Genap/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Produksi motor dan mobil berkembang pesat dan hampir semua masyarakat
menggunakannya. Pada tahun 2004 saja, data menunjukkan bahwa permintaan akan
motor dan mobil sebesar 11,82 juta ton per-tahun dan pertumbuhan permintaan motor dan
mobil rata-rata 3 persen per-tahun (Richards, 2004). Meningkatnya penggunaan motor
dan mobil menyebabkan munculnya suatu kebutuhan baru yaitu shampo untuk
membersihkan motor dan mobil secara efektif dan efisien. Bahan yang digunakan untuk
mencuci tidak boleh sembarangan karena harus merawat dan melindungi cat motor atau
mobil. Saat ini shampo yang dibuat dari bahan alam sudah banyak ditinggalkan dan
diganti dengan shampo yang terbuat dari bahan deterjen. Sehingga saat ini jika orang
berbicara mengenai shampo yang dimaksud adalah shampo yang terbuat dari bahan
deterjen. Shampo yang terbuat dari bahan deterjen lebih banyak digunakan karena
memiliki efektifitas pencucian yang lebih baik. Hal ini karenakan kandungan surfaktan
dalam deterjen memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan serta
mampu mengikat dan membersihkan kotoran. Surfaktan itu sendiri merupakan suatu
senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis
kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar
dan non polar pada molekul yang sama (Vogel, 1978).
1.2
Tujuan Praktikum
1. Mempelajari cara pembuatan shampo motor atau mobil
2. Menentukan karakteristik shampo motor atau mobil
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Surfaktan
Komponen yang paling penting dari sistem deterjen adalah surfaktan. Bahan
pembersih
pertama
pada
sabun.
Terbentuk
dari
lemak
nabati
maupun
hewani ditambah air dan alkali. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa tahun
1940-an, sabun mulai diganti dengan sintetis deterjen yaitu, kombinasi sintetis surfaktan,
sebagian besar alkyl benzene sulfonat (ABS) dan zat pembangun pentasodium
tripolifosfat (STPP). Faktor lingkungan menyebabkan penggantian ABS oleh alkyl
benzene linier sulfonat (LABS) dan penggantian STPP oleh zeolit, karena pembangunnya
lebih kompleks.
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang
dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik utama
surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama. Sifat aktif
permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini
membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun,
deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis,
kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan untuk Enhanced Oil Recovery
(EOR). Surfaktan ini dapat berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl
Benzene Sulfonate/LABS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium),
Nonionic (Nonyl Phenol polyethoxyle), Amphoterik (acyl ethylenediamines).
Jika surfaktan dilarutkan dalam satu fase pada campuran minyak dan air,
sebagian surfaktan akan berkonsentrasi pada permukaan antara minyak dan air pada
kesetimbangan energi bebas (tegangan antarmuka atau permukaan) akan lebih rendah
dari tidak adanya surfaktan. Energi mekanik yang diberikan ke dalam sistem (misalnya,
dengan mencampur) berfungsi untuk membagi satu fasa, akan meningkatkan jumlah total
tegangan permukaan dan energi. Semakin rendah jumlah energi bebas antarmuka per
satuan luas, semakin besar jumlah luas antarmuka baru yang dapat dibuat dengan jumlah
energi masuk yang diberikan. Tahap yang terbagi lagi disebut fase terputus-putus dan fase
lainnya adalah fase kontinyu.
Surfaktan memiliki gugus hidrofobik (tidak suka air) dan hidrofilik (suka air).
Bagian hidrofobik dari surfaktan biasanya merupakan rantai panjang asam lemak yang
diperoleh dari lemak atau minyak. Bagian hidrofilik adalah nonionik (misalnya gliserol),
anionik (bermuatan negatif, misalnya laktat) atau amfoter, baik membawa muatan positif
dan negatif (misalnya, asam amino serin).
Surfaktan yang berasal dari petrokimia, didominasi oleh LABS, sebagian besar
telah menggantikan komposisi sabun. Namun demikian, surfaktan berbasis oleokimia
masih berperan penting dalam formulasi deterjen. Sabun itu sendiri umumnya hadir
sebagai komponen kecil untuk pengkontrol busa, mengurangi transfer pewarna dan
bertindak sebagai kosurfaktan atau zat pembangun. Selain LABS surfaktan dari
petrokimia yang sering digunakan, adalah alkohol etoksilat, ethoxysulfates alcohol dan
sulfat alkohol primer, berasal dari alkohol rantai panjang yang dapat bersumber dari
petrochemically atau oleochemically. Surfaktan lain yang telah digunakan di Jepang
antara lain Metil Ester Sulfonat, alkyl polyglycosides dan glucamides telah banyak
digunakan. Surfaktan tersebut digunakan pada dasarnya sebagai pengganti anionik untuk
LABS.
Surfaktan, termasuk sabun, memiliki struktur bipolar, terdiri dari hidrofobik
(ekor) dan kelompok hidrofilik (kepala). Sebagai hasil dari struktur bifunctional,
surfaktan memiliki banyak sifat fisik yang unik. Dalam larutan, surfaktan berkonsentrasi
sebagai monolayers di daerah antarmuka antara dua fase konstanta dielektrik yang
berbeda atau polaritas. Contoh daerah antarmuka adalah minyak dan air atau udara dan
air. Bagian hidrofilik preferentially solubilizes dalam fase polaritas kutub atau lebih
tinggi, sedangkan hidrofobik bagian secara istimewa solubilizes dalam tahap polaritas
nonpolar lebih rendah. Kehadiran surfaktan pada antarmuka memberikan stabilitas di
antarmuka dengan menurunkan total energi pada permukaan.
Dengan demikian, surfaktan memfasilitasi stabilisasi bercampur, biasanya fase
tidak bercampur, seperti minyak dalam air, dengan menurunkan energi yang diperlukan
untuk mempertahankan besar interfacial wilayah yang terkait dengan pencampuran.
Sebagai contoh, tanpa adanya surfaktan, suatu dalam campuran minyak dan air, biasa
disebut sebagai suatu emulsi, cepat memisahkan ke dua lapisan yang berbeda untuk
meminimalkan area permukaan atau kontak antara dua fase. Kemampuan surfaktan untuk
menurunkan energi antarmuka antara minyak dan air memungkinkan untuk pembentukan
dan stabilisasi tetesan minyak yang lebih kecil dan akan tersebar di seluruh air. Dalam hal
ini, penurunan energi antarmuka mengakibatkan peningkatan permukaan total luas pada
sistem. Lain halnya dengan surfaktan yang berkemampuan untuk membentuk agregat
dalam larutan dan membentuk komposit dengan berbagai struktur, seperti misel dan
kristal cair, sebagai fungsi dari konsentrasi dan suhu.
Konsentrasi surfaktan dalam larutan meningkat, merupakan titik tercapai dimana
molekul agregat akan membentuk misel. Konsentrasi ini didefinisikan sebagai
konsentrasi misel kritis (CMC). Struktur misel meminimalkan energi melalui asosiasi
surfaktan, sedangkan misel dalam air biasanya ditandai dengan ekor hidrofobik mengarah
ke pusat dan kelompok kepala menunju ke arah air. Sebagai konsentrasi surfaktan dalam
larutan lebih jauh meningkat, misel memanjang ke tubulus panjang yang sejajar dengan
satu sama lain untuk membentuk susunan heksagonal.
Struktur ini sering disebut kristal cair sebagai heksagonal. Jika konsentrasi
surfaktan meningkat, tubulus akan berkembang di kedua arah dan membesar, lembaran
pipih surfaktan, sering disebut sebagai lamelar kristal cair. Kristal-kristal cair sangat
penting dalam pembuatan sabun. Sebagai inti dari sebuah misel sangat hidrofobik, ia
memiliki kemampuan untuk melarutkan minyak di dalamnya, serta untuk menstabilkan
dispersi. Suspensi sifat surfaktan adalah dasar bagi kemampuan pembersihan sabun dan
surfaktan lainnya. Selain itu, kemampuan surfaktan untuk menstabilkan antarmuka
daerah, khususnya antarmuka udara dan air, merupakan dasar untuk penyabunan (Bailey,
1996).
Klasifikasi Surfaktan Berdasarkan Muatan:
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada permukaannya
mengandung muatan negatif. Contoh dari jenis surfaktan anionik adalah Linier Alkyl
Benzene Sulfonat (LAS), Alkohol Sulfat (AS), Alkohol Eter Sulfat (AES), Alpha Olefin
Sulfonat (AOS).
sulfonate. Linear alkylbenzene sulfonate disebut juga dengan nama acid slurry. Acid
slurry merupakan bahan baku kunci dalam pembuatan serbuk deterjen sintetik dan
deterjen cair. Alkylbenzene disulponasi menggunakan asam sulfat, oleum atau SO 3(g).
Linear Alkylbenzene sulfonate diperoleh dengan variasi proses yang berbeda pada bahan
yang aktif, bebas asam, warna maupun viskositas. Bahan baku utama untuk membuat
acid slurry adalah dodecyl benzene, linear alkyl benzene. Nama Kimia Acid Slurry
D.D.B.S adalah Dodecyl Benzene Sulphonate dan L.A.B.S dan Linear Alkyl Benzene
Sulphonate.
C12H25C6H5
Berat molekul
246,435 Kg/kmol
Titik didih
327,61 OC
Titik leleh
2,78 OC
Densitas
855,065 Kg/m3
Wujud
Cair
1787,0 KJ/mol
Kapasitas panas
750,6 Kkal/kmol OC
Viskositas
750,6 Kkal/kmol OC
(Sumber: Kent dan Reigels, 2007)
2. Sifat Kimia LABS
- Sangat larut dalam air
- Bersifat sebagai surfaktan, dan berbusa
2.1.3
C12H25SO4Na) adalah surfaktan anionoik yang digunakan dalam membersihkan lemak dan
pada produk-produk untuk kebersihan. Molekul ini memiliki 12 atom karbon, yang
melekat pada gugus sulfat dan memberikan sifat amphiphilic yang dibutuhkan deterjen.
SLS adalah surfaktan yang sangat efektif dan digunakan untuk menghilangkan noda
berminyak dan residu. Sebagai contoh, SLS ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi
pada produk industri, termasuk degreasers mesin, pembersih lantai, shampo mobil.
Penggunaan SLS dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu pada pembuatan pasta gigi,
shampo rambut, dan busa cukur. Sodium lauril sulfat merupakan komponen penting
dalam formulasi untuk efek penebalan busa dan kemampuannya untuk menciptakan busa.
sulfat untuk menghasilkan hidrogen lauril sulfat yang kemudian dinetralisir melalui
penambahan natrium karbonat. Karena metode ini sintesis, SLS komersial yang tersedia
sebenarnya tidak sulfat dodesil murni tetapi campuran alkil sulfat dengan sulfat dodesil
sebagai komponen utama. SLS dapat memperburuk masalah kulit pada individu dengan
hipersensitivitas kulit kronis.
Dalam aplikasinya SLS ini banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada
produk-produk industri seperti pembersih mesin (engine degreaser), pembersih lantai,
dan shampo mobil. SLS digunakan dalam kadar rendah di dalam pasta gigi, shampo dan
busa pencukur. SLS berpotensi untuk digunakan sebagai anti bakterial dan juga untuk
mencegah infeksi oleh virus seperti Herpes dan HIV. Belakangan ini telah ditemukan
bahwa pada aplikasi sebagai surfaktan pada pembentukan reaksi gas hydrate atau
methane hydrate, SLS dapat mempercepat reaksi hingga 700 kali lebih cepat (Marrakchi
dan Maibach, 2006).
Sifat-sifat Umum SLS:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.1.4
NaOH
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida
basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin
yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai macam bidang
industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan
kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang
paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet,
serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan sorensen. Ia
bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Ia
sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses
pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut dalam etanol dan
10
metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan
KOH. Tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium
hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas (Kirk dan Othmer,
1976).
Sifat Fisika dan Kimia Natrium Hidroksida:
Tabel 2.2 Sifat Fisika dan Kimia NaOH
Sifat Fisika
Bentuk : padat
Sifat Kimia
Rumus
molekul :
NaOH
Warna : putih
Densitas :
1,40775 g/cm
Titik leleh :
318C
(591K)
Titik didih :
1390C
Merupakan
basa kuat dan
sangat larut
dalam air
(1663K)
Massa molar :
39,9971 g/mol
(Sumber: Kirk dan Othmer, 1976)
2.1.5
Akuades
Akuades adalah air hasil destilasi/penyulingan sama dengan air murni atau H 2O,
karena H2O hampir tidak mengandung mineral. Sedangkan air mineral adalah pelarut
yang universal. Oleh karena itu air dengan mudah menyerap atau melarutkan berbagai
partikel yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi tercemar. Dalam siklusnya di dalam
tanah, air terus bertemu dan melarutkan berbagai mineral anorganik, logam berat dan
mikroorganisme. Jadi, air mineral bukan akuades (H 2O) karena mengandung banyak
mineral (Fessenden dan Fessenden, 1999).
2.2
Proses-proses Sintesa
2.2.1
11
hingga
campuran
homogen.
Ketiga
pembuatan
LABSNa
dengan
cara
mencampurkan larutan NaOH dengan larutan LABS yang telah kita buat tadi dan aduk
pelan-pelan hingga larutan menjadi homogen. Kemudian pembuatan larutan SLS, dengan
cara mencampurkan SLS kedalam akuades serta ditambahkan juga parfum dengan zat
pewarna dan aduk hingga larutan menjadi homogen. Setelah larutan LABSNa dan larutan
SLS yang sudah ditambah dengan parfum dengan zat pewarna, campurkanlah kedua
larutan itu, aduk pelan-pelan hingga larutan menjadi homogen (Rosen, 1978).
2.2.2
1. Viskositas
Viskositas adalah gesekan internal fluida. Gaya viskos melawan gerakan sebagian
fluida relatif terhadap yang lain. Viskositas akan mempengaruhi kerja shampo. Shampo
yang terlalu kental akan memperlambat reaksi penyabunan pada kotoran, sehinngga
terpecahnya emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen dan apabila terlalu
encer maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Faktor yang mempengaruhi viskositas:
a. Besar dan Bentuk Molekul
12
= densitas (Kg/ml)
..................................................(1)
= massa (Kg)
= volume (ml)
13
Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa maupun
volume zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang sejenis selalu
mempunyai masssa jenis yang sama. Massa jenis zat dapat dihitung dengan
membandingkan massa zat (benda) dengan volumenya. Massa jenis merupakan salah satu
ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volume yang sama, semakin rapat zatnya,
semakin besar massanya. Sebaliknya makin renggang, makin kecil massa suatu benda.
Contoh: kubus yang terbuat dari besi akan lebih besar massanya dibandingkan dengan
kubus yang terbuat dari kayu, jika volumenya sama. Pada massa yang sama, semakin
rapat zatnya, semakin kecil volumenya. Sebaliknya, semakin renggang kerapatannya
semakin besar volumenya. Contoh: volume air lebih besar dibanding volume besi, jika
massa kedua benda tersebut sama (Atkins, 1994).
2.3
Shampo
Shampo motor atau mobil adalah suatu detergen yang sekarang sudah
banyak digunakan oleh masyarakat. Bahan yang penting dalam pembuatan shampo
adalah surfaktan, yaitu LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonat) atau kadang disebut
juga Linear Alkyl Benzene (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu SLS (Sodium Lauryl
Sulfonat). Surfaktan (Surface Active Agents), senyawa yang menurunkan tegangan
permukaan cairan. Surfaktan mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada
rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari surfaktan. Molekul surfaktan
mempunyai dua ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar
(hidrofobik). Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan
yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. Teknologi pembuatan
shampo motor atau mobil ini termasuk salah satu teknologi tepat
guna
dalam
pembuatannya, karena dalam proses pembuatannya tidak memerlukan alat yang canggih
dan proses yang rumit (Tim Penyusun Modul Kimia Organik, 2015).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
3.2
14
Wadah plastik
Pengaduk kayu atau plastik
Gelas ukur
Timbangan
Botol air mineral 350 ml
Pipet tetes
Gelas piala
Viskometer
Piknometer
3.3
Prosedur Percobaan
3.3.1
3.3.2
Pembuatan LABSNa
1. LABS di ukur dalam gelas ukur sebanyak 48 ml
2. Larutan NaOH di ambil sebanyak 8 ml dan dimasukkan ke dalam wadah
plastik
3. Akuades sebanyak 48 ml ditambahkan terhadap larutan NaOH dalam wadah
4. LABS dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan NaOH dan akuades
sedikit demi sedikit
5. Di aduk hingga larutan homogen dan usahakan tidak menimbulkan busa
3.3.3
3.3.4
Pembuatan Shampo
15
Uji Viskositas
1. Shampo sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam viskometer (melalui pipa
viskometer yang besar)
2. Shampo di sedot menggunakan gondok (dimasukkan pada pipa viskometer
kecil) sampai garis batas viskometer
3. Gondok kemudian di lepas dan lubangnya di tutup dengan tangan
4. Hitung waktu yang dibutuhkan shampo turun dari garis batas atas hingga
bawah
5. Prosedur yang sama dilakukan pada KIT
3.3.6
Uji Densitas
1.
2.
3.
4.
3.3.7
Tes Aplikasi
1.
2.
3.
4.
3.4
Mekanisme Reaksi
3.4.1
3.4.2
3.4.3
C12H25SO4Na(l)
+
H2O(l)
(Lauryl Natrium Sulfate) (Aquades)
3.4.4
16
C12H25SO4H(aq) + NaOH(aq)..(3.3)
(Lauryl Sufate Acid)(Natrium Oksida)
3.5
Rangkaian Alat
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
4.1.1
Pembuatan LABSNa
48 ml LABS (coklat pekat) + 8 ml larutan NaOH (bening) + 48 ml akuades
(bening). Setelah di aduk hingga homogen larutan berwarna bening kecoklatan, berwujud
kental, dan sedikit berbusa.
4.1.2
yang terbentuk homogen larutan yang terbentuk bening keruh dan terdapat sedikit busa.
4.1.3
Pembuatan Shampo
LABSNa + SLS menghasilkan shampo dengan warna coklat. Kemudian larutan
ditambahkan pewarna makanan berwarna merah dan 3 tetes parfum, larutan berwarna
coklat gelap dan beraroma harum.
4.1.4
Uji Viskositas
1. Viskositas Shampo
Volume
: 10 ml
Waktu
: 207 detik
Viskositas : 0,0483 ml/s
2. Viskositas KIT
Volume
: 10 ml
Waktu
: 47 detik
18
4.1.6
Uji Densitas
Densitas shampo
: 1,0211 gr/ml
Densitas KIT
: 0,787 gr/ml
Uji Aplikasi
Shampo yang digunakan untuk mencuci tangan terasa kesat dan berbusa.
4.2
Pembahasan
4.2 1
Pembuatan LABSNa
LABS 48 ml yang berwarna coklat pekat ditambah larutan NaOH 8 ml dan 48 ml
akuades menjadi larutan LABSNa berwarna bening kecoklatan dan sedikit berbusa. Pada
campuran terbentuk gumpalan-gumpalan coklat, pengadukan dilakukan untuk meratakan
gumpalan tersebut. LABS yang merupakan surfaktan berguna untuk meningkatkan daya
cuci dari shampo yang akan dibuat. Sementara NaOH yang bertindak sebagai builder
berfungsi meningkatkan efektifitas pencucian (Kent dan Riegels, 2007).
4.2.2
Pembuatan Shampo
Pada percobaan ini digunakan LABS, SLS, NaOH sebagai bahan baku.
dipisahkan dari busa yang terbentuk, sehingga memudahkan proses pengujian yang
dilakukan selanjutnya (Bailey, 1996).
4.2.3
Uji Viskositas
Uji viskositas dilakukan dengan alat Viskometer Ostwald/kapiler, yaitu dengan
cara mengukur waktu yang dibutuhkan bagi cairan dalam melewati 2 garis pada
viskometer ketika cairan tersebut mengalir karena
dilakukan terhadap 2 cairan yang berbeda, yaitu shampo yang telah dibuat dan juga KIT
sebagai pembanding. Waktu yang dibutuhkan shampo untuk turun dari garis atas ke garis
bawah yaitu 207 detik, sehingga di dapat viskositas shampo sebesar 0,0483 ml/s.
19
Sedangkan waktu yang dibutuhkan KIT untuk turun yaitu 47 detik dengan viskositas
sebesar 0,2128 ml/s. Shampo dan KIT mempunyai nilai viskositas yang berbeda. Hal ini
disebabkan komposisi bahan yang berbeda, sehingga sifat produk yang dihasilkan juga
berbeda (Fessenden dan Fessenden, 1999).
4.2.4
Uji Densitas
Uji densitas ini dilakukan untuk mengetahui massa jenis shampo yang diperoleh.
Uji Aplikasi
Uji terakhir yaitu uji aplikasi. Uji ini dilakukan dengan cara dua tahap yang
berbeda. Pada uji tahap pertama, shampo digunakan untuk mencuci tangan. Hasil uji
menunjukkan bahwa shampo menghasilkan busa dan tangan terasa kesat. Hal ini
membuktikan bahwa SLS sebagai foam buster telah berfungsi dengan baik, begitu pula
fungsi shampo sebagai pembersih terbukti dengan efek kesat yang dihasilkan. Kemudian
dilakukan uji kedua yaitu mencuci tangan dengan menggunakan KIT yang bertujuan
untuk membandingkan kemampuan shampo buatan dan KIT. Dari pengujian di dapat
bahwa busa yang dihasilkan pada KIT lebih banyak dari shampo buatan dan juga lebih
kesat, menandakan bahwa kualitas dari KIT masih lebih baik dari shampo sederhana hasil
praktikum (Bailey, 1996).
20
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Shampo dapat dibuat dari campuran antara LABSNa dan SLS, dimana
LABSNa merupakan surfaktan utama dan SLS merupakan agent foaming
(pembentuk busa).
2. Viskositas shampo yang diperoleh sebesar 0,0483 ml/s. Lebih kecil daripada
viskositas KIT yaitu 0,2128 ml/s
3. Densitas shampo yang diperoleh adalah 1,0211gr/ml, lebih besar daripada
densitas KIT yakni 0,787 gr/ml.
4. Shampo menghasilkan busa dan membuat tangan terasa kesat ketika di uji.
5.2
Saran
1. Pada saat menimbang harus dilakukan dengan teliti agar akurat dan hasil
yang didapat juga maksimal.
2. Pada pembuatan LABSNa, SLS, dan shampo, proses pengadukan harus
dilakukan dengan hati-hati sehingga busa tidak banyak terbentuk.
21
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W, 1994, Kimia Fisik edisi ke-4 jilid 1, Erlangga: Jakarta.
Bailey, A. E, 1996, Industrial Oil and Fat Products, Interscholastic Publishing, Inc:
New York.
Fessenden, Ralp J, dan Joan, S. Fessenden, 1999, Kimia Organik, jilid 1 edisi ketiga,
terjemahan oleh: Aloysius H, P, Erlangga: Jakarta.
Kent dan Riegels, 2007, Paper Recycling, Vol. 14: USA.
Kirk, R. E, dan Othmer, D.F, 1976, "Encyclopedia of Chemical Technology", Vol 14, 2nd
edition, John Willey and Sons, Inc: New York.
Marrakchi S, dan Maibach HI, 2006, Sodium Lauryl Sulfate-Induced Irritation in the
Human Face, Regional and age-related differences.
Richards S. M, 2004, Effects of Pharmaceutical Mixtures in Aquatic Micrososms,
Environmetal Toxicology and Chemistry.
Rosen, J. M, 1978, Surfactant and Interfacial Phenomena, John Willey and sons: New
York.
Salanger, J. L, 2002, Surfactant Types and Uses, Laboratory of Formulating Interface
Rheologi and Process, Universidad De Los Andes.
Tim Penyusun, 2015, "Modul Kimia Organik", Fakultas Teknik Universitas Riau.
Vogel, A, 1978, Vogels Practical Organic Chemistry Including Qualitative Organic
Analysis, 4th edition, Longman Inc: New York, USA.