Anda di halaman 1dari 38

11

Hukum Fase

Ada beberapa istilah yang perlu diketahui sebelum dibicarakan isi dari hukum
fase, yaitu: sistem, fase, kesetimbangan sejati, metastabil dan stabil, jumlah
komponen, derajat kebebasan.

a) Sistem
Sistem adalah suatu zat atau campuran, yang diisolasikan dari zat zat lain
dalam suatu bejana inert, untuk diselidiki pengaruh perubahan
temperature, tekanan dan konsentrasi terhadap zat tersebut, misalnya
sistem air, air dan garam, gas dan sebagainya.
b) Fase
Fase adalah bagian dari sistem yang fisis berbeda dan dapat dipisahkan
secara mekanis. Dapat dipisahkan secara mekanis berarti fase tersebut
dapat dipisahkan dengan cara cara: filtrasi, sedimentasi, dekantasi dan
sebagainya.
Dalam hal ini tidak termasuk pemisahan dengan cara penguapan,
destilasi, adsorpsi atau ekstrasi.
Contoh. Dalam sistem air terdapat fase padat (es), fase cair (air) dan fase
gas (uap air)
Jumlah fase padat banyak sekali, jumlah fase cair yang terdapat dalam
suatu sistem, ternyata maksimal hanya delapan, gas selalu bercampur
sempurna, sehingga hanya ada 1 fase gas

248 Kimia Fisika


c) Kesetimbangan sejati
Sistem dalam kesetimbangan sejati, bila keadaan yang sama dapat
didekati dari kedua arah. Air pada 0°C setimbang dengan es pada tekanan 1
atm, terdapat dalam kesetimbangan sejati.
𝐸𝑠 (0°C)  Air (0°C)
Kesetimbangan ini dapat diperoleh dari peleburan es atau pembekuan air.
Air pada -5°C berada dalam kesetimbangan metastabil, hal ini hanya dapat
diperoleh dengan pendinginan hati hati. Air tidak dapat diperoleh dengan
peleburan es pada -25°C.
Kesetimbangan tidak stabil terdapat dalam suatu sistem, bila pendekatan
ke keadaan setimbang dalam sistem dicapai sangat lambat. Pelarutan NaCl
dalam larutan yang hampir jenuh, berada dalam kesetimbangan tidak
stabil.
d) Jumlah komponen
Jumlah komponen ialahjumlah terkecil dari variable bebas konstituen
dalam sistem, yang dapat dipakai untuk menyatakan susunan fase-fase
yang ada.
Sistem air sistem 1 komponen
Sistem air - Na sulfat sistem 2 komponen

-Na2so4  Na2so4 + 0 H2O

- Na2so4 + 7 H2O  Na2so4 + 7 H2O

- Na2so4 + 10 H2O  Na2so4 + 10 H2O

-Larutan Na2so4  Na2so4 + X H2O

- H 2O  0Na2so4 + H2O

-Es  0Na2so4 + H2O

-Uap H2O  0Na2so4 + H2O

Sistem:

MgCO3  MgO + CO2: sistem 2 komponen

249 Kimia Fisika


MgCO3  MgO + CO2

MgO  MgO + 0 CO2

CO2  0 MgO + CO2

e) Derajat kebebasan
Derajat kebebasan atau variance dari sistem ialah jumlah terkecil
variable bebas (temperatur, tekanan atau konsentrasi) yang harus
ditentukan, supaya variable yang sisa dalam sistem tertentu.
Contoh: air mempunyai dua derajat kebebasan, yaitu temperature dan
tekanan. Pernyataan temperature saja atau tekanan saja . belum
dapat menentukan keadaan ini.
Air yang setimbang dengan es pada 1 atm dan 0°C
Air  Es pada 0°C dan 1 atm, mempunyai 1 derajat kebebasan

1. HUKUM FASE GIBBS


J. Williard Gibbs pada tahun 1876 mendapatkan hubungan antara:
- jumlah derajat kebebasan (F)
- jumlah komponen (C)
- jumlah fase (P)
Dalam satu sistem, hubungan ini disebut hukum fase. Misalnya sistem
tersusun dari P fase dan C komponen. Persoalannya ialah untuk
menentukan berapa jumlah variable agar sistem menjadi tertentu.
Sistem selalu tergantung dari variable tekanan dan temperature. Untuk
menentukan susunan tiap tiap fase, perlu ditentukan konsentrasi (C-1)
konstituen, konsentrasi komponen sisa adalah perbedaannya.
Dalam sistem ada P fase, jadi jumlah variable konsentrasinya ada P(C-1)
variable tekanan ada 1 dan variable temperature ada 1. Jadi jumlah variable
yang harus ditentukan adalah:

250 Kimia Fisika


P(C-1) + 2

Jumlah persamaan yang ada dapat dicari sebagai berikut. Untuk


kesetimbangan satu konstituen antara dua fase, dapat dituliskan satu
persamaan, yaitu persamaan tennaga bebas per mole. Tenaga bebas ini
merupakan fungsi temperature, tekanan dan (C-1) variable konsentrasi
Adanya P fase, menghasilkan (P-1) persamaan dan untuk C komponen ada
C(P-1) persamaan.
Bila jumlah variable sama dengan jumlah persamaan maka sistem
sudah tertentu. Umumnya hal ini tidak demikian. Jumlah variable melebihi
persamaannya dan selisihnya disebut derajat kebebasan: F.

F = jumlah variable – jumlah persamaan


= [P(C-1) + 2] – [C(P-1)]
F=C–P+2

Disini dianggap tiap komponen terdapat dalam tiap fase. Bila satu
komponen tidak ada dalam suatu fasa maka C berkurang satu, demikian
pula persamaannya, hingga rumus tetap.
Menurut hukum fase, sistem dibagi berdasarkan jumlah komponen yang
ada seperti: sistem satu komponen, sistem dua komponen, dan sebagainya.

2. SISTEM SATU KOMPONEN


Menurut hukum fase sistem dibagi berdasarkan jumlah komponen
yang ada seperti: sistem satu komponen, sistem dua komponen, dan
sebagainya.
Kesukaran dalam satu komponen terdapat pada jumlah dase padat
dalam sistem. Yang paling sederhana bila jumlah fase padatnya hanya satu,
seperti sistem H2O sistem CO2 dan sebagainya. Bila jumlah fase padat
berubah, jumlah persamaan juga bertambah dan grafik fase lebih sulit

251 Kimia Fisika


2.1. Sistem Air
Diatas -20°C. dan dibawah 2000 atm hanya terdapat satu fase ppadat
yaitu es. Fase fase yang ada ialah:
- Es (fase padat)
- Air (fase cair)
- Uap air (fase padat)
Kesetimbangan 2 fase yang ada ialah kesetimbangan:
Air – uap air
Es – uap air
Es – air
Kesetimbangan 3 fase :
Es – air – uap air
Untuk tiap fase tunggal, derajat kebebasan F dapat dicari sebagai
berikut.
F=C–P+2 =1–1+2 =2
Bila temperatur dan tekanan merupakan variable bebas, kedua variable
ini harus dipilih agar sistem menjadi tertentu.
Untuk 2 fase dalam kesetimbangan, derajat kebebasan F
F=C–P+2
=1–2+2
=1
Untuk 3 fase dalam kesetimbangan, derajat kebebasan F = 0. Jadi bila 3
fase ada bersama, maka sistem sudah tertentu. Dalan diagram fase,
yaitu diagram P – T, fase fase tunggal merupakan satu daerah
kesetimbangan 2 fase berupa garis sedangkan kesetimbangan 3 fase
berupa titik.Walaupun diagram fase dapat dicari dari hukum fase, tapi
kedudukan yang tepat dari titik titik dan garis garis ditentukan secara
percobaan.

252 Kimia Fisika


Gb. 11.1 Diagram Fase Air pada Tekanan Rendah.

Dalam diagram fase air pada tekaan tidak terlalu tinggi terdapat:

3 daerah fase tunggal, es, air dan uap air.

3 garis kesetimbangan 2 fase, yaitu:

AO = garis sublimasi

OB = garis tekanan uap air

OC = garis lebur es

0 adalah tiitk kesetimbangan 3 fase atau titik triple.

Titik triple 0 sudah tertentu, sebab F = 0 dan ini terdapat pada P =


4,58 mmHg dan T = 0,0098°C.

B adalah titik kritis dengan P = 220 atm dan T = 374°C. diatas


temperature ini tidak mungkin terdapat fase cair.

Miringnya garis garis AO, OB dan OC ditentukan oleh rumus Clapeyron.


(d ln P ) ∆H
(dT)
= (RT2 ) ∆H = ∆Hv , ∆Hf atau ∆Hs

Kalau es pada P = 760 mmHg dan T1 dipanaskan hingga temperature T2


maka es ini akan melebur pada T3 (0°C) dan menguap pada T4. Selama
melebur dan menguap temperature tetap.

253 Kimia Fisika


Pada tekanan yang tinggi, terdapat beberapa jenis es. Pada tekanan
tinggi dapat diperoleh es diatas 0°C, misalnya pada tekanan 40.000 atm
es jenis VII dapat stabil pada 190°C.

Gb. 11.2 Diagram Fase Air pada Tekanan Tinggi

2.2. Sistem Belerang


Belerang membentuk 2 fase padat, yaitu S rhombis dan S monoklin.
Dalam diagram fase terdapat:
4 daerah fase tunggal bivarian: Srh, Sm, dan Suap
6 garis kesetimbangan dua fase, monovarian:
Srh – Suap (OP); Sm -- Scair (SK)
Sm – Suap (PK); Scair -- Siap (KU)
Srh – Scair (SW); Srh – Sm (PS)
4 titik kesetimbangan 3 fase, non varian
Srh – sm –Scair (S)
Srh – Scair – Suap (R = kesetimbangan metastabil)

254 Kimia Fisika


Sm – Scair -- Suap (K)
Srh – Sm -- Suap (P)
Untuk sistem satu komponen, maksimal P = 3 untuk F = 0 hingga tidak
ada kesetimbangan 4 fase.

Gb. 11.3 Diagram Fase Belerang

Tc ialah temperature kritis diatas temperature ini tidak mungkin ada fase
cair. Kalau S pada tekanan P1 dan temperature T1 dipanaskan hati hati,
pada titik 2 berubah menjadi Sm pada titik N berubah menjadi Scair dan
pada titik Q menguap. Selama transisi, pencairan dam penguapan
temperature tetap.
Bila pemanasan dilakukan cepat fase Sm dilampau dan Sm berubah
menjadi Scair.
Sistem sistem satu komponen lain:
- Sistem CO2 bentuk diagramnya seperti air, titik triple pada -56,4°C: 5
atm. Garis kesetimbangan padat-cair miring kekanan. Pada tekanan 1
atm CO2 padat langsung berubah menjadi as pada oemanasan
- Sistem phosporois dan benzophenone.

255 Kimia Fisika


3. SISTEM DUA KOMPONEN
Untuk sistem dua komponen bagi fase tunggal
F=2–1+2=3
Jadi ada tiga variable yang harus ditentukan, yaitu: temperature, tekanan
dan konsentrasi. Grafik demikian berupa grafik tiga dimensi yang sukar
digambar, untuk mempermudah diambil salah satu variable tetap, biasanya
diambil P tetap, hingga diperoleh diagram yang menyatakan hubungan T –
C
SIstem 2 komponen juga mempermudah dengan mengambil
kesetimbangan kesetimbangan secara terpisah, yaitu kesetimbangan:
Cair – gas
Padat – gas
Cair – cair
Padat – cair
Dalam bagian ini akan dibicarakan kesetimbangan padat – cair
3.1. Kesetimbangan Padat – Cair
Kesetimbangan ini mempunyai arti penting, karena ada
hubungannnya dengan proses kristalisasi. Dalam kesetimbangan tidak
tedapat fase gas jadi berupa sistem terembun dan pengaruh tekanan
sangat kecil.
Kesetimbangan biasanya diselidiki pada tekanan atmosfer hingga
persamaan:
F=C–P+2
Menjadi F + C – P +1 (karena P tetap)
Diagram yang diperoleh merupakan diagram temperature susunan yang
biasanya dinyatakan dengan persen-berat atau persen-mole.

256 Kimia Fisika


3.2. Penetapan Kesetimbangan Padat-Cair
a. Cara analisis termal
Cara ini berdasarkan penelitian pada grafik pendinginan dari
campuran dua komponen. Pertama dibuat campuran dua komponen
dengan bermacam macam susunan, campuran ini dilebur kemudian
didinginkan.
Peristiwa yang terjadi digambarkan pada grafik oendinginan dan dari
sini daoat digambarkan diagram temperature-susunan.
Grafik pendinginan untuk campuran Bi – Cd pada bermacam macam
persentase adalah sebagai berikut:

Gb. 11.4 Kurba Pendinginan Sistem Bi –Cd

Diskontinuitas oada grafik pendinginan disebabkan timbulnya


fase yang kedua, biasanya pemisahan dua fase padat dari leburan.
Bagian horizontal menunjukan timbulnya fase yang ketiga. Ini
dapat berupa pemisahan 2 fase padat dari leburan, atau intwraksi
leburan dengan fase padat membentuk fase padat lain, atau
pemisahan fase padat dari dua leburan

257 Kimia Fisika


ti = titik beku awal
Tf = titik beku akhir

Gb. 11.5 Diagram Fase Bi-Cd

b. Cara saturasi atau kelarutan


Dalam diagram diatas, AB juga merupakan grafik kelarutan Cd
dalam leburan Bo.
Pada saturasi kelarutan zat satu dalam zat lain, ditentuka pada
bermacam macam temperatur dan kelarutan ini digambarkan
sebagai fungsi temperatur.
Misalnya kelarutan Bi dalam leburan Cd, pada 200°C dimasukkan
serbuk Bi dalam Cd dan temperature dinaikkan sampai 200°C.
kelebihan Bi disaring dan leburan dianalisis, cara ini diulang pada
temperature antara 144°C-271°C. hingga diperoleh grafik AB.
Demikian pula untuk memperoleh grafik BC.
Cara ini jarang untuk logam logam, tetapi banyak dipakai untuk air
dan pelarut pelarut sejenis. Diluar -50°C dan 200°C banyak kesukaran
pada cara ini.

258 Kimia Fisika


Jenis Zat Padat
Jenis dan susunan zat padat yang timbul selama kristalisasi dan
dalam zat padat yang terakhir dapat berupa:
a. Komponen murni, misalnya logam Bi, Cd, Zn dan sebagainya
b. Senyawa hasil reaksi dua komponen murni.
Misalnya: MgZn dari sistem Mg – Zn
Na2So4.10H20
Na2SO4.H2O
FeCl3.6H2O dari sistem FeCl3 – H2O
c. Larutan padat, zat padat homogen yang susunannya berubah
pada suatu interval konsentrasi tertentu dan ditentukan oleh
susunan larutan dari mana zat padat ini mengkristal.
d. Campuran zat padat dan dapat berupa senyawa atau larutan
padat.

3.3. Pembagian Sistem 2 Komponen (Kesetimbangan Padat-Cair)


Kelas A: Dua komponen bercampuran sempurna dalam keadaan cair.
Tipe I : Hanya komponen murni mengkristal dari larutan
Tipe II : Dua komponen membentuk senyawa padat stabil sampai
titik leburnya
Tipe III : Dua komponen membentuk senyawa padat terurai sebelum
titik leburnya
Tipe IV : kedua konstituen bercampur sempurna dalan keadaan
padat dan membentuk sederetan larutan padat
Tiper V : Kedua konstituen bercampur sebagian dalam keadaan
padat dan membentuk larutan padat yang stabil

259 Kimia Fisika


Tipe VI : kedua konstituen membentuk larutan padat yang stabil
sampai temperature transisi

Kelas B: kedua komponen bercamour sebagian dalam keadaan cair


Tipe I : Hanya komponen murni mengkristal dari larutan

Kelas C: kedua komponen tidak bercampur dalam keadaan cair


Tipe I : Hanya komponen murni mengkristal dari larutan

Kelas A: Tipe I
Hanya komponen murni yang mengkristal dari larutan. Sistem dua
komponen jenis ini membentuk diagram eutektik sederhana yang
mempunyai bentuk umum sebagai berikut.

Gb. 11.6 Diagram Eutektik Sederhana

A dan B merupakan komponen murni, D dan E merupakan titik leburnya.


A dan B dalam keadaan lebur bercampur sempurna dan dalam
pengkristalan mengkristal sendiri-sendiri.

260 Kimia Fisika


DG = Konsentrasi larutan jenuh dengan A pada temperature antara D – F
= titik beku larutan yang menghasilkan A sebagai fase padat.
EG mempunyai arti yang sama untuk komponen B. titik F merupakan
temperature terendah dimana fase cair masih ada dan disebut
temperature eutektik. Susunan C disebut susunan eutektik dan titik G
disebut titik eutektik.
Daerah diatas DGE merupakan daerah bivarian, garis DG dan GE
garis monovarian dan titik G merupakan titik invariant.
Bila suatu campuran dengan susunan keseluruhan A dilebur sampai
titik a’’’ dan kemudian didinginkan, maka setelah sampai pada a’’, zat
padat A mulai mengkristal. Pendinginan seterusnya menghasilkan zat
pdat A, sedang susunan larutan bergerak sepanjang garis a’’G. setelah
pada titik G leburan mengkristal dan menghasilkan zat padat A dan B
dengan susunan C. zat padat ini mempunyai Kristal halus dan disebut
eutektik C.
Zat padat A disebut Kristal primer dan Kristal besar besar.
Pendinginan seterusnya hanya mendinginkan temperature campuran A
dan eutektik C.
Dari diagram dapat diketahui bahwa zat padat A murni hanya dapat
diperoleh didaerah DGF, B murni didaerah EGF. Banyaknya zat padat
yang dapat dipungut pada tiap temperature dapat juga diketuhi dari
diagram. Misalnya pada susunan keseluruhan a, pada temperature T,
maka:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑦
=
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥
Bila susunan dinyatakan dalam mole %
𝑚𝑜𝑙𝑒 𝐴 𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑦
=
𝑚𝑜𝑙𝑒 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥
SIstem ini terdapat pada:
Alumunium – timah putih
Bismuth – Kadmium

261 Kimia Fisika


K klorida – perak klorida
Na Sulfat – Na klorida
Benzene – metil klorida

Kelas A: Tipe II
Pembentukan senyawa dengan titik lebur congruent
Dalam hal ini kedua komponen membentuk senyawa yang stabil
sampai titik leburnya. Sistem ini misalnya terdapat pada sistem CuCl –
FeCl3. Bentuk diagrmnya adalah sebagai berikut.

Gb. 11.7. Pembentukan Senyawa dengan Titik Lebur Congruent

Disini CuCl dan FeCl3 membentuk senyawa baru CuCl.FeCl3 yang stabil
sampai titik lebur congruent. Bila C dianggap senyawa tersendiri maka
diagram ini serupa dengan dua diagram sederhana yang digabungkan.

262 Kimia Fisika


Sistem ini juga terdapat dalam sistem:
Emas – Telurium (Au Te)
Alumunium – Selenium (Al2SE3)
Kalsium Klorida – K klorida (CaCl3 – KCl)
Urea – Fenol (1:1)
Untuk sistem Fe2Cl3 – H2O terdapat senyawa senyawa dengan titik
lebur congruent :Fe2Cl6 .12 H2O
Fe2Cl6 . 7 H2O
Fe2Cl6 . 5 H2O
Fe2Cl6 . 4 H2O

Kelas A: Tipe III


Pembentukan senyawa sebagai hasil reaksi peritektik.
Ada kemungkinan bahwa dua komponen membentuk senyawa baru,
tetapi terurai sebelum titik leburnya. Bila hal ini terjadi, senyawa
tersebut disebut melebur incongruent atau mengalami reaksi transisi
atau reaksi peritektik. Reaksi peritektik:

C2  C1 + larutan/leburan
Senyawa senyawa baru (senyawa/komponen murni)

Reaksi ini bersifat reversible, selama reaksi 3 dase, hingga sistem


bersifat invariant. Temperature reaksi disebut pula temperature
peritektik, sistem ini misalnya terdapat pada sistem CaF2 – CaCl2.

Pada titik B terjadi reaksi peritektik

Leburan + CaF2 (s)  CaF2 . CaCl2 (s)

Zat mana yang habis lebih dahulu, tergantung susunan keseluruhan .


bila susunan keseluruhan terletak antara CaF2 dan C, ada kelebihan CaF2,
hingga semua leburan diubah menjadi CaF2 . CaCl2.

263 Kimia Fisika


Gb. 11.8. Diagram Fase Sistem CaF2 – CaCl2

Bila susunan keseluruhan terdapat antara C dan B, berarti lebih banyak


leburan, maka setelah reaksi terdapat kelebihan leburan.
Untuk campuran dengan susunan keseluruhan tepat pada C, maka tepat
terbentuk CaF . CaCl2.
Bila leburan dengan susunan keseluruhan a. dinginlan, setelah sampai
pada titik a’. CaF2 mulai mengkristal, leburannya mempunyai susunan
yang bergerak sepanjang a’B. setelah sampai pada titik B terjadi reaksi
peri tektik
Leburan + CaF2  CaF2 + CaCl2

Leburan lebih dan susunannya bergerak sepanjang BD. Setelah sampai


pada titik D, leburan membeku sebagai eutektik D. sistem sistem yang
lain:
Emas – antimony (AuSb2)
Kal. Klorida – kupri klrida ( 2 KCl.CuCl)
as. Pikrat – benzene (1:1)

264 Kimia Fisika


Natrium klorida – air (NaCl.2H2O)
Na Sulfat – air (Na2SO4. 10H2O)
Beberapa sistem membentuk campuran, artinya dengan titik lebur
congruent dan incongruent. Dalam sistem lain, terbentuk beberapa
senyawa peritektik
Sistem Al – Ca Al2Ca (senyawa dengan titik lebur congruent)
Al2Ca (senyawa dengan titik lebur incongruent)
Sistem K2SO4 - CdSO4 membentuk senyawa dengan titik lebur
Incongruent
- K2SO4 . 2 CdSO4
- K2SO4 . 3 CdSO4

Sistem MgSO4 - H2O membentuk senyawa dengan titik lebur

Incongruent

- MgSO4 . H2O
- MgSO4 . 6 H2O
- MgSO4 . 7 H2O
- MgSO4 . 12 H2O

Kelas A: Tipe IV
Dalam keadaan padat bercampur sempurna. Sistem ini membentuk
larutan padat, yang sifatnya homogen tetapi susunannya dapat berubah
dalam interval yang besar. Larutan dapat berbeda dengan senyawa
padat, karena yang terakhir ini mempunyai susunan tetap.
Sistem ini ada 3 golongan:
a. Titik lebur semua larutan padat antara komponen murni
b. Grafik titik lebur membentuk minimal
c. Grafik titik lebur membentuk maksimal

a. Grafik tipe intermediate


Sistem ini misalnya terdapat pada sistem NH4CNS-KCNS, yang dalam
keadaan cair dan padat bercampur sempurna

265 Kimia Fisika


Diagram fasenya berbentuk sebagai berikut:

Gb. 11.9 Diagram Fase Sistem NH4 CNS – KCNS

Grafik yang diatas, menunjukkan titik beku awal leburan dan disebut
liquidus. Garis bawah yang menunjukkan titik beku akhir disebut
solidus. Bila leburan dengan susunan keseluruhan a. diinginkan setelah
mencapai temperature a’, mulai terjadi pembekuan. Pendinginan
selanjutnya menghasilkan larutan padat yang susunannya bergerak
sepanjang c – a’’, sedang leburannya a’-b. pada a’’ semua leburan
membeku dan hasil seluruhnya berupa larutan padat dengan susunan
sama dengan leburan.
Sistem lain:
PbCl2 -- PbBr2
AgCl -- NaCl
Cu -- Ni
Co -- Ni
Ag -- Au
Napthalene -- p naphthol

266 Kimia Fisika


b. Grafik tipe minimal
Sistem ini misalnya terdapat pada pasangan P-iodoklor benzene (A) – para
diklor benzene (B)
Disini terdapat suatuminimal, namun demikian keadaannya mirip dengan
sistem NH4CNS-KCNS
Sistem lain:
Na2CO3 -- K2CO3
KCl -- KBr
HgBr2 -- Hgl2
KNO3 -- NaNO3
Hg -- Sb
Cu -- Au

Gb. 11.10 Diagram Fase Sistem p.C6H4ICI – p.C6H4Cl2.

c. Grafik tipe maksimal


Sistem ini jarang jarang diperoleh, terdapat antara lain pada padanhan d.
carvoxisme – 1. Carvoxisme (C10H14N.OH). interpretasi dari grafik ini sama
dengan sistem NH4CNS—KCNS.

267 Kimia Fisika


Gb. 11.11. Diagram Fase SIstem d Carvoxisme – I carvoxisme

Kelas A: Tipe V.
Dalam keadaan padat bercampur sebagian dengan eutektik.
Sistem ini misalnya terdaoat pada sistem Hgl2—Agl, yang bentuk
diagramnya sebagai berikut:

Gb. 11.12. Diagram Fase Sistem Hgl2—Agl

Dalam diagram Hgl2 dan Agl dalam keadaan padat bercampur sebagian
dengan membentuk eutektik B.

268 Kimia Fisika


AB = liquids larutan padat Agl dalam Hgl2
Ax = solidus
BC = liqudus larutan padat Hgl2 dalam Agl
Cy = solidusnya
I = larutan padat Agl dalam Hgl2
II = larutan padat Hgl2 dalam Agl

Dalam daerah wzyx larutan padat I dan II saling bercampur sebagian.


Susunan ditentukan oleh garis wx dan zy. Eutektik B mempunyai susunan x
dan y.
Sistem lain:
AgCl -- CuCl
KNO3 -- TINO3
Azo benzene --azoksi benzena
Naftalene – mono klor as. Asetat
Pb – Sb; Ag – Cu; Pb – Sn; Cd – Zn

Kelas A: Tipe VI
Dalam keadaan padat bercampur sebagian dengan peritektik.
Dapat juga terjadi, larutan padat mengalami reaksi peritektik
membentuk larutan padat lain.

Gb. 11.13 Diagram Fase Sistem Kelas A Tipe VI

269 Kimia Fisika


Larutan Padat I  larutan padat II + larutan
Diagram sistem ini membentuk sebagai berikut.
I = larutan padat B dalam A
II = larutan padat A dalam B
JD = liquidus larutan padat I
JF = solidusnya
DE = liquidus larutan padat II
CE = solidusnya
Larutan padat I hanya dapat diperoleh pada pendinginan leburan dengan
ssunan total antara A dan F. demikian pula larutan padat II hanya dapat
diperoleh pada pendinginan leburan dengan susunan total antara D – B
Pendinginan leburan dengan susunann total antara F dan D,
membentuk zat sebagai berikut:
Setelah dicapai titik a, larutan padat I mulai mengkristal. Susunan leburan
bergerak sepanjang a – D, susunan zat padatnya bergerak sepanjang a’F.
setelah dicapai titik b, terjadi reaksi parateklik.
Larutan I + leburan  larutan padat II
(sisa) (habis)
Pendinginan selanjutnya terjadu perubahan pembagian larutan padat I
dan II
Setelah dicapai titik q, larutan padat I mulai mengkristal, susunan
larutan bergerak sepanjang qD dan zat padatnya sepanjang qF. Setelah
sampai T, terjadi reaksi parateklik

Larutan I + leburan  larutan padat II


(sisa) (habis)
Selanjutnya, terjadi perubahan seperti yang lain.
Contoh lain:
Sistem: AgCL – LiCl; Co – Fe
AgNo3 – NaNO3; In – TI
P. Iodo Klor benzene – p. diodo benzene

270 Kimia Fisika


Kelas B:
Kelas keadaan cair tercampur sebagian.
Dalam keadaan cair atau lebur, dua komponen dapat bercampur
sebagian pada interval temperature dan konsentrasi tertentu. Dalam
bentuk padat zat ini mengkristal sendiri sendiri. Bentuk diagramnya sebagai
berikut (Gambar 11.14)

Gb. 11.14. Diagram Fase Sistem yang Leburannya Bercampur Sebagian

Dalam daerah “dom” terdapat 2 zat cair yang tidak bercampur, yang
susunannya ditentukan oleh garis garis yang sejajar dengan AB. Kalau
leburan dengan susunan x didinginkan, setelah mencapai a, terbentuk 2
lapisan dengan susunan yang berbeda.
Pendinginan selanjutnya, hanya mengubah perbandingan kedua lapisan
leburan. Setelah dicapai titik d, terjadilah kesetimbangan:
Leburan D  padat A + Leburan E
Selanjutnya pada pendinginan, leburan mengkristal dengan susunan
eutaktik

271 Kimia Fisika


Sistem lain: Li—Na Cr—Cu
Bi—Zn Cu—Pb
Bi—Co As benzoate—air
Fenol—air
Kelas C:
Tidak bercampur dalam keadaan cair dan padat
Dalam keadaan demikian, kedua zat tersebut akan membeku dan
melebur sendiri sendiri

Gb. 11.15. Diagram FAse V—Ag

Sistem ini misalnya sistem: V—Ag


Sistem lain: Bi—Cr
Cr-Fe
Al-Na
Al—Pb
Ca—Ag
K—Mg

272 Kimia Fisika


4. SISTEM TIGA KOMPONEN
Untuk fase tunggal bagi sistem tiga komponen, terdaoat 4 derajat
kebebasan.
F=C–P+2
=3–2+2
= 4 ( temperature, tekanan, susunan 2 dan 3 komponen)
Untuk menggambarkan grafik demikian sangat sukar, karena itu sistem tiga
komponen biasanya diselidiki pada tekanan dan temperature tetap.
Dengan ini dapat digambarkan diagram fase yang menyatakan susunan dua
komponen. Diagram ini digambarkan sebagai segitiga sama sisi

Gb. 11.16. Diagram Fase Sistem Tiga Komponen

Untuk campuran komponen A, B dan C diagramnya adalah sebagai berikut:


(Gambar 11.16).
Sudut sudut A, B, C, serta B dan C terletak pada sisi sisi segitiga. Campuran
antara A, B dan C terletak dalam segitiga. Suatu campuran berisi 30% A,
20% B dan 50% C terletak pada titik D

273 Kimia Fisika


Campuran A dan D, misalnya G tersusun dari A dan D dengan perbandingan
berat/mole seperti GD:GA.
Sistem tiga komponen sebenarnya banyak kemungkinannya.
Dalam bagian ini akan dipelajari.
a. Sistem 3 komponen yang terdiri atas zat cair yang sebagian
tercampur
b. Sistem 3 komponen yang terdiri atas 2 komponen padat dan 1
komponen cair.
a. Sistem 3 komponen yang bercampur sebagian dibagi menjadi:
Tipe I : pembentukan sepasang zat cair bercampur sebagian
Tipe II : Pembentukkan 2 pasang zat cair bercampur sebagian
Tipe III : Pembentukkan 3 pasang zat cair bercampur sebagian

A. Tipe I
Pembentukkan sepasang zat cair yang bercampur sebagian

Gb. 11.17. Diagram 3 Cairan dengan 1 Binodal

274 Kimia Fisika


Kalau B bercampur sebagian, maka campuran antara B dan C pada
temperature dan tekanan tertentu membentuk 2 lapisan:
I larutan C dalam B (a)
II larutan B dalam C (b)
Penambahan A pada campuran B dan C memperbesar daya larut
keduanya. C adalah susunan keseluruhan antara B dan C. pada
penambahan A susunan keseluruhan bergerak sepanjang cA. susunan
masing-masing lapisan dinyatakan oleh garis kesetimbangan a 1b1, a2b2
dan seterusnyapada titik b4 kedua lapisan hilang dan terbentuk lapisan
tunggal. Hilangnya kedua lapisan tidak bersama sama.
Kedua lapisan dapat menjadi identic hanya pada satu susunan yaitu
d, titik D disebut titik isothermal kritis atau plait point.
Semua campuran yang terdaoat didaerah a D b selalu terbagi dalam
dua lapisan. Grafik a D b disebut kurva bimodal. Hanya plait point tidak
berimpit dengan maksimal grafik bimodal.
Contoh: as. asetat – kloroform – air
A B C
aseton – air – fenol
A B C

A. TIPE II
Penentuan 2 pasang zat cai yang bercampur sebagian.
Misalkan:
B – C bercampur sempurna
A – B bercampur sebagian
A – C bercampur sebagian
D dan F Plait poin.

275 Kimia Fisika


Gb. 11.18. Diagram 3 Cairan dengan 3 Binodal
(a) Pada temperature tinggi
(b) Pada temperature rendah

Disini terdapat 2 kurva bimodal, yaitu a D b dan c F d demikian


pula plait point
Contoh: as. suksinat – air – alkohol
(A) (B) (C)
Pada 18,5°C -- 31°C
Pada temperatur rendah ada kemungkinan kedua grafik bimodal
bertemu, seperti yang terdapat pada:
Air—fenol – anilin
(A) (B) (C)
Air – etil setat – n butyl alcohol
(A) (B) (C)

A. Tipe III
Pembentukkan 3 pasang zat cair yang bercampur sebagian
Pada tempertatur rendah terdapat pada 3 kurva bimodal dengan
3 plait point. Diluar daerah binodal cairan homogen, didalam daerah
binodal terdapat 2 lapisan.

276 Kimia Fisika


Pada temperatur rendah, ketiga kurva binodal bersatu
membentuk diagram berikut (gambar 11.19.b)

Gb. 11.19. Diagram 3 Cairan dengan 3 Binodal


(A) Pada temperature tinggi; (B) pada temperature rendah

Di daerah 1 hanya terdapat 1 fasa, didaerah 2 terdapat 2 dase


sedangkan di daerah 3 terdapat kesetimbangan 3 fase. Karena untuk
kesetimbangan 3 fase sistem bersifat non varian maka campuran
dengan susunan keseluruhan didaerah ini mempunyai susunan tetap,
yang dinyatakan oleh D E F
Contoh: Nitril – air – eter
Pada temperature rendah
Pada temperature tinggi seperti diagram di kiri

B. Sistem terdiri dari 2 zat padat dan 1 cairan


Dalam bagian ini hanya diambil bila cairan sebagai komponen
ketiga berupa air, sebab hal ini mempunyai arti penting dalam
kristalisasi.
Tergantung dari zat padat yang mengkristal, sistem ini dibagi
menjadi:
Tipe I : yang mengkristal komponen murni
Tipe II : pembentukan senyawa biner

277 Kimia Fisika


Tipe III : pembentukan senyawa terner
Tipe IV : pembentukan larutan padat
Tipe V : Fase padat bercampur sebagian

B. Tipe I
Yang mengkristal komponen murni
Sistem ini mempunyai bentuk diagram seperti gambar 11.20. berikut
ini:

Gb. 11.20. Kristalisasi Dua Komponen Padat dari Larutan

C = daya larut A dalam H2O


D = daya larut B dalam H2O
CE = grafik daya larut A dalam H2O dengan adanya B
DE = grafik daya larut B dalam H2O dengan adanya A
F = Titik invariant isothermal
Disini terdapat kesetimbangan 3 fase, A padat, B padat dan zat
jenuh dengan susunan E.
Daerah diatas CED = daerah larutan jenuh, disini A padat
setimbang dengan larutan jenuh yang susunannya ditunjukkan oleh
garis CE. Zat dengan susunan keseluruhan F, terbagi menjadi padat A
dan larutan jenuh F ‘.

278 Kimia Fisika


berat A FF
=
berat F AF
Demikian pula BED. Daerah ABF = daerah kesetimbangan 3 fase.
Campuran dengan susunan keseluruhan G akan terbagi menjadi
larutan jenuh dengan susunan E dan padat A serta B dengan susunan
G’.
Dari diagram diatas dapat dijelaskan peristiwa kristalisasi. Untuk
memisahkan campuran A dan B dengan susunan R, kepada larutan
ditambahkan air, susunan larutan akan berubah sepanjang garia R –
H2O. setelah dicapai titik R’. padat A mulai mengkristal.
Setelah masuk daerah ACE, terjadi kesetimbangan padat A dan
larutan jenuh. Berat air yang dipakai serta Kristal A dapat dicari
dengan hukum campuran.
Contoh. NH4Cl -- NH4NO3 -- H 2O
NaCl -- NaNO3 -- H 2O
NH4Cl -- (NH4)SO4 -- H 2O

Diagram sistem terner biasanya diselidiki dengan cara saturasi. Untuk


itu dibuat bermacam macam campuran B dan C, kemudian
kedalamnya ditambahkan air diaduk sampai setimbang

Gb. 11.21. Cara Residu Basah

279 Kimia Fisika


Larutan jenuh dan Kristal basah dipisahkan dan digambarkan dalam

grafik S1, S2 dan S3 dan seterusnya. Dari larutan jenuh R1, R2 dan

seterusnya dapat ditetapkan susunan Kristal basah

B. Tipe II

Pembentukan senyawa biner


Senyawa bimer dapat terjadi antara A dan B dengan air yaitu
hidrat atau antara A dan B yang berupa garam rangkap.

Gb. 11.22. Pembentukan Hidrat

Pembentukan hidrat
Kalau A membentuk hidrat, missal susunan C, maka zat ini
mempunyai daya larut tertentu dalam air, misalnya D.
E = titik invariant isothermal
Contoh.
Sistem: Na2SO4 ---- NaCl – H2O
Pada 15°C membentuk Na2SO4.10H2O
Bila kedua garam membentuk hidrat, terjadi diagram sebagai
berikut.

280 Kimia Fisika


Gb.11.23. Pembentukan 2 Hidrat

Contoh: MgCl.6H2O dan CaCl2.6H2O pada 0°C

Dapat terjadi bahwa pada saat yang sama terjadi hidrat dan garam
anhydrous-nya. Dalam hal ini terjadi diagram seperti gambar
11.24.
Sistem: Na2SO4 – NaCl – H2O
Pada 25°C membentuk
Na2SO4..10 H2O
Na2SO4

Gb. 11.24. Senyawa Murni dan Pembentukan Hidrat.

281 Kimia Fisika


Pembentukan garam rangkap

Garam rangkap antara A dan B yang mempunyai susunan C juga


dapat membentuk larutan jenuh pada penambahan air. Kestabilan
dari C tergantung letak C. bila C terletak antara R dan S, senyawa C
stabil pada penambahan air.

Gb. 11.25. Pembentukan Garam Rangkap

C disebut: a) menjenuh congruent


Bila C terletak di kiri R atau dikanan S disebut: b) menjenuh
incongruent
Misal: a) NH4NO3 -- AgNO3
b) KNO3 -- AgNO3

B. Tipe III
Pembentukkan senyawa biner
Bila A, B dan H2O membentuk senyawa maka terjadilah senyawa
terner.
Misalkan A dan H2O membentuk hidrat C dan hidrat ini dengan B
membentuk senyawa terner R maka bentuknya adalah seperti
gambar 11.26.

282 Kimia Fisika


Gb. 11.26. Pembentukan Senyawa Terner

R dapat menjenuh incongruent seperti: CaCl2 . MgCl2 . 12 H2O


(tachydrate)
Pada 25°C
R dapat menjenuh congruent seperti:B2SO4 . C2 (SO4)3 . 24H2O (
tawas).

C. Tipe IV
Pembentukan larutan padat

Gb. 11.27. Pembentukan Larutan Padat


Dalam sistem jenis ini tidak terdapat titik invariant isotermis . garis
kesetimbangan ditunjukkan oleh garis titik titik

283 Kimia Fisika


D. Tipe V:

Dalam keadaan padat tercampur sebagian

Dalam hal ini A dan B hanya tercampur sebagian dalam keadaan


padat. Disini terjadi 2 jenis larutan padat:
a. Larutan padat B dan A yang jenuh antara a – C
b. Larutan padat yang terletak antara D – B
F = titik invariant isotermis

Gb. 11.28. Pembentukan Fase Padat yang Bercampur


Sebagian
Diagram fase 3 dimensi

Misalnya sistem Bi – Sn – Pb.


G= titik invariant absolut
t= 97°C terdapat 51% Bi, 16% Sn dan 33% Pb
Di G terjdi kesetimbangan 4 fase, 3 fase padat dan 1
leburan.

284 Kimia Fisika


Gb. 11.29. Sistem Bi – Sn – Pb pada Berbagai Temperatur

285 Kimia Fisika

Anda mungkin juga menyukai