Anda di halaman 1dari 14

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Surfaktan digunakan hampir di seluruh Industri farmasi karena memiliki kemampuan
yang dapat menurunkan tegangan permukaan suatu fluida, sehingga dapat mengemulsikan
dua fluida yang tidak saling bercampur menjadi emulsi. Penggunaan surfaktan semakin
meningkat setiap tahunnya sejalan dengan berkembangnya industri kosmetik, industri
farmasi, industri tekstil dan industri makanan dan minuman. Surfaktan ialah suatu senyawa
kimia yang bersifat ampifilik dimana sifat hidrofilik dan hidrofobik ada dalam satu molekul .
Surfaktan yang banyak digunakan dalam industri farmasi merupakan surfaktan sintetik
yang diproduksi dari petroleum dimana petroleum ini bersifat tidak ramah lingkungan
sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang sulit terurai oleh mikroorganisme.
Oleh karena itu, penggunaaan surfaktan sintetik dianggap kurang menguntungkan karena
tidak dapat terdegradasi secara alamiah (nonbiodegradable) dan bersifat toksisitas tinggi
serta menghambat proses degradasi oleh mikroorganisme. Untuk mengurangi efek tersebut
perlu dikembangkan alternatif surfaktan yang dapat terdegradasi secara alamiah
(biodegradable), salah satunya dengan menggunakan biosurfaktan.
Biosurfaktan merupakan senyawa aktif yang disintesis oleh mikroorganisme yang
dieksresikan secara ekstraselular, mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat
menurunkan tegangan permukaan. Biosurfaktan digolongkan menjadi dua berdasarkan
sumber bahan baku yang digunakan, golongan pertama yaitu surfaktan yang dihasilkan
darisel mikroorganisme dan golongan kedua didapatkan dari bahan alam melalui proses
kimia seperti MES (Metil ester sulfonat) dan karbohidrat. Dua senyawa biosurfaktan yang
telah diketahui yaitu senyawa gabungan peptide dan lipida yang disebut lipopeptida,
dihasilkan oleh bakteri Bacillus subtilis dan senyawa gabungan karbohidrat dan lipida yang
disebut Rhamnolipid, dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas
fluorescen biosurfaktan ini biasa digunakan untuk kosmetik sebagai moisturizer, shampoo
dan sebagai bahan aditif pelumas
1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu menguji konsentrasi surfraktan anionik dalam air limbah
b. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja uji surfraktan secara spektrofotometri
dengan indikator biru metilen
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Surfaktan dan Sabun


Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak.
Alkanolamida merupakan salah satu jenis surfaktan nonionik yang banyak dimanfaatkan
dalam kehidupan sehari-hariSifat yang unik tersebut menyebabkan surfaktan sangat
potensial digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah,
pembusa, pengemulsi serta telah diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang industri
seperti industri makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat dan
agrokimia(Oppusunggu,2015).
Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati
atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan oleh
proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi
basa. Sabun mandi merupakan salah satu produk turunan dari minyak. Adapun minyak yang
digunakan adalah minyak sawit(Jalaluddin, 2018).
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak)
dari badan atau pakaian(Sukesi,2017).

2.2 Prinsip Kerja Surfaktan


Prinsip kerja surfaktan adalah mengurangi tegangan permukaan cairan, khususnya air,
dengan cara mempengaruhi ikatan hidrogen di permukaan air. Molekul surfaktan memiliki
bagian hidrofilik yang mendekati air dan bagian hidrofobik yang menjauhi air. Sehingga,
ketika surfaktan dicampurkan ke dalam air, tegangan permukaan air berkurang,
memungkinkan air dan minyak yang biasanya tidak dapat bercampur untuk menjadi
homogen. Surfaktan juga dapat membentuk micelle dan memfasilitasi pembentukan emulsi,
membuatnya sangat berguna dalam berbagai aplikasi industri seperti deterjen dan
pembersih(Fiyani et al.,2020).
Mekanisme utama di balik kemampuan surfaktan menurunkan tekanan antar muka
adalah melalui dua langkah. Bagian molekul yang bersifat hidrofilik, atau lebih suka air, akan
tercampur dalam larutan polar, sementara bagian lipofilik, yang lebih suka minyak, akan larut
dalam larutan non-polar. Proses ini memfasilitasi penggabungan dua senyawa yang
biasanya tidak dapat mencampurkan, membentuk kohesi di antara keduanya. Selain itu,
surfaktan juga berperan dalam pembentukan emulsi, seperti dispersi minyak dalam air atau
sebaliknya. Surfaktan membentuk lapisan pelindung di sekitar globula minyak, mencegahnya
untuk berkumpul kembali dan menjaga stabilitas emulsi(Meilanie,2021)
2.3 Struktur Surfaktan
Surfaktan adalah molekul yang terbentuk dari bagian kepala yang bersifat hidrofilik dan
ekor yang bersifat hidrofobik. Dengan menambahkan sedikit surfaktan ke dalam campuran
dua fase yang pada awalnya tidak dapat mencampur, seperti minyak dan air, kedua fase
tersebut dapat diemulsi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan molekul surfaktan yang dapat
berinteraksi dengan komponen yang memiliki sifat yang sesuai, berkat sifat hidrofilik dan
hidrofobiknya. Selain itu, interaksi antara bagian hidrofilik dan hidrofobik dari molekul
surfaktan dengan cairan juga menyebabkan penurunan tegangan permukaan antara kedua
fase tersebut(Renung dan Mahreni,2015).
Lipid merupakan kategori senyawa organik yang beragam, termasuk lemak, minyak,
steroid, dan zat terkait lainnya. Surfactant, atau agen penurun tegangan permukaan, memiliki
struktur yang terdiri dari molekul-molekul misel yang memiliki dua komponen utama: kepala
hidrofilik dan ekor hidrofobik. Bagian kepala hidrofilik mengandung gugus fosfat, sedangkan
bagian ekor hidrofobik mengandung lipid. Ketika surfaktan berada dalam air, kepala hidrofilik
tertarik ke arah molekul air, sementara ekor hidrofobik cenderung menjauhi air. Hal ini
menghasilkan pembentukan misel di mana kepala hidrofilik menghadap keluar, berinteraksi
dengan air, dan ekor hidrofobik tertanam di dalam struktur misel(Fiyani et al,.2020)

Gambar 2.1 Struktur Surfaktan


Sumber: Wijayanto dan Nakashima, 2023

2.4 Muatan Gugus Hidrofilik Surfaktan


Surfaktan dikelompokkan berdasarkan gugus hidrofiliknya menjadi empat jenis, yaitu
anionik, kationik, amfoter, dan nonionik. Surfaktan anionik memiliki kepala bermuatan
negatif, lebih sesuai digunakan dalam larutan basa atau netral. Penggunaan surfaktan
anionik mencakup berbagai aplikasi seperti deterjen, agen berbusa, pengemulsi, agen
antistatik, dispersan, dan stabilisator dalam berbagai produk kimia lainnya. Di sisi lain,
surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif. Meskipun menunjukkan
aktivitas permukaan yang baik dalam lingkungan asam, surfaktan kationik cenderung
mengendap dan kehilangan efektivitasnya dalam medium alkali. Namun, ketika digunakan
dalam formulasi larutan alkali seperti garam ammonium kuarterner, deterjen dari surfaktan ini
tidak efektif(Wulandari et al.,2022)
Surfaktan amfoter, sebagai jenis ketiga, dicirikan oleh adanya gugus hidrofilik yang
mengandung ion positif dan negatif. Biasanya digunakan dalam pembuatan sampo, shower
gel, kosmetik, pelembut kain, dan berfungsi sebagai agen antistatik. Kelebihan surfaktan
amfoter terletak pada tingkat iritasi yang rendah dan kemampuan biodegradasinya. Contoh
umum dari surfaktan amfoter adalah cocamidopropil betain, yang kerap dimanfaatkan dalam
produk pembersih karena memiliki tingkat iritasi yang minimal.Di sisi lain, surfaktan nonionik
memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda dari surfaktan ionik karena strukturnya. Gugus
hidrofilik pada surfaktan nonionik tidak mengalami ionisasi dan dapat dikelompokkan menjadi
empat jenis, seperti polietilen glikol, alkohol polihidrat, polieter, dan glikosidik. Surfaktan
nonionik sering digunakan di berbagai industri, termasuk tekstil, kertas, makanan, plastik,
kaca, serat, obat-obatan, pestisida, dan sektor industri lainnya (Yuan et al., 2014).

2.5 Uji Surfaktan Anionik


2.5.1 Spektrofotometri
Dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah ketika molekul menyerap radiasi UV
atau cahaya yang terlihat pada panjang gelombang tertentu. Pada saat itu, elektron
dalam molekul akan berpindah dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi
yang lebih tinggi, yang menghasilkan transisi atau eksitasi. Fenomena penyerapan
cahaya oleh molekul terjadi ketika energi radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi
sesuai dengan perbedaan energi antara tingkat transisi elektron dalam molekul
tersebut (Sumarwanto, 2018).
Spektrofotometer UV-VIS adalah alat yang sering digunakan dalam analisis kimia
untuk mendeteksi senyawa dalam bentuk padat atau cair berdasarkan penyerapan
foton. Agar sampel dapat menyerap foton dalam rentang UV-VIS (panjang gelombang
foton antara 200 nm dan 700 nm), seringkali sampel perlu diolah atau derivatisasi,
seperti dengan penambahan reagen untuk membentuk garam kompleks. Pembentukan
kompleks senyawa memungkinkan identifikasinya(Irawan,2019)
2.5.2 Metode Methylene Blue Active Substance
Metode MBAS (Methylen Blue Active Surfactant) adalah metode standar yang
umumnya digunakan untuk menilai kandungan deterjen atau surfaktan. Prinsip
dasarnya adalah bahwa surfaktan anionik akan membentuk kompleks berwarna biru
dengan metilen biru yang dapat larut dalam kloroform. Pembentukan kompleks ini
terjadi melalui terjadinya pasangan ion antara anion MBAS dan kation metilen biru.
Jumlah MBAS yang diukur dapat diidentifikasi dari intensitas warna biru yang terbentuk
dalam fase organik. Untuk mengukur intensitas warna biru, digunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Nilai yang diukur berkorelasi
dengan konsentrasi surfaktan anionik yang ada (Aji, 2020).
Prinsip dasar dari metode MBAS adalah memindahkan metilen biru dari larutan
ke dalam pelarut organik yang tidak bercampur, lalu membentuk kompleks antara
metilen biru dan surfaktan anionik. Proses ini melibatkan pembentukan pasangan ion
antara anion MBAS dan kation metilen biru. Kuantitas MBAS yang diukur dapat
ditentukan berdasarkan intensitas warna biru yang dihasilkan dalam fase
organic(Pratiwi&Agung.,2019).
DAFTAR PUSTAKA

Aji Aditiya W. 2020. Analisis Surfaktan Anionik Dengan Metode Spektrofotometri


Menggunakan Metilen Biru Pada Sampel Limbah Inlet Dan Outlet Di
Laboratorium Kesehatan Daerah Dki Jakarta. Tugas Akhir. Universitas Islam
Indonesia : Yogyakarta.
Fiyani Ai, Nanda S., dan Siti S. 2020. Analisis konsep kimia terkait dengan pembuatan
surfaktan dari ampas tebu. Jurnal Riset Pendidikan Kimia. 10(2): 94-101.
Irawan A. 2019. Kalibrasi spektrofotometer sebagai penjaminan mutu hasil pengukuran
dalam kegiatan penelitian dan pengujian. Indonesian Journal of Laboratory,
1(2), 1-9
Jalaludin,Amri A,Sari N.2018.Pemanfaatan minyak sereh(Cymbopogon nardus L)
sebagai antioksidan pada sabun mandi padat.Jurnal Teknologi Kimia
Unimal.7(1):52-60.
Meilanie A.S. 2021. Analisis Kinerja Surfaktan AOS (Alpha Olefin Sulfonate) Dan Ko-
Surfaktan NP-10 (Nonyl Phenol Ethoxylate) Terhadap Kelakuan Fasa Fluida
(Phase Behavior) Dan Uji Busa (Foamy Test) (Laboratorium Study). Skripsi.
Universitas Islam Riau : Pekanbaru.
Oppusunggu J.R., Vinta R., dan Zuhrina M. 2015. Pengaruh jenis pelarut dan
temperatur reaksi pada sintesis surfaktan dari asam olead dan n-metil
glukamina dengan katalis kimia. Jurnal Teknik Kimia USU. 4(1): 2-19.
Pratiwi E. dan Agung T.P. 2019. Optimasi metode analisis kadar surfaktan anion
menggunakan methylen blue active subtances dengan spektrofotometer
ultraviolet visible. Indonesian Journal of Chemical Science. 9(2): 126-130.
Renung Reningtyas R, Mahreni M. 2015. Biosurfaktan. Eksergi, Vol XII, No. 2. 2015,
12(2), 12-22.
Sukeksi L., Andy J.S., dan Chandra S. 2017. Pembuatan sabun dengan menggunakan
kulit buah kapuk (Ceiba petandra) sebagai sumber alkali. Jurnal Teknik Kimia
USU. 6(3): 8-13.
Sumarwanto P, Hartati Y. 2018. Penanganan air limbah cucian alat gelas
laboratorium dengan metode spektrofotometri menggunakan
pereaksi biru metilen. Indonesian Journal of Laboratory, 1(1),10-
15.
Wijayanto H, Nakashima S. 2023. Efektivitas desorpsi calcium oleh surfaktan kationik
berdasarkan struktur hidrofiliknya pada montmorillonite. Urania: Jurnal ilmiah
daur bahan bakar nuklir, 29(1), 53-62.
Wulandari IF, Darusman F, Dewi ML. 2022, July. Kajian Pustaka Surfaktan dalam
Sediaan Pembersih. In Bandung Conference Series: Pharmacy (Vol. 2, No. 2,
pp. 374-378).
Yuan CL, Xu ZZ, Fan MX, Liu HY, Xie YH, Zhu T. 2014. Study on characteristics and
harm of surfactants. Journal of chemical and pharmaceutical research, 6(7),
2233-2237.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai