Anda di halaman 1dari 11

PEMBUATAN DETERJEN DARI BAHAN KIMIA

LINEAR ALKILBENZEN SULFONAT

Mata Kuliah
Perancangan Proses STK-4265

Dosen Pengampu:
Prof. Dr.Eng Ir. Irvan, M. Si

Kelompok 7:

Idham Sahdin Tanjung / 190405017


Alfi Syahrin Ramadhan / 190405024
Bagas Ari Wibowo / 190405025
Osama Harahap / 190405026
Muhammad Rizky Pulungan / 190405027
Aldi Pranata Ginting / 190405082

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Detergen merupakan salah satu produk industri yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk keperluan rumah tangga dan industri. Detergen dapat berbentuk cair,
pasta, atau bubuk yang mengandung konstituen bahan aktif pada permukaannya dan konstituen
bahan tambahan. Konstituen bahan aktif adalah berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari
surface active agents, yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu cairan dan di
antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) untuk mempermudah penyebaran dan pemerataan.
Adapun konstituen tambahan dapat berupa pembangun, zat pengisi, zat pendorong, diantaranya
adalah: gram dodesilbenzena sulfonat, natrium lauril eter sulfat, kokonum sitrat, dan metil paraben.
Detergen pertama yang dihasilkan yaitu natrium lauril sulfat (NSL) yang berasal dari lemak
trilausil yang kemudian direduksi dengan hidrogen dibantu dengan katalis. Setelah itu, direaksikan
dengan asam sulfat lalu dinetralisasi. Karena proses produksinya yang mahal, maka penggunaan
NSL ini tidak dilanjutkan. Industri deterjen selanjutnya dikembangkan dengan menggunakan alkil
benzena sulfonat (ABS). Akan tetapi, ABS ini memiliki dampak negatif terhadap lingkungan
karena molekul ABS ini tidak dapat dipecahkan oleh mikroorganisme sehingga berbahaya bagi
persediaan suplai air tanah. Selain itu, busa dari ABS ini menutupi permukaan air sungai sehingga
sinar matahari tidak bisa masuk pada dasar sungai yang dapat menyebabkan biota sungai menjadi
mati dan sungai menjadi tercemar. Perkembangan selanjutnya ABS diganti dengan linear alkil
sulfonat (LAS). Detergen ini memiliki rantai karbon yang panjang dan dapat dipecahkan oleh
mikroorganisme sehingga tidak menimbulkan busa pada air sungai. Akan tetapi, LAS juga
memiliki kekurangan yaitu dapat membentuk fenol, suatu bahan kimia beracun. Deterjen yang
beredar di pasaran atau yang dikonsumsi sebagian masyarakat Indonesia merupakan hasil produksi
dalam negeri, tetapi dengan lisensi dari perusahaan luar negeri. Sebagai contoh detergen dari
produk PT Unilever yang berpusat di Perancis, dan detergen produk Kao.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada pembuatan makalah adalah:
1. Apakah bahan yang akan digunakan pada pembuatan detergen dan penyedian bahan baku
kimia dasar.
2. Bagaimana proses yang dilakukan pada pembuatan detergen.
3. Mengidentifikasi proses pembuatan Liner Alkylbenzena Sulfonat?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada pembuatan makalah adalah:
1. Memahami bahan yang akan digunakan pada pembuatan detergen dan penyedian bahan
baku kimia dasar.
2. Memahami proses yang dilakukan pada pembuatan detergen.
3. Memahami proses pembuatan Liner Alkylbenzena Sulfonat?
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Deterjen


Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan
dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh
kesadahan air. Detergen merupakan garam Natrium dari asam sulfonat.
Berdasarkan bentuk fisiknya detergent ada detergent cair, secara umum deterjen cair
hampir sama dengan deterjen bubuk. Yang membedakan cuma bentuk fisik. Di indonesia setahu
saya deterjen cair ini belum dikomersilkan, biasanya digunakan untuk laundry modern
menggunakan mesin cuci yang kapasitasnya besar dengan teknologi canggih.
Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, deterjen dikelompokkan menjadi:
a) Deterjen anionik (DAI), deterjen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan
dengan alkali. Deterjen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif apabila
dilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok utama dari
deterjen anionik adalah: rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat, Alkil aril sulfonat, Olefin
sulfat dan sulfonat
b) Deterjen kationik, deterjen yang mengandung surfaktan kationik. Deterjen ini akan
berubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air, biasanya digunakan
pada pelembut (softener). Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai
panjang yang memiliki sifat aktif pada permukaannya. Kelompok utama dari deterjen
kationik adalah :
 Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
 Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3))3+ (R=8 sampai 18 atom karbon)
 Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom C)
 Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
c) Deterjen nonionik, senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara, kedua asam
dan basanya merupakan molekul yang sama. Deterjen ini tidak akan berubah menjadi
partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat bekerja di dalam air sadah dan
dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis kotoran. Kelompok utama dari deterjen
nonionik adalah:
• Etilen oksida atau propilen oksida
• Polimer polioksistilen
• Alkil amida
d) Deterjen Amfoterik. Deterjen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik.
Detergen ini dapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung kepada
pH air yang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga.
Kelompok utama dari deterjen ini adalah: Natrium lauril sarkosilat
(CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan natrium mirazol.

2.2 Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi
menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada
permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl
Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (garam ammonium), Non ionic
(Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl Ethylenediamines). Surfaktan biasanya berupa
senyawa organik yang bersifat amfifil, yang artinya mereka memiliki baik gugus hidrofobik (ekor)
dan gugus hidrofilik (kepala).[3] Oleh karena itu, surfaktan mengandung komponen tak larut air
(atau larut dalam minyak) dan komponen yang larut dalam air sekaligus. Surfaktan akan terdifusi
dalam air dan teradosorpsi pada antarmuka antara udara dan air atau antarmuka antara minyak dan
air, ketika air dicampur dengan minyak. Gugus hidrofobik yang tidak larut dalam air dapat
menerobos keluar dari fase air, menuju fase udara atau fase minyak, sementara gugus kepala yang
larut dalam air tetap berada di fase air.
Produksi surfaktan dunia diperkirakan sekitar 15 Mton/tahun, yang sekitar setengahnya
adalah sabun. Surfaktan lain yang diproduksi dalam skala besar adalah alkilbenzena sulfonat (1700
kton/tahun), lignin sulfonat (600 kton/tahun), lemak alkohol etoksilat (700 kton/tahun), dan
alkilfenol etoksilat (500 kton/tahun)
Adapun jenis-jenis surfaktan yaitu:
1. Surfaktan anionic. Surfaktan anionik memiliki ujung molekul bermuatan negatif yang
bersifat hidrofilik. Bagian molekul yang bermuatan negatif ini biasanya berupa sulfonat,
sulfat, atau karboksilat. Contoh surfaktan anionik adalah natrium alkilbenzena sulfonat,
natrium stearat, dan kalium alkohol sulfat yang banyak ditemukan dalam sabun dan
detergen.
2. Surfaktan nonionic. Surfaktan nonionik adalah jenis surfaktan yang tidak memiliki ion.
Surfaktan ini memperoleh polaritasnya karena molekul di salah satu ujung memiliki bagian
yang kaya oksigen dan di ujung lainnya memiliki molekul organik besar. Contoh surfaktan
nonionik adalah alkohol etoksilat, alkohol polietilena nonilfenoksi, dan kopolimer blok
etilen oksida/propilena oksida. Surfaktan nonionik umumnya tidak berbusa atau minim
busa sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan pembuatan detergen dengan busa
sedikit.
3. Surfaktan kationik. Surfaktan kationik adalah molekul bermuatan positif yang biasanya
berasal dari senyawa nitrogen. Banyak surfaktan kationik memiliki sifat sanitasi atau
membersihkan, seperti bakterisida atau lainnya. Surfaktan ini berguna untuk membuat
disinfektan yang meninggalkan lapisan disinfektan kationik di permukaan. Contoh
surfaktan kationik adalah alkil amonium klorida.
4. Surfaktan amfoterik. Surfaktan amfoterik adalah surfaktan yang muatannya mengalami
perubahan dengan pH. Surfaktan ini bisa merupakan jenis anionik, nonionik, atau kationik,
tergantung pada pH. Surfaktan amfoterik sering digunakan dalam produk perawatan
pribadi, seperti sampo dan kosmetik. Contoh surfaktan amfoterik adalah betaine dan amino
oksida

2.3 LAS (Linear Alkylbenzene Sulfonate)


Sodium Linear Alkylbenzene Sulfonate merupakan salah satu surfaktan anionik yang
berwujud cair dengan rumus molekul C12H25C6H4SO3Na yang digunakan sebagai bahan baku
uama pada industri detergen. Linear alkylbenzene biasanya digunakannsebagai bahannbaku utama
dalam pembuatan pembuatan Sodium Linear Alkylbenzene Sulfonate. Alkylbenzene disulfonasi
menggunakan asam sulfat, oleum atau SO3 gas.
Macam-macam proses pembuatan Linear Alkylbenzene Sulfonate Pemilihan proses
bertujuan untuk menentukan proses yang akan digunakan dalam pembangunan pabrik. Hal
tersebut dapat dilihat dari keuntungan yang bisa didapatkan dari segi ekonomi maupun teknik.
Pembuatan Linear Alkylbenzene sulfonat menggunakan proses sulfonasi yaitu reaksi kimia yang
melibatkan penggabungan gugus fungsi asam sulfonat (-SO3H) ke dalam suatu molekul ataupun
ion, Proses sulfonasi dapat menggunakan tiga cara, yaitu:
1. Reaksi Sulfonasi dengan H2SO4
2. Reaksi Sulfonasi dengan gas SO3
3. Reaksi sulfonasi dengan Oleum 20%
a. Reaksi dengan H2SO4 Proses sulfonasi dengan sulfating agent H2SO4 merupakan cara
yang pertama kali dilakukan. Proses ini dapat berjalan secara batch maupun kontinyu.
Proses berlangsung pada suhu 0-51 oC dengan tekanan 1 atm, tergantung pada kualitas
warna produk yang diinginkan. Dalam proses ini tidak menggunakan katalis,
Alkylbenzene direaksikan langsung dengan H2SO4 100% dengan perbandingan mol
H2SO4 dan Alkylbenzene 1,6:1,8 (Kirk and Othmer, 1998).
Reaksi yang terjadi :
 Reaksi sulfonasi C6H5C12H25 + H2SO4 C12H25C6H4SO3H + H2O
 Reaksi netralisasi C12H25C6H4SO3H+ NaOH C12H25C6H4SO3Na + H2O
Selanjutnya produk hasil sulfonasi direaksikan dengan NaOH dengan kadar 20-50 %
(Peters and Timmerhaus, 1991) dan didapatkan hasil akhir Linear Alkylbenzene
sulfonate. Reaksi menggunakan H2SO4 ini tidak banyak digunakan karena
menghasilkan air sehingga produk yang dihasilkan berupa larutan encer dan berbuih.
selain itu, keberadaan air yang sangat banyak akan menyebabkan reaksi bergeser kekiri
dan kecepatan reaksinya lambat (Kadirun, 2010).
b. Reaksi dengan Gas SO3 Pembuatan Linear Alkylbenzene sulfonate dengan gas SO3
terdiri dari empat tahap yaitu, proses pengeringan udara, produksi gas SO2, konversi
gas SO2 menjadi gas SO3 dan proses sulfonasi. Proses pengeringan udara bertujuan
untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat di udara. Apabila di udara terdapat
kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak maka dapat memicu terbentuknya
Oleum karena reaksi antara H2O dengan SO3 dan ini menyebabkan kualitas warna
Linear Alkylbenzene sulfonate rendah. Untuk menghasilkan gas SO3, udara kering
direaksikan dengan sulfur dalam bentuk cair dan konversi gas SO2 menjadi gas SO3
menggunakan katalis V2O3. Reaksi yang terjadi :
 Reaksi antara SO2 dan O2 SO2+ ½ O2 SO3
 Reaksi sulfonasi C6H5C12H25 + SO3 C12H25C6H4SO3H
 Reaksi Netralisasi C12H25C6H4SO3H+ 3NaOH C12H25C6H4SO3Na + Na2SO4
Reaksi sulfonasi berlangsung dalam satu reaktor gelumbung, suhu reaksi 50 oC dan
tekanan 1,5 atm (Kirk and Othmer, 1998). Selain sangat mudah terbentuknya reaksi
samping yang tidak diinginkan, biaya produksi proses sulfonasi dengan gas SO3
cenderung lebih mahal dan warna produk yang dihasilkan juga lebih gelap (Kadirun,
2010).
c. Reaksi dengan Oleum 20% Pada proses sulfonasi dengan Oleum, reaksi terjadi pada
reaktor alir tangki berpengaduk dengan suhu reaksi 38-60 oC dan tekanan 1 atm. Oleum
yang digunakan adalah Oleum 20% dengana perbandingan mol Alkylbenzene dan
Oleum 20% adalah 1:1,25 (Peters and Timmerhaus, 1991). Reaksi yang terjadi :
 Reaksi sulfonasi C6H5C12H25 + H2SO4.xSO3 C12H25C6H4SO3H + H2SO4
 Reaksi Netralisasi C12H25C6H4SO3H+ 3NaOH C12H25C6H4SO3Na + H2O
Alasan pemilihan proses tersebut antara lain :
1. Menghasilkan produk samping berupa H2SO4 yang dapat dijual dipasaran
2. Hidrokarbon yang dapat disulfonasi sebesar 96%
3. Kondisi operasi berlangsung pada suhu rendah dan tekanan atmosferis, sehingga
penanganannya mudah dan energi yang dibutuhin kecil.

2.4 Proses Pembuatan Detergent


Berikut merupakan bagian-bagian dari proses pembuatan sabun, yaitu :
1. Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk sintetik dimana
dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan pada proses pengeringan. Tahap-
tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan pada gambar berikut :
Gambar 1. Diagram alir proses spray-drying

Gambaran proses pembuatannya adalah komponen-komponen cairan (diterima dalam


drum dan kemudian disimpan dalam storage tank) diukur kemudian dicampurkan dengan kmponen
padat (diterima dalam bags atau wadah khusus dan kemudian disimpan dalam silos) untuk
membentuk slurry yang homogen. Beberapa slurry memiliki perbedaan viskositas dan konsentrasi
erdasarkan formula yang dipompakan pada tekanan tinggi (hingga 10 bar). Dan di spray
(disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam menara berbentuk silinder
(spray – drying tower) seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas, dimana aliran dari udara
panas terbawa. Dalam beberapa kasus aliran udara mengalir menuju produk untuk memastikan
efisiensi termalnya tinggi dan proses drying terkontrol.
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses drying yang mana
hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang berasal dari ekspansi mula – mula dan
drying permukaan ketika slurry menurun pada saat suhu udara tinggi pada bagian atas menara
(spray-drying tower). Dalam kasus ini ketika meneruskan arus aliran turun,pengeringan produk
diproses yang dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. Drying co-current menurunkan
efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang sensitif terhadap
suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah.
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada bagian atas menara
spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui sistim pembawa airlift dengan aliran
udara dingin.setelah pengankutan udara bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan
akhirnya dicampur dengan komponen-komponen yang sensitive terhadap suhu atau zat adiktif
yang kemudian di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk.
2. Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis yang memiliki
densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material- material kering dengan bahan-bahan
cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat cairan yang kemudian bercampur yang
menyebabkan bahan- bahan tadi bergabung satu sama lain yang membentuk partikel-partikel
berukuran besar. Prose aglomerasi dapat di gambarkan seperti proses penimbunan atau
penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau granula. Tahap-
tahap pemprosesan non tower balestra untuk untuk produksi deterjen bubuk berdasarkan pada
proses aglomerasi.Diantara berbagai tahap proses tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi
yang sangat penting dan kritis, karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat
yang sama,di hubungkan ke komposisi kimia dari produk.
Proses aglomerasi juga merupakan proses spray-drying dengan dry mixing atau blending.
Konsentasi air proses yang digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry. Dalam aglomerasi
cairan disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen atau bahan yang digunakan
dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan sebagai cairan dalam
aglomerasi.

Gambar 2. Blok diagram aglomerasi


3. Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen bubuk ditimbang
dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit dan
ditambahkan slurry selama 3-4 menit. Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer,
pencampuran dilanjutkan selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk
yang terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit penyimpanan.

Gambar 3. Proses dry mixing

Anda mungkin juga menyukai