Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PROSES INDUSTRI KIMIA


(INDUSTRI DETERJEN)

Disusun oleh :
1. Arya Adji Prastya (061740421856)
2. Dinah Wika Maharani (061740421859)
Kelas : 3 KIB

Dosen Pengajar :

Ir. Erwana Dewi, M.Eng.

JURUSAN TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara heterogen dari segi aktifitas perindustriannya,
meskipun bukan termasuk negara perindustrian di Dunia. Perindustrian di
Indonesia mulai dari industri rumah tangga, industri dengan beraggotakan
komunitasnya saja, hingga industri global dengan berbagai kerjasama dan
cabang-cabang dari negara lain.
Adapun kota-kota besar di Indonesia yang merupakan kota industri
terbesar adalah Surabaya, Sidoarjo dan Bekasi. Beberapa perusahaan di kota
tersebut merupakan cabang/ kerjasama dari negara lain misalnya PT. Kao
Indonesia, yang salah satu hasil produksinya adalah Sabun dan Detergent. Tidak
hanya perusahaan tersebut yang memproduksi sabun di Indonesia, namun juga
PT. Wings Indonesia, PT. Unilever dan lain sebagainya.
Proses pembuatan Detergent pada skala industri rumah tangga atau
konvensional memang tidak terlalu rumit, namun apabila produksi ini dilakukan
pada skala besar/ sekitar beberapa ton perhari tentulah membutuhkan ilmu khusus
untuk melakukannya.
Hal yang harus dilakukan pada proses pembuatan Detergent adalah
persiapan raw material (bahan baku), pengendalian proses, pengendalian alat, dan
treatment hasil produksi. Semua hal tersebut akan dibahas pada makalah yang
berjudul “Proses Pembuatan Sabun dan Detergent” ini.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana sejarah pembuatan Detergent?
 Bagaimana Proses Pembuatan Detergent?
 Apa Saja Bahan baku dalam pembuatan deterjen ?

C. Tujuan
1. Mengetahui bahan baku pembuatan Detergent.
2. Mengetahui Proses Pembuatan Detergent.
BAB II
PEMBAHASAN

A.Sejarah Pembuatan Sabun dan Detergen.


Sabun sendiri sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi terus
dikembangkan dari campuran mentah basa dan lemak. Pada abad pertama, Pliny,
sang pencetus menjelaskan proses pembuatan sabun, hingga pada abad ke-13,
sabun diproduksi secara industri. Sampai awal abad ke-18, sabun diyakini
campuran lemak dan basa secara mekanis; hingga Chevruel, ahli kimia Perancis,
menunjukkan bahwa pembuatan sabun sepenuhnya melibatkan reaksi kimia.
Domeier menemukan bahwa gliserin dapat diperoleh dari proses
saponifikasi. Leblanc juga menemukan bahwa natrium karbonat dapat diproduksi
dengan harga yang murah dari natrium klorida. Bahan mentah yang semakin
menipis pada PD I menyebabkan Jerman mengembangkan “sabun sintetik” atau
detergen yang terbuat dari rantai pendek alkil naphtalene sulfonates sebagai
wetting agent yang baik. Pada tahun 1920-an dan 1930-an, rantai pendek
penyusun detergen dikembangkan menjadi rantai panjang alkohol sulfat dan pada
tahun 1950-an dikembangkan menjadi senyawa rantai bercabang. Selama tahun
1960-an, syarat biodegradability menjadi penting untuk diperhatikan sehingga
senyawa penyusun detergen kembali ke rantai panjang tidak bercabang karena
rantai tidak bercabang dapat dengan mudah diuraikan.

B. Kegunaan dan Ekonomi


Digunakan dalam produk laundry, sabun toilet, sampo, sabun cuci piring,
dan produk pembersih pada rumah tangga. Kegunaan pada industri yaitu bahan
pembersih, surfaktan khusus untuk anti kuman di rumah sakit, pengemulsi pada
kosmestik, flowing dan wetting agent untuk bahan kimia pertanian, dan digunakan
pada proses pengolahan karet. Secara umum, sabun dan detergen digunakan untuk
menghilangkan minyak.
C.Pengertian Deterjen
Detergen berbeda dengan sabun dalam kerjanya pada air sadah. Sabun
membentuk senyawa tidak larut dengan ion air sadah (Ca dan Mg) yang
menyebabkan endapan dan mengurangi busa dan cleaning actionnya.
Detergen bereaksi dengan ion air sadah yang hasil produknya larut atau terdispersi
secara koloid dalam air.
Detergen dibagi dalam 4 kelompok utama, yaitu anionik, kationik,
nonionik dan amfoterik. Kelompok terbesarnya adalah anionik yang biasanya
adalah garam natrium dari sulfonat (organik sulfat).
Pengotor dapat dihilangkan melalui proses pembasahan, pengemulsian,
pendispersian dan atau pelarutan noda oleh cleaning agent. Molekul detergen
yang berkelompok dalam air dinamakan micelles. Bagian hidrokarbon dari
molekul detergen berkelompok dengan micelles dinamakan hidrofobik (tidak
suka air) sedangkan bagian polar berada di luar micelles dinamakan hidrofilik
(suka air). Senyawa yang tidak dapat larut dalam air kemudian terlarut ke dalam
bagian tengah micelles yang ditarik oleh grup hidrokarbon. Proses ini dinamakan
solubilisasi.
Deterjen dapat berbentuk cair, pasta, atau bubuk yang mengandung
konstituen bahan aktif pada permukaannya dan konstituen bahan tambahan.
Konstituen bahan aktif adalah berupa surfaktan yang merupakan singkatan dari
surface active agents, yaitu bahan yang menurunkan tegangan permukaan suatu
cairan dan di antarmuka fasa (baik cair-gas maupun cair-cair) untuk
mempermudah penyebaran dan pemerataan. Adapun konstituen tambahan dapat
berupa pembangun, zat pengisi, zat pendorong, diantaranya adalah : Garam
dodesilbenzena sulfonat, natrium lauril eter sulfat, kokonum sitrat, dan metil
paraben.
.Dewasa ini, komposisi detergen diubah ke komposisi yang lebih ramah
lingkungan. Hal ini dikarenakan detergen memiliki fosfat yang menyebabkan
eutrofikasi dalam air alam.
2.Jenis-jenis Deterjen
 Berdasarkan senyawa organic
Berdasarkan senyawa organik yang dikandungnya, detergen dikelompokkan
menjadi :
a. Detergen anionik (DAI)
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan anionik dan dinetralkan
denganalkali. Detergen ini akan berubah menjadi partikel bermuatan negatif
apabiladilarutkan dalam air. Biasanya digunakan untuk pencuci kain. Kelompok
utama daridetergen anionik adalah :
 Rantai panjang (berlemak) alkohol sulfat
 Alkil aril sulfonat
 Olefin sulfat dan sulfonat
b. Detergen kationik
Merupakan detergen yang mengandung surfaktan kationik. Detergen ini
akanberubah menjadi partikel bermuatan positif ketika terlarut dalam air,
biasanyadigunakan pada pelembut (softener). Selama proses pembuatannya tidak
adanetralisasi tetapi bahan-bahan yang mengganggu dihilangkan dengan asam
kuatuntuk netralisasi. Agen aktif permukaan kationik mengandung kation rantai
panjangyang memiliki sifat aktif pada permukaannya. Kelompok utama dari
detergen kationikadalah :
 Amina asetat (RNH3)OOCCH3 (R=8 sampai 12 atom C)
 Alkil trimetil amonium klorida (RN(CH3)) 3+
(R=8 sampai 18 atom
karbon)
 Dialkil dimetil amonium klorida (R2N(CH3)2)+Cl- (R=8 sampai 18 atom
karbon)
 Lauril dimetil benzil amonium klorida (R2N(CH3)2CH2C2H6)Cl
c. Detergen nonionik
Merupakan senyawa yang tidak mengandung molekul ion sementara,
kedua asamdan basanya merupakan molekul yang sama. Detergen ini tidak akan
berubah menjadi partikel bermuatan apabila dilarutkan dalam air tetapi dapat
bekerja di dalam airsadah dan dapat mencuci dengan baik hampir semua jenis
kotoran. Kelompok utamadari detergen nonionik adalah :
 Etilen oksida atau propilen oksida
 Polimer polioksistilen
HO(CH2CH2O)a(CHCH2O)b(CH2CH2O)cH
CH3
 Alkil amida
HOCHCH3 NH2-HOOCC17O38 R
d. Detergen Amfoterik
Detergen jenis ini mengandung kedua kelompok kationik dan anionik.
Detergen inidapat berubah menjadi partikel positif, netral, atau negatif bergantung
kepada pH airyang digunakan. Biasanya digunakan untuk pencuci alat-alat rumah
tangga.Kelompok utama dari detergen ini adalah :
 Natrium lauril sarkosilat ( CH3(CH2)10CH2NHCH2CH2CH2COONa) dan
natriummirazol.

 Berdasarkan kandungan gugus aktifnya


Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen diklasifikasikan sebagai
berikut:

a. Detergen jenis keras


Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan
tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang
menyebabkan pencemaran air.Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
ABS merupakan suatu produk derivat alkil benzen. Proses pembuatan ABS ini
adalah dengan mereaksikan Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam
Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika
dipakai Dodekil Benzena, maka persamaan reaksinya adalah:
C6H5C12H25 + SO3 = C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan Natrium
Dodekil Benzena Sulfonat
b. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah
dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai. Contoh:
Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam
Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4 = C12H25OSO3H + H2O
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.

 Berdasarkan bentuk fisiknya


Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:

a. Deterjen Cair
Secara umum deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk. Yang
membedakan cuma bentuk fisik. Di indonesia setahu saya deterjen cair ini belum
dikomersilkan, biasanya digunakan untuk laundry modern menggunakan mesin
cuci yang kapasitasnya besar dengan teknologi canggih.
b. Deterjen krim
Bentuk deterjen krim dengan sabun colek hampir sama tetapi kandungan formula
bahan baku keduanya berbeda.
c. Deterjen bubuk
`Jenis deterjen bubuk ini yang beredar dimasyarakat atau dipakai sewaktu
mencuci pakaian. Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat
dibedakan menjadi dua yaitu deterjen bubuk berongga dan deterjen bubuk padat.
Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok tersebut disebabkan oleh perbedaan
proses pembuatannya.
 Deterjen bubuk berongga
Deterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya berongga seperti bola
sepak yang didalamnya berongga. Butiran deterjen jenis berongga ini dihasilkan
oleh proses spray drying ( proses pengabutan dilanjutkan dengan proses
pengeringan). Kelebihan deterjen bubuk berongga dengan deterjen bubuk padat
adalah deterjen bubuk berongga tampak volumenya lebih besar.
 Deterjen bubuk padat
Bentuk butiran deterjen bubuk padat bentuknya seperti bola tolak peluru, yaitu
semua bagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Butiran
deterjen yang padat ini merupakan hasil olahan dari proses pencampuran kering
(dry mixing). Kekurangan deterjen bubuk padat ini tampak volumenya tidak besar
sehingga kelihatan sedikit.
 Berdasarkan kegunaannya
Berdasarkan kegunaannya jenis-jenis deterjen adalah sebagai berikut :
a. Detergen pencuci kain, mengandung alkohol etoksilat dan alkil
fenoletoksilat
b. Detergen pencuci piring mengandung zat seperti detergen pencuci tangan
c. Detergen pembersih peralatan rumah tangga yang mengandung heksa
dekiltrimetil amonium klorida
d. Detergen pembersih industri mengandung zat seperti detergen pembersih
rumah tangga
e. Detergen pembersih gigi yang mengandung natrium lauril sarkosionat
f. Detergen pelembut kain yang mengandung diokta dekildimetil amonium
klorida

D. Komposisi Deterjen
1. Bahan Aktif

Bahan aktif ini harus ada dalam pembuatan deterjen karena

merupakan bahan inti dari deterjen. Secara kimia bahan kimia ini dapat berupa

sodium lauryl ether sulfat (SLES). SLES ini dikenal dengan beberapa nama

dagang dengan nama texapone, cottoclarin, ataupun ultra SLES. Bahan ini

berfungsi dalam meningkatkan daya bersih, saat digunakan bahan aktif ini

mempunyai busa banyak, dan berbentuk gel translucent (pasta). Selain SLES,

bahan aktif dari sabun bubuk adalah garam Linear Alkyl Benzene Sulfonat (LAS),

bentuknya gel/pasta berwarna kuning muda. Fungsi LAS sama seperti Ultra

SLES, sebagai bahan pembersih utama pembuatan Sabun Bubuk, dengan LAS,

maka sabun bubuk akan lebih mudah dibilas/ kesat

2. Bahan penambah volume produksi

Dalam penggunannya, bahan ini berfungsi sebagai bahan

pengisi dari keseluruhan bahan baku. Pemberian bahan pengisi ini dimaksudkan
untuk memperbesar atau memperbanyak volume. Bahan penambah volume

produksi disini menggunakan Sodium Sulfat (Na2SO4).

3. Bahan penunjang

Kita dapat menggunakan bahan penunjang yakni soda abu

(Na2CO3) yang berbentuk serbuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi sebagai

meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam deterjen tidak boleh

terlalu banyak, sebab dapat menimbulkan efek panas pada tangan saat mencuci

pakaian. Bahan penunjang lainnya adalah STPP (sodium tripoly posphate) yang

dapat menyuburkan tanaman, hal Ini dapat dibuktikan dengan menyiramkan air

bekas cucian ke tanaman, maka tanaman tersebut akan menjadi subur. Hal ini

disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis

pupuk tertentu.

4. Bahan Tambahan (aditif)

Aditif berfungsi mencegah kotoran kembali ke pakaian (anti

redeposisi), bahan tambahan ini sebenarnya tidak harus ada didalam pembuatan

deterjen. Salah satu contoh bahan tambahan ini adalah Enzym AR yang berbentuk

serbuk putih.

5. Bahan Pewangi/ Bibit Parfum

Salah satu keuntunagn keberadaan bahan pewangi ini adalah

bahwa suatu deterjen dengan kualitas baik , Harum akan disukai konsumen.

Parfum biasa dipakai untuk deterjen berbentuk cair kekuning-kuningan. Pemilihan

parfum ini sangat penting, karena biasanya konsumen selalu merasakan dulu

wangi dari barang yang akan dibeli, baru mencoba untuk memakai produk

tersebut.

6. Bahan Tambahan untuk membuat sabun dengan kulitas yang istimewa:


a. Protease: Pembersih noda yang membandel disebabkan oleh protein,

seperti darah, kecap, susu, saos dll. Dengan ditambah Protease, maka daya cuci

sabun terhadap kotoran yang disebabkan protein seperti darah, makanan bayi,

susu, saos, kecap dll yang membandel akan lebih mudah dibersihkan. Dosis

Pemakaian 2-10%.

b. Bioenzyme (Bintik Biru) dosis pemakaian secukupnya.

c. Extrableach : Untuk Memutihkan Cucian yang khusus berwarna putih,

pemakiannya 3-10%

Lipozyme: Pembersih noda yang disebabkan oleh minyak, lemak & gemuk.
Dengan ditambah lypozyme, maka daya cuci sabun terhadap kotoran yang
mengandung minyak, lemak ataupun gemuk yang membandel akan lebih mudah
dibersihkan. Dosis pemakaian 2-10%

Namun pada umumnya, deterjen yang diproduksi mengandung bahan-

bahan kimia berikut ini, yaitu :

Raw Material (Bahan Mentah)


Bahan aktif detergen adalah surfaktan. Kebanyakan menggunakan bahan
inorganik, seperti oleum, caustic soda, natrium fosfat dan additives yang 3% dari
detergen.

1. Surfaktan
Surfaktan adalah bahan yang dapat meningkatkan sifat rambatan suatu
cairan pada suatu objek. Sifat zat seperti ini dimanfaatkan untuk menurunkan
tegangan permukaan suatu cairan atau pada larutan dimana antara dua larutan
memiliki efek interfacial tension.
Proses pencucian meliputi :
1. Dengan membasahi kotoran dan permukaan kotoran yang ingin dicuci
dengan larutan detergen
2. Memindah kotoran dari permukaan
3. Memelihara kotoran pada larutan stabil
Dalam air cucian, detergen mempunyai wetting agent yang dapat
mempermudah menembus ke serat pakaian dan mengangkat kotoran. Setiap
molekul larutan pencuci dapat dianggap sebagai rantai panjang. Ujung rantainya
adalah hidrofobik dan ujung yang lainnya adalah hidrofilik. Bagian hidrofobik
bekerja menyelubungi dan mengikat noda. Pada waktu yang bersamaan, bagian
hidrofilik dari detergen berikatan dengan air sehingga noda dapat terangkat dari
serat pakaian mengikuti aliran air.
Klasifikasi surfaktan :
1. hydrofobik merupakan hidrokarbon dengan jumlah 8 hingga 18 atom
karbon yang berbentuk lurus ataupun bercabang. Ada juga benzene yang
mengganti ikatan atom karbon tersebut, contohnya C12H25-, C9H19.C6H4-.
2. hydrofilik dapat berupa anionik, contohnya –OSO4- atau SO32-; kationik,
contohnya –N(CH3)3+ atau C5H5N+; atau nonionik –(OCH2CH2)nOH. Pada
senyawa anionik, senyawa yang paling banyak dipakai adalah linear
alkylbenzene sulfonate (LAS) dari minyak bumi dan alkyl sulfates dari
lemak hewan dan tumbuhan. Anionik dan kationik tidak cocok untuk
sabun. Kondensasi etilen oksida dari fatty alkohol adalah contoh non-ionik
surfaktan. Non-ionik lebih efektif dari anionik dalam mengangkat kotoran
pada temperatur yang lebih rendah untuk serat kain.

Gambar 1. Proses alfol

Sumber: Austin, 1984

2 . Builders
Kompleks fosfat, seperti natrium tripolifosfat banyak digunakan karena
dapat mencegah menempelnya kembali noda dari air cucian ke serat kain.
Polifosfat mempunyai aksi sinergis dengan surfaktan sehingga meningkatkan
efektifitas dalam proses pembersihan dan mengurangi biaya keseluruhan.
Peningkatan cepat produksi detergen dikarenakan penggunaan polifosfat. Selama
tahun 1960-an, pertumbuhan alga dan eutrofikasi di danau berhubungan dengan
adanya fosfat di detergen sehingga banyak negara menganjurkan zat pengganti
fosfat. Senyawa yang pertama kali disarankan untuk mengganti fosfat adalah
nitrilotriacetic acid (NTA), tetapi senyawa tersebut dinyatakan karsinogen pada
tahun 1970. Builders lainnya aalah sitrat, karbonat, dan silikat. Pengganti fosfat
terbaru yang menjanjikan adalah zeolit. Di tahun 1982, 136 kt/tahun zeolit
digunakan sebagai builders detergen. Di tahun 1980, builder mengandung 50%
fosfat, 12% zeolit, 13% silikat, 12% karbonat, serta NTA dan sitrat masing-
masing 2%.

3.Filler

Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak


mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas.
Contohnya adalah sodium karbonat. Sodium karbonat merupakan bahan deterjen
multifungsi. Diantaranya adalah untuk kekerasan air (melalui pemendakan),
sumber kealkalian, pengisi (filler), pembawa dan bahan bantu pengaglomeratan
(agglomeration) untuk serbuk.

4. Aditif
Penghambat korosi, seperti natrium silikat melindungi logam dan alat
pencuci dari kerja detergen dan air. Karboksimetil selulosa digunakan sebagai
antiredeposition. Penghilang noda, contohnya benzotriazole bekerja bersama
penghambar korosi untuk melindungi logam seperti stainless steel. Zat untuk
membuat serat kain lebih bercahaya adalah pewarna fluorescent karena memiliki
kemampuan untuk mengubah sinar ultraviolet ke cahaya tampak. Bluings
meningkatkan putihnya kain dengan menangkal kencenderungan kain untuk
menjadi kuning secara alami. Agen antimikroba meliputi carbanilides,
salicylanilides, dan kationik. Type pemutih peroxygen (sejenis enzym) digunakan
untuk menguraikan kotoran dan membuat partikel kotoran tersebut lebih mudah
untuk terangkat dari serat pakaian.

E. Dampak Deterjen Terhadap Lingkungan

Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian

jenis surfaktan dan gugus pembentuk.

1. Akibat Surfaktan
Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi

(penguraian) oleh bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya

proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa di atas permukaan air, dalam

jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur

surfaktan yang dipakai.Jika struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini

mudah diuraikan. Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka

surfaktan ini sulit dipecahkan.

2. Akibat Gugus Pembentukan

Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami

hidrolisis yang menghasilkan ion ortofosfat.

P3O105- + 2H2O 2HPO42- + H2PO4-

Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi,

yang bisa mengakibatkan tanaman alga dan tanaman air tumbuh secara liar.

F. Penanggulangan Limbah Deterjen

Pada produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan reaktor film tipis.

Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus diperhatikan yaitu

limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan sisa SO3 yang tidak

bereaksi.

Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang

biasanya diolah dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah

utama. Degradasi bakterial pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik

menjadi karbon dioksida dan air. Limbah asam dari reactor dicuci dan

dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas

sulfonat yang dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam

dari gas-gas. Asam hasil pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan
bila gas itu masih mengandung SO3akan dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas

cerobong yang mengandung SO2 dan SO3 mula-mula akan dilewatkan ke dalam

pengendap elektrostatik untuk mengusir asam sulfat dan asam sulfit yang

mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya. Gas dari pengendapan

akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan bercampur dengan

suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan untuk mengusir

semua residu SO2 dan SO3, sehingga dihasilkan udara bersih.


BAB III
SELEKSI DAN URAIAN PROSES

Pada bab ini akan menjelaskan beberapa proses untuk menghasilkan produk yang
berupa detergen.AdapunProses pembuatan detergen, diantaranya:
1. Sulfonasi Dedocyl benzene dengan sulfonating agent Oleum (SO3H2SO4).
2. Sulfonasi Dedocyl benzene dan Lauryl alcohol dengan sulfating agent Oleum.

Gambar 3. Proses pembuatan detergen

A. Macam Proses

1. Sulfonasi Dedocyl Benzene dengan Oleum


Dedocyl benzene direaksikan dengan Oleum 20 % dalam sulfonator. Sulfonator
dilengkapi dengan coil pendingin dan pengaduk. Untuk pengadukan dalam
sulfonator digunakan turbin mixer. Larutan antara Dedocyl benzene dengan
Oleum 20% akan berada dalam sulfonator selama 2 jam dan suhu 52 0C untuk
menyempurnakan reaksi. Reaksi yang terjadi adalah:
2. Sulfonasi Dedocyl Benzene dan Sulfatasi Lauryl Alkohol dengan Sulfonasi
– Sulfatasi Agent Oleum

Produk yang keluar dari sulfonator selanjutnya dipompa menuju sulfator. Sulfator
yang berisi larutan Dedocyl benzene sulfonat acid (DDBSA), kemudian
ditambahkan larutan Lauryl Alkohol (LA) yang dipompa dari tangki penampung.
Larutan diaduk secara terus menerus supaya homogen. Untuk menjaga agar suhu
dalam sulfator konstan pada suhu 55 0C, maka dilewatkan steam yang melewati
coil.
Produk yang keluar dari sulfator selanjutnya dipompa menuju netralizer,
sedangkan steam yang keluar diproses kembali untuk dialirkan ke steam
condensat. Larutan direaksikan dengan NaOH 25% yang dipompa dari tangki
pengencer. Dalam tangki pengecer terdapat Naoh 48% yang dipompa dari tangki
penampung kemudian dilarutkan dengan air dan diaduk secara terus menerus
hingga homogen. Larutan yang keluar dari tangki pengencer berupa NaOH 25%.
Larutan didalam netralizer diaduk terus menerus dan dialirkan air pendingin yang
meliwati coil agar reaksi dapat berlangsung. Netralizer bekerja pada suhu 94⁰C
dan tekanan 1 atm.
Reaksi yang terjadi:

Larutan yang keluar dari netralizer merupakan larutan Surfactant. Selanjutnya


larutan Surfactant dipompa ke mixer tank. Didalam Mixer tank larutan Surfactant
ditambahkan dengan Builder dan Aditive untuk kesempurnaan detergent yang
diproduksi.
Builder yang digunakan yaitu:
1. Sodium sulfate (Na2SO4)
2. Sodium carbonat (Na2CO3)
3. Sodium tripolyphosphate (Na5P3O10)

Aditive yang digunakan adalah:


1. Sodium carboxyl methyl cellouse (Na-CMC)
2. Sodium silicate (Na2SiO3)
Builder dan aditive dari tangki penampung diangkut Belt Conveyor menuju Mixer
tank. Larutan dalam Mixer tank diaduk secara terus-menerus. Produk yang keluar
dari mixer tank berupa detergent liquid dengan suhu 45⁰C. Detergent liquid
selanjutnya dipompa menuju Spray dryer.

Detergent liquid dalam Spray dryer akan dikeringkan dengan menggunakan udara
kering yang dihembuskan Blower melewati Heater. Udara mempunyai suhu
100⁰C. Produk yang keluar dari Spray dryer berupa bubuk, sedangkan detergent
bubuk yang dibawa udara akan ditampung dalam Cyclone 1.

Cyclone 1 berfungsi untuk memisahkan debu dari detergent bubuk yang lebih
halus. Selanjutnya udara dibuang ke udara bebas sedangkan debu yang terpisah
dan detergent bubuk yang keluar dari Spry Dyer diangkut Screw Conveyor ke
tangki penampung. Dalam Screw Conveyor, detergent bubuk ditambahkan parfum
dengan perbandingan tetentu. Dari Bucket elevator detergent bubuk dimasukan
dalam bin. Produk detergent bubuk siap untuk dikemas lalu dimasukan ke gudang
dan selanjutnya dipasarkan. (Diagram 2) (Grogin S, 1976).

Dengan memperhatikan proses-proses tersebut diatas maka dengan alasan


perkiraan bahan baku, peralatan, energi, dampak lingkungan dan produk yang
dihasilkan maka pra rencana pabrik ini dipilih proses Sulfonasi DDB dan
Sulfonasi LA dengan Oleum.

B. Uraian Proses
Dedocyl benzene (DDB)dari tangki penampung dipompa ke Sulfonator. Didalam
Sulfonator larutan DDB ditambahkan dengan larutan Oleum dari tangki penampung
dengan perbandingan DDB dan Oleum sebesar 1 : 1. Kemudian diaduk secara terus
menerus hingga homogen. Suhu dalam Sulfonator dijaga konstant, yaitu 55 ⁰C, tekanan
Sulfonator adalah 1 atm. Produk yang keluar selanjutnya dipompa menuju Sulfator
Sulfator yang berisi larutan Dedocyl Benzene Sulfonat Acid (DDBSA), kemudian
ditambahkan larutan Lauryl Alkohol (LA) yang dipompa dari tangki penampung .
Larutan diaduk secara terus menerus supaya homogen. Untuk menjaga agar suhu dalam
sulfator konstan pada 55 ⁰C, maka dilewatkan steam yang melewati coil. Produk yang
keluar selajutnya dipompa menuju Netralizer , sedangkan steam yang keluar diproses
kembali untuk dialirkan ke steam condensat. Larutan direaksikan dengan NaOH 25%
yang dipompa dari tangki pengencer . Dalam tangki pengencer terdapat NaOH 48%
yang dipompa (dari tangki penampung kemudian dilarutkan dengan air dan diaduk
secara terus-menerus hingga homogen.

Larutan yang keluar dari tangki pengencer berupa NaOH 25%. Larutan didalam
Netralizer diaduk terus-menerus dan dialirkan air pendingin yang melewati coil agar
reaksi dapat berlangsung. Netralizer bekerja pada suhu 94⁰C dan tekanan 1 atm. Larutan
yang keluar dari Netralizer merupakan larutan Surfactant, selanjutnya larutan Surfactant
dipompa ke Crutcher. Didalam Crutcher larutan Surfactant ditambahkan dengan Builder
dan Aditive untuk kesempurnaan detergent yang diproduksi. Builder yang digunakan
yaitu:
1. Sodium sulfate (Na2SO4)
2. Sodium carbonat (Na2CO3)
3. Sodium tripolyphosphate (Na5P3O10)
Aditive yang digunakan adalah:
1. Sodium carboxyl methyl cellouse (Na-CMC)
2. Sodium silicate (Na2SiO3)
Builder dan aditive dari tangki penampung diangkut Belt Conveyor menuju Crutcher .
Larutan dalam Crutcher diaduk secara terusmenerus. Produk yang keluar dari crutcher
berupa detergent liquid dengan suhu 45⁰C. Detergent liquid selanjutnya dipompa
menuju Spray dryer . Detergent liquid dalam spray dryer akan dikeringkan dengan
menggunakan udara kering yang dihembuskan Blower melewati Heater . Udara kering
mempunyai suhu 120⁰C. Produk yang keluar dari Spray dryer berupa bubuk, sedangkan
detergent bubuk yang dibawa udara akan ditampung dalam Cyclone satu .

Cyclone 1 berfungsi untuk memisahkan debu dari detergent bubuk yang lebih halus.
Selanjutnya udara dibuang ke udara bebas sedangkan debu yang terpisah dan detergent
bubuk yang keluar dari Spry Dyer diangkut Screw Conveyor ke Rotary cooler . Dalam
Screw Conveyor, detergent bubuk ditambahkan parfum dengan perbandingan tetentu.
Dari Bucket elevator maka detergent bubuk dimasukan dalam bin . Produk detergent
bubuk siap untuk dikemas lalu dimasukan ke gudang dan selanjutnya dipasarkan.

C.Rangkuman Tahap Proses Pembuatan deterjen :


1. Tahap persiapan bahan baku Sebelum masuk Netralizer tahap persiapan bahan baku
NaOH 25% diangkut menuju Bin kemudian masuk ke tangki pengenceran . Hasil dari
pengenceran NaOH dipompa menuju Netralizer .
2. Tahap proses Mula-mula (DDB) dari Storage dipompa menuju Sulfanator . Kemudian
ditambahkan Oleum dari Storage , didalam Sulfonator ini dijaga suhu 550C. Produk yang
keluar dari Sulfonator dipompa menuju sulfator . Didalam sulfator ditambahkan LA dari
Storage . Setelah keluar dari Sulfator dipompa ke Netralizer . Di Netralizer ditambahkan
NaOH yang diencerkan. Produk yang keluar dari Netralizer masuk ke Mixer tank dan
ditambahkan Builder yang diangkut dengan Belt Conveyor . Di Mixer tank semua produk
dan builder dicampur.
3. Tahap Penanganan Produk Penanganan produk yang sudah tercampur dialirkan
dengan pompa ke Spray Dryer . Didalam spray dryer produk dikeringkan, debu yang ikut
dalam produk masuk ke Cyclone I untuk dipisahkan antara debu dan produk. Produk
dari Cyclone ditampung kemudian diangkut dengan Screw Conveyor ditambah parfum
yang dialirkan ke Rotary Cooler untuk mendinginkan produk. Didalam Rotary Cooler
debu dari produk dipisahkan dengan Cyclone II , produk yang dihasilkan masuk ke Belt
Conveyor menuju Bin.
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Pembuatan detergen dan sabun pada skala industri merupakan
gabungan dari ilmu-ilmu exact sebegitu rupa, dan memerlukan alat-
alat yang perlu pengendalian khusus dan mempunyai spesifikasi
tertentu.
2. Pada proses pembuatan detergen, yang pertma kali dilakukan adalah
dengan pembuatan surfaktan. Lalu hasil surfaktan ini, untuk membuat
detergent dicampur dengan phospat, silikat dan dry scrap. Adapun
komposisi surfaktan adalah alkyl benzene sulfonat, fatty alcohol,
oleum dan larutan NaOH. Proses pembuatan detergen melalui alat
crutcer yang dilanjutkan ke drop tank setelah itu dipompa ke spray
tower untuk pembentukan serbuk. Serbuk ini di angkat dengan lift
udara dan diberi aroma (parfum) kemudian menuju packing.

DAFTAR PUSTAKA

Austin, George T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. Singapore:


McGraw-Hill International Book Company.
Iqbal, Ahmad. 2009. Pembuatan sabun cair. http://www.riset.com . diakses pada
tanggal 2 oktober 2012 pukul 15.54.

Anda mungkin juga menyukai