(UAS)
Dosen :
Dr. Refdanita, M.Si., Apt. Annisa
Farida Muti, M.Sc., Apt.
Putu Rika Veryanti, M.Farm-Klin.Apt.
Ainun Wulandari, M.Sc., Apt.
Sister Sianturi, M.Si.
Di susun oleh:
PAMELA KHRISTI
( NIM : 13334064 )
KELAS L
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Farmakologi tepat pada waktunya.
Laporan praktikum ini dibuat dalam rangka memenuhi nilai dan tugas praktikum
Farmakologi di Fakultas Farmasi Institus Sains dan Teknologi Nasional.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada ibu Dr. Refdanita, M.Si., Apt., ibu
Annisa Farida Muti, M.Sc., Apt., ibu Putu Rika Veryanti, M.Farm-Klin. Apt., ibu Ainun
Wulandari, M.Sc., Apt., ibu Sister Sianturi, M.Si. yang telah membimbing penulis sehingga
berhasil menyelesaikan laporan praktikum ini.
Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi
penulis, Amin.
.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
MINGGU KEDUA
4
BAB I PENDAHULUAN
Nyeri merupakan salah satu aspek penting dalam bidang medis dan menjadi
penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Price dan
Wilson, 2006). Penelitian yang dilakukan kelompok studi nyeri PERDOSSI
(Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia) pada 14 rumah sakit pendidikan di
Indonesia, pada bulan Mei 2002 menunjukkan jumlah penderita nyeri sebanyak 4.456
orang (25% dari total kunjungan rumah sakit) (Sudirman dan Hargiyanto, 2011).
Pengobatan yang umum digunakan untuk mengatasi nyeri salah satunya adalah
golongan non steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) yang bekerja dengan cara
menghambat enzim cyclooxigenase (COX), sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin E2 (PGE2) terhambat (Katzung et.al., 2002). Namun
penggunaan analgesik memiliki beberapa keterbatasan misalnya pada penggunaan
NSAID dapat mengiritasi saluran cerna, sedangkan penggunaan opioid mengakibatkan
ketergantungan (Prabhu et.al., 2011).
4
BAB II TINJAUAN
2. PUSTAKA
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa nyeri
yang diinduksi secara (pemberian asam asetat glasial secara intraperitonial) pada hewan
percobaan mencit Manifestasi nyeri akibat pemberian perangsang nyeri asam asetat
intraperitonium akan menimbulkan refleks respon geliat (writhing) yang berupa tarikan
kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan
membengkokkan kepala dan kaki belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing
Reflex Test atau Abdominal Constriction Test (Wuryaningsih,1996). Frekuensi
gerakan ini dalam waktu tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya.
Metode ini tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga memberikan
evaluasi yang cepat terhadap jenis analgesik perifer (Gupta et al., 2003).
Pada metode geliat, mekanisme aksi stimulus nyeri berdasarkan pada produksi nyeri
yang disebabkan oleh cairan tubuh.
Pelepasan cairan tubuh kedalam peritoneum, dapat menyebabkan rasa nyeri yang
parah.Hal ini disebabkan bahwa bagian parietal dari rongga peritoneum sangat
sensitif terhadap stimulus fisik dan kimiawi, walaupun tanpa efek inflamasi.
Pelepasan cairan gastik ke dalam pefarasi gastrik atau duodedunum atau
kebocoran dari kantong empedu, cairan pankreas atau urin kedalam rongga
peritoneum dapat berakibat rasa nyeri yang parah.
5
Cairan gastrik dapat menyebabkan rasa nyeri yang parah apabila ekspose dengan ujung
syaraf sensoris lida pada kulit, rasa nyeri ini akibat sifat keasaman dengan ph ≤3.Rasa
nyeri pada ulser peptik terutama disebabkan oleh asam HCl.
Urin dapat menyebabkan rasa nyeri, sebagai akibat dari sifat hipertoniknya atau
disebabkan oleh kandungan campuran buffer natrium fosfat serta ion kalium.
Nyeri akibat cairan pankreas disebabkan oleh kandungan tripsin dan kalikerin.
6
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat
pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang
timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi
sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Analgetik
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa
sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kesadaran akan perasaan sakit
terdiri dari dua proses, yakni penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan
reaksi-reaksi emosional dan individu terhadap perangsang ini. Analgetik diberikan
kepada penderita untuk mengurangi rasa nyeri yang dapatditimbulkan oleh berbagai
rangsang mekanis, kimia, dan fisis yang melampaui suatunilai ambang tertentu (nilai
ambang nyeri). Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama
denganmempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik
menekanreaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit.
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :
a. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini.
b. analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).
Secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam bebrapa kelompok, yakni :
a. Parasetamol
b. salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c. penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll
d. derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin
e. derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan metamizol
f. lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay, 2007).
7
Metode Pengujian Aktivitas Analgetik
Metode-metode pengujian aktivitas analgesik dilakukan dengan menilai kemampuan
zat uji untuk menekan atau menghilangkan ras nyeri yang diinduksi pada hewan percobaan
(mencit, tikus, marmot), yang meliputi induksi secara maknik, termik, elekrik, dan secara
kimia. Metode pengujian dengan induksi nyeri secara mekanik atau termik lebih sesuai untuk
mengevaluasi obat-obat analgetik kuat. Pada umumnya daya kerja analgetika dinilai pada
hewan dengan mengukut besarnya peningkatan stimulus nyeri yang harus diberikan sampai
ada respon nyeri atau jangka waktu ketahanan hewan terhadap stimulasi nyeri atau juga
peranan frekuensi respon nyeri (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).
1. Metode geliat
Obat uji dinilai kemampuannya dalam menekan atau menghilangkan rasa
nyeri yang diinduksi secara (pemberian asam asetat secara intraperitonial) pada hewan
percobaan mencit (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993). Manifestasi nyeri akibat
pemberian perangsang nyeri asam asetat intraperitonium akan menimbulkan refleks
respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali
abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki
belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal
Constriction Test (Wuryaningsih,1996). Frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu
menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya (Kelompok Kerja Phytomedica, 1993).
Metode ini tidak hanya sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga memberikan
evaluasi yang cepat terhadap jenis analgesik perifer (Gupta et al., 2003).
2. Metode Listrik
Metode ini menggunakan aliran listrik sebagai penginduksi nyeri (Vohora dan
Dandiya, 1992). Sebagai respon terhadap nyeri, hewan akan menunjukkan gerakan atau
cicitan. Arus listrik dapat ditingkatkan sesuai dengan kekuatan analgesik yang
diberikan. Metode ini dapat dilakukan terhadap kera, anjing, kucing, kelinci, tikus dan
mencit (Manihuruk, 2000).
3. Metode Panas
Tiga metode yang bisa digunakan untuk memberikan rangsangan panas:
a. Pencelupan ekor hewan percobaan dalam penangas air panas yang dipertahankan
pada suhu 60 ± 1oC.
8
b. Penggunaan panas radiasi terhadap ekor hewan percobaan melalui kawat Ni
panas
(5,5 ± 0,05 Amps) (Vohora dan Dandiya, 1992).
c. Metode hot plate
Metode ini cocok untuk evaluasi analgesik sentral (Gupta et al., 2003). Pada
metode ini hewan percaobaan diletakkan dalam beaker glass di atas plat panas (56
± 1oC) sebagai stimulus nyeri. Hewan percobaan akan memberikan respon
terhadap nyeri dengan menggunakan atau menjilat kaki depan. Peningkatan waktu
reaksi yaitu waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon dapat
dijadikan parameter untuk evaluasi aktivitas analgesik (Adeyemi, 2001).
4. Metode Mekanik
Metode ini menggunakan tekanan sebagai penginduksi nyeri. Tekanan diberikan pada
ekor atau kaki hewan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tekanan
yang diperlukan untuk menimbulkan nyeri sebelum dan sesudah diberi obat.
Metode ini dapat dilakukan terhadap anjing, tikus, dan mencit
(Manihuruk,2000).
9
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
Penginduksi kimia
Bahan
Obat diberikan : Asam asetat glasial 3% secsra Ip.
Hewan percobaan : Mencit jantan 3 ekor,bobot tubuh 20-30g.
Alat : Spuit injeksi 1ml,timbangan hewan,bejana untuk pengamatan
dan stop watch
Dosis : Volume yang diambil :0,5ml (ketentuan saat praktikum)
Fungsi : Sebagai penginduksi nyeri
Mencit jantan 1
Bahan
Obat diberikan : Cmc Na 1%
Hewan percobaan : Mencit jantan 1 ekor,bobot tubuh 35g.
Alat : Spuit injeksi 1ml,jarum sonde oral,timbangan hewan,bejana
untuk pengamatan dan stop watch
Dosis : Volume yang diambil : 0,5ml ( ketentuan saat praktikum)
Fungsi : sebagai kontrol
Mencit jantan 2
Bahan
Obat diberikan : Asam mefenamat 500mg/50ml
Hewan percobaan : Mencit jantan 1 ekor,bobot tubuh 35g.
Alat : Spuit injeksi 1ml,jarum sonde oral,timbangan hewan,bejana
untuk pengamatan dan stop watch
Dosis
Konversi bobot mencit : 35g/20g x 0,0026 x 500mg = 2,275mg
Volume yang diambil : 2,275 mg/500mg x 50ml = 0,2ml
Fungsi : Sebagai analgesik / anti nyeri
10
Mencit jantan 3
Bahan
Obat diberikan : Paracetamol 500mg/50ml
Hewan percobaan : Mencit jantan 1 ekor,bobot tubuh 28g.
Alat : Spuit injeksi 1ml,jarum sonde oral,timbangan hewan,bejana untuk
pengamatan dan stop watch
Dosis
Konversi bobot mencit : 28g/20g x 0,0026 x 500mg = 1,82mg
Volume yang diambil : 1,82 mg/500mg x 50ml = 0,2ml
Fungsi : sebagai antianalgesik / anti nyeri
3.2 Prosedur :
1. Siapkan mencit,diamati terlebih dahulu kelakuan normal masing-masing mencit
selama 10 menit
2. Mencit dibagi 3 kelompok masing-masing terdiri dari 1 ekor mencit dengan jenis
dan dosis obat yang diberikan berbeda (faktor perkalian 2)
Kelompok 1 : Paracetamol 500mg/70kg BB manusia secara po
Kelompok 2 : Asam Mefenamat 500mg/70kg BB manusia secara po
Kelompok 3 : Cmc Na 1% secara po
3. Hitung dosis dan volume pemberian obat degan tepat untuk masing-masing mencit
4. Berikan larutan obat sesuai kelompok masing-masing dan catat watu
pemberiannya.
5. Kemudian tunggu selama 15 menit lalu berikan induksi nyeri asam asetat glasial
3% sebanyaak 0,5ml secara ip.
6. Tempatkan mencit kedalam bejana untuk pengamatan.
7. Amati,catat dan tabelkan pengamatan respon geliat mencit.
11
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Mencit
Cmc Na 1% 82 geliat
jantan 1 Diam
Secara po (30menit)
(35g)
Paracetamol
Mencit 500mg/70kg
Lincah,bergerak 46 geliat
jantan BB manusia 1
aktif (30menit)
(28g) Secara po
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini analgetik yang digunakan adalah Paracetamol,asam mefenamat,
Dengan kontrol menggunakan CMC Na 1%. Praktikum ini menggunakan metode
geliat akibat induksi kimia. Induksi kimia pada praktikum ini diberikan Asam Asetat
Glasial 3% sebanyak 0,5ml. Selain itu dalam praktikum ini hewan uji yang
digunakan yaitu 3 ekor mencit jantan dengan bobot utbuh yang berbeda. Mencit
12
digunakan sebagai hewan uji karenamudah disimpan dan dipelihara serta bisa
beradaptasi baik dengan lingkungan baru.
Pada percobaan ini pemberian cairan pada mencit harus disesuaikan dosis serta
volumenya, hal ini dilakukan supaya supaya tidak terjadi overdosis dan pemberian
volume yang berlebihan kepada hewan uji. Konversi dosis pada praktikum ini yaitu
dosis manu sia kepada hewan uji yaitu mencit. Konversi dosis manusia ke mencit
dikalikan 0,0026 dari dosis manusia 70kg ke mencit 20g yang kemudian disesuaikan
dengan berat badan mencit.
Langkah kerja dari percobaan ini adalah pengujian dilakukan dengan tahap
pertama yaitu pada mencit pertama, yaitu sebagai kontrol disuntik secara per oral
dengan larutan CMC 1% sebanyak 0,5ml kemudian mencit kedua secara per oral diberi
asam mefenamat sebanyak 0,24ml dan pada mencit ketiga secara per oral diberi
paracetamol sebanyak 0,22ml. Setelah 15 menit pemberian kemudian ketiga tersebut
mencit diinjeksi secara intra peritonial dengan larutan asam asetat glasial 3%
sebanyak 0,5ml. Kemudian dilakukan pengamatan pada ketiga mencit dilihat dari
geliatan mencit dan dicatat kumulatif geliatan mencit selama 30 menit.
13
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase
perifer, Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang,berbeda hal nya dengan Asam
mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik.
Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti- Inflamasi Non-Steroid
atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja
enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat mempunyai efek
antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat merupakan satu-
satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat dan juga kerja perifer dan mengurangi
atau menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang.
14
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan diambil kesimpulan dengan potensi analgesic
terbaik urutannya adalah Asam Mefenamat lalu Paracetamol. Asam Mefenamat bekerja
dengan menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja isoenzym COX-1
dan COX-2, reseptor ini memiliki peran sebagai mediator. Karena asam Mefenamat
adalah Asam, maka mekanisme kerjanya lebih cepat di lambung. Jadi Asam mefenamat
lebih efektif dan sprsifik sebagai analgesic dibandingkan Paracetamol
15
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, Jakarta.
2. Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit
4. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan Pentatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC. Hal 1-63
5. Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
UI: 224-33
16
BAB I PENDAHULUAN EFEK LOKAL OBAT
1. (METODE ANASTESI LOKAL )
1.1 Latar Belakang
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya
yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. (Wikipedia, 2007)
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih
dari 100 tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina,
mencatat kegunaan dari kokain suatu ester dari asam para amino benzoat
(PABA), dalam menghasilkan anstesi korneal. (Rusda, 2004)
Anestetik lokal atau penghilang rasa sakit setempat adalah obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan
dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas
atau dingin. Banyak persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi
efeknya tidak reversibel dan menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel
saraf. Misalnya cara mematikan rasa setempat juga dapat dicapai dengan
pendinginan yang kuat (freezing anaesthesia) atau melalui keracunan protoplasma
(fenol).
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang
digunakan sebagai anestetikum lokal, antara lain;
a. Tidak merangsang jaringan.
b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.
c. Toksisitas sistemik rendah.
d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Anastetika lokal adalah obat yang menghambat konduksi saraf apabila dikenakan
secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar cukup. Contoh anastetika lokal adalah kokain
dan ester asam para amino benzoate (PABA) yaitu prokain dan lidokain.
Beberapa tiknik untuk menyebabkan anastesi local pada hewan coba di antaranya :
- Anastesi local metode permukaan
Efek anastesi ini tercapai ketika anastestika loal ditempatkan di daerah yang ingin
dianastesi
- Anastesi lokal metode regnier
Mata normal apabila disentuh pada kornea akan memberikan respon refleks ucular (mata
berkedip). Jika diteteskan anstetika local, respon refleks ocular timbul setelah beberapa
kali kornea disentuh sebanding dengan kekuatan kerja anastetika dan besaran sentuhan
yang diberikan. Tidak adanya respon refleks ocular setelah korne disentuh 100 kali
dianggap sebagai tanda adanya anastesi total.
- Anastesi local metode infiltrasi
Anastetika local yang disuntikan ke dalam jaringan akan mengakibatkan kehialangan
sensasi pada struktur sekitarnya.
- Anastesi local metode konduksi
18
Respon anastesi local yang disuntikkan ke dalam jaringan dilihat dari ada / tidaknya
respon Hifliner. Respon Haffiner adalah refleks mencit yang apabila ekornya dijepit, maka
terjadi respon angkat ekor / mencit bersuara
Lidokaina, juga dikenal sebagai xilokaina dan lignokaina, adalah obat yang digunakan
untuk mematikan jaringan pada area spesifikdan untuk mengobati ventrikel
takikardia. Obat ini juga dapat digunakan untuk memblok saraf. Lidokaina yang dicampur
dengan sejumlah kecil epinefrin dapat diperbesar dosisnya untuk digunakan sebagai pemati
rasa dan membuatnya bertahan lebih lama.Ketika digunakan sebagai injeksi obat ini biasanya
mulai bekerja dalam waktu empat menit dan berlangsung selama setengah jam sampai tiga jam.
Lidokaina juga dapat diterapkan secara langsung ke kulit untuk mati rasa.
Efek samping yang umum dengan penggunaan intravena termasuk kantuk, otot
berkedut, kebingungan, perubahan penglihatan, mati rasa, kesemutan, dan muntah. Efek
samping lainnya adalah menyebabkan tekanan darah rendah dan detak jantung yang tidak
teratur. Ada kekhawatiran bahwa suntikan ke dalam sendi dapat menyebabkan masalah
dengan tulang rawan. Obat ini umumnya aman untuk digunakan dalam kehamilan. Dosis
yang lebih rendah mungkin diperlukan pada orang-orang dengan masalah hati. [1] Obat ini
umumnya aman untuk digunakan pada mereka yang alergi
terhadap tetrakaina atau benzokaina. Lidokaina bekerja dengan memblokir saluran
natrium dan dengan demikian mengurangi tingkat kontraksi dari jantung. Bila digunakan
secara lokal sebagai zat pemati rasa lokal, neuron tidak memberikan sinyal ke otak.
Lidokaina ditemukan pada tahun 1946 dan mulai dijual pada tahun 1948. ] Obat ini
termasuk di dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia, daftar obat-obatan
paling penting yang dibutuhkan pada sistem kesehatan dasar.[5] Obat ini tersedia sebagai obat
generik dan tidak terlalu mahal.Ongkos grosir di negara berkembang pada tahun 2014 adalah
US$0.45 sampai $1.05 grosir 20ml per botol obat.
19
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
21
3. Anastesi Lokal Metode Infiltrasi
Bahan
Obat diberikan : Tetes mata lidkoain HCl 2%, sebanyak 1-2 tetes
Hewan percobaan : Kelinci (jumlah 1 ekor) bobot tubuh ± 1,5 kg
Alat : Gunting, pisau cukur, spuit 1 ml, spidol, peniti
Dosis : Volume yang diambil :0,5ml (ketentuan saat praktikum)
Fungsi : Sebagai penginduksi nyeri
Prosedur Kerja
1. Belah bulu punggung kelinci menjadi dua bagian, sisi kanan yang akan di
suntik larutan lidocain, dan sisi satunya sebagai blanko.
2. Gunting bulu kelinci pada kedua sisi punggungnya dan cukur hingga bersih
kulitnya (hindari terjadinya luka).
22
Konversi bobot mencit : 38g/20g x 0,0026 x (50+300) =
0,8645mg
Volume yang diambil : 0,8645mg /20mg x 1ml = 0,4ml
Prosedur:
1. Siapkan mencit. Sebelum pemberian obat, cek ada/tidaknya respon haffner pada menit
ke 0
2. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk mencit.
3. Mencit pertama disuntik dengan larutan Lidokain HCL
4. Mencit kedua disuntik dengan larutan NaCl 0,9%
5. Cek ada atau tidaknya respon haffner (ekor mencit dijepit lalu terjdi respon angkat ekor
/mencit bersuara) pada menit ke 10,15,20,25,30.
6. Catat dan tabelkan pengamatan.
23
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini kami melakukan percobaan anastesi permukaan dengan
menggunakan obat anastesi local yaitu Lidocain dan kelinci sebagai hewan ujinya. Obat
diteteskan kedalam kantung konjungtiva anestesi local lidocain HCl 2% pada mata kanan dan
kiri.
Pada hasil pengamatan , pada mata kanan diteteskan lidokain mempunyai efek local obat
mulai bekerja pada menit ke 5 dan menimbukan efek kedip mata kelinci pada menit ke 20
hingga seterusnya.
Lidokain merupakan derivate asetanilida termasuk kelompok anida dan merupakan obat
pilihan utama untuk anestesi permukaan ataupun filtrasi.
Efek samping lidokain diantaranya mengantuk, pusing, kedutan otot, gangguan mental dan
koma. Namun lidokain adalah obat yang paling sering digunakan.
Pada menit ke 0, mata kanan masih masih berkedip secara normal. Hal ini terjadi karena obat
lidokain yang diteteskan ke mata bagian kanan belum mencapai efek anastesi. Pada menit
24
ke 8, efek obat mulai mencapai efek terapi yang ditunjukkan pada saat kornea mata kanan
diketukkan dengan misai secara tegak lurus pada mata bagian tengah sebanyak 100kali
ketukkan. Pada menit ke 15, efek anastesi mulai berkurang sehingga mata kanan kembali
berkedip pada saat diketukkan dengan misai pada kornea mata kanan sebanyak 5 kali ketukkan.
Namun pada menit ke 20 mata kanan kelinci berkedip pada ketukan ke 7 dan pada menit ke 25
berkedip saat ketukan pertama menandakan efek lidokain pada mata kelinci mulai
menghilang,faktor yang menyebabkan hasil refleks okuler mengalami fluktuasi adalah saat
mengetuk misai ke mata kelinci tekanannya tidak konstan,dan dilakukan lebih dari satu
orang/orang yang berbeda.
Pada menit ke 0, mata kiri masih berkedip normal. Hal ini terjadi karena obat tetrakain yang
diteteskan ke mata bagian kiri belum mencapai efek terapi. Pada menit ke 8, saat ketukkan
ke 15 kali efek obat sudah mulai berkurang sehingga mata hewan uji berkedip. Pada menit ke
15, efek anastesi mulai berkurang sehingga mata kanan kembali berkedip pada saat diketukkan
dengan misai pada kornea mata kanan sebanyak 3 kali ketukkan. Namun pada menit ke 20
mata kanan kelinci berkedip pada ketukan ke 5 dan pada menit ke 25 berkedip saat ketukan
ketiga dan pada menit ke 30 kelinci mengalami refleks okuler saat pengetukan yang pertama
menandakan efek lidokain pada mata kelinci mulai menghilang,faktor yang menyebabkan hasil
refleks okuler mengalami fluktuasi adalah saat mengetuk misai ke mata kelinci tekanannya
tidak konstan,dan dilakukan lebih dari satu orang/orang yang berbeda.
Total regnier pada mata kanan hewan uji yaitu kelinci adalah 30, dan pada mata kiri adalah
30. Hal ini menunjukkan bahwa anastesi yang digunakan masih memberikan respon positif
yang nilainya masih dalam range antara 13 sampai 800.
25
Anastesi Lokal Metode
Infiltrasi
Ada/Tidaknya Getaran Otot Punggung Kelinci
sebanyak 6 kali dengan mengunakan Peniti
Percoban Bahan Obat (menit ke-)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Punggung
Lidokain + - + + + + + + + + + + +
kelinci
Anastesi
kanan
local
Lidokain
metode
+
infiltrasi Punggung + - - - - + + + + + + + +
adrenalin
kelici kiri
Keterangan :
(+) : Menandakan masih adanya respon
(-) : Menandakan sudah tidak ada respon (Sudah
teranastesi) Lidocain 1% sebanyak 0,2 ml secara Subkutan
Lidocain 1%+adrenalin sebanyak 0,2 ml secara Subkutan
Lidokain adalah derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan utama untuk anestesi
permukaan maupun infiltrasi. Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara
luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama,
dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain ialah obat anestesi
lokal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran oleh karena mempunyai efek kerja yang
lebih cepat dan bekerja lebih stabil dibandingkan dengan obat-obat anestesi lokal lainnya. Obat
ini mempunyai kemampuan untuk menghambat konduksi di sepanjang serabut saraf secara
reversibel, baik serabut saraf sensorik, motorik, maupun otonom. Kerja obat tersebut dapat
dipakai secara klinis untuk menyekat rasa sakit atau impuls vasokonstriktor menuju daerah
tubuh tertentu. Lidokain mampu melewati sawar darah otak dan diserap secara cepat dari
tempat injeksi. Dalam hepar, lidokain diubah menjadi metabolit yang lebih larut dalam air
dan disekresikan ke dalam urin. Absorbsi dari lidokain dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain tempat injeksi, dosis obat, adanya vasokonstriktor, ikatan obat, jaringan, dan karakter
fisikokimianya.
26
Pada percobaan kali ini, punggung kelinci bagian kanan disuntikkan obat anastesi
lidocain, punggung bagian kiri disuntikkan obat lidokain+adrenalin, berdasarkan data
pengamatan lidocain pada menit ke 5 tidak memberikan efek tetapi pada menit ke 10 sampai
ke 60 lidokain memberikan efek, sedangkan Lidocain + Adrenalin pada menit ke 5 sampai 20
tidak memberikan efek dan pada menit ke 25 sampai 60 baru memberikan efek dengan
memberikan getaran pada punggung kelinci tersebut. Hal ini sesuai teori karena penambahan
adrenalin pada larutan anaestetika lokal akan memperpanjang dan dan memperkuat kerja
anaestesi lokal.
Anastesi Lokal Metode Konduksi
Pada percobaan metode konduksi ini, lidokain HCl digunakan sebagai obat ansetesi dan
NaCl sebagai larutan control. Seperti pada table hasil pengamatan diatas disimpulkan bahwa
mencit 1 dan 2 masih menghasilkan respon Haffner pada menit ke 0 . Lalu disuntikkan lidokain
pada mencit 1 lidokain HCl dan pada menit ke 10 sudah tidak menimbulkan respon Haffner lagi,
sampai pada menit ke 30 lidokain masih bekerja.
NaCl masih menimbulkan respon Haffner pada mencit dari menit ke 10 sampai ke menit
30 karena naCl tidak mempunyai efek anastesi (sebagai control).
27
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Anastesi yang digunakan masih memberikan respon positif yang nilainya masih
dalam range antara 13 sampai 800.
Lidokain adalah obat yang baik dalam anestesi local.Lidokain adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan rasa sakit atau memberi efek mati rasa pada bagian
tubuh tertentu untuk sementara.
Anestesi Infiltrasi bertujuan untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi
pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa
di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi
(pada pencabutan gigi).
28
DAFTAR PUSTAKA
29
BAB I PENDAHULUAN UJI POTENSI DIURETIKA
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis
mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang
diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua
golongan besar yaitu diuretik osmotik yaitu yang bekerja dengan cara menarik air ke urin,
tanpa mengganggu sekresi atau absorbsi ion dalam ginjal dan penghambat mekanisme
transport elektrolit di dalam tubuli ginjal, seperti diuretik tiazid (menghambat reabsorbsi
natrium dan klorida pada ansa Henle pars ascendens), Loop diuretik (lebih poten daripada
tiazid dan dapat menyebabkan hipokalemia), diuretik hemat kalium (meningkatkan ekskresi
natrium sambil menahan kalium).
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah
keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal.
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler)
yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai
saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air, garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang
diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah,
yang
30
mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian
disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan
komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion
Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya
yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk
sebagian besar tidak diserap kembali. Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu
saluran pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali.
Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
1.2 Tujuan
1. Memahami kerja farmakologi dari berbagai kelompok diuretika.
2. Memperoleh gambaran tentang cara evaluasi efek diuretika.
31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan
dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.
Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor .Kebanyakan bekerja dengan mengurangi
reabsorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak.
Mekanisme kerja diuretika
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium, sehingga
pengeluarannya lewat kemih dan demikian juga dari air-diperbanyak. Obat-obat ini bekerja
khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain, yakni:
1. Tubuli proksimal.
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secera aktif
untuk 70%, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena reabsopsi
belangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhap
plama. Diuretik osmosis bekerja di tubulus proksimal dengan merintangi rabsorpsi air dan
natrium.
2. Lengkungan Henle.
Di bagian menaiknya ca 25% dari semua ion Cl- yang telah difiltrasi direabsorpsi
secara aktif, disusul dengan raborpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi tanpa air, hingga filtrat
32
menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan bekerja terutama di sini dengan merintang i
transpor Cl- begitupula reabsorpsi Na+, pengeluaran air dan K+diperbanyak .
3. Tubuli distal.
Dibagian pertmanya, Na+ dirabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebi
cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazida dan klortalidon bekerja di tempat ini dengan
memperbanyak eksresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Pada bagian keduanya,
ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+ proses ini dikendalikan oleh hormon anak
ginjal aldosteron. Antagonis aldosteron dan zat-zat penghemat kalium bekerja di sini dengan
mengekskresi Na+ dan retensi K+ .
4. Saluran Pengumpul.
Hormon antidiuretik (ADH) dan hipofise bekerja di sini dengan mempengaruhi
permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran ini.
Penggolongan diuretik
33
menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat
secara kompetitif oleh antagonis alosteron. Contoh obatnya adalah spironolakton
yang merupakan pengambat aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah.
Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberap hari setelah pengobatan
dihentikan. Daya diuretisnya agal lemah sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya.
Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton dapat
mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar
oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang
diekskresikan melalui kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih
panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan dosis tinggi akan
mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria dan gangguan haid pada wanita.
Contoh obat paten: Aldacton, Letonal.
C. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama
digunakan pada terapi pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva
dosis- efek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan penurunan tekanan
darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ;
klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid,
siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan klorthiazida yang
dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus distal, efek diuretiknya lebih ringan
daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai
pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang karenadaya hipitensifnya lebih kuat
pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu paruh 6-15 jam
dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat patennya adalah Lorinid, Moduretik,
Dytenzide (Aidan, 2008).
34
digunakan secara berselang-seling. Asetozolamidditurunkan r sulfanilamid. Efek
diuresisnya berdasarkan penghalangan enzim karboanhidrase yang mengkatalis reaksi
berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3+
Akibat pengambatan itu di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup ion H+lagi untuk
ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat
ini dapat digunakan sebagai obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3
jam dan bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam
dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah
Miamox. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah asetazolamid, diklorofenamid dan
meatzolamid.
E. Diuretik osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila
memenuhi 4 syarat:
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup
besar sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan
tubuli
a. Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
35
c. Duktus Koligentes
Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan aliran filtrat yang
tinggi, atau adanya faktor lain.
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya antara lain diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit.
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan
isisorbid.
Mannitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan
getahnya. Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara
lengkap, praktis tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat
dirintangi secara osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan
tekanan intraokuler pada glaucoma.
Beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
36
Obat diuretik
1. Diuretik hemat kalium
Diuretik yang mempertahankan kalium menyebabkan diuresis tanpa kehilangan
kalium dalam urine.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain aldosteron, traimteren dan amilorid.
Antagonis Aldosteron
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama
aldosteron ialah memperbesar reabsorbsi natrium dan klorida di tubuli serta memperbesar
ekskresi kalium. Yang merupakan antagonis aldosteron adalah spironolakton dan bersaing
dengan reseptor tubularnya yang terletak di nefron sehingga mengakibatkan retensi kalium dan
peningkatan ekskresi air serta natrium. Obat ini juga meningkatkan kerja tiazid dan diuretik
loop. Diuretik yang mempertahankan kalium lainnya termasuk amilorida, yang bekerja
pada duktus pengumpul untuk menurunkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium dengan
memblok saluran natrium, tempat aldosteron bekerja. Diuretik ini digunakan bersamaan dengan
diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium serta untuk pengobatan edema pada sirosis
hepatis. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
Mekanisme kerja
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis rektus untuk
menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+
Farmakokinetik
70% spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterohepatik dan
metabolisme lintas pertama. Metabolit utamanya kankrenon. Kankrenon mengalami
interkonversi enzimatik menjadi kakreonat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang paling utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering
terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi
efek toksik ini dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal yang berat. Efek samping yang lebih ringan dan
reversibel diantaranya ginekomastia, dan gejala saluran cerna
37
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan udem
yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi
ekskresi kalium, disamping memperbesar diuresis.
Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini adalah hiperkalemia.
Triamteren juga dapat menimbulkan efek samping yang berupa mual, muntah, kejang kaki,
dan pusing.
Efek samping amilorid yang paling sering selain hiperkalemia yaitu mual, muntah, diare
dan sakit kepala.
Indikasi
Bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien udem. Tetapi obat ini akan bermanfaat
bila diberikan bersama dengan diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Sediaan
38
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100mg. Dosisnya 100-300mg sehari. Untuk
tiap penderita harus ditetapkan dosis penunjang tersendiri.Amilorid terdapat dalam bentuk
tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10mg. Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan
hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
2. Diuretik kuat
Tempat kerja utamanya dibagian epitel ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok
ini disebut juga sebagai loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat,
furosemid, dan bumetanid.
Furosemid
Farmakokinetik :
Obat furosemid mudah diserap melalui saluran cerna. Bioavabilitas furosemid 65%
diuretik kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif sehingga tidak difiltrasi di glomerolus
tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organik ditubuli proksimal. Dengan
cara ini obat ini terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali ditempat kerja didaerah
yang lebih distal lagi.
Mula kerja Furosemid pesat, oral 0,5 – 1 jam dan bertahan 4 – 6 jam, intravena dalam
beberapa menit dan 2,5 jam lamanya reabsorbsinya dari usus ± 50%.
39
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
3.2 Prosedur :
1. Tikus dipuasakan selama 12 sampai 16 jam, tetapi tetap diberikan air minum.
2. Sebelum pemberian obat, diberikan air hangat per oral sebanyak 50 ml/kg BB tikus.
3. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok dimana masing masing terdiri dari 1 ekor tikus.
Kelompok I : CMC Na 1% Secara PO
Kelompok II : Furosemide 20 mg/70 kg BB manusia secara PO Kelompok III :
Spironolakton 100 mg/70 kg BB manusia secara PO
4. Hitung dosis dan volume pemberian obat dengan tepat untuk masing masing tikus
5. Berikan larutan obat sesuai dengan kelompok masing masing.
6. Tempatkan tikus ke dalam kandang diuretik
7. Kumpulkan urin selama 2 jam, catat frekuensi pengeluaran urin dan jumlah urin
setiap kali diekskresikan.
= volume ureine yang diekskresikan dalam waktu 2 jam / volume air yang diberikan
oral X100%.
40
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
41
Dari hasil percobaan yang dilakukan ternyata obat spironolakton memiliki potensi
diuretik yang lebih besar daripada obat furosemid dengan potensi diuretik masing masing
adalah 36% dan 80%. Berdasarkan literatur seharusnya obat golongan furosemid adalah
golongan diuretik yang lebih kuat jika dibandingkan dengan golongan spironolakton. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya kesalahan dalam perhitungan dosis atau pemberian dosis
pada tikus.
Spironolakton merupakan diuretik hemat kalium, bekerja pada hilir tubuli distal dan
duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi
kalium dengan jalan antagonisme kompetitif atau secara langsung. Spironolakton memiliki
efek yang lemah dan khusus digunakan terkominasi dengan diuretika lainnya untuk
menghemat kalium. Aldosteron enstiulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K, proses ini dihambat
secara kompetitif oleh antagonis aldosteron. Mulai bekerja setelah 2-3 hari dan bertahan
sampai beberap hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah sehingga
dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal
Furosemid bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada bagian dengan epitel tebal
dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat -obat ini
berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6). Banyak digunakan dalam keadaan akut,
misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis
dinaikkan efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah furosemida yang merupakan
turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat hipertensi. Mekanisme ker janya dengan
menghambat reabsorpsi Na dan Cl di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle)
dan tubulus distal, mempengaruhi sistem kontrasport Cl-binding, yang menyebabkan naiknya
eksresi air, Na, Mg, dan Ca.
42
Selain hal di atas ada faktor lain yang mempengaruhi daya diuretik yaitu:
Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak. Status fisiologi dari
organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosishati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan
memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Interaksi
antara obat dengan reseptor .Kebanyakan bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium,
sehingga pengeluarannya lewat kemih dan juga air diperbanyak
43
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Hasil urin yang dihasilkan didapatkan dari penggunaan obat diuretic spironolakton lebih
sedikit jika dibandingkan dengan urine tikus yang diberikan obat diuretic furosemide;
CMC Na sebagai control.
2. Hal ini berbanding terbalik dengan data. Dan data yang didapatkan dianggap salah dan
seharusnya data persentasi furosemide lebih besar disbanding CMC Na karena CMC Na
hanya sebagai control dan tidak ada efek diuretiknya. Tetapi dapat disimpulkan bahwa
mencit yang diberikan CMC Na mengalami stress atau faktor lain yang mempengaruhi
banyaknya urine mencit menjadi lebih banyak.
3. Hal ini sesuai dengan teori, karena spironolakton bekerja dengan cara mengeluarkan
natrium dalam air, namun kalium tetap dipertahankan. Berbeda dengan furosemide,
yaitu meningkatkan sekresi urine yaitu air, natrium, klorida termasuk kalium sehingga
lebih banyak urin mencit yang disekresikan menggunakan furosemid
Saran
44
DAFTAR PUSTAKA
Tim Dosen Praktikum Farmakologi. Penuntun Praktiuk Farmakologi. Jakarta: ISTN. 2008
Katzung, Bertram G. 1986. Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika: Jakarta
Mutschaler, Ernst. 1991. Dinamika obat Farmakologi dan Tonsikologi. ITB: Bandung
Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia: Jakarta
45