Surfaktan digunakan hampir di seluruh Industri farmasi karena memiliki kemampuan yang dapat menurunkan tegangan permukaan suatu fluida, sehingga dapat mengemulsikan dua fluida yang tidak saling bercampur menjadi emulsi. Penggunaan surfaktan semakin meningkat setiap tahunnya sejalan dengan berkembangnya industri kosmetik, industri farmasi, industri tekstil dan industri makanan dan minuman. Surfaktan ialah suatu senyawa kimia yang bersifat ampifilik dimana sifat hidrofilik dan hidrofobik ada dalam satu molekul . Surfaktan yang banyak digunakan dalam industri farmasi merupakan surfaktan sintetik yang diproduksi dari petroleum dimana petroleum ini bersifat tidak ramah lingkungan sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan yang sulit terurai oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, penggunaaan surfaktan sintetik dianggap kurang menguntungkan karena tidak dapat terdegradasi secara alamiah (nonbiodegradable) dan bersifat toksisitas tinggi serta menghambat proses degradasi oleh mikroorganisme. Untuk mengurangi efek tersebut perlu dikembangkan alternatif surfaktan yang dapat terdegradasi secara alamiah (biodegradable), salah satunya dengan menggunakan biosurfaktan. Biosurfaktan merupakan senyawa aktif yang disintesis oleh mikroorganisme yang dieksresikan secara ekstraselular, mengandung gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Biosurfaktan digolongkan menjadi dua berdasarkan sumber bahan baku yang digunakan, golongan pertama yaitu surfaktan yang dihasilkan darisel mikroorganisme dan golongan kedua didapatkan dari bahan alam melalui proses kimia seperti MES (Metil ester sulfonat) dan karbohidrat. Dua senyawa biosurfaktan yang telah diketahui yaitu senyawa gabungan peptide dan lipida yang disebut lipopeptida, dihasilkan oleh bakteri Bacillus subtilis dan senyawa gabungan karbohidrat dan lipida yang disebut Rhamnolipid, dihasilkan oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescen biosurfaktan ini biasa digunakan untuk kosmetik sebagai moisturizer, shampoo dan sebagai bahan aditif pelumas 1.2 Tujuan a. Mahasiswa mampu menguji konsentrasi surfraktan anionik dalam air limbah b. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja uji surfraktan secara spektrofotometri dengan indikator biru metilen BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Surfaktan dan Sabun
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Alkanolamida merupakan salah satu jenis surfaktan nonionik yang banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hariSifat yang unik tersebut menyebabkan surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi serta telah diaplikasikan secara luas dalam berbagai bidang industri seperti industri makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat dan agrokimia(Oppusunggu,2015). Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Sabun mandi merupakan salah satu produk turunan dari minyak. Adapun minyak yang digunakan adalah minyak sawit(Jalaluddin, 2018). Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau pakaian(Sukesi,2017).
2.2 Prinsip Kerja Surfaktan
Prinsip kerja surfaktan adalah mengurangi tegangan permukaan cairan, khususnya air, dengan cara mempengaruhi ikatan hidrogen di permukaan air. Molekul surfaktan memiliki bagian hidrofilik yang mendekati air dan bagian hidrofobik yang menjauhi air. Sehingga, ketika surfaktan dicampurkan ke dalam air, tegangan permukaan air berkurang, memungkinkan air dan minyak yang biasanya tidak dapat bercampur untuk menjadi homogen. Surfaktan juga dapat membentuk micelle dan memfasilitasi pembentukan emulsi, membuatnya sangat berguna dalam berbagai aplikasi industri seperti deterjen dan pembersih(Fiyani et al.,2020). Mekanisme utama di balik kemampuan surfaktan menurunkan tekanan antar muka adalah melalui dua langkah. Bagian molekul yang bersifat hidrofilik, atau lebih suka air, akan tercampur dalam larutan polar, sementara bagian lipofilik, yang lebih suka minyak, akan larut dalam larutan non-polar. Proses ini memfasilitasi penggabungan dua senyawa yang biasanya tidak dapat mencampurkan, membentuk kohesi di antara keduanya. Selain itu, surfaktan juga berperan dalam pembentukan emulsi, seperti dispersi minyak dalam air atau sebaliknya. Surfaktan membentuk lapisan pelindung di sekitar globula minyak, mencegahnya untuk berkumpul kembali dan menjaga stabilitas emulsi(Meilanie,2021) 2.3 Struktur Surfaktan Surfaktan adalah molekul yang terbentuk dari bagian kepala yang bersifat hidrofilik dan ekor yang bersifat hidrofobik. Dengan menambahkan sedikit surfaktan ke dalam campuran dua fase yang pada awalnya tidak dapat mencampur, seperti minyak dan air, kedua fase tersebut dapat diemulsi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan molekul surfaktan yang dapat berinteraksi dengan komponen yang memiliki sifat yang sesuai, berkat sifat hidrofilik dan hidrofobiknya. Selain itu, interaksi antara bagian hidrofilik dan hidrofobik dari molekul surfaktan dengan cairan juga menyebabkan penurunan tegangan permukaan antara kedua fase tersebut(Renung dan Mahreni,2015). Lipid merupakan kategori senyawa organik yang beragam, termasuk lemak, minyak, steroid, dan zat terkait lainnya. Surfactant, atau agen penurun tegangan permukaan, memiliki struktur yang terdiri dari molekul-molekul misel yang memiliki dua komponen utama: kepala hidrofilik dan ekor hidrofobik. Bagian kepala hidrofilik mengandung gugus fosfat, sedangkan bagian ekor hidrofobik mengandung lipid. Ketika surfaktan berada dalam air, kepala hidrofilik tertarik ke arah molekul air, sementara ekor hidrofobik cenderung menjauhi air. Hal ini menghasilkan pembentukan misel di mana kepala hidrofilik menghadap keluar, berinteraksi dengan air, dan ekor hidrofobik tertanam di dalam struktur misel(Fiyani et al,.2020)
Gambar 2.1 Struktur Surfaktan
Sumber: Wijayanto dan Nakashima, 2023
2.4 Muatan Gugus Hidrofilik Surfaktan
Surfaktan dikelompokkan berdasarkan gugus hidrofiliknya menjadi empat jenis, yaitu anionik, kationik, amfoter, dan nonionik. Surfaktan anionik memiliki kepala bermuatan negatif, lebih sesuai digunakan dalam larutan basa atau netral. Penggunaan surfaktan anionik mencakup berbagai aplikasi seperti deterjen, agen berbusa, pengemulsi, agen antistatik, dispersan, dan stabilisator dalam berbagai produk kimia lainnya. Di sisi lain, surfaktan kationik memiliki gugus hidrofilik yang bermuatan positif. Meskipun menunjukkan aktivitas permukaan yang baik dalam lingkungan asam, surfaktan kationik cenderung mengendap dan kehilangan efektivitasnya dalam medium alkali. Namun, ketika digunakan dalam formulasi larutan alkali seperti garam ammonium kuarterner, deterjen dari surfaktan ini tidak efektif(Wulandari et al.,2022) Surfaktan amfoter, sebagai jenis ketiga, dicirikan oleh adanya gugus hidrofilik yang mengandung ion positif dan negatif. Biasanya digunakan dalam pembuatan sampo, shower gel, kosmetik, pelembut kain, dan berfungsi sebagai agen antistatik. Kelebihan surfaktan amfoter terletak pada tingkat iritasi yang rendah dan kemampuan biodegradasinya. Contoh umum dari surfaktan amfoter adalah cocamidopropil betain, yang kerap dimanfaatkan dalam produk pembersih karena memiliki tingkat iritasi yang minimal.Di sisi lain, surfaktan nonionik memiliki karakteristik fisikokimia yang berbeda dari surfaktan ionik karena strukturnya. Gugus hidrofilik pada surfaktan nonionik tidak mengalami ionisasi dan dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, seperti polietilen glikol, alkohol polihidrat, polieter, dan glikosidik. Surfaktan nonionik sering digunakan di berbagai industri, termasuk tekstil, kertas, makanan, plastik, kaca, serat, obat-obatan, pestisida, dan sektor industri lainnya (Yuan et al., 2014).
2.5 Uji Surfaktan Anionik
2.5.1 Spektrofotometri Dasar dari spektrofotometri UV-Vis adalah ketika molekul menyerap radiasi UV atau cahaya yang terlihat pada panjang gelombang tertentu. Pada saat itu, elektron dalam molekul akan berpindah dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi, yang menghasilkan transisi atau eksitasi. Fenomena penyerapan cahaya oleh molekul terjadi ketika energi radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi sesuai dengan perbedaan energi antara tingkat transisi elektron dalam molekul tersebut (Sumarwanto, 2018). Spektrofotometer UV-VIS adalah alat yang sering digunakan dalam analisis kimia untuk mendeteksi senyawa dalam bentuk padat atau cair berdasarkan penyerapan foton. Agar sampel dapat menyerap foton dalam rentang UV-VIS (panjang gelombang foton antara 200 nm dan 700 nm), seringkali sampel perlu diolah atau derivatisasi, seperti dengan penambahan reagen untuk membentuk garam kompleks. Pembentukan kompleks senyawa memungkinkan identifikasinya(Irawan,2019) 2.5.2 Metode Methylene Blue Active Substance Metode MBAS (Methylen Blue Active Surfactant) adalah metode standar yang umumnya digunakan untuk menilai kandungan deterjen atau surfaktan. Prinsip dasarnya adalah bahwa surfaktan anionik akan membentuk kompleks berwarna biru dengan metilen biru yang dapat larut dalam kloroform. Pembentukan kompleks ini terjadi melalui terjadinya pasangan ion antara anion MBAS dan kation metilen biru. Jumlah MBAS yang diukur dapat diidentifikasi dari intensitas warna biru yang terbentuk dalam fase organik. Untuk mengukur intensitas warna biru, digunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Nilai yang diukur berkorelasi dengan konsentrasi surfaktan anionik yang ada (Aji, 2020). Prinsip dasar dari metode MBAS adalah memindahkan metilen biru dari larutan ke dalam pelarut organik yang tidak bercampur, lalu membentuk kompleks antara metilen biru dan surfaktan anionik. Proses ini melibatkan pembentukan pasangan ion antara anion MBAS dan kation metilen biru. Kuantitas MBAS yang diukur dapat ditentukan berdasarkan intensitas warna biru yang dihasilkan dalam fase organic(Pratiwi&Agung.,2019). DAFTAR PUSTAKA
Aji Aditiya W. 2020. Analisis Surfaktan Anionik Dengan Metode Spektrofotometri
Menggunakan Metilen Biru Pada Sampel Limbah Inlet Dan Outlet Di Laboratorium Kesehatan Daerah Dki Jakarta. Tugas Akhir. Universitas Islam Indonesia : Yogyakarta. Fiyani Ai, Nanda S., dan Siti S. 2020. Analisis konsep kimia terkait dengan pembuatan surfaktan dari ampas tebu. Jurnal Riset Pendidikan Kimia. 10(2): 94-101. Irawan A. 2019. Kalibrasi spektrofotometer sebagai penjaminan mutu hasil pengukuran dalam kegiatan penelitian dan pengujian. Indonesian Journal of Laboratory, 1(2), 1-9 Jalaludin,Amri A,Sari N.2018.Pemanfaatan minyak sereh(Cymbopogon nardus L) sebagai antioksidan pada sabun mandi padat.Jurnal Teknologi Kimia Unimal.7(1):52-60. Meilanie A.S. 2021. Analisis Kinerja Surfaktan AOS (Alpha Olefin Sulfonate) Dan Ko- Surfaktan NP-10 (Nonyl Phenol Ethoxylate) Terhadap Kelakuan Fasa Fluida (Phase Behavior) Dan Uji Busa (Foamy Test) (Laboratorium Study). Skripsi. Universitas Islam Riau : Pekanbaru. Oppusunggu J.R., Vinta R., dan Zuhrina M. 2015. Pengaruh jenis pelarut dan temperatur reaksi pada sintesis surfaktan dari asam olead dan n-metil glukamina dengan katalis kimia. Jurnal Teknik Kimia USU. 4(1): 2-19. Pratiwi E. dan Agung T.P. 2019. Optimasi metode analisis kadar surfaktan anion menggunakan methylen blue active subtances dengan spektrofotometer ultraviolet visible. Indonesian Journal of Chemical Science. 9(2): 126-130. Renung Reningtyas R, Mahreni M. 2015. Biosurfaktan. Eksergi, Vol XII, No. 2. 2015, 12(2), 12-22. Sukeksi L., Andy J.S., dan Chandra S. 2017. Pembuatan sabun dengan menggunakan kulit buah kapuk (Ceiba petandra) sebagai sumber alkali. Jurnal Teknik Kimia USU. 6(3): 8-13. Sumarwanto P, Hartati Y. 2018. Penanganan air limbah cucian alat gelas laboratorium dengan metode spektrofotometri menggunakan pereaksi biru metilen. Indonesian Journal of Laboratory, 1(1),10- 15. Wijayanto H, Nakashima S. 2023. Efektivitas desorpsi calcium oleh surfaktan kationik berdasarkan struktur hidrofiliknya pada montmorillonite. Urania: Jurnal ilmiah daur bahan bakar nuklir, 29(1), 53-62. Wulandari IF, Darusman F, Dewi ML. 2022, July. Kajian Pustaka Surfaktan dalam Sediaan Pembersih. In Bandung Conference Series: Pharmacy (Vol. 2, No. 2, pp. 374-378). Yuan CL, Xu ZZ, Fan MX, Liu HY, Xie YH, Zhu T. 2014. Study on characteristics and harm of surfactants. Journal of chemical and pharmaceutical research, 6(7), 2233-2237. LAMPIRAN