Sediaan injeksi telah digunakan untuk pertama kalinya pada manusia sejak
tahun 1660. Meskipun demikian, perkembangan injeksi baru berlangsung tahun
1852. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan secara parenteral, disuntikan dengan cara menembus atau merobek
jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Tujuan pemberian
Injeksi : Pada umumnya Injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
proses penyerapan (absorbsi) dan distribusi obat, sehigga diharapkan akan
mendapatkan efek obat yang cepat. Berdasarkan hal tersebut, pada percobaan
ini dibuat vitamin C dalam sediaan injeksi intravena (Groves,M. 1988).
Vitamin C atau asam askorbik merupakan vitamin yang larut dalam air.
Fungsi dasar vitamin C adalah meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
serangan penyakit dan sebagai antioksidan yang menetralkan racun dan radikal
bebas di dalam darah maupun cairan sel tubuh. Selain itu, vitamin C juga
berfungsi menjaga kesehatan paru-paru karena dapat menetralkan radikal bebas
yang masuk melalui saluran pernafasan. Vitamin C juga meningkatkan fungsi
sel-sel darah putih yang dapat melawan infeksi dan dapat meningkatkan
penyerapan zat besi sehingga dapat mencegah anemia. Vitamin ini juga
diperlukan untuk pembentukan kolagen, kartinin, dan neurotransmitter (Davies
MB, dkk. 1991).
Kelarutan : larut dalam air, praktis tidak larut dalam CHCl3 dan eter, sedikit
larut dalam etanol 95%, larut dalam 1:11 bagian air.
Fungsi : sebagai chelating agent 0,005-0,1%
Cara sterilisasi bahan:
Pada pembuatan injeksi vitamin C, tidak dilakukan sterilisasi pada masing-masing
bahan. Karena sifat dari vitamin C mudah teroksidasi dengan adanya panas,
sehingga dilakukan sterilisasi C.
OTT:
Asam Askorbat (vitamin C), Asam askorbat tidak cocok bila digunakan bersama
dengan garam - garam besi, bahan pengoksidasi dan garam dari logam berat
terutama tembaga.
Natrium metabisulfite, Natrium bisulfit tidak dapat digunakan bersama-sama dengan
derivate alcohol, kloramfenikol dan fenil merkuri asetat
Natrium Bikarbonat, Sodium bicarbonat bereaksi dengan asam, garam asam dan
beberapa garam alkaloid.
Cara penggunaan sediaan:
Injeksi vitamin C diberikan melalui intravena.Injeksi intravena (I.V)
merupakan injeksi ke dalam pembuluh darah menghasilkan efektercepat dalam
waktu 18 detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke
seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini
digunakan untuk mencapai pentakaran yang tepat dan dapat dipercaya atau efek
yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat yang tidak larut dalam air atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran dara
2.2 Formulasi
Formula yang Dibuat
R/ Asam ascorbat 10% (Ptb: 0,105)
Na edta 0,1% (Ptb: 0,132)
NaHCO3 1,39% (Ptb: 0,380)
Aqua p.i ad 5 ml
Perhitungan Bahan
10 𝑔
1. Asam askorba : 100 𝑚𝑙×30 ml = 3g 3000 mg
0,1 𝑔
2. Na EDTA : 100 𝑚𝑙×30 ml = 0,03g 30 mg
1,39 𝑔
3. NaHCO3 : 100 𝑚𝑙×30 ml = 0,417g 417 mg
4. Aqua p.i : ad 100% = Ad 30 ml
Penimbangan Bahan
1. Asam askorbat : 3000 mg
2. Na EDTA : 30 mg
3. NaHCO3 : 417 mg 420 mg
4. Aqua p.i : ad 30 ml
Pengenceran Na EDTA
Bobot zat 50 mg
Aquadest ad 10 ml
30 𝑚𝑔
Na EDTA = 50 𝑚𝑔 ×10 ml = 6
Perhitungan Isotonis
Ptb Asam askorbat : 0,105 (b1)
Ptb Na edta : 0,132 (b2)
Ptb NaHCO3 : 0,380 (b3)
Ptb NaCl : 0,576 (b4)
➢ B-0,52- (b1.c1 + b2.C2 + b3.C3) / b4
= 0,52- (0,105.10 + 0,132.0,1+ 0,380.1,39) / 0,576
= 1,86% (0,7%-1,4% tidak masuk dalam batas yang di ijinkan maka
perlu penambahan NaCl kembali
➢ B - 0,52 – (b1.c1 + b2. C2+b3.C3) / b4
= 0,52 – (0,105.10 + 0,132.0,1+ 0,380.1,39) / (0,576x2)
= 0.93%
3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum tentang pembuatan
vial vitamin C sebayak 10% yang bertujuan agar dapat membuat sediaan vial
dan melakukan uji untuk pembuatan vial.
Pembuatan vial vitamin C 10% yang pertama kami lakukan ialah
mensterilisassi alat yang akan di gunakan pada saat praktikum. Setelah semua
alat di sterilisasi, selanjutnya kami menimbang bahan yang akan di gunakan
yaitu asam askorbat 3000 mg, Na EDTA 30 mg, NaHCO3 420 mg dan Aqua
p.i ad 30 ml. Penggunaan bahan Na EDTA yaitu berfungsi sebagai pengkelat.
Pengkelat merupakan suatu zat pengikat ion logam. Sedangkan NaHCO3
berfungsi sebagai pengatur pH. Selanjutnya kami membuat aquadest bebas
pirogen dengan mengukur sejumlah aquades lalu tambahkan karbon sebanyak
0,1% dari volume air dan di panaskan di atas api bunsen pada suhu 60-70°C
selama 15 menit sambil diaduk.
Selanjutnya pembuatan sediaan vial vitamin C yang di lakukan di LAF
pertama di timbang semua bahan yang akan di gunakan lalu di larutkan dengan
aquades steril dalam beaker glass aduk hingga homogen. Tambahkan dengan
aquades hingga 20 ml setelah itu saring campuran dengan membran filter
tampung dalam beakerglass 50 ml. Masukkan larutan tersebut dengan spuit 10
ml ke dalam masing-masing vial sebanyak 5 ml. Sterilisasi akhir pada
praktikum kali ini menggunakan sterilisasi filtrasi karena vitamin C mudah
teroksidasi jika terkena panas yang berlebih. Lakukan uji evaluasi sediaan vial
vitamin C 10% yaitu uji kejernihan, uji pH, uji kebocoran dan uji keseragaman
volume.
Pertama yaitu uji kejernihan yang bertujuan untuk mengetahui
kejernihan sediaan vial vitamin C 10% yang di buat. Uji kejernihan di lakuka
secara visual dengan memeriksa wadah bersih dari luar dengan penerangan
cahaya yang baik dan putih dengan aksi memutar dan harus benar-benar bebas
dari partikel kecil. Dari hasil uji kejernihan sediaan vitamin C 10% yang di buat
terlihat jernih.
Kedua kami melakukan evaluasi uji pH yang bertujuan untuk
mengetahui pH vial vitamin C 10% dengan menggunakan pH meter. Hasil dari
uji pH vial vitamin C 10% memiliki pH 4. Berdasarkan hasil dari uji pH yang di
buat di simpulkan memenuhi persyaratan.
Ketiga kami melakukan uji kebocoran yang bertujuan untuk melihat
apakah terjadi kebocoran dari sediaan vial vitamin C 10% yang di buat dengan
cara letakan vial di dalam zat warna (biru metilen 0,5-1%) di dalam ruangan
vakum. Tekanan atmosfer menyebabkan zat warna berpenetrasi kedalam lubang,
dapat di lihat setelah bagian luar vial di cuci untuk membersihkan zat warnanya.
Hasil dari uji sediaan vial vitamin C 10% tidak terjadi kebocoran.
Keempat kami melakukan uji keseragaman volume yang bertujuan
untuk mengetahui keseragaman volume vial vitamin C 10% setelah di campurkan
dan di sterilisasikan. Dengan cara di ambil vial yang telah diisi vitamin C dan di
sterilisasi, larutan di dalam vial di ambil menggunakan spuit lalu di ukur
volumenya. Hasil yang di dapat volume sediaan vitamin C 10% yaitu vial 1 5,2
ml; vial 2 5,0 ml dan vial 3 5,1 ml.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pada praktikum kali ini dapat di simpulkan berdasarkan uji
evaluasi yang telah di lakukan sediaan yang telah di buat memenuhi
syarat uji kejernihan, pH, kebocoran dan keseragaman volume.
Dilakukannya sterilisasi vitamin C dengan metode filtrasi karena
vitamin C tidak tahan panas.
4.2 Saran
Pada saat melakukan praktikum mahasiswa di harapkan dapat
memperhatika saat dosen sedang menjelaskan materi praktikum agar
dapat mempermudah pada saat pembuatan laporan akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Davies MB, Austin J, Partridge DA, 1991, Vitamin C: Its Chemistry and Biochemistry.
The Royal Society of Chemistry. Cambridge
Depkes,1995 Farmakope Indonesia edisi V. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta
Groves, M. 1988. Parenteral Technology Manual. 2nd edition. USA: Interpharm,Press.
Hal. 41–42
Poedjiadi. 1994. Ilmu Resep Buku. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.