulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga
tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 10 sampai 14 direaksikan
dengan benzen dan katalis friedeft-craft (AlCl3) akan membentuk ikatan alkil
benzen. Sulfonasi dan penetralan dengan basa akan melengkapi proses ini.
Deterjen jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroba dan tidak
berakumulasi pada lingkungan. Berdasarkan dapat tidaknya zat aktif terdegradasi,
deterjen terbagi atas dua bagian yaitu, deterjen keras dan deterjen lunak.
Deterjen banyak digunakan untuk pencucian peralatan industri-industri
maupun rumah tangga. Deterjen yang paling banyak dipakai di Indonesia dengan
penyusun utamanya adalah senyawa dodecyl benzene sulfonate based di bentuk
natrium dodesil benzena sulfonat (NaDBS) dan natrium tri polypospat (STTP),
yang bersifat tidak terurai secara alamiah dalam air atau non bio degradable,
sehingga mencemari lingkungan perairan. Hal ini disebabkan oleh adanya buih
yang mengganggu proses pelarutan oksigen. Deterjen dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan zat aktif terdegradasinyayaitu deterjen keras dan deterjen lunak.
Jenis deterjen pertama adalah deterjen keras. Deterjen keras mengandung
zat aktif yang sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan itu telah di
pakai dan telah di buang. Hal ini diakibatkan adanya rantai cabang pada atom
karbon, akibatnya zat tersebut masih aktif dan jenis inilah yang dapat
menyebabkan pencemaran air, seperti alkil benzene sulfonat (ABS). Jenis deterjen
kedua adalah deterjen lunak. Pada deterjen lunak ini, deterjen mengandung zat
aktif yang relatif mudah untuk dirusak mikroorganisme karena umumnya zat aktif
ini memiliki rantai karbon yang tidak bercabang. Sehingga setelah deterjen lunak
ini dipakai maka zat aktif yang ada di dalamnya akan mengalami kerusakan
seperti linier alkil benzene sulfonat (LABS).

Tabel 1. Bahan Aditif pada Detergen


Komposisi Fungsi Utama Contoh
Menyediakan pelicin, scrubbing Calcite, feldspar,
Abrasives
dan pengkilap. quartz sand
Asam asetat, asam
Menetralisir atau mengatur sitrat, asam
Acids
kebasaan dari komposisi lain. hidroklorida, asam
phosfat, asam sulfat
Menetralisir atau mengatur
keasaman dari komposisi lain,
membuat surfaktan dan builders Amonium, hidroksida
lebih efisien, meningkatkan etanolamin, natrium
Alkalis kebasaan, kebasaan berguna karbonat, natrium
untuk membersihkan kotoran hidroksida, natrium
asam, lemak dan minyak, silikat.
sehingga detergen akan lebih
efektif ketika bersifat basa
Minyak cemara
Membunuh atau menghambat
Antimicrobial senyawa ammonium
pertumbuhan organisme yang
agents quartener natrium
dapat menyebabkan penyakit
hipoklorit,
triclocarban, triclosan

Selulosa karboksi
Antiredeposition metil, polikarbonat,
Mencegah kotoran balik lagi
agents polietilen glikol,
natrium silikat
Memutihkan, mencerahkan dan
Bleaches
membersihkan noda

Chlorine bleach Desinfektan Natriumm hipoklorit

Dalam beberapa produk, dapat


ditambahkan dengan activator Natrium perborat,
Oxygen bleach
pemutih untuk temperature air natrium perkarbonat
yang rendah
Colorant Mempertahankan warna Pigments or dyes
Melindungi bagian mesin yang
Corrosion
beruoa logam dari lapisan Natrium silikat
inhibitor
penutup
Amulase (starch
Protein diklasifikasikan soils), Lipase (fatty
Enzymes berdasarkan jenis kotoran yang and oily soils),
akan dibersihkan oleh detergen protease (protein
soils), selulosa

Fabric softening Memberikan kelembutan pad Quatenary ammonium


agents kain compounds

Fluorescent Membuat kain terlihat lebih


Colorless fluorescing
whitening cemerlang dan putih ketika
compounds
agents terkena sinar

Menutupi bau, memberikan bau


Fragrances Fragrane blends
yang sedap pada pakaian

.(Sumber: Bailey, 1950)


2. Surfaktan
Surfaktan atau surface active agents atau wetting agents merupakan bahan
organik yang berperan aktif pada deterjen, sabun dan shampo. Surfaktan dapat
menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang
menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut
dalam air. Molekul surfaktan apa saja mengandung suatu ujung hidrofobik (satu
rantai hidrokarbon atau lebih) dan satu ujung hidrofilik. Porsi hidrokarbon dari
suatu molekul surfaktan harus mengandung sekitar 12 atom karbon atau lebih.
Detejen termasuk dalam kelas umum yang disebut dengan surfaktan yakni
senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan
mengandung suatu ujung hidrofobik dan satu ujung hidrofobik. Surfaktan (surface
active agents) menurunkan tegangan permukaan air dan mematahkan ikatan-
ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala
hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor hidrofiliknya terentang menjauhi
permukaan air. Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorpsi pada antar muka
dinamakan surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang menunjukkan bahwa
molekul atau ion tersebut mempunyai afinitas tertentu baik solven polar maupun
non polar. Tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus-gugus polar dan non polar
yang ada padanya, amfifil dapat bersifat hidrofilik (suka air), lipofilik (suka
minyak) atau bersifat seimbang diantara dua sifat yang bersifat ekstrim tersebut.
Sebagai contoh, alkohol-alkohol berantai lurus, amina-amina dan asam
asam semuanya adalah amfifil yang sifatnya dapat berubah dari hidrofilik atau
lipofilik jika jumlah atom-atom karbon dalam rantai alkilnya bertambah. Oleh
karena itu, etil akohol dapat bercampur dengan air. Sebagai bandingan, kelarutan
amil akohol dalam air sangat berkurang, air. Surfaktan digolongkan berdasarkan
struktur kimianya atau juga berdasarkan sifat gugus hidrofilik dan gugus
hidrofobiknya. Surfaktan memiliki rantai atom karbon yang panjang yang
merupakan bagian yang hidrofobik. Oleh karena adanya kedua bagian tersebut di
dalam suatu senyawa maka gabungan senyawa ini disebut dengan ampifilik.
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif, yang mana pada
permukaannya mengandung muatan-muatan yang negatif.
Contoh dari jenis surfaktan anionik adalah sebagai berikut alkyl benzene
sulfonate, linear alkyl benzene sulfonate, alkohol sulfat, alkohol eter sulfat dan
natrium laurel eter sulfat. Surfaktan kationik berbeda dengan surfaktan anionik.
Surfaktan ini merupakan surfaktan dimana bagian aktif pada permukaannya
mengandung suatu muatan positif. Surfaktan ini dapat terionisasi dalam air serta
bagian aktif pada permukaannya adalah bagian kationnya. Salah satu contoh dari
jenis-jenis surfaktan yang ada adalah ammonium kuarterner.
Surfaktan non-ionik adalah surfaktan yang tidak terionisasi di dalam air
adalah surfaktan non-ionik yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaanya tidak
mengandung muatan apapun, contohnya: alkohol etoksilat, polioksietilen (R-
OCH2CH). Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang dapat bersifat sebagai non
ionik, kationik, dan anionik di dalam larutan, jadi surfaktan ini mengandung
muatan negatif maupun muatan positif pada bagian aktif pada permukaannya.
Salah satu contoh dari surfaktan-surfaktan yang ada adalah sulfobetain.
Surfaktan-surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan
mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Mereka melakukan ini
dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor
hidrofobiknya menjauhi permukaan air. Deterjen untuk keperluan rumah tangga
umumnya menggunakan dua macam surfaktan anionik, yaitu linear alkyl benzene
sulfonate dan alkyl benzene sulfonate. Bahan surfaktan yang paling banyak
digunakan dalam proses pembuatan deterjen adalah alkyl benzene sulfonate. Alkyl
benzene sulfonate merupakan suatu turunan dari senyawa benzena.
Alkyl benzene sulfonate sangat tidak menguntungkan karena sangat lambat
terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada
strukturnya. Tidak terurainya secara biologi deterjen alkyl benzene sulfonate,
dengan begitu lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh alkyl benzene
sulfonate akan dipenuhi oleh busa, efek yang tidak menguntungkan lainnya dari
surfaktan jenis ini terhadap proses pengolahan limbah adalah menurunkan
tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan (flock) koloid,
pengemulsian gemuk dan minyak dan pemusnahan bakteri yang berguna sebagai
bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent).
Berdasarkan hal ini, alkil benzene sulfonat kemudian digantikan oleh
surfaktan yang dapat dibiodegradasi. Surfaktan yang dapat dibiodegredasi ini
disebut juga sebagai linear alkyl sulfonate. Linear alkyl sulfonate lebih mudah
didegradasi oleh mikroorganisme dibanding dengan alkil benzene sulfonat karena
gugus alkil dalam linier alkil sulfonat tidak bercabang dan tidak memiliki atom
karbon tersier. Penggunaan linier alkil sulfonat dapat mengurangi pencemaran air.

Gambar 1. Struktur Linier Alkil Sulfonat (LAS)


(Sumber : Budiawan, 2009)

Polusi air yang disebabkan oleh penggunaan deterjen terutama


menyangkut masalah bahan pembentuk (surfaktan), masalah utama yang timbul
bukan karena racunnya, tetapi busanya yang mengganggu lingkungan di
sekiarnya. Hingga tahun 1965, jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam
deterjen adalah alkyl benzene sulfonate yang bersifat resisten terhadap
dekomposisi biologis. Kemudian jenis ini diganti dengan linear alkyl sulfonate
yang dapat diuraikan secara biologis (biodegradable). Selain itu surfaktan
menganggu transfer gas pada membran sel organisme-organisme.
Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti bahan deterjen, kosmetik,
farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lain-lain. Beberapa produk pangan seperti
margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya.
Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa
surfaktan tersebut mempunyai nilai hydrophyle lypophyle balance antara 2-16,
tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi atas
tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent).
Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi
dengan cara menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air.
Surfaktan dipergunakan baik berbentuk emulsi minyak dalam air maupun
berbentuk emulsi air dalam minyak. Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem
yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling melarut, dimana salah satu
cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula cairan lainnya. Cairan yang
terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan
yang mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinu atau medium dispersi.
Berdasarkan jenisnya, emulsi dapat dibedakan menjadi dua, antara lain emulsi
minyak dalam air (O/W) dengan emulsi air dalam minyak (W/O).
Emulsi air dalam minyak (W/O) menunjukkan adanya gugus hidrofilik
pada surfaktan yang bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan
gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di
dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila
gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut
akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya
tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan
menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih
dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat
oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak
lebih rendah. Tegangan permukaan minyak yang lebih rendah ini menyebabkan
minyak mudah menyebar menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya
tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Jika
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle
Concentration. Tegangan permukaan akan menurun hingga Critical Micelle
Concentration tercapai. Setelah Critical Micelle Concentration tercapai, tegangan
permukaan akan konstan dimana antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel
yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomer (Budiawan, 2009).
3. Alkil Benzena Sulfonat (ABS)
Alkyl benzene sulfonate (ABS) merupakan surfaktan yang banyak di
gunakan dalam industri berupa cairan kental berwarna coklat, mudah larut dalam
air. Alkyl benzene sulfonate digunakan untuk memproduksi deterjen rumah tangga
termasuk bubuk cuci, cairan laundry, cairan pencuci piring dan pembersih rumah
tangga lainnya serta dalam berbagai aplikasi industri. Alkyl benzene sulfonate ini
memiliki dampak negatif terhadap lingkungan karena molekul alkyl benzene
sulfonate ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga berbahaya
bagi persediaan suplai air tanah. Busa dari ABS ini menutupi permukaan air
sungai sehingga sinar matahari tidak bisa masuk pada dasar sungai yang dapat
menyebabkan biota sungai menjadi mati dan sungai menjadi tercemar.
Proses pembuatan alkyl benzene sulfonate ini adalah dengan mereaksikan
alkil benzena dengan belerang trioksida, asam sulfat pekat atau oleum. Reaksi ini
menghasilkan alkil benzena sulfonat. Jika dipakai dodekil benzena maka
persamaan reaksinya adalah C6H5C12H25 dengan SO3 menjadi C6H4C12H25SO3H
(dodekil benzena sulfonat). Reaksi selanjutnya adalah proses netralisasi dengan
NaOH sehingga dihasilkan natrium dodekil benzena sulfonat.
Deterjen pertama yang dihasilkan yaitu natrium lauril sulfat yang berasal
dari lemak trilausil yang kemudian direduksi dengan hidrogen dibantu dengan
katalis. Setelah itu, direaksikan dengan asam sulfat lalu dinetralisasi. Karena
proses produksinya yang mahal, maka penggunaan natrium lauril sulfat ini tidak
dilanjutkan. Industri deterjen selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan
alkyl benzene sulfonate sebagai surfaktan yang ditambahkan pada produk.
Penambahan ABS ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Hal
ini dikarenakan oleh molekul ABS memiliki sifat yang tidak dapat dipecahkan
oleh mikroorganisme, sehingga berbahaya bagi persediaan suplai air tanah. Selain
itu, busa dari ABS ini menutupi permukaan air sungai sehingga sinar matahari
tidak bisa masuk pada dasar sungai yang dapat menyebabkan biota sungai
menjadi mati dan sungai menjadi tercemar serta secara alami surfaktan ABS ini
lebih sukar terurai oleh bakteri pengurai disebabkan adanya rantai bercabang pada
strukturnya oleh karena itu di beberapa negara penggunaan ABS dilarang.
Oleh karena dilarangnya penggunaan ABS pada beberapa negara maka
ABS digantikan oleh surfaktan-surfaktan yang dapat diurai atau dibiodegradasi.
Penggantian ini tidak seluruhnya dilakukan karena terdapat beberapa alasan masih
perlu digunakannya surfaktan ABS. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah
harganya yang murah, kestabilan dari surfaktan ABS jika dijadikan dalam bentuk
krim atau pasta, dan pada penggunaannya menghasilkan busa yang melimpah.
Perkembangan selanjutnya ABS diganti dengan linear alkil sulfonat
(LAS). Detergen ini memiliki rantai karbon yang panjang dan dapat dipecahkan
oleh mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan busa pada air sungai. Akan
tetapi, senyawa LAS menimbulkan kerugian yang tidak sedikit terhadap
lingkungan dan lingkungan membutuhkan waktu selama 90 hari untuk mengurai
LAS dan hanya 50% dari keseluruhan yang dapat diurai. Tingkat toksisitas LAS
lebih tinggi empat kali lipat lebih besar daripada ABS. Namun LAS dapat
terdegradasi oleh mikroorganisme sedangkan ABS sangat sulit untuk diuraikan
oleh mikroorganisme. LAS sama seperti ABS juga memiliki kekurangan dalam
penggunaannya yaitu dapat membentuk fenol yaitu suatu bahan kimia beracun.

4. Komponen Penyusun Deterjen


Deterjen adalah surfaktan anionik dengan gugus alkil (umumnya C9–C15)
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari natrium (RSO3-Na+ dan
ROSO3-Na+) yang berasal dari derifat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi
parafin dan olefin). Komponen penyusun dari deterjen adalah surfaktan sebagai
bahan baku utama yang memiliki sifat pembersih, bahan penguat, bahan pengisi,
bahan tambahan, dan air sebagai bahan pelarut dari larutan pencuci piring.
Pada umumnya detergen mengandung bahan baku (surfaktan), bahan
penunjang dan bahan aditif. Bahan baku surfaktan berkisar 20- 30% dan bahan
penunjang sekitar 70- 80%. Surfaktan yang biasanya terdapat dalam detergen
berupa surfaktan anionik. Surfaktan dalam detergen dapat menyebabkan
permukaan kulit menjadi kasar, hilangnya kelembapan alami pada kulit dan
meningkatnya permeabilitas permukaan luar. Surfaktan selain digunakan sebagai
bahan detergen, juga digunakan sebagai bahan industri tekstil dan pertambangan.
Kandungan surfaktan di detergen sekitar 10-30% dibandingkan dengan polifosfat.
Fungsi surfaktan dalam detergen sebagai pengikat kotoran yang
menyebabkan sifat antara pada detergen satu dengan detergen lainnya. Surfaktan
terkonsentrasi pada batas permukaan antara air dengan gas (udara), padatan (debu)
dan cairan yang tidak dapat bercampur (minyak). Hal tersebut karena struktur
“Amphiphilic”, yang berarti bagian yang satu dari molekul bersifat polar atau
gugus ionik (sebagai kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian
lainnya suatu senyawa hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka air.
Selain mengandung surfaktan, deterjen juga mengandung builder. Builder
adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan penurun tegangan
permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Builders
digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral
yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya.
Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar
proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan
dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Pada pembuatan detergen, builder
sering ditambahkan dengan maksud meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara mematikan mineral sebagai penyebab dari kesadahan air. Mineral ini
baik berupa fosfat (sodium tri poly phosphate/STPP), asetat (nitril tri
acetate/NTA, ethylene diamine tetra acetate/EDTA), silikat (zeolit), dan sitrat
(asam sitrat). Builder juga memiliki fungsi untuk mencegah mengendapnya
kembali kotoran-kotoran yang terdapat pada bahan-bahan yang akan dicuci.

5. Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi,
terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi
kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau
lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras
(hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun
lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan
proses netralisasi minyak. Pemilihan proses pembuatan dari sabun ini harus
didasari dengan bagaimana produk akhir sabun yang diinginkan oleh konsumen.
Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu
gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan
proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali. Sabun
merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat,
C17H35COONa+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan
pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep
ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun. Sabun
konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta
sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung
surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan
juga bahan-bahan tambahan khusus lainnya (Bailey, 1950).
Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air
(hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat
memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja
menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari
sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa
(asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi.
Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik
maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak
stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis-jenis bahan
surfaktan yang dihasilkan pada dewasa ini mencapai hingga angka ribuan.
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak
saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak,
misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, parafin lunak, cocoa
butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak
isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).
Bahan-bahan selain melumasi kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi
sebagai peramas (plasticizers). Selain penambahan surfaktan dan bahan-bahan
yang tidak menyebabkan kulit kering, sabun ditambahkan antioksidan, deodorant
atau pewangi, dan juga pewarna agar sabun yang dihasilkan lebih menarik.
Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda,
mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang
kecil. Bahan untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan
bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene
(0,02%-0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang
mengkatalis oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate).
Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau
mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak
tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi.
Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2-hidrosil 2,4,4-
triklodipenil ester. Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih,
atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan
yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali
(0,01- 0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun yang transparan.
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk
masing-masing. Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat
menurunkan pH sabun. berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan
pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula
sabun, saat ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya super fatty (yang
menambahkan lanolin atau parafin), sabun transparan (yang menambahkan
sukrosa dan gliserin), deodorant (yang menambahkan triklorokarbon,
heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal), antiseptik (yang
menambahkan bahan antiseptik, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya), sabun
bayi (yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif), dan sabun netral.
Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi.
Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan
pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam
lemak berantai panjang adalah sabun. Netralisasi adalah proses untuk memisahkan
asam lemak bebas dari minyak atau lemak direaksikan dengan pereaksi lain.
DAFTAR PUSTAKA

Bailey, A. 1950. Industrial Oil and Fat Product. New York: Intersholastic
Publishing Inc.
Budiawan, 2009. Alkil Benzen Sulfonat. (Online). http://opac.geo-tek.lipi.go.id/in
dex.php?p=show_detail&id=2890. (Diakses pada tanggal 16 Februari 201
8)
Komariah, A. 2017. Adsorpsi Alkil Benzena Sulfonat Menggunakan Zeolit
Termodifikasi Cetyltrimethylammonium. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi.
Vol. 20(1) : 13-18.
Nida, S. R. Laju Degradasi Surfaktan Linear Alkil Benzena Sulfonat (LAS) pada
Limbah Deterjen Secara Anaerob pada Reaktor Lekat Diam Bermedia
Sarang Tawon. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 7(3) : 243-250.
Razif, M. 1993. Pengolahan Deterjen. Jakarta: Erlangga.
Sasongko, D. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai