240210130027
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan
kandungan mineral yang terdapat dalam tersebut, kemurnian, serta kebersihan
suatu bahan yang dihasilkan (Andarwulan, 2011). Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam yaitu garam organik dan garam
anorganik. Garam organik misalnya garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan
pektat. Sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat,
karbonat, klorida, sulfat dan nitrat. Jumlah mineral biasanya ditentukan dengan
menetapkan sisa-sisa pembakaran garam mineral yang dikenal dengan pengabuan.
Prinsip penentuan kadar abu didasarkan pada kenyataan bahwa:
Tabel hasil pengamatan perhitungan kadar abu dapat dilihat sebagai berikut.
Kod
e
Wcawan
(konstan)
7 16,1976
Wsampe
cawan + sampel
Wabu
% abu
1,007
2
16,4150
0,217
4
21,5846
10 9,7087
1,132
8
9,7177
0,009
0
0,7945
3 9,0486
1,001
2
9,0624
0,013
8
1,3783
1 8,8999
1,093
3
8,9241
0,024
2
2,2135
5 9,4252
1,003
2
9,5040
0,078
8
7,8549
6 15,0317
1,087
2
15,2683
0,236
6
21,7623
8 10,9463
1,039
5
10,9554
0,009
1
0,8754
4 8,7041
1,013
8
8,7177
0,013
6
1,3415
9 11,0397
1,037
8
12,1028
1,063
1
102,4378
10
2 9,3880
1,000
3
9,4670
0,079
0
7,8976
mperbesar porositas,
V.PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
pengabuan langsung (metode kering dan metode basah) serta pengabuan tidak
langsung
2. Penentuan kadar abu dengan cara kering yaitu dengan mengoksidasikan zat-zat
organik pada suhu 600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal
3. Hasil analisis kadar abu yang dilakukan menghasilkan ikan asin sebagai bahan
pangan dengan kadar abu tertinggi dan salak sebagai bahan pangan dengan
kadar abu terendah
4. Penentuan kadar abu dengan metode basah dilakukan dengan mengoksidasi
komponen organik sampel menggunkan oksidator asam kuat.
5. Penentuan kadar abu engan metode tak langsung dilakukan untuk menghitung
kandungan elektrolit total dalam bahan pangan.
5.2. Saran
1. Praktikan melaksanakan praktikum dengan berhati-hati agar tidak terjadi
kesalahan dalam analisis
2. Proses pengabuan harus dilaksanakan dengan cara yang tepat agar hasil yang
diperoleh semakin akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto.,
1989.
Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press
Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992. Biskuit . Jakarta. Badan
Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia.1999.SNI 01-2970-1999: Susu Bubuk.
Balai Besar Industri Kimia Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Jakarta
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2354.1-2006. Ikan Segar . Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional.
Bastaman S. 1989. Studies On Degradation Extraction of Chitin and Chitosan.
Jakarta: Bumi Aksara
Harmayani, E., Utami, T. dan Khairina, R. 2000. Pemanfaatan Asap Cair Pada
Pengolahan Wadi Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Makanan Hasil
Fermentasi. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia Vol.2 No.3: 1-10
Khopkar, S.M., (2003), Konsep Dasar Kimia Analitik, UIPress, Jakarta
Sudarmadji, Slamet et al. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Penerbit Liberty.