Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KIMIA

“KLASIFIKASI SURFAKTAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM KEHIDUPAN


SEHARI-SEHARI”

Oleh:
Pristanto Silalahi H34154049
Rizki Arif Hernawan H34154069

Program Sarjana Alih Jenis,


Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Nilai
Dosen Praktikum : Dr Dra Sri Muljani MS
Hari/Tanggal : Rabu, 12 Oktober 2016
Praktikum : Ke-6
Ruang : Ruang AGB 2

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi
jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan
seimbang. Struktur ekonomi dengan titik berat industri yang maju didukung oleh pertanian yang
tangguh. Untuk itu proses industri lebih dimantapkan guna mendukung berkembangnya industri
sebagai penggerak utama peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.
Perkembangan industri juga diupayakan untuk meningkatkan nilai tambah yang ditujukan untuk
menyediakan barang dan jasa yang bermutu, meningkatkan ekspor dan menghemat devisa,
menunjang pembangunan daerah dan sektor-sektor pembangunan lainnya, serta sekaligus
mengembangkan penguasaan teknologi. Untuk itu perlu didayagunakan dengan sebaik-baiknya
sumber daya manusia, sumber daya energi, sumber daya termasuk devisa, serta teknologi yang
tepat dengan tetap memperhatikan kelestarian kemampuan lingkungan. Salah satu jenis produksi
industri yang dibutuhkan dan permintaannya terus meningkat adalah surfaktan. Permintaas
surfaktan di dunia internasional cukup besar. Pertumbuhan dari permintaan surfaktan rata-rata
mencapai 3 persen per-tahun (Widodo, 2004).
Saat ini, kebutuhan akan surfaktan saat ini semakin meningkat seiring dengan
meningkatnya permintaan produk-produk seperti pangan, industri kosmetik, bahan pembersih,
industri tekstil, farmasi dan industri lainnya. Peningkatan kebutuhan surfaktan salah satu
penyebabnya adalah karena sifat yang dimiliki surfaktan tersebut. Surfaktan merupakan suatu
senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam satu struktur molekul yang sama. Senyawa ini dapat
menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa cairan yang berbeda kepolarannya seperti
minyak/air atau air/minyak. Oleh itu surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen
bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi, dan bahan penetrasi serta
telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri seperti pada industri makanan,
farmasi, produk perawatan diri, pelapis, kosmetika, tekstil, polimer, cat, detergen, pertambangan
dan agrokimia.

Tujuan
1. Mengetahui klasifikasi surfaktan
2. Mengetahui penggunaan surfaktan dalam kehidupan sehari-hari

PEMBAHASAN

Definisi Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik
sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan
aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul
surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka
akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif
atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-
air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada
fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam
fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang,
sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998).
Representasi surfaktan ditunjukan paga Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Representasi struktur surfaktan

Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air,
sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam
molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang
lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga
mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya, bila gugus non polarnya
lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga
mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan
larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun
konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka
surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical
Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah
CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi
jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya
(Genaro, 1990).
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan atau agregasi dari molekul-molekul
surfaktan membentuk misel. Misel biasanya terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari
sabun Sifat-sifat koloid dari larutan elektrolit natrium dedosil sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Sifat koloid pada natrium dodesil sulfat


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai CMC, untuk deret homolog surfaktan rantai
hidrokarbon, nilai CMC bertambah 2x dengan berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus
aromatik dalam rantai hidrokarbon akan memperbesar nilai CMC dan juga memperbesar
kelarutan. Adanya garam menurunkan nilai CMC surfaktan ion. Penurunan CMC hanya
bergantung pada konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun CMC-
nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan sterik seperti telihat
pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur misel (a) sterik dan (b) lamelar

Karena pada CMC terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara penentuan
CMC dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari
keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah CMC larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan
diatasnya CMC larutan bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan
osmosa, titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks
bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka.

Klasifikasi Surfaktan
Surfaktan terdiri dari beberapa jenis tergantung pada jenis muatan yang terdapat pada
“kepala” surfaktan tersebut. Jenis-jenis surfaktan yakni:
1. Surfaktan anionik.
Surfaktan ini memiliki kepala yang bermuatan negatif. Surfaktan jenis ini banyak
digunakan pada industri laundri dan juga efektif dimanfaatkan dalam proses perbaikan atau
perawatan tanah yang tercemar minyak dan senyawa hidrofobik lainnya. Surfaktan ini dapat
bereaksi dalam air cucian dengan ion air sadah bermuatan positif seperti kalsium dan magnesium.
Reaksi ini menyebabkan deaktifasi parsial pada surfaktan. Semakin banyak ion kalsium atau
magnesium di dalam air maka makin banyak pula surfaktan anionik yang akan dideaktifasi.
Surfaktan anionik yang banyak digunakan adalah senyaw alkil sulfat, alkil etoksilat dan sabun.
Gambar 4 menunjukkan beberapa contoh surfaktan anionik.
Gambar 4 Contoh surfaktan anionik

2. Surfaktan kationik
Surfaktan jenis ini memiliki kepala yang bermuatan positif di dalam air. Terdapat tiga
kategori surfaktan kationik jika didasarkan pada spesifikasi aplikasinya, yakni:
a. Pada industri pelembut dan deterjen, surfaktan kationik menybabkan terjadinya kelembutan.
Penggunaan utamanya adalah pada produk-produk laundri sebagai pelembut. Salah satu
contoh surfaktan kationik adalah esterquat.
b. Pada laundri deterjen, surfaktan kationik (muatan positif) meningkatkan packing molekul
surfaktan anionik (muatan negatif) pada antarmuka air. Contoh surfaktan ini adalah surfaktan
dari sistem mono alkil kuartener.
c. Pada pembersih rumah dan kamar mandi, surfaktan kationik sebagai agen disinfektan.
Contoh-contoh surfaktan kationik ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Contoh surfaktan kationik.


3. Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak memiliki muatan, sehingga menjadi penghambat bagi dekativasi
kesadahan air. Kebanyakan surfaktan nonionik berasal dari ester alkohol lemak. Contoh surfaktan
ini adalah ester gliserin asam lemak dan ester sorbitan asam lemak. Gambar 6 menunjukkan
representasi surfaktan nonionik.

Gambar 6 Representasi surfaktan nonionik.

4. Surfaktan amfoter/zwiterionik
Surfaktan ini memiliki muatan positif dan negatif. Ia dapat berupa anionik, kationik atau
ninionik dalam suatu larutan tergantung pada pH air yang digunakan. Surfaktan ini bisa terdiri dari
dua gugus muatan dengan tanda yang berbeda. Contoh dari surfaktan amfoter adalah alkil betain
seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Contoh surfaktan amfoter

Mekanisme Kerja Surfaktan


Pada aplikasinya sebagai bahan pembersih untuk material kain, tanah dan sejenisnya,
surfaktan dapat bekerja melalui tiga cara yang berbeda, yakni roll up, emulsifikasi dan solubilisasi.
a. Roll up
Pada mekanisme ini, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan antarmuka antara minyak
dengan kain atau material lain yang terjadi dalam larutan berair.
b. Emulsifikasi
Pada mekanisme ini surfaktanmenurunkan tegangan antarmuka minyak-larutan dan
menyebabkan proses emulsifikasi terjadi.
c. Solubilisasi
Melalui interaksi dengan misel dari surfaktan dalam air (pelarut), senyawa secara simultan
terlarut dan membentuk larutan yang stabil dan jernih.
Mekanismenya roll up dan emulsifikasi terdapat pada Gambar 8.
Gambar 8 Mekanisme kerja surfaktan (a) roll up dan (b) emulsifikasi

Berdasarkan jumlah konsumsi surfaktan dunia, surfaktan anionik merupakan surfaktan


yang paling banyak digunakan (50 persen), kemudian disusul nonionic (45 persen), kationik (4
persen) dan yang paling sedikit penggunaannya adalah surfaktan dari jenis amfoterik (1 persen)
(Salager, 2002).
Surfaktan selain dklasifikasikan berdasarkan muatannya juga dklasifikasikan berdasarkan
proses pembuatanannya yaitu surfaktan yang disintesis dari turunan minyak bumi (tidak dapat
diperbarui) dan biosurfaktan (dapat diperbarui). Surfaktan yang disintesis dari turunan minyak
bumi contohnya seperti linier alkilbensen sulfonat (LAS), alkil sulfonat (AS), alkil etoksilat (AE)
dan alkil etoksilat sulfat (AES). Surfaktan dari turunan minyak bumi dan gas alam ini dapat
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, karena surfaktan ini setelah digunakan akan
menjadi limbah yang sukar terdegradasi. Minyak bumi yang digunakan merupakan sumber bahan
baku yang tidak dapat diperbaharui. (Herawan, 1998; Warwel, dkk. 2001).
Bioteknologi pada sintesis surfaktan dapat didefinisikan sebagai pemanfaatan jasad hidup
dan proses biologis/kimia dalam suatu proses metabolisme untuk menghasilkan produk Bernilai
ekonomis lebih tinggi contohnya yaitu surfaktan. Biosurfaktan mempunyai sifat yang mirip seperti
surfaktan sintetik, akan tetapi biosurfaktan lebih rendah tingkat toksisitasnya, mudah terurai secara
biologi, lebih efektif pada suhu, pH dan kadar garam yang berlebihan, dan lebih mudah disintesis.
Di samping itu, sifat aktif permukaan yang dimilikinya berbeda dengan surfaktan yang disintesis
secara kimia. Biosurfaktan mempunyai banyak struktur. Sebagian besar adalah lemak, yang
memiliki ciri struktur surfaktan amfifil. Bagian lipofil dari lemak hampir selalu gugus hidrokarbon
dari satu atau lebih asam lemak jenuh atau tak jenuh dan mengandung struktur siklik atau gugus
hidroksi. Sebagian besar biosurfaktan bermuatan netral atau negatif. Pada biosurfaktan anionik,
muatan itu disebabkan oleh karboksilat dan/atau fosfat atau kelompok sulfat. Sejumlah kecil
biosurfaktan kationik mengandung gugus amina.
Biosurfaktan sebagian besar diproduksi oleh mikroorganisme seperti bakteri, ragi (khamir)
dan kapang secara biotransformasi sel. Beberapa mikroba dapat menghasilkan surfaktan pada saat
tumbuh pada berbagai substrat yang berbeda, mulai dari karbohidrat sampai hidrokarbon.
Perubahan substrat seringkali mengubah juga struktur kimia dari produk sehingga akan mengubah
sifat surfaktan yang dihasilkan. Beberapa mikroorganisme juga ada yang menghasilkan enzim dan
dapat digunakan sebagai katalis pada proses hidrolisis, alkoholisis, kondensasi, asilasi atau
esterifikasi. Proses ini digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk surfaktan termasuk
monogliserida, fosfolipida dan surfaktan asam amino. (Herawan, 1998; Ee Lin Soo, dkk. 2003)
Biosurfaktan paling banyak digunakan pada produk-produk yang langsung berhubungan
dengan tubuh manusia seperti kosmetika, obat-obatan dan makanan, selain itu ada juga yang
digunakan pada pengolahan limbah untuk mengendalikan lingkungan (Herawan, 1998). Pada saat
ini penggunaan biosurfaktan pada industri pangan dan non pangan (kimia) secara umum masih
belum kompetitif karena masih tingginya biaya produksi. Namun demikian, masalah lingkungan
yang diakibatkan oleh surfaktan sintetik memacu produksi dan aplikasi biosurfaktan untuk
berkembang.

Penggunaan Surfaktan dalam kehidupan sehari-hari


Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti sabun, bahan deterjen, kosmetik, farmasi,
makanan, tekstil, plastik dan lainlain. Beberapa produk pangan seperti margarin, es krim, dan lain-
lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya. Syarat agar surfaktan dapat digunakan untuk
produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai Hydrophyle Lypophyle Balance
(HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi. Penggunaan surfaktan terbagi
atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying
agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent).
Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara
menurunkan tegangan antarmuka, antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan baik
berbentuk emulsi minyak dalam air maupun berbentuk emulsi air dalam minyak. Emulsi
didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang tidak saling melarut,
dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula cairan lainnya. Cairan yang
terpecah menjadi globula-globula dinamakan faseterdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi
globula-globula dinamakan fase kontinu atau medium dispersi. Berdasarkan jenisnya emulsi
dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Emulsi minyak dalam air (O/W), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya mudah larut
dalam air sehingga air dikatakan sebagai fase eksternal.
b) Emulsi air dalam minyak (W/O), adalah emulsi dimana bahan pengemulsinya mudah larut
dalam minyak.

1. Sabun dan Detergen


Contoh dari produk surfaktan adalah sabun dan detergen. Sabun dan deterjen memiliki
mekanisme sama untuk melaksanakan tugasnya. Sabun merupakan
campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau
lemak yang direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–
100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi seperti yang tersaji pada gambar 2.
Gambar 9 menyajikan proses saponifikasi triglyceride. Lemak akan terhidrolisisoleh basa,
menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium
yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari
minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Sabun adalah surfaktan yang digunakan
dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Surfaktan juga dapat ditemui
pada deterjen, kosmetik,farmasi dan tekstil. Produk pangan seperti es krim juga menggunakan
surfaktan sebagai bahannya. Karena sifatnya yang menurunkan tegangan permukaan, surfaktan
dapat digunakan sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsion agent)
dan sebagai bahan pelarut(solubilizing agent).

Gambar 9 Proses saponifikasi triglyceride

Seperti sabun, deterjen memiliki rantai molekul hidrofobik atau rantai molekul yang tidak
suka air dan komponen hidrofilik atau rantai molekul suka air. Hidrokarbon hidrofobik yang
ditolak oleh air, tapi ditarik oleh minyak dan lemak. Dibanding dengan sabun, detergen
mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh
oleh kesadahan air. Detergen terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi yang digunakan
untuk membantu pembersihan.
Sifat umum Sabun dan Detergen:
1. Bersifat basa
R – C-O– + H2O R – C-OH + OH–
2. Tidak berbuih di air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat)
C17H35COONa + CaCl2 Ca (C17H35COO)2 + NaCl
3. Bersifat membersihkan
R- (non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran menjadi partikel yang
lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah dipisahkan.
Sedangkan -C-O– (polar dan Hidrofil) akan larut dalam air membentuk buih dan mengikat
partikel – partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.
Deterjen terdiri dari surfaktan, builder yang berfungsi meningkatkan daya cuci dan bahan
aditif lainnya. Deterjen memiliki struktur kimia yang terdiri dari ujung karbon hidrofobik dan
ujung sulfat sehingga dapat mengemulsi lemak. Istilah deterjen biasanya digunakan untuk berbagai
macam bahan pembersih atau bahan yang memiliki kemampuan membersihkan.komponen detrgen
terdiri dari surfaktan, builder, filler, additive dan bahan-bahan lain.
Komponen deterjen dan peranannya:
1. Surfaktan: dalam suatu formulasi deterjen, surfaktan berfungsi untuk mengadsorpsi,
mengurangi daya tegang antar permukaan, membasahi, mengemulsikan, dan mendispersi.
2. Builder: berfungsi untuk meningkatkan daya cuci, misalnya sodium karbonat, sodium sulfat,
sodium nitrat, sodium trifosfat, sodium silikat, dll. Tripoli Sodium Fosfat (TSP) merupakan
salah satu contoh polifosfat yang sering digunakan sebagai zat pembangun dalam pembuatan
deterjen. Polifosfat bersifat basa, berfungsi melunakkan air sadah, sebagai buffer, mencegah
redeposisi, dan menyebarkan deterjen dalam larutan.
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan
memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan
daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh
: Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran
yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu
mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum,
sedangkan air sebagai bahan pengikat.
5. Bahan-bahan lain, misalnya: (i) antioksidan untuk mencegah deterioration sabun terhadap
oksidasi (sodium thiosulfat dan sodium hyposulfat); (ii) zat bleaching dan oxiding agent untuk
dicampur dengan powdered soap (sodium perborat); (iii) Ianolin untuk meningkatkan kadar
minyak; (iv) pelembut kulit; (v) lain-lain seperti parfum, pewarna, senyawa kimia
pharmaceutical (deodorant), enzim (protease) yang sering ditambahkan dalam deterjen untuk
meningkatkan daya pengikat terhadap kotoran berupa protein.
Sabun dan deterjen dapat berperan sebagai surfaktan sehingga dapat mengemulsikan air
dengan lemak (kotoran) yang akan dibersihkan. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang
bekerja menurunkan tegangan permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda
molekulnya. Bagian polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian
polar mempunyai gugus hidroksil semetara bagian non polar biasanya merupakan rantai alkil yang
panjang. Strukturnya air merupakan molekul yang bersifat polar. Polar adalah kecenderungan
suatu senyawa untuk bermuatan dikarenakan tidak meratanya sebaran elektron, atau dengan kata
lain elektron terkumpul pada salah satu sisi.Atom oksigen pada air memiliki pasangan elektron
bebas. Hal ini mengakibatkan muatan negatif akan berkumpul pada atom oksigen. Hal ini
dikarenakan elektron yang memiliki muatan negatif, sehingga bila elektron ini berkumpul maka
sisi itu akan cenderung bermuatan negatif. Oleh karena itu molekul air bersifat polar.
Lemak didominasi oleh struktur rantai karbon. Akibatnya sebaran elektronnya lebih merata
karena semua elektron pada karbon digunakan untuk berikatan. Selain itu kemampuan atom
karbon untuk menarik elektron dengan hidrogen tidaklah terlalu kuat sehingga elektron tidak akan
terkumpul disalah satu sisi. Akibatnya tidak akan ada kecenderungan muatan pada salah satu sisi
atau dapat dikatakan bahwa lemak bersifat non polar. Disebabkan air yang bersifat polar dan lemak
bersifat non polar, maka bila kita campurkan keduanya maka tidak akan terjadi interaksi. Hal ini
dikarenakan keduanya memiliki karakter yang berbeda. Itulah sebabnya bila kita mencuci hanya
dengan air saja maka kotoran (lemak) akan sulit terangkat. Oleh karena itu kita butuh zat yang bisa
menginisiai terjadinya interaksi, sehingga nantinya kotoran dapat terangkat dari bahan yang dicuci.

Gambar 10 Cara sabun membersihkan lemak atau kotoran

Zat yang bisa digunakan untuk menghubungkan interaksi air dan lemak adalah surfaktan
karena surfaktan dapat berinteraksi baik dengan air maupun lemak. Keberadaan kedua gugus pada
surfaktan membuat surfaktan memiliki kualifikasi untuk dapat menghubungkan interaksi antara
air dengan lemak, atau istilahnya dapat membentuk emulsi air dan lemak. Oleh karena itu dalam
kasus ini surfaktan biasa disebut juga emulgator. Mekanisme kerja surfaktan juga melibatkan
terbentuknya kombinasi air, surfaktan dan lemak. Setelah lemak terangkat oleh surfaktan, lalu
surfaktan tersebut larut dan membentuk kombinasi yang biasa disebut misel. Bagian yang
berbentuk bulat dan lonjong merupakan kepala yang mengarah keluar dan berinteraksi dengan air.
Sedangkan bagian yang panjang dan mengarah ke dalam merupakan bagian ekor yang berinteraksi
dengan lemak. Dari gambar 10 dapat terlihat bahwa lemak atau kotoran seolah-olah terbungkus
dalam kumpulan surfaktan sehingga dapat larut dalam air.
2. Sampo
Dalam sampo modern, sabun telah diganti dengan bahan aktif yang disebut surfaktan.
Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda
interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air dan ujung satunya
(yang disebut ekor) yang tidak suka air. Berdasarkan muatan kepalanya, surfaktan dibagi atas
surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Surfaktan akan berbusa dengan baik di segala
jenis air dan akan dapat dibilas dengan mudah dan sempurna. Sebagian besar sampo kini dalam
kemasan 2 in 1, bahan pembersih sekaligus conditioner. Bahan pembersihnya akan membersihkan
rambut dan kulit kepala, sementara conditioner-nya akan membuat rambut lebih mudah disisir
ketika basah dan akan membuat rambut ketika kering lebih tampak "berisi (seolah lebih besar
volumenya)" tanpa tampak beterbangan.
Kandungan sampo 2 in 1 utamanya adalah bahan pembersih dan conditioner. Lebih
lengkapnya, kandungan sampo yang beredar di pasar kini umumnya adalah, pertama, bahan
pembersih, umumnya berupa sistem surfaktan. Kadang selain surfaktan, ditambahkan pula sedikit
booster busa untuk mengubah sifat busa yang dihasilkan surfaktan. Bahan surfaktan yang umum
digunakan adalah surfaktan anionik, seperti natrium lauril eter sulfat (juga sering disebut natrium
lauret sulfat), natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Kedua, bahan conditioner, biasanya
digunakan bahan berupa surfaktan kationik, seperti olealkonium klorida, distearildimonium
klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat.
Ketiga, bahan aditif fungsional, termasuk di dalamnya bahan yang dapat mengontrol
viskositas sampo. Dapat dibayangkan apabila sampo terlalu encer, sampo akan sukar dipakai,
demikian pula jika sampo, misalnya, sekental pasta gigi. Bahan yang umum digunakan adalah
surfaktan amfoterik, seperti kokamidopropil betain atau kokamidopropil hidroksisultain. Aditif
lain adalah pengontrol pH, agar sampo mempunyai pH antara 3,5 dan 4,5. Keempat, pengawet.
Sampo tanpa pengawet akan merupakan tempat ideal bagi berkembangnya berbagai jenis bakteri.
Hal ini akan membuat produknya cepat rusak dan dapat membahayakan kesehatan. Pengawet yang
umum digunakan adalah natrium benzoat, paraben, tetranatrium EDTA. Kelima, bahan aditif
estetik, termasuk di dalamnya pewarna, parfum yang membuat sampo enak dipakai. Keenam,
bahan-bahan aktif medis, misalnya beberapa sampo mengandung seng piritionin yang dapat
mengobati ketombe, atau pantenol yang penting untuk pertumbuhan rambut dan yang
meningkatkan kelembaban rambut.
Ketika pertama kali ditemukan pada tahun 1986, sampo 2 in 1 menjadi topik perdebatan
yang sengit di kalangan ilmuwan. Pasalnya, kimiawan sebelum tahun 1980-an percaya penuh
bahwa tidak mungkin mencampurkan bahan pembersih dan conditioner, seperti disebut di atas
pembersihnya adalah surfaktan anionik, sedangkan conditoner-nya adalah surfaktan kationik.
Namun, beberapa orang, terutama di perusahaan Procter & Gamble, berhasil melakukannya
dengan menambahkan bahan khusus, yakni suatu senyawa karbon dari silikon (yakni silicone,
sejenis yang dipakai dalam kosmetik dan jangan dikacaukan dengan unsur silikon).
Bahan kondisioner yang bermuatan positif akan tertarik ke rambut yang bermuatan negatif
(mengenai rambut yang bermuatan listrik tentu sudah kita kenal, inilah yang menyebabkan
mengapa sisir plastik pun dapat diberi muatan apabila digunakan untuk menyisir rambut kering).
Akibatnya, rambut akan menjadi netral sehingga tolak-menolak antarhelai rambut akan berkurang,
dan kesan beterbangan pun berkurang.
3. Kosmetika
Pada kosmetik dan personal care, surfaktan juga memiliki syarat-syarat. Syarat-syaratnya
sebagai surfaktan :
1. Anti alergi
2. Anti iritasi
3. Bau dan warna berlebihan tidak anjurkan
4. Reaksi yang merugikan diminimalkan
5. Bebas dari kotoran dan tidak toksik
Untuk meminimalkan risiko medis, pembuat kosmetik cenderung menggunakan surfaktan
polimer. Selain itu surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik juga dapat digunakan.
Beberapa penelitian menggunakan surfaktan alami karena lebih aman untuk aplikasi. Jenis-jenis
dari surfaktan yang digunakan dalam kosmetik dan personal care :
a. Surfaktan anionik; Surfaktan anionik adalah memiliki muatan negatif pada kepala. Termasuk
pada kelompok-kelompok seperti asam karboksilat, sulfat, asam sulfonat, asam fosfat dan
turunannya, dan berguna untuk aplikasi yang memerlukan pembersihan (perlengkapan mandi
dan busa).
b. Surfaktan Asam Karboksilat; stearat berguna untuk produk seperti deodoran dan
antiperspirant. Garam (natrium stearat) membuat sabun yang sangat baik.
c. Sulfat; natrium lauril sulfat (SLS), amonium sulfat lauril (ALS), atau teretoksilasi, natrium
sulfat laureth (SLES) dalam penggunaan pembuatan sabun. Surfaktan tersebut pembuat foam
sangat baik, agen pembersih, dan relatif murah.
d. Asam sulfonat; umumnya lebih ringan dibandingkan sulfat. Mereka termasuk Taurates
(berasal dari taurin), Isethionates (berasal dari asam isethionic), sulfonat olefin, dan
Sulfosuccinates. Alasan mereka tidak digunakan lebih sering adalah bahwa mereka lebih
mahal untuk diproduksi.
e. Surfaktan kationik; Surfaktan kationik memiliki muatan positif pada kepala. Termasuk
kationik yaitu seperti Amin, Alkylimidazolines, Amin Alkoxylated, dan Senyawa Amonium
Quaternized (atau Quats). Masalah dari surfaktan kationik biasanya tidak kompatibel dengan
surfaktan anionik. sulit untuk menghasilkan produk yang secara bersamaan bersih. Surfaktan
kationik juga bisa menyebabkan iritasi sehingga ini harus dipertimbangkan ketika
menggunakan kosmetik dengan kationik.
f. Surfaktan amfoter; Contohnya termasuk Lauriminodipropionate Natrium dan
Lauroamphodiacetate Dinatrium.Amphoterics terutama digunakan dalam kosmetik sebagai
surfaktan sekunder. Amfoterik dapat membantu meningkatkan busa,dan bahkan mengurangi
iritasi. Juga digunakan untuk shampoo bayi dan produk pembersih lain yang memerlukan
kelembutan. Kekurangan adalah bahwa mereka tidak memiliki sifat pembersihan yang baik
dan tidak berfungsi dengan baik sebagai emulsifier.
g. Surfaktan Non ionik; Surfaktan yang tidak bermuatan. Paling sering digunakan sebagai
emulsifier, bahan pendingin, dan agen pelarut. Nonionics utama yang digunakan untuk
kosmetik termasuk alkohol, alkanolamides, ester, dan oksida amina.
PENUTUP
Kesimpulan
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu
surfaktan anionic, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan amfoter. Surfaktan selain
dklasifikasikan berdasarkan muatannya juga dklasifikasikan berdasarkan proses pembuatanannya
yaitu surfaktan yang disintesis dari turunan minyak bumi (tidak dapat diperbarui) dan biosurfaktan
(dapat diperbarui). Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, seperti sabun, bahan deterjen,
kosmetik, farmasi, makanan, tekstil, plastik dan lainlain. Beberapa produk pangan seperti
margarin, es krim, dan lain-lain menggunakan surfaktan sebagai satu bahannya. Syarat agar
surfaktan dapat digunakan untuk produk pangan yaitu bahwa surfaktan tersebut mempunyai nilai
Hydrophyle Lypophyle Balance (HLB) antara 2-16, tidak beracun, serta tidak menimbulkan iritasi.

DAFTAR PUSTAKA
Ee Lin Soo, Salleh, A.B., Basri, M., Rahman, R.N.Z.A. dan Kamaruddin, K., 2003, Optimization
of the Enzyme-catalyced Synthesis of Amino Acid-based Surfactants from Palm Oil
Fractions, Journal of Biosci. and Bioeng., 95: 361- 367
Genaro, R.A., 1990, Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th ed, Mack Printing Company,
Easton, Pennsylvania, USA, 267.
Herawan,T., 1998, Biosurfaktan : Aplikasi dan Peluang Minyak Sawit sebagai Bahan Bakunya,
Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 6 (2) : 83 - 92.
Jatmika, A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan Minyak Inti
Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 6 (1) : 31 - 37.
Salager , J.L. 2002. Surfactants Types and Uses. Los Andes: Laboratory of Formulation,
Interfaces Rheology and Processes. J. Am Oil Chem Soc, Vol. 65 (6): 1000-1006.
Warwel, S., Bruse, F., Demes, C., Kunz, M. dan Klass, M.R., 2001, Polymers and Surfactants on
the Basis of Renewable Resources, Chemosphere, 43: 39-48.
Widodo, H.S., 2004, Seminar Nasional Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit Untuk
Industri, Dies ke-42 Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai