Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN

PENYEMPURNAAN PELEMASAN MENGGUNAKAN FINESOFT PADA KAIN KAPAS


DAN T/C
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Teknologi Penyempurnaan dengan
dosen pengampu Hardianto, S.ST, M.Eng
Asisten dosen Sukirman, S.ST, MIL., dan Desiriana

Oleh
ALYA MUTIA SYIFA
NPM 18020015

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 MAKSUD DAN TUJUAN


I.1.1 Maksud
Studi tentang proses penyempurnaan pelemasan pada bahan yang
terbuat dari serat kapas, T/C, dan poliester.
I.1.2 Tujuan
Menganalisis pengaruh perbedaan resin pelemasan dengan
konsentrasi yang berbeda terhadap kain kapas, T/C dan poliester.
BAB II
DASAR TEORI

Zat pelemas adalah zat yang biasa dipergunakan dalam penyempurnaan


untuk memperoleh kelemasan, kehalusan, pegangan yang penuh dan lembut
serta kesupelan bahan tekstil. Sifat yang dihasilkan pada bahan tekstil dari
penyempurnaan tersebut adalah terjadinya penurunan koefisien gesekan antara
serat atau filamen-filamen dalam benang. Zat pelemas yang biasa digunakan
merupakan suatu zat yang mengandung lemak atau minyak. Zat pelemas ini
dapat dipergunakan sebagai zat penyempurnaan sendiri atau ditambahkan
dengan zat penyempurnaan lain.
Zat pelemas sebagai zat aktif permukaan mempunyai sifat umum seperti
sifat-sifat koloid, kelarutan dan lain-lain. Molekul zat aktif permukaan terdiri dari
dua gugus penting yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak
larutan). Gugus liofob biasanya terdiri dari rantai alifatik atau aromatik atau gugus
alkil yang biasanya terdiri dari paling sedikit 10 atom karbon. Dalam air sebagai
media pelarut gugus liofil disebut hidrofil dan gugus liofob disebut hidrofob. Pada
waktu terjadi peristiwa penyerapan pada serat, gugus hidrofob memberikan sifat-
sifat tertentu yang baik, seperti pegangan lemas dan lembut. Sedangkan gugus
hidrofob lebih banyak menentukan sifat-sifat kimia fisika zat aktif permukaan dari
gugus hidrofob tersebut. Prinsip pelemasan adalah memberikan lapisan lemak
atau minyak yang hidrofob membentuk suatu lapisan tipis pada bahan yang
mengakibatkan pengecilan gesekan antara elemen bahan yang berdampingan.
Lapisan lemak yang terbentuk dihasilkan oleh adsorpsi zat pelemas pada
permukaan bahan. Zat pelemas adalah surfaktan yang dapat mengaktifkan
permukaan, cenderung untuk berkonsentrasi pada permukaan atau antar muka.
Suatu molekul pada permukaan atau antar muka mengalami ketidakseimbangan
gaya, maka untuk mendapatkan keseimbangan gaya molekul menarik molekul
lain. Teradsorpsinya molekul lain pada antar muka menyebabkan penurunan
tegangan permukaan sehingga adsorpsi akan berlangsung terus sampai energi
bebas minimum.
Zat pelemas pada pokoknya adalah minyak atau lemak dengan rantai
panjang yang memiliki daya penetrasi. Penelitian para ahli zat pelemas yang
paling baik adalah zat aktif permukaan. Berdasarkan sifat pengionan zat aktif
permukaan dalam air, zat pelemas terbagi menjadi empat golongan : zat
pelemas anionik, kationik, nonionik dan amfoterik.
1. Zat pelemas kationik
Zat pelemasan kationik merupakan zat yang dapat bereaksi dengan
serat, dapat melapisi permukaan serat, memberikan efek pelemasan dan
tahan cuci yang baik pada serat alam maupun sintetik, sangat baik digunakan
untuk bahan yang telah dicelup terutama yang telah dicelup dengan zat
warna direk dan zat warna asam. Sebab akan memperbaiki ketahanan
cucinya, memberikan efek kekuningan pada bahan dan dapat ditambahkan
pada larutan yang agak asam, tetapi tidak boleh dicampur dengan senyawa
anion karena akan bereaksi dan tidak relatif lagi.
Contoh zat pelemas kation adalah :
 Garam amina, contohnya C17H33CONH.C2H4N(C2H5)HCl (Sapamine
CH) senyawa amina dengan jembatan amida.
 Senyawa kuarterner, contohnya R-N(CH3)3 + Cl-
2. Zat pelemas anionik
Zat pelemasan anionik merupakan minyak sulfat seperti minyak jarak,
minyak zaitun dan minyak kacang kedelai selain itu zat pelemasan dapat
dipakai bersama-sama dengan zat penyempurnaan lain walaupun
substantifitasnya kecil, membentuk lapisan film tipis pada permukaan serat
sehingga daya tahan cucinya kurang baik. Dan zat pelemas anionik ini tidak
memberikan efek kekuning-kuningan, pada pemakaiannya dapat disatukan
dengan zat pemutih optik dalam pemutihan serat.
3. Zat pelemas nonionik
 Tidak punya muatan ion
 Tidak reaktif
 Tahan cuci kurang baik
 Banyak digunakan dalam campuran dengan zat pelemas anion atau
kation.
 Tidak dipengaruhi pH, stabil terhadap elektrolit, tidak terpengaruh oleh
air sadah.
 Tidak memberikan efek kekuningan.
 Dibuat dari lemak dan malam sintetik, bukan dari lemak dan malam
alam.
 Contoh zat pelemasan nonionik adalah
 Polietilena dan emulsi malam
 Senyawa etoksigliserida, ester dari alkohol sulfonat dan asam
 Berbagai senyawa silikon
4. Zat pelemasan amfoter
Molekul dari zat pelemas amfoter terdiri dari satu atau lebih rantai
panjang alkil yang diikat pada inti polar, yang kedua ujungnya mengandung
anion dan kation. Jumlah anion dan kation memberikan sifat kutub yang
berlawanan tergantung pada pH larutan, dimana pada pH yang rendah
molekulnya berubah menjadi kation, sedangkan pada pH yang tinggi
molekulnya berubah menjadi anion. Zat pelemas amfoter mirip dengan zat
pelemas kation, mempunyai substantifitas tetapi tidak permanen seperti zat
pelemas kation. Tipe molekulnya adalah substitusi asam amino atau
sulfobetayne.

2.1 Sifat Zat Pelemasan


Zat pelemas sebagai zat aktif permukaan mempunyai sifat umum seperti
sifat-sifat koloid, kelarutan dan lain-lain. Molekul zat aktif permukaan terdiri dari
dua gugus penting yaitu gugus liofil (menarik pelarut) dan gugus liofob (menolak
larutan). Gugus liofob biasanya terdiri dari rantai alifatik atau aromatic, atau
gugus alklil yangb biasanya terdiri dari paling sidikit 10 atom karbon. Dalam air
sebagai media pelarut gugus liofil disebut hidrofil dan gugus liofob disebut
hidrofob. Pada waktu terjadi peristiwa penyerapan pada serat, gugus hidrofob
memberikan sifat-sifat tertentu yang baik, seperti pegangan lemas dan lembut.
Sedangkan gugus hidrofil lebih banyak menentukan sifat-sifat kimia fisika zat
aktif permukaan dari gugus hidrofob tersebut. Pada konsentrasi tinggi partikel
koloid akan menggumpal membentuk suatu agregat yang disebut misel. Ada dua
macam misel, yaitu misel sferik dan misel lamelar.
Sebagian zat aktif permukaan mempunyai sifat khusus yaitu pembentukan
film pada permukaan. Suatu molekul yang mempunyai struktur polar-non polar
seperti juga zat pelemas cenderung membentuk lapisan film pada permukaan.
2.2 Mekanisme Pelemasan

Prinsip pelemasan adalah memberikan lapisan lemak atau minyak yang


hidrofob membentuk suatu lapisan tipis pada bahan yang mengakibatkan
pengecilan gesekan antara elemen bahan yang berdampingan. Lapisan lemak
yang terbentuk dihasilkan oleh adsorpsi zat pelemas pada permukaan bahan.
Zat pelemas adalah surfaktan yang dapat mengaktifkan permukaan,
cenderung untuk berkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Suatu
molekul pada permukaan atau antar muka mengalami ketidakseimbangan gaya,
maka untuk mendapatkan keseimbangan gaya molekul menarik molekul lain.
Teradsorpsinya molekul lain pada antar muka menyebabkan penurunan
tegangan permukaan sehingga akan berlangsung terus sampai energy bebas
minimum.
Mekanisme adsorpsi zat pelemas akan dipengaruhi beberapa faktor antara
lain struktur molekul zat pelemas dan penyusunnya, sifat alamiah dan struktur
gugus pada permukaan padatan, serta lingkungan fasa air. Zat pelemas yang
meruapakan zat aktif permukaan mempunyai struktur amfifilik yang mempunyai
dua jenis gugus dengan sifat berlawanan yaitu gugus polar (hidrofil) dan gugus
tak polar (hidrofobik). Dala air pelemas akan larut karena gugus polar akan
membentuk ikatan hidrogen dengan air. Larutan ini larutan nyata karena gugus
hidrokarbon yang tak polar tidak tertarik oleh air, melainkan membentuk suatu
film dimana gugus hidrokarbon menghadap film sedangkan gugus polar
menghadap air.
Gaya-gaya yang ditimbulkan oleh sifat dan struktur zat pelemas keluar dari
lingkungan pelarut air dan kemudian teradsorpsi pada permukaan serat,
sehingga didapat suatu keadaan dimana gugus hidrofil zat pelemas akan tertarik
masuk oleh gugus hidrofil serat, sedangkan gugus hidrofobnya tertinggal pada
permukaan serat.
Gugus hidrofob pada permukaan ini akan memenuhi prinsip agregasi rantai
membentuk kelompok dengan gugus hidrofob lainnya kea rah panjang horizontal
berupa lapisan film menutupi permukaan. Molekul yang teradsorpsi dapat
mengadakan ikatan fisik dengan serat atau ikatan kimia, tergantung jenis zat
pelemas yang digunakan.
Efek pelemasan makin baik bila kedudukan molekul pelemas makin rapat.
Pada beberapa jenis pelemas, kerapatan molekul pelemas akan tercapai antara
lain dengan bantuan proses pemanasawetan yang disertai tekanan seperti pada
kondisi proses pemanasawetan dapat mendesak molekul pelemas ke dalam pori
benang.
Mekanisme pembentukan lapisan film yang dapat terjadi dapat diterangkan
sebagai berikut. Zat pelemas nonionik dengan gugus hidrofob cenderung
mendekati serat (poliester) dan menempel di permukaan serat tersebut,
sedangkan pada gugus hidrofilnya menghadap keluar. Selanjutnya zat pelemas
akan bersifat menurunkan tegangan permukaan dimana posisi molekul zat
pelemas tegak lurus sampai titik tertentu, kemudian molekul zat pelemas akan
membentuk lapisan ganda sehingga tekanan permukaan naik. Pada serat
(poliester) yang terjadi interaksi hidrofobik dimana gugus hidrofob mendekati
serat sedangkan gugus hidrofil menghadap ke larutan.
BAB III
METODA PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
 Timbangan
 Sendok
 Gelas
 Pengaduk
 Baki
3.1.2 Bahan
 Ginsoft NT-50 = 10-60 g/L
 Kain TC dan kain katun

3.2 Resep

Variasi :

- Softener : 10 – 30 – 60 g/L
- Curing : 150℃ - 160℃

3.3 Perhitungan resep


1. Resep ginsoft NT-50 (10 g/L)
Kebutuhan zat = 200 ml
10
Ginsoft NT = x 200 = 2 g/L
1000
Air = 200 – 2 = 198 ml
2. Resep Ginsoft NT-50 (30 g/L)
Kebutuhan zat = 200 ml
30
Ginsoft NT = x 200 = 6 g/L
1000
Air = 200 – 6 = 194 ml

3.4 Fungsi Zat


 Resin ginsoft
Sebagai bahan utama proses penyempurnaan pelemasan yang akan
memberikan penurunan kekakuan pada kain.

3.5 Diagram Alir

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Timbang kain dan zat sesuai kebutuhan

Proses penyempurnaan softener


(Padding, WPU 70%)

Dry (110℃ selama 2 menit)

Curing (150℃ -170℃ 3-5 menit)

Evaluasi
- Kekakuan (Stiffnes)
- Kekuatan tarik

3.6 Langkah Kerja


1. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Timbang resep yang dibutuhkan untuk membuat larutan pelemas.
3. Pembuatan larutan pelemas.
4. Tuangkan larutan pelemas dalam bak/wadah.
5. Rendam kain kapas dan katun di dalam pelemas.
6. Kain di pad dan langsung di dryingpa

3.7 Skema Proses

WPU 70%

Drying
Rendam – Peras pada
larutan pelembut

BAB IV

DATA PERCOBAAN

4.1 Data Praktikum


4.1.1 Data berat kain 5cm x 5cm

No Jenis Kain Berat kain 5x5 cm (gram)

1 TC 0.31

2 Katun 0.35

4.1.2 Data lengkung blanko

Data lengkung atau


No Jenis Kain
panjang kekakuan (CMS)

1 TC 2.5

2 Katun 2.7

4.1.3 Data lengkung atau panjang kekakuan berdasarkan variasi

Variasi Data lengkung atau


No Jenis Kain Ginsoft NT-50 panjang kekakuan
Curing (℃ ) (CMS)
(g/L)

1 TC 10 150 1.5

2 10 160 1

3 30 150 1.5

4 30 160 1.5

5 Katun 10 150 2.25

6 10 160 2.3

7 30 150 1.6

8 30 160 1
4.2 Perhitungan Gramasi
100 x 100
Rumus gramasi kain = x berat kain
5x 5

100 x 100
1. Gramasi kain T/C = x 0.31 = 124 g/m2
5x 5

100 x 100
2. Gramasi kain katun = x 0.35 = 140 g/m2.
5x 5

4.3 Perhitungan Kekakuan Kain Blanko


Rumus kekakuan kain = 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
1. Kekakuan kain T/C blanko = 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 124 x 2.53
= 193.75 g/m2
2. Kekakuan kain katun blanko = 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 140 x 2.73
= 275.56 g/m2.

4.3.1 Grafik Kekakuan Kain Blanko


Grafik Kekakuan Kain Blanko

300

250
Nilai Kekauan

200

150

100

50

0
Kekakuan kain T/C blanko Kekakuan kain katun blanko

Grafik 1. Grafik kekakuan kain blanko.

4.4 Perhitungan Kekakuan Kain Berdasarkan Variasi


Rumus kekakuan kain = 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3

4.4.1 Kain T/C


1. Variasi Ginsoft NT-50: 10 g/L dan suhu curing: 150oC
= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 124 x 1.53
= 41.85 g/m2
2. Variasi Ginsoft NT-50: 10 g/L dan suhu curing: 160oC
= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 124 x 13
= 12.40 g/m2
3. Variasi Ginsoft NT-50: 30 g/L dan suhu curing: 150oC
= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 124 x 1.53
= 41.85 g/m2
4. Variasi Ginsoft NT-50: 30 g/L dan suhu curing: 160oC
= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 124 x 1.53
= 41.85 g/m2.

4.4.2 Grafik Kekakuan Kain T/C


Grafik 2. Grafik kekakuan kain T/C.

Grafik Kekakuan Kain T/C

180
160
140
120
100
Nilai Kekakuan

80
60
40
20
0
Variasi Ginsoft Variasi Ginsoft Variasi Ginsoft Variasi Ginsoft
NT-50: 10 g/L NT-50: 10 g/L NT-50: 30 g/L NT-50: 30 g/L
dan suhu curing: dan suhu curing: dan suhu curing: dan suhu curing:
150 oC 160 oC 150 oC 160 oC

4.5 Kain Katun

1. Variasi Ginsoft NT-50: 10 g/L dan suhu curing: 150oC


= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 140 x 2.253
= 159.47 g/m2

2. Variasi Ginsoft NT-50: 10 g/L dan suhu curing: 160oC


= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 140 x 2.33
= 170.34 g/m2

3. Variasi Ginsoft NT-50: 30 g/L dan suhu curing: 150oC


= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 140 x 1.63
= 57.34 g/m2

4. Variasi Ginsoft NT-50: 30 g/L dan suhu curing: 160oC


= 0.1 x gramasi x (panjang kekakuan)3
= 0.1 x 140 x 13
= 14 g/m2.

a. Grafik Kekakuan Kain Katun


Grafik 3. Grafik kekakuan kain katun.

Grafik Kekakuan Kain Katun

180
160
140
120
100
Nilai Kekakuan

80
60
40
20
0
Variasi Ginsoft Variasi Ginsoft Variasi Ginsoft Variasi Ginsoft
NT-50: 10 g/L NT-50: 10 g/L NT-50: 30 g/L NT-50: 30 g/L
dan suhu curing: dan suhu curing: dan suhu curing: dan suhu curing:
150 oC 160 oC 150 oC 160 oC

BAB V

HASIL

Praktikum kali ini dilakukan pengujian pelemasan pada suatu contoh kain uji
yang dibedakan dari pemberian resin dan metoda yang digunakan. Prinsip
pelemasan adalah memberikan lapisan lemak atau minyak yang hidrofob
membentuk suatu lapisan tipis pada bahan yang mengakibatkan pengecilan
gesekan antara elemen bahan yang berdampingan. Lapisan lemak yang
terbentuk dihasilkan oleh adsorpsi zat pelemas pada permukaan bahan.

Pada percobaan ini digunakan kain kapas yang berdasar serat alam yaitu
selulosa. Dengan menggunakan ginsoft NT-50 bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pelemasan pada kain yang berbeda. Percobaan dilakukan dengan
perendaman kain dalam larutan yang kemudian di pad untuk proses
penetrasi zat pelemas ke dalam kain. Setelah itu kain dikeringkan pada suhu
100℃ kemudian dilanjutkan dengan proses pencucian yang bertujuan untuk
membuang zat pelemas yang tidak bereaksi dengan serat dan hanya
menempel pada bahan.
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan evaluasi kekakuan pada kain,
nilai kekakuan lebih besar pada kain T/C dibandingkan dengan pengujian
pada kain lainnya hal ini disebabkan karena ginsoft NT-50 merupakan zat
yang bersifat anionik, yang mana sangat cocok digunakan untuk serat kapas.
Zat pelemas anionik tidak memberikan sifat pelemasan permanen pada
serat, karena tidak bereaksi dengan serat. Zat membentuk lapisan film tipis
pada permukaan serat sehingga daya tahan cucinya kurang baik. Untuk kain
T/C yang telah diproses tanpa pencucian memiliki nilai kekakuan paling besar
hal ini dikarenakan zat pelemas yang masih menempel pada kain akan
menyebabkan kain menjadi lebih kaku dan karena kain T/C merupakan
campuran kapas dan poliester yang menyebabkan zat tidak masuk kedalam
serat secara maksimal. Hal ini dikarenakan karena serat poliester yang
bersifat hidrofob yang artinya sulit untuk menyerap air kedalam kain. Dari
kedua kain yang diuji kain kapas dan T/C dapat disimpulkan bahwa kain
kapas lebih cocok bila diberi zat pelemas ginsoft NT-50 dibandingkan kain
T/C.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa


penggunaan zat pelemas ginsoft NT-50 pada konsentrasi ginsoft NT-50 30
g/L dengan suhu curing 160oC memiliki efek langsai yang paling baik
daripada kain kapas dan T/C dengan konsentasi ginsoft NT-50 dan curing
lainnya. Hal ini dikarenakan pada serat kapas tersebut memiliki nilai
kekakuan paling kecil dibandingkan dengan hasil proses penyempurnaan
pelemasan pada serat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai