Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM PARMAKOLOGI

UJI AKTIVITAS ANTICACING

(ANTHELMINTIK)

Disusun Oleh :

Ariani Nurcahyati

Caca Efendi

Nengsri Wulansari

Vera setiawati

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GARUT

2017
UJI AKTIVITAS ANTICACING

(ANTHELMINTIK)

Tanggal : 12 april 2017

I. Tujuan
1. Mahasiswa dapat merancang dan melakukan eksperiment sederhana untuk menguji
aktivitas anticacing suatu bahan uji secara invitro
2. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan paralisis spastik dan flasid yang terjadi pada
cacing setelah kontak dengan anticacing

II. Pendahuluan
Salah satu mekanisme kerja anticacing adalah menyebabkan paralisis (kelumpuhan)
otot cacing. Paralisis dapat berupa paralisis spatik atau flasid
Bahan uji yang potensial sebagai anticacing dapat langsung mematikan cacing atau
menyebabkan kelumpuhan (paralisis) apabila cacing diinkubasi dalam larutan bahan uji
tersebut. Anticacing yang menyebabkan paralisis otot cacing akan menyebabkan
pergerakan cacing yang berbeda dengan cacing normal.
Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing)
adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan.
Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari
saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya,
yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga
diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan
antelmintik diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa
senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti
Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya.
Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-
obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini
masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi
sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya
juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat
menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda,
trematoda, dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik
ditujukan pada target metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak
mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek,2001)
III. Bahan dan alat

Alat Bahan Hewan percobaan


cawan petri Pirantel palmoat Ascaris suum
Batang pengaduk Piperazin sitrat
Gelas piala 1L NaCl 0,9%
Pinset Air suling
Sarung tangan Air suhu 50ºc
Termometer

IV. Prosedur kerja

No Prosedur kerja Pengamatan


1. Sebelum percobaan, cacing harus diaktifkan terlebih
dahulu pada suhu 37ºC
2. Siapkan larutan uji (pirantel palmoat dan piperazin
sitrat) serta kontrol (NaCl) dengan konsentrasi
masing-masing 5%, 20%, dan 0,9%.
3. Tuangkan larutan uji masing-masing ke dalam tiap
cawan petri dengan pola sebagai berikut:
 Cawan petri I: pirantel palmoat
 Cawan petri II: piperazin sitrat
 Cawan petri III: NaCl fisiologis
4. Tempatkan cawan petri yang berisi larutan uji ke
dalam inkubator pada suhu 37ºC.
5. Ke dalam masing-masing cawan, letakan 1 (satu)
pasang ascaris suum yang masih aktif. Catat
waktunya.
6. Pengamatan:
a. Amati pergerakan cacing dan posisi kepala
cacing segera setelah penempatan cacing di
dalam larutan uji secara terus menerus
selama 15 menit pertama kemudian pada
30, 45, 60 menit dan seterusnya dengan
interval 15 menit. Pengamatan selama 2
jam.
b. Bandingkan pergerakan cacing dalam
larutan uji (pirantel pamoat, piperazin sitrat)
dengan cacing kontrol (dalam NaCl
fisiologis).
c. Untuk melihat apakah cacing yang tidak
bergerak tersebut sudah mati atau hanya
paralisis, usik cacing tersebut dengan
batang pengaduk.
d. Jika cacing tetap diam, segera pindahkan ke
dalam air panas 50ºC dan amati
pergerakannya
e. Apabila dengan cara pada poin d, cacing
tetap diam, berarti cacing tersebut mati.
Tetapi, jika bergerak, berarti cacing tersebut
mengalami paralisis.
f. Jika cacing mengalami paralisis,
nyatakanlah apakah paralisis yang terjadi
merupakan paralisis spastik atau flacid
dengan melihat postur tubuh cacing
tersebut.
g. Catat hasil pengamatan saudara dalam
bentuk tabel. Nyatakan data pengamatan
pada setiap interval waktu dengan : N
(normal), P (paralisis), dan M (mati).

VI. Pembahasan
Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan
cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Banyak antelmintik dalam dosis terapi
hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi tidak mematikannya. Guna mencegah
jangan sampai parasit menjadi aktif lagi atau sisa–sisa cacing mati dapat
menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan secepat mungkin
Cacingan merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai di masyarakat dan
saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Cacingan
dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan
produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak menyebabkan
kerugian, karena menyebabkan kehilangan karbohidrat dan protein serta
kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia. Prevalensi
cacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi, terutama pada
golongan penduduk yang kurang mampu, mempunyai risiko tinggi terjangkit
penyakit ini.
Pada praktikum kali ini, yang menjadi bahan amatan pengamat adalah
aktivitas pirantel pamoat dan piperazin sitrat juga sebagai obat antelmintik yang
bekerja dalam mempengaruhi sistem saraf dari cacing yang akan diamati efeknya.
Efek yang dapat diamati dari pemberian larutan uji pirantel pamoat adalah

cacing mengalami paralisis spastik yang ditandai dengan tubuh cacing menyerupai

huruf “s”, semakin tinggi konsentrasi larutan uji maka cacing lebih cepat mengalami

paralisis dan kemudian mati begitupula dengan larutan uji piperazin, cacing

mengalami paralisis plasid yang ditandai dengan tubuh cacing menyerupai huruf

“c”. Namun pada pemberian larutan kontrol NaCl Fisiologis cacing tetap

menunjukkan keadaan normal sampai menit ke 120.

VII. Kesimpulan
Dari pratikum kali ini dapat disimpulkan bahwa pirantel pamoat memberikan efek
paralisis spastik karena mempunyai mekanisme kerja menghambat colinesterase
Piperazin sitrat juga memberikan efek paralisis placid karena mempunyai mekanisme
kerja memblok reseptor asetilcolin
DAFTAR PUSTAKA

Kasim, Fauzi, dkk. 2009. ISO Indonesia volume 44. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia :
Jakarta
Katzung .1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi III. EGC : Jakarta
Katzung, BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VIII. Salemba Medika : Jakarta
Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat – Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo :
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai