1. Deterjen
Deterjen berasal dari bahasa latin yaitu detergere yang berarti
membersihkan. Deterjen merupakan penyempurnaan dari produk sabun.
Kelebihannya dibandingkan sabun adalah bisa mengatasi air sadah dan larutan
asam, serta harganya lebih murah. Deterjen sering disebut dengan istilah deterjen
sintetis. Hal ini dikarenakan deterjen berasal dari bahan-bahan sintetis atau
turunan minyak bumi. Deterjen sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik
dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan
magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetis mempunyai
keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat. Oleh karena itu
deterjen sintetis tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang
mengendap. Hal ini merupakan suatu karakteristis yang tidak ada pada sabun.
Dibandingkan dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Kebutuhan akan deterjen meningkat dengan
adanya dua kelemahan pada sabun. Kelemahan pertama yang dimiliki sabun
merupakan garam dari asam lemah dimana larutannya agak basa karena adanya
hidrolisis parsial. Masalah kedua adalah sabun biasa yang ada akan membentuk
garam apabila ada di dalam air sadah yang mengandung kation logam-logam
tertentu seperti Ca, Mg, dan Fe. Kation-kation tersebut menyebabkan garam-
garam natrium atau kalium dari asam karboksilat yang semula larut menjadi
garam karboksilat yang tidak larut mengakibatkan warna cokelat pada pakaian.
Masalah sabun dapat dikurangi dengan menciptakan deterjen yang lebih
efektif yaitu deterjen sintetik. Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan
atau bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air menjadi lebih
basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci yang lebih baik. Deterjen dalam
kerjanya memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang
larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan bahwa
deterjen, khususnya molekul surfaktan (surface active agent) berfungsi untuk
menurunkan tegangan pada permukaan air sehingga kotoran dapat dilepaskan.
Deterjen ini harus mempunyai beberapa sifat, termasuk rantai hipofilik
yang panjang dan ujung ionik polar. Pada ujung yang polar juga tidak membentuk
garam yang mengendap dengan ion-ion dalam air sadah, sehingga tidak
mempengaruhi keasaman air. Deterjen dipengaruhi jenis kotoran yang akan
dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen khususnya surfaktannya memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air
maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat
lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini menetrasi kotoran
yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air yang berperan
mendispersikan kotoran dari cucian. Natrium lauril sulfat adalah deterjen yang
baik karena garamnya dari asam kuat dan larutannya netral. Garam kalsium dan
magnesium tidak mengendap di larutan sehingga dapat dipakai pada air sadah.
Sintesis garam natrium dari alkil hidrogen sulfat menghasikan deterjen.
Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara penghidrogenan lemak dan minyak.
Alkohol berantai panjang direaksikan dengan asam sulfat menghasilkan alkil
hidrogen sulfat dan kemudian dinetralkan dengan basa. Deterjen yang umum
digunakan ialah alkil benzene sulfonat berantai lurus. Pembuatannya melalui tiga
tahap. Alkena rantai lurus dengan jumlah karbon 10 sampai 14 direaksikan
dengan benzen dan katalis friedeft-craft (AlCl3) akan membentuk ikatan alkil
benzen. Sulfonasi dan penetralan dengan basa akan melengkapi proses ini.
Deterjen jenis ini mudah didegradasi secara biologis oleh mikroba dan tidak
berakumulasi pada lingkungan. Berdasarkan dapat tidaknya zat aktif terdegradasi,
deterjen terbagi atas dua bagian yaitu, deterjen keras dan deterjen lunak.
Deterjen banyak digunakan untuk pencucian peralatan industri-industri
maupun rumah tangga. Deterjen yang paling banyak dipakai di Indonesia dengan
penyusun utamanya adalah senyawa dodecyl benzene sulfonate based di bentuk
natrium dodesil benzena sulfonat (NaDBS) dan natrium tri polypospat (STTP),
yang bersifat tidak terurai secara alamiah dalam air atau non bio degradable,
sehingga mencemari lingkungan perairan. Hal ini disebabkan oleh adanya buih
yang mengganggu proses pelarutan oksigen. Deterjen dapat dibagi menjadi dua
berdasarkan zat aktif terdegradasinyayaitu deterjen keras dan deterjen lunak.
Jenis deterjen pertama adalah deterjen keras. Deterjen keras mengandung
zat aktif yang sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan itu telah di
pakai dan telah di buang. Hal ini diakibatkan adanya rantai cabang pada atom
karbon, akibatnya zat tersebut masih aktif dan jenis inilah yang dapat
menyebabkan pencemaran air, seperti alkil benzene sulfonat (ABS). Jenis deterjen
kedua adalah deterjen lunak. Pada deterjen lunak ini, deterjen mengandung zat
aktif yang relatif mudah untuk dirusak mikroorganisme karena umumnya zat aktif
ini memiliki rantai karbon yang tidak bercabang. Sehingga setelah deterjen lunak
ini dipakai maka zat aktif yang ada di dalamnya akan mengalami kerusakan
seperti linier alkil benzene sulfonat (LABS).
Selulosa karboksi
Antiredeposition metil, polikarbonat,
Mencegah kotoran balik lagi
agents polietilen glikol,
natrium silikat
Memutihkan, mencerahkan dan
Bleaches
membersihkan noda
5. Sabun
Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi,
terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan
sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi
kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau
lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras
(hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun
lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan
proses netralisasi minyak. Pemilihan proses pembuatan dari sabun ini harus
didasari dengan bagaimana produk akhir sabun yang diinginkan oleh konsumen.
Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu
gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses
saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan
proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali. Sabun
merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat,
C17H35COONa+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan
pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep
ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun. Sabun
konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan garam alkali serta
sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik, biasanya mengandung
surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna, parfum, pengontrol pH, dan
juga bahan-bahan tambahan khusus lainnya (Bailey, 1950).
Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air
(hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat
memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja
menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari
sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa
(asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi.
Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik
maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak
stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis-jenis bahan
surfaktan yang dihasilkan pada dewasa ini mencapai hingga angka ribuan.
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak
saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak,
misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, parafin lunak, cocoa
butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak
isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).
Bahan-bahan selain melumasi kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi
sebagai peramas (plasticizers). Selain penambahan surfaktan dan bahan-bahan
yang tidak menyebabkan kulit kering, sabun ditambahkan antioksidan, deodorant
atau pewangi, dan juga pewarna agar sabun yang dihasilkan lebih menarik.
Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda,
mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang
kecil. Bahan untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan
bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene
(0,02%-0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang
mengkatalis oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate).
Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau
mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak
tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi.
Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2-hidrosil 2,4,4-
triklodipenil ester. Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih,
atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan
yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali
(0,01- 0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun yang transparan.
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk
masing-masing. Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat
menurunkan pH sabun. berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan
pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula
sabun, saat ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya super fatty (yang
menambahkan lanolin atau parafin), sabun transparan (yang menambahkan
sukrosa dan gliserin), deodorant (yang menambahkan triklorokarbon,
heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal), antiseptik (yang
menambahkan bahan antiseptik, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya), sabun
bayi (yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif), dan sabun netral.
Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu saponifikasi dan netralisasi.
Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan
pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam
lemak berantai panjang adalah sabun. Netralisasi adalah proses untuk memisahkan
asam lemak bebas dari minyak atau lemak direaksikan dengan pereaksi lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, A. 1950. Industrial Oil and Fat Product. New York: Intersholastic
Publishing Inc.
Budiawan, 2009. Alkil Benzen Sulfonat. (Online). http://opac.geo-tek.lipi.go.id/in
dex.php?p=show_detail&id=2890. (Diakses pada tanggal 16 Februari 201
8)
Komariah, A. 2017. Adsorpsi Alkil Benzena Sulfonat Menggunakan Zeolit
Termodifikasi Cetyltrimethylammonium. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi.
Vol. 20(1) : 13-18.
Nida, S. R. Laju Degradasi Surfaktan Linear Alkil Benzena Sulfonat (LAS) pada
Limbah Deterjen Secara Anaerob pada Reaktor Lekat Diam Bermedia
Sarang Tawon. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol. 7(3) : 243-250.
Razif, M. 1993. Pengolahan Deterjen. Jakarta: Erlangga.
Sasongko, D. 1985. Teknik Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga.