Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KIMIA FISIKA KOLOID

SURFAKTAN

Disusun Oleh:

Christopel Natanael Purba

2210511061

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2023
TUJUAN PEMBELAJARAN SURFAKTAN

Tujuan pembelajaran dari surfaktan adalah untuk memahami pengertian, sifat,


klasifikasi, karakteristik, fungsi, bahan baku dan aplikasi surfaktan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang pangan.
MATERI SURFAKTAN

A. Pendahuluan

Surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan yang dapat
menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antara dua bahan, baik
berupa cairan-cairan, cairan-padatan, padatan-padatan, atau cairan-gas. Sifat
aktif permukaan yang dimiliki surfaktan memungkinkan dua atau lebih senyawa
yang saling tidak bercampur pada kondisi normal menjadi bertendensi untuk
saling bercampur homogen. Oleh karena itu, surfaktan banyak diaplikasikan
pada berbagai industri seperti industri kosmetika, sabun, deterjen, personal care
products, produk pembersih, kertas, cat, perminyakan, dan lain sebagainya.

Surfaktan bersifat ampifilik, yaitu senyawa yang memiliki dua gugus yang
berlainan sifat dalam satu molekulnya, yaitu gugus hidrofilik dan lipofilik
sehingga mampu menyatukan dua bahan yang berbeda kepolarannya. Bahan
baku yang umumnya dapat digunakan pada proses pembuatan surfaktan berupa
minyak bumi, minyak nabati, karbohidrat (pati), dan hasil aktivitas
mikroorganisme. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara agraris yang
potensi bahan-bahan pertaniannya sangat besar. Indonesia memiliki potensi
bahan baku surfaktan berbasis minyak nabati dan karbohidrat yang cukup besar,
berupa minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, pati singkong, pati
sagu, dan lain-lainnya. Beberapa keunggulan surfaktan yang berasal dari bahan
baku alami (surfaktan oleokimia), antara lain: (1) dapat terdegradasi, (2) biaya
produksi lebih rendah, (3) kebutuhan energi lebih rendah, (4) bebas dari
hidrokarbon aromatik, dan (5) bebas kontaminan.

B. Pengertian

Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk


menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan
menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antar dua fasa yang
berbeda derajat polaritasnya. Istilah antarmuka menunjuk pada sisi antara dua
fasa yang tidak saling melarutkan, sedangkan istilah permukaan menunjuk pada
antarmuka di mana salah satu fasanya berupa udara (gas) (Rosen, 2004 dalam
Hambali, 2019). Jika surfaktan dilarutkan ke dalam pelarut pada konsentrasi
yang rendah, ia akan memiliki kemampuan untuk menempatkan diri pada
antarmuka dua jenis media yang tidak saling melarut sehingga secara signifikan
mengubah karakteristik fisik antarmuka media tersebut. Antarmuka adalah
batas antara dua sistem seperti cairan-cairan, cairan-padatan, padatan-padatan,
dan cairan-gas. Suatu senyawa disebut sebagai surfaktan didasarkan pada
kemampuannya untuk membentuk lapisan tunggal (monolayer) yang
terorientasi pada antarmuka (udara/air atau minyak/air) dan yang lebih penting
adalah kemampuannya untuk membentuk struktur misel atau gelembung pada
suatu fasa.

Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas permukaan


yang tinggi. Karena sifat aktivitas permukaannya yang tinggi ini, seringkali
surfaktan disebut sebagai bahan aktif permukaan (surface-active agent). Bahan
aktif permukaan ini mampu memodifikasi karakteristik permukaan suatu cairan
atau padatan (Hui, 1996). Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam
disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Struktur molekul
surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang
terdiri atas bagian kepala dan ekor (Gambar 1). Bagian kepala dan ekor
memiliki sifat yang berbeda karena struktur molekulnya (konfigurasi kepala-
ekor) yang tak seimbang. Bagian kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)
merupakan bagian yang sangat polar dan kompatibel dengan air, sedangkan
bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air) merupakan bagian non polar dan
lebih tertarik ke minyak/lemak. Kepala dapat bersifat anionik, kationik,
amfoterik, atau nonionik, sedangkan ekor dapat berupa hidrokarbon rantai linier
atau cabang. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki
fungsi yang beragam di industri (Hui, 1996; Hasenhuettl, 1997 dalam Hambali,
2019).

Gambar 1. Struktur Molekul Surfaktan


C. Sifat
Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian hidrofilik dan
hidrofobik pada molekul surfaktan. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik
yang berada dalam satu molekul menyebabkan pembagian surfaktan cenderung
berada pada antarmuka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan
hidrogen seperti minyak/air atau udara/air. Pembentukan film pada antarmuka
ini mampu menurunkan energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas
pada molekul surfaktan. Berikut merupakan sifat-sifat dari surfaktan:

a. Larutan surfaktan berbentuk koloid.


b. Surfaktan dapat terkonsentrasi pada permukaan atau antarmuka, dimana
gugus hidrofob akan terorientasi ke fasa non polar dan gugus hidrofil
terorientasi ke fasa polar.
c. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan yang dipengaruhi oleh
konsentrasi surfaktan.
d. Surfaktan dapat menstabilkan busa.
e. Surfaktan dapat membentuk emulsi, misel, membantu proses solubilisasi,
dan pembasahan.
D. Klasifikasi

Berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya setelah terdisosiasi dalam


media cair, surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: (1)
anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik: gugus
hidrofiliknya bermuatan positif, (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak
bermuatan, dan (4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan
positif atau negatif tergantung kepada pH media (Perkins, 1988). Berikut
merupakan klasifikasi dari surfaktan:

a. Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik bermuatan negatif pada grup bagian kepalanya.


Pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionik adalah gugus anion
(muatan negatif) yang dimilikinya, misalnya yaitu grup karboksilat, sulfat,
sulfonat, dan fosfat. Aplikasi utamanya yaitu untuk deterjensi, pembusaan
dan emulsifier pada produk-produk perawatan diri (personal care products),
deterjen, dan sabun. Surfaktan anionik banyak digunakan pada berbagai
aplikasi karena biaya produksinya yang rendah. Namun kelemahannya
adalah sensitif terhadap adanya mineral dan perubahan pH. Contoh
surfaktan yang termasuk dalam kelompok surfaktan anionik adalah linier
alkilbenzen sulfonat, alkohol sulfat, alkohol eter sulfat, metil ester sulfonat,
fosfatidilinositol, sodium stearil fumarat, sodium lauril sulfat, sodium
dodecil sulfat, monoalkil fosfat, fatty alkohol eter fosfat, sodium
cocomonogliserida, sulfated alkohol etoksilat, dan sodium cocogliseril eter
sulfat.

b. Surfaktan Kationik

Surfaktan kationik bermuatan positif pada grup bagian kepalanya.


Pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan kationik adalah gugus kation
(muatan positif) yang dimilikinya, misalnya grup trimetilamonium. Aplikasi
surfaktan kationik berhubungan erat dengan daya absorpsinya di
permukaan. Beberapa bahan yang bermuatan negatif (seperti logam, plastik,
mineral, serat, rambut, dan membran sel) dapat dimodifikasi dengan
menggunakan surfaktan kationik. Oleh karena itu, surfaktan kationik
banyak digunakan sebagai bahan antikorosi, bahan antistatik, flotation
collector, pelunak kain, kondisioner dan bakterisida. Surfaktan kationik
juga digunakan sebagai bahan pembasah dalam media asam. Namun
kelemahannya adalah surfaktan ini tidak memiliki kemampuan deterjensi
bila diformulasikan ke dalam larutan alkali. Contoh surfaktan yang
termasuk dalam kelompok surfaktan kationik adalah fatty amina, fatty
amidoamina, fatty diamina, fatty amina oksida, tertiari amina etoksilat,
dimetil alkil amina, dan dialkil metil amina.

c. Surfaktan Nonionik

Surfaktan nonionik tidak memiliki muatan, namun mengandung grup


yang memiliki afinitas tinggi terhadap air yang disebabkan interaksi kuat
dipol-dipol yang timbul akibat ikatan hidrogen. Contohnya yaitu grup
etoksilat, poliglikol eter, polioksietilen, atau poliol. Surfaktan nonionik
umumnya diaplikasikan pada produk yang proses dan aplikasinya pada suhu
rendah. Keunggulan surfaktan ini adalah tidak terpengaruh oleh adanya air
sadah ataupun perubahan pH. Selain itu juga, busa yang dihasilkan tidak
terlalu banyak sehingga sangat berguna bila disyaratkan busa yang sangat
rendah untuk aplikasi tertentu. Contoh surfaktan yang termasuk dalam
kelompok surfaktan nonionik adalah dietanolamida, polioksietilen sorbitan
monostearat, sukrosa monostearat, sukrosa distearat, sorbitan monostearat,
sorbitan monooleat, sukrosa ester, fatty alkohol poliglikol eter, gliserol
monostearat, propilen glikol monostearat, alkohol etoksilat, dan gliserol
monooleat.

d. Surfaktan Amfoterik (Zwitterionic)

Surfaktan amfoterik mengandung gugus positif dan negatif pada


molekul yang sama sehingga rantai hidrofobik diikat oleh bagian hidrofilik
yang mengandung gugus positif dan negatif. Surfaktan amfoterik sangat
dipengaruhi oleh pH, di mana pada pH rendah berubah menjadi surfaktan
kationik sedangkan pada pH tinggi akan berubah menjadi surfaktan anionik.
Biaya produksinya yang tinggi menyebabkan surfaktan ini paling kecil
volume produksinya di antara kelompok surfaktan lainnya. Surfaktan
amfoterik memiliki karakteristik dermatologi dan kecocokan yang sangat
baik di kulit. Karena sifatnya yang rendah iritasi terhadap mata dan kulit
menyebabkan surfaktan ini umumnya digunakan untuk aplikasi shampo dan
kosmetik. Contoh surfaktan yang termasuk dalam kelompok surfaktan
amfoterik adalah fosfatidilkolin (PC), fosfatidiletanolamina (PE), lesitin,
asam aminokarboksilat, dan alkil betain.

E. Karakteristik

Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya.


Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan
permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan kemampuan
pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel
terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan
penggabungan (coalescence) partikel yang terdispersi sehingga kestabilan
partikel yang terdispersi makin meningkat. Surfaktan mampu mempertahankan
gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama. Berikut merupakan
karakteristik dari surfaktan:

a. HLB (Hydrophile-Lipophile Balance)

Keseimbangan antara gugus hidrofilik dan hidrofobik pada surfaktan


dihitung dengan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). Parameter
HLB merupakan suatu parameter untuk mengorelasikan secara kuantitatif
struktur surfaktan dengan aktivitas permukaannya. Sistem ini menggunakan
formula-formula empiris tertentu untuk menghitung nilai HLB, di mana
secara normal harga yang diberikan dalam kisaran skala 0–20. Makin tinggi
nilai HLB menunjukkan surfaktan makin hidrofilik sehingga mereka lebih
larut dalam air dan pada umumnya digunakan sebagai bahan pelarut
(solubilizing agents) yang baik, deterjen, dan penstabil untuk emulsi O/W.
Surfaktan dengan nilai HLB rendah memiliki kelarutan dalam air yang
rendah sehingga mereka digunakan sebagai pelarut (solubilizers) air dalam
minyak dan penstabil emulsi W/O yang baik (Myers, 2006 dalam Hambali,
2019). Menurut Holmberg et al, (2003) dalam Hambali, 2019 nilai HLB
menentukan aplikasi dari surfaktan yang dihasilkan. Nilai HLB dan
aplikasinya dapat dilihat pada (Gambar 2).

Gambar 2. Nilai HLB dan Aplikasinya


b. Tegangan Permukaan

Surfaktan dapat diserap pada permukaan atau antarmuka dengan bagian


hidrofiliknya berorientasi pada fase yang lebih rendah viskositasnya dan
bagian hidrofobiknya berorientasi pada uap atau fase yang kurang polar.
Perubahan sifat molekul-molekul yang menempati permukaan secara
signifikan mengurangi tegangan permukaan. Berbagai jenis surfaktan
memiliki kemampuan yang berbeda untuk mengurangi tegangan permukaan
atau antarmuka karena struktur kimia yang berbeda. Oleh karena itu,
tegangan permukaan larutan surfaktan merupakan salah satu sifat fisik yang
paling umum dari larutan tersebut yang digunakan untuk mengkarakterisasi
sifatsifat surfaktan.

c. Tegangan Antarmuka

Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk


menurunkan energi antar muka yang membatasi dua cairan yang tidak saling
larut. Kemampuan ini disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang
dimiliki oleh surfaktan. Surfaktan akan menurunkan gaya kohesi dan
sebaliknya meningkatkan gaya adhesi sehingga dapat menurunkan tegangan
antarmuka (Matheson, 1996 dalam Hambali, 2019). Tegangan antarmuka
adalah gaya persatuan panjang yang terjadi pada antarmuka dua fase cair
yang tidak dapat tercampur. Tegangan antarmuka sebanding dengan
tegangan permukaan, tetapi nilai tegangan antarmuka akan selalu lebih kecil
daripada tegangan permukaan pada konsentrasi yang sama (Moecthar, 1989
dalam Hambali, 2019).

d. Kemampuan Pembusaan

Kebanyakan surfaktan dalam larutan dapat membentuk busa, baik


diinginkan maupun tidak diinginkan dalam penggunaannya. Busa cair
adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi
zat cair. Kestabilan busa diperoleh dari adanya zat pembusa (surfaktan). Zat
pembusa ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-
gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan (Ware et al, 2007 dalam
Hambali, 2019).

Kemampuan pembusaan dipengaruhi oleh panjang rantai hidrokarbon.


Dibandingkan dengan surfaktan anionik sebagai agen pembusa yang telah
lama digunakan, surfaktan nonionik dianggap sebagai surfaktan yang
memiliki kemampuan pembusaan yang lebih rendah. Ware et al. (2007)
dalam Hambali, 2019, melakukan pengujian kemampuan pembusaan antara
surfaktan Sodium Lauryl Sulfate (SLS), APG C10, dan APG C12. Hasilnya
yang diperoleh yaitu surfaktan APG memiliki kemampuan pembusaan lebih
rendah dibandingkan surfaktan SLS.

e. Stabilitas Emulsi

Mekanisme kerja dari surfaktan untuk menstabilkan emulsi yaitu


dengan menurunkan tegangan permukaan dan membentuk lapisan
pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi sehingga senyawa
yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan bersifat
stabil. Emulsi yang stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan
lambat sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang
waktu tertentu yang diinginkan (Kamel, 1991 dalam Hambali, 2019).

Turunnya tegangan antarmuka menyebabkan menurunnya gaya tolak-


menolak antara molekul-molekul berbeda fasa dan juga menurunkan gaya
tarik menarik antara molekul-molekul berfasa sama. Hal ini mengakibatkan
sistem emulsi menjadi stabil. Selain menurunkan tegangan permukaan dan
tegangan antarmuka, surfaktan berfungsi pula sebagai emulsifier karena
adanya gugus hidrofilik yang berikatan dengan molekul polar misalnya air
dan gugus lipofilik yang berikatan dengan molekul non polar misalnya
xilen. Menurut O’Brien et al. (2000) dalam Hambali, 2019, ikatan antara
kedua gugus tersebut dengan molekul-molekul yang berbeda fasa akan
mencegah pemisahan fasa.

Gugus hidrofilik dan lipofilik yang dimiliki surfaktan dapat membentuk


lapisan film pada bagian antarmuka dua cairan yang berbeda fasa. Adanya
dua gugus tersebut pada emulsifier, memungkinkan emulsifier membentuk
selaput tipis atau disebut juga film, di sekeliling globula-globula fasa
terdispersi, dan bagian luarnya berikatan dengan medium pendispersi
(Suryani et al, 2000 dalam Hambali, 2019). Pembentukan film tersebut
mengakibatkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan yang berbeda
fasa tersebut sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antarmuka
(Georgiou et al, 1992).
f. pH

Umumnya asam dan basa dikelompokkan menjadi kuat dan lemah. Hal
ini tergantung dari kemampuannya untuk bereaksi secara sempurna maupun
bereaksi sebagian saja. Asam dan basa lemah termasuk ke dalam golongan
yang bereaksi sebagian saja. Sebagian besar asam karboksilat merupakan
asam lemah dan amina adalah suatu basa lemah (Harris, 1995). Sebagai
contoh adalah pH dari surfaktan dietanolamida. Menurut Kirk dan Othmer
(1968) dalam Hambali, 2019, pH surfaktan nonionik dietanolamida berkisar
antara 9 dan 10. Hal ini sesuai dengan standar surfaktan coco-dietanolamida
komersial, yaitu pH surfaktan nonionik dietanolamida berkisar antara 8.5
dan 10.5 (GSM 2000).

F. Fungsi

Berbagai macam jenis surfaktan dengan fungsi dan kemampuan berbeda


dapat diproduksi dengan cara mengubah komposisi kimia pada molekul
hidrofobik dan hidrofiliknya. Berikut merupakan beberapa fungsi dari
surfaktan:

a. Deterjensi

Fungsi surfaktan sebagai deterjensi artinya surfaktan memiliki


kemampuan untuk memecah ikatan antara kotoran (tanah/minyak) dengan
suatu permukaan. Pecahnya ikatan tersebut menyebabkan kotoran dapat
dipisahkan dari suatu permukaan sehingga permukaan tersebut bersih dari
kotoran.

b. Pembasah (Wetting) dan Antipembasah (Waterproofing)

Wetting dan waterproofing tergantung pada perubahan yang dihasilkan


oleh surfaktan terhadap tegangan antarmuka. Pada aplikasi surfaktan
sebagai pembasah (wetting), cairan surfaktan disebarkan ke substrat (cairan
atau padatan), kemudian surfaktan tersebut akan memindahkan fase awal
yang kontak dengan substrat dan menggantikannya dengan lapisan yang
melingkupi cairan sehingga terbentuk antarmuka baru di mana baik substrat
dan fase awalnya kontak dengan lapisan baru tersebut. Adapun perbedaan
prinsip antara wetting dan waterproofing sebagai berikut: pada wetting,
adsorpsi surfaktan ke permukaan memungkinkan air untuk disebarkan ke
permukaan berlilin atau berminyak, sedangkan pada waterproofing,
antarmuka suatu permukaan diubah sehingga lebih bersifat hidrofobik
sehingga pembasahan permukaan oleh air menjadi lebih sulit.

c. Pembusa (Foaming) dan Antipembusaan (Defoaming)

Pembentukan busa oleh surfaktan serupa dengan pembentukan emulsi


o/w (oil in water). Dalam pembusaan, udara merupakan fasa terdispersi
(media non polar), sedangkan air sebagai fasa pendispersi. Surfaktan
terkonsentrasi pada permukaan antara air dan udara, di mana bagian
hidrofobik diperluas hingga ke fasa gas. Pada waktu fasa gas terpecah secara
perlahan maka terbentuklah busa. Foaming dan defoaming tergantung pada
perubahan yang dilakukan surfaktan terhadap antarmuka gas/larutan. Busa
(foam) dihasilkan ketika gas dimasukan ke dalam larutan sehingga terbentuk
lapisan permukaan yang bersifat viskoelastis. Pada foaming, surfaktan
ditambahkan untuk meningkatkan sifat viskoelastis sehingga terbentuk busa
lebih banyak. Sementara pada defoaming, surfaktan ditambahkan untuk
mengurangi atau menghilangkan sifat viskoelastis lapisan antarmuka
gas/larutan. Hal ini dilakukan dengan menetralkan ataupun mengubah
lapisan awal dengan lapisan baru yang lebih bersifat tidak viskoelastis.

d. Pengemulsi (Emulsification) dan Pemecah Emulsi (Demulsification)

Emulsifier membentuk lapisan tipis yang akan menyelimuti partikel-


partikel teremulsi dan mencegah partikel tersebut bergabung dengan
partikel sejenisnya. Emulsi yang terbentuk akan distabilkan oleh lapisan
surfaktan yang berada pada antarmuka antara dua cairan sehingga
menghasilkan pembatas elektrik yang menghalangi bersatunya tetesan fase
cairan yang terdispersi. Sementara, fungsi surfaktan sebagai demulsifier
terjadi apabila surfaktan ditambahkan dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan pembatas elektrik antara dua fasa sehingga menyebabkan
pecahnya emulsi. Pecahnya emulsi merupakan proses destabilisasi emulsi,
dimana fase air dan minyak terpisah. Ostwald ripening, flocculation,
coalescence, dan sedimentasi adalah beberapa mekanisme pecahnya emulsi
yang dapat terjadi secara berturut-turut atau simultan selama proses
pemisahan seperti diilustrasikan pada (Gambar 3).

Gambar 3. Skematik dari Proses Pemecahan Emulsi (Tadros, 2005 dalam


Hambali 2019)
e. Dispersan (Dispersing) atau Agregasi Padatan

Surfaktan berfungsi sebagai dispersan apabila surfaktan tersebut mampu


mencegah partikel-partikel supaya tidak saling mengelompok atau
menggumpal. Adanya surfaktan menyebabkan pada kondisi tertentu partikel
saling tolak-menolak.

G. Bahan Baku Surfaktan

Beberapa jenis bahan baku yang selama ini telah umum digunakan untuk
memproduksi surfaktan adalah fraksi minyak bumi, minyak/lemak, karbohidrat
dan mikroorganisme. Bahan baku yang paling banyak digunakan adalah minyak
bumi. Menurut Flider, 2001 dalam Hambali, 2019, surfaktan berbasis bahan
alami dapat dibagi ke dalam empat kelompok dasar, yaitu:
a. Berbasis minyak-lemak, seperti monogliserida, digliserida, poligliserol
ester, MES, dietanolamida, sukrosa ester, dan lainnya.
b. Berbasis karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan N-metil glukamida, dan
lainnya.
c. Ekstrak bahan alami, seperti lesitin dan saponin, dan lainnya.
d. Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme, seperti rhamnolipida,
sophorolipida, lipopeptida, threhaloslipida dan lainnya.

Selain dari bahan baku yang berbasis bahan alami, Adapun bahan baku
surfaktan yang bukan alami (sintetis), yaitu:

a. Petroleum: Bahan bakar fosil seperti minyak mentah atau produk


turunannya, seperti minyak bumi atau gas alam, dapat digunakan sebagai
bahan baku dalam produksi surfaktan. Proses pemrosesan minyak mentah
menghasilkan berbagai komponen yang dapat diubah menjadi surfaktan,
seperti alkilbenzena, alkohol lemak, atau sulfonat.
b. Oleochemicals: Oleochemicals adalah bahan kimia yang dihasilkan dari
minyak nabati atau lemak hewani. Meskipun dapat dianggap sebagai bahan
baku alami, namun karena mereka melalui proses kimia untuk mengubah
minyak nabati menjadi surfaktan, mereka termasuk dalam kategori bukan
alami. Contoh oleochemicals yang digunakan dalam produksi surfaktan
adalah asam lemak, ester lemak, atau alkohol lemak.
c. Etilen Oksida: Etilen oksida adalah bahan kimia sintetis yang digunakan
dalam produksi surfaktan. Dalam proses yang disebut etoksilasi, etilen
oksida direaksikan dengan senyawa lain seperti alkohol lemak atau fenol
untuk menghasilkan surfaktan seperti alkil etoksilat atau fenol etoksilat.
d. Sulfatasi: Proses sulfatasi melibatkan penggunaan asam sulfat untuk
mengubah senyawa organik menjadi surfaktan sulfat. Bahan baku yang
umum digunakan dalam sulfatasi adalah alkohol lemak atau alkilbenzena.
e. Asetilasi: Asetilasi melibatkan penggunaan asam asetat atau anhidrida asetat
untuk mengubah senyawa organik menjadi surfaktan asetat. Bahan baku
yang digunakan dalam asetilasi termasuk alkohol lemak atau fenol.
H. Aplikasi dalam Bidang Pangan
Sifat surfaktan yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik, menjadikan
surfaktan suatu bahan yang dimanfaatkan sebagai pengemulsi berbagai jenis
makanan yang dikenal sebagai surfaktan kelompok nonionik. Salah satu
contohnya adalah edible surfaktan alami, seperti lesitin dari kuning telur ayam
yang digunakan dalam proses pembuatan mayonaise atau dressing pada salad.
Seiring berkembangnya ilmu, terciptalah surfaktan nonionik sintesis. Tidak
hanya sebagai pengemulsi, edible surfaktan juga digunakan sebagai bahan
pembersih dan pelapis permukaan makanan, bahan pembasah, hingga pelarut.

Berdasarkan jurnal Surfactants Used in Food Industry: A Review dari


Norwegian University of Science and Technology (NTNU) dalam Kumparan
31 Maret 2021, biosurfaktan menjadi salah satu jenis edible surfaktan yang
banyak dimanfaatkan sebagai campuran makanan dan produk farmasi. Menurut
jurnal yang diterbitkan pada 2011 tersebut, biosurfaktan memiliki beberapa
keunggulan di antaranya rendah toksisitas, lebih ramah lingkungan karena bisa
terurai secara hayati (biodegradable), tidak menimbulkan alergi, serta bisa
bertahan di suhu, pH, dan dimodifikasi secara ekstrem. Selain itu, biosurfaktan
merupakan antimikroba dan bersifat melawan terhadap patogen, seperti di
dalam mulut dan tenggorokan.

Berikut merupakan jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung


surfaktan di dalamnya sebagai bahan tambahan pangan:

a. Ice cream
b. Selai kacang
c. Makanan yang dipanggang
d. Mayonaise
e. Dressing salad
f. Cokelat
g. Margarin
h. Formula bayi
i. Daging olahan
LATIHAN SOAL

A. Pilihan Ganda
1. Surfaktan banyak diaplikasikan pada berbagai industri, yang bukan salah
satunya adalah …

a. Kosmetika c. Logam

b. Sabun d. Produk pembersih

2. Yang bukan keunggulan surfaktan yang berasal dari bahan baku alami
adalah …

a. Dapat terdegradasi c. Bebas kontaminan

b. Biaya produksi yang tinggi d. Kebutuhan energi lebih rendah

3. Antarmuka adalah batas antara dua sistem, kecuali …

a. Cairan-cairan c. Padatan-padatan

b. Cairan-gas d. Gas-gas

4. Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas permukaan


yang …

a. Rendah c. Tinggi

b. Flexibel d. Lambat

5. Yang bukan sifat dari bagian kepala surfaktan adalah …

a. Diionik c. Amfoterik

b. Anionik d. Nonionik

6. Gugus hidrofilik dari surfaktan kationik adalah bermuatan …

a. Positif c. Tidak bermuatan

b. Negatif d. Tergantung pada pH

7. Kemampuan yang dapat dilakukan surfaktan, kecuali …

a. Mempertahankan gelembung/busa yang terbentuk lebih lama


b. Meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan
antarmuka suatu cairan

c. Mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi

d. Menurunkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air

8. Yang bukan merupakan karakteristik dari surfaktan adalah …

a. Dapat menstabilkan emulsi c. pH surfaktan nonionik adalah 6 - 7

b. Dapat membentuk busa d. Dapat diserap pada antarmuka

9. Yang bukan merupakan fungsi dari surfaktan adalah …

a. Deterjensi c. Pembasah

b. Perasa d. Agregasi padatan

10. Yang bukan merupakan bahan baku alami dari surfaktan adalah …

a. Monogliserida c. Alkil poliglikosida

b. Etilen oksida d. Saponin

B. Isian Singkat
1. Surfaktan merupakan suatu zat yang mampu menurunkan … dan …
2. Karena sifat aktivitas permukaannya yang tinggi, seringkali surfaktan
disebut sebagai …
3. Struktur molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti …
4. Bagian kepala dan ekor memiliki sifat yang berbeda karena …
5. Bagian kepala bersifat … merupakan bagian yang sangat polar dan
kompatibel dengan air, sedangkan bagian ekor bersifat … merupakan
bagian non polar dan lebih tertarik ke minyak/lemak.
6. Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian … dan … pada
molekul surfaktan.
7. Karakteristik utama surfaktan adalah pada …
8. Beberapa jenis bahan baku yang selama ini telah umum digunakan untuk
memproduksi surfaktan adalah …, …, … dan …
9. Bahan baku yang paling banyak digunakan adalah …
10. Salah satu contoh dari edible surfaktan alami adalah … yang digunakan
dalam proses pembuatan mayonaise atau dressing pada salad.
C. Essay
1. Apa yang dimaksud dengan surfaktan? Jelaskan!
2. Sebutkan sifat-sifat dari surfaktan!
3. Berikan contoh-contoh surfaktan berdasarkan klasifikasinya!
4. Sebutkan bahan baku surfaktan yang berbasis bahan alami!
5. Berikan satu contoh aplikasi surfaktan pada bidang pangan dan sebutkan
makanan apa saja yang menggunakan surfaktan!
KUNCI JAWABAN

A. Pilihan Ganda
1. C
2. B
3. D
4. C
5. A
6. A
7. D
8. C
9. B
10. B
B. Isian Singkat
1. Tegangan permukaan suatu medium, Tegangan antarmuka antar dua fasa
yang berbeda derajat polaritasnya.
2. Bahan aktif permukaan (surface-active agent).
3. Berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor.
4. Struktur molekulnya yang tidak seimbang.
5. Hidrofilik, Hidrofobik.
6. Hidrofilik, Hidrofobik.
7. Aktivitas permukaanya.
8. Fraksi minyak bumi, minyak/lemak, karbohidrat, mikroorganisme.
9. Minyak bumi.
10. Lesitin dari kuning telur.
C. Essay
1. Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan
menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antar dua fasa yang
berbeda derajat polaritasnya. Struktur molekul surfaktan dapat
divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas
bagian kepala dan ekor. Bagian kepala dan ekor memiliki sifat yang berbeda
karena struktur molekulnya (konfigurasi kepala-ekor) yang tak seimbang.
Bagian kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) merupakan bagian yang
sangat polar dan kompatibel dengan air, sedangkan bagian ekor bersifat
hidrofobik (benci air) merupakan bagian non polar dan lebih tertarik ke
minyak/lemak. Kepala dapat bersifat anionik, kationik, amfoterik, atau
nonionik, sedangkan ekor dapat berupa hidrokarbon rantai linier atau
cabang.
2. Berikut merupakan sifat-sifat dari surfaktan:
a. Larutan surfaktan berbentuk koloid.
b. Surfaktan dapat terkonsentrasi pada permukaan atau antarmuka, dimana
gugus hidrofob akan terorientasi ke fasa non polar dan gugus hidrofil
terorientasi ke fasa polar.
c. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan yang dipengaruhi
oleh konsentrasi surfaktan.
d. Surfaktan dapat menstabilkan busa.
e. Surfaktan dapat membentuk emulsi, misel, membantu proses
solubilisasi, dan pembasahan.
3. Berikut merupakan klasifikasi dari surfaktan:
a. Surfaktan Anionik

Contoh surfaktan yang termasuk dalam kelompok surfaktan anionik


adalah linier alkilbenzen sulfonat, alkohol sulfat, alkohol eter sulfat,
metil ester sulfonat, fosfatidilinositol, sodium stearil fumarat, sodium
lauril sulfat, sodium dodecil sulfat, monoalkil fosfat, fatty alkohol eter
fosfat, sodium cocomonogliserida, sulfated alkohol etoksilat, dan
sodium cocogliseril eter sulfat.

b. Surfaktan Kationik

Contoh surfaktan yang termasuk dalam kelompok surfaktan kationik


adalah fatty amina, fatty amidoamina, fatty diamina, fatty amina oksida,
tertiari amina etoksilat, dimetil alkil amina, dan dialkil metil amina.

c. Surfaktan Nonionik
Contoh surfaktan yang termasuk dalam kelompok surfaktan nonionik
adalah dietanolamida, polioksietilen sorbitan monostearat, sukrosa
monostearat, sukrosa distearat, sorbitan monostearat, sorbitan
monooleat, sukrosa ester, fatty alkohol poliglikol eter, gliserol
monostearat, propilen glikol monostearat, alkohol etoksilat, dan gliserol
monooleat.

d. Surfaktan Amfoterik (Zwitterionic)

Contoh surfaktan yang termasuk dalam kelompok surfaktan amfoterik


adalah fosfatidilkolin (PC), fosfatidiletanolamina (PE), lesitin, asam
aminokarboksilat, dan alkil betain.

4. Berikut merupakan bahan baku surfaktan yang berbasis bahan alami:


a. Berbasis minyak-lemak, seperti monogliserida, digliserida, poligliserol
ester, MES, dietanolamida, sukrosa ester, dan lainnya.
b. Berbasis karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan N-metil glukamida,
dan lainnya.
c. Ekstrak bahan alami, seperti lesitin dan saponin, dan lainnya.
d. Biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme, seperti
rhamnolipida, sophorolipida, lipopeptida, threhaloslipida dan lainnya.
5. Salah satu contohnya adalah edible surfaktan alami, seperti lesitin dari
kuning telur ayam yang digunakan dalam proses pembuatan mayonaise atau
dressing pada salad. Berikut merupakan makanan-makanan yang
menggunakan surfaktan:
a. Ice cream
b. Selai kacang
c. Makanan yang dipanggang
d. Mayonaise
e. Dressing salad
f. Cokelat
g. Margarin
h. Formula bayi
i. Daging olahan
DAFTAR PUSTAKA

Arnelli, Arnelli & Yayuk Astuti. (2019). Kimia Koloid dan Permukaan. Yogyakarta:
Deepublish.

Georgiou G, Lin SC, Sharma MM. Surface-active compounds from


microorganisms. Biotechnology (N Y). 1992 Jan;10(1):60-5. doi:
10.1038/nbt0192-60. PMID: 1368190.

Hambali, Erliza, et al. (2021). Teknologi Surfaktan dan Aplikasinya Edisi Revisi.
Bogor: IPB Press.

Harris, D. C. (1995). Quantitative Chemical Analysis. W. H. Freeman and


Company., New York, 1-892.

Hui, Y. (1996) Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. John Wiley and Sons Inc.,
New York, 281-282.

Kumparan.com. (2021, 31 Maret). Kenal Lebih Dekat Edible Surfaktan: Untuk


Makanan sampai Bunuh Virus. Diakses pada 19 Juni 2023, pada
https://kumparan.com/kumparansains/kenal-lebih-dekat-edible-surfaktan-
untuk-makanan-sampai-bunuh-virus-1vSexA29AVG.

Pacmoore.com. (2021, 13 Juni). Surfaktan Alami Untuk Makanan. Diakses pada 20


Juni 2023, pada https://www.pacmoore.com/blog/natural-surfactants-food/.

W. S. Perkins, “Surfactants - A Primer, an Indepth Discussion of the Behaviour of


Common Types of Surfactants,” ATI - Dyeing, Printing and Finishing, 1998,
pp. 51-53.

Anda mungkin juga menyukai