Anda di halaman 1dari 14

Dini Isriqomah Oktaviani

240210130009
V. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Selama proses penyimpanan, pada

buah-buahan

segar

berlangsung

perubahan kimiawi yang akan mengubah penampilan, cita rasa, dan

kualitasnya.

Perubahan tersebut dipengaruhi oleh enzim. Enzim ini memungkinkan terjadinya


reaksi kimia dengan lebih cepat, dan dapat mengakibatkan bermacam macam
perubahan pada komposisi bahan pangan. Enzim merupakan senyawa protein
yang berfungsi sebagai katalis biologis yang dapat mengendalikan berbagai reaksi
biokimia yang terdapat di dalam jaringan hidup. Enzim dapat berasal secara alami
di dalam bahan pangan, atau dapat pula berasal dari mikroba yang, mencemari
bahan pangan yang bersangkutan.
Beberapa reaksi enzim yang tidak berlebihan dapat menguntungkan,
misalkan pada pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang
berlebih dapat menyebabkan kebusukan. Enzim yang terdapat secara alami di
dalam bahan pangan misalnya enzim polifenol oksidase pada buah salak, apel atau
ubi kayu. Enzim dapat menimbulkan warna coklat jika buah atau ubi dipotong.
Enzim polifenol oksidase merupakan salah satu jenis enzim yang merusak bahan
pangan karena warna coklat yang ditimbulkannya. Enzim dapat pula
menyebabkan penyimpangan citarasa makanan seperti enzim lipoksidase yang
menimbulkan bau langu pada kedelai. Enzim juga dapat menyebabkan pelunakan
pada buah, misalnya enzirn pektinase yang umum terdapat pada buah-buahan.
Enzim merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan kerusakan pada
bahan pangan, maka enzim perlu diinaktifkan jika bahan pangan yang
bersangkutan akan diawetkan.
Enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami
kerusakan apabila diluar suhu dan PH yang sesuai, contohnya ketika dilakukan
pemanasan enzim tidak akan dapat bekerja dengan optimal. Keaktifan maksimum
dari enzim antara pH 4 8 atau sekitar pH 6. Enzim meskipun hanya merupakan
komponen tambahan (minor) tetapi memegang peranan utama dan memiliki
berbagai macam peranan pada makanan. (deMan, 1976).

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
Pencoklatan dapat terjadi pada beberapa buah dan sayuran apabila
jaringannya memar, dipotong, dikupas atau terkena penyakit. Jaringan yang
memar akan cepat menjadi gelap apabila kontak dengan udara, atau disebabkan
oleh konversi senyawa fenol menjadi melanoidin yang berwarna cokelat. Enzim
yang berperan dalam reaksi pencoklatan ada beberapa macam seperti polifenol
oksidase atau fenolase. Reaksi pencoklatan yang dikatalisis oleh enzim tersebut
dinamakan reaksi pencoklatan enzimatis.
Reaksi browning enzimatik hanya terjadi pada tenunan bahan yang masih
hidup dan disebabkan oksidasi phenol atau poliphenol karena adanya enzim
phenol oksidase (phenolase) dan poliphenolase (poliphenolase). Teori pencoklatan
enzimatis kebanyakan menggunakan dasar reaksi pembentukan melanin berwarna
cokelat. Reaksi pertama diduga sebagai hidroksilasi sekunder o-quinon atau
karena kelebihan o-difenol. Selanjutnya senyawa trihidroksibenzen mengalami
interaksi

dengan

o-quinon

membentuk

hidroksiquinon.

Hidroksiquinon

mengalami polimerisasi dan dengan cepat dikonversi menjadi polimer berwarna


merah atau merah cokelat, dan akhirnya menjadi melanoidin yang berwarna
cokelat (Tranggono, 1990).
Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau
perlakuan lainnya. Inaktifasi enzim ini pada saat blansing dapat mempertahankan
warna, flavor dan kandungan nutrisi lebih lama. Praktikum kimia pangan kali ini
melakukan pengujian aktivitas enzim dalam beberapa sayuran dan buah-buahan.
Pengujian ini meliputi tes peroksidasae, uji katalase, perlakuan terhadap jaringan
bahan, dan pengaruh perlakuan terhadap pencoklatan enzimatis.
1. Uji Peroksidase
Sistem enzim pada bahan pangan cukup kompleks dan beragam untuk
komoditas yang berbeda. Biasanya bahan pangan mengandung enzim oksidasi dan
hidrolisis. Sebagian besar enzim menjadi inaktif pada suhu 71,1C atau lebih,
namun biasanya suhu 87,8C dianggap sebagai batas minimum yang aman. Salah
satu cara menginaktifkan enzim ialah dilakukan proses blansing selama beberapa
menit (Muchtadi, 2010).

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
Enzim

peroksidase

merupakan

salah

satu

enzim

tahan

panas

(heat resistance) yang dapat mempengaruhi keadaan bahan pangan sehingga


menimbulkan perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Enzim
peroksidase semakin tinggi aktivitasnya bila dalam bahan pangan tersebut banyak
terdapat zat besi. Kerja enzim peroksidase dalam buah yaitu mengakibatkan
terjadinya pencoklatan (deMan, 1976).
Praktikum kali ini melakukan uji peroksidase pada sayuran dan buahbuahan yaitu apel, pisang, buncis, kentang, terong, wortel, dan nanas. Uji
peroksidase dilakukan dengan menghaluskan sampel yang telah di blansing,
kemudian ditambahkan akuades. Sampel masing-masing diblansing selama 1
menit, 3 menit, 5 menit, dan tidak diblansing. Filtrat dari sampel yang telah
dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml
gualikol 1 % dan 1 ml H2O2 3%. Semua campuran telah homogen maka didiamkan
selama 4 menit, bila timbul warna coklat kemerahan berarti sampel yang
digunakan mengandung enzim peroksidase. Blansing dilakukan dengan lama
waktu yang berbeda-beda dikarenakan untuk mengetahui perlakuan blansing
berapa lama yang paling aktif untuk menginaktivasi enzim. Hasil pengamatan uji
peroksidase dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tes Peroksidase
Sampel
0
1

Kentang

Nenas

Coklat
kemeraha
n ++++

Coklat
kemerah
an ++

Coklat
kemeraha
n+

Bening

Buncis

Coklat
kemeraha
n+

Coklat
kemerah
an ++

Coklat ++

Coklat +

Apel

Coklat
kemerahan

Kuning +
++

Kuning +
+

Kuning pucat

Wortel

Coklat
kekuningan

Coklat
kekuning
an +

Coklat
kekuninga
n ++

Coklat
kekuningn
+++

(Sumber : Data Pengamatan TIP A1, 2014)

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
Sampel yang tidak di blansing juga di uji pada praktikum ini, sampel
tersebut ditujukan sebagai blanko untuk memudahkan perbandingan dengan
sampel yang diberi perlakuan lain. Selain warna coklat kemerahan, kekeruhan
larutan juga dapat mengindikasikan masih ada atau tidaknya enzim peroksidase
dalam sampel. Dapat dilihat pada sampel yang tidak diblansing, warna coklat
yang dihasilkan akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampel yang
mengalami pemblansingan. Larutan berwarna kecoklatan ini menandakan masih
terdapatnya enzim peroksidase penyebab pencoklatan. Warna yang berbeda dapat
terjadi karena adanya reaksi enzim dan kimia lainnya yang baru bereaksi setelah
pemanasan, sehingga bila pemanasan belum dilakukan maka larutan uji berwarna
cokelat karena masih banyak terdapat enzim peroksidase.
Sampel belimbing, apel, wortel dan nanas sudah tidak menunjukkan warna
perubahan warna coklat lagi, dan pada buncis saat blansing menit ke 5 juga sudah
tidak menglami pencoklatan lagi. Blansing pada menit ke 5 pada kesepuluh
sampel merupakan waktu yang paling efektif dalam menginaktivasi enzim
peroksidase sebagai indikator kecukupan perlakuan blansing. Semakin lama
proses pemanasan maka bilangan peroksidase pada sampel tersebut semakin
rendah, karena semakin lama pemanasan maka enzim polifenoloksidasi atau
enzim penyebab kecoklatan akan semakin nonaktif sehingga perlakuan blansing
telah dianggap efektif . Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan blansing
adalah jenis bahan, ukuran dan bentuk bahan, suhu, rasio air dalam bahan,
ketebalan tumpukan bahan dan medium blansing.
Peroksidase adalah enzim yang stabil terhadap panas, oleh sebab itu
peroksidase sering digunakan sebagai indek efektivitas blansing. Stabilitas panas
ini didasarkan pada kenyataan bahwa apabila enzim dipanaskan pada suhu 85 oC
maka separuh aktivitas asalnya bertahan selama 32 menit pemanasan. Kehilangan
aktivitas yang sama terjadi pada pemanasan 145oC selama 0,4 menit. Peroksidase
diduga memiliki peranan yang besar pada kerusakan oksidatif selama
penyimpanan sayuran. Berikut ini reaksi dari perlakuan pada pengujian
peroksidase
H2O + H2O2

O2 + H2O (Menghasilkan air)

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
Penambahan H2O2 pada pengujian peroksidase ke dalam larutan yang berisi
sampel menimbulkan warna coklat kemerahan. Warna coklat kemerahan ini dapat
terlihat dengan jelas pada sampel yang tidak diberi perlakuan. Sampel tersebut
berwarna paling coklat, warna coklat tersebut berasal dari reaksi antara enzim
peroksidase pada sayuran dengan oksigen. Sedangkan oksigen hasil reaksi
tersebut ada pula yang berupa gelembung udara yang timbul pada saat
penambahan H2O2 dilakukan.
Penambahan gualikol (metoksil fenol) pada pengujian ini berfungsi sebagai
donor hidrogen akan bereaksi dengan hidrogen peroksida membentuk senyawa
yang berwarna merah kecoklatan. Reaksinya adalah sebagai berikut:
OH
H2O2 +

OCH3

H2O + Berwarna merah kecoklatan

Penambahan hidrogen peroksida (H2O2) berfungsi sebagai stimulan yang


akan menentukan ada atau tidaknya enzim peroksidase dalam bahan atau sampel.
Hal ini disebabkan karena hidrogen peroksida inilah yang nantinya akan bereaksi
dengan guaiakol yang akan dikatalis oleh enzim peroksidase dalam bahan yang
mengakibatkan perubahan warna sampel menjadi coklat sebagai dampak dari
reduksi hidroperoksida menjadi air, seperti tampak pada reaksi di atas (Tranggono
dan Sutardi, 1990).
2. Uji Katalase
Kegunaan enzim katalase adalah menguraikan Hidogen Peroksida (H 2O2)
bila tidak segera diuraikan, senyawa ini akan bersifat racun dan merusak sel itu
sendiri. Enzim katalase membuat senyawa Hidrogen Peroksida (H 2O2) dapat
diuraikan menjadi air (H2O) dan oksigen (O2) yang tidak berbahaya. Hidrogen
peroksida dengan rumus kimia bila H2O2 ditemukan oleh Louis Jacquea Thenard
pada tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia organik yang memiliki
sifat oksidator kuat dan bersifat racun. Senyawa peroksida harus segera di uraikan
menjadi air (H2O) dan oksigen (O2) yang tidak berbahaya. Enzim katalase
mempercepat reaksi penguraian peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
(O2). Penguraian peroksida (H2O) ditandai dengan timbulnya gelembung. Bentuk
reaksi kimianya adalah:
2H2O2 --> 2H2O + O2

Baik enzim katalase maupun peroksidase tidak menyebabkan kerusakan


pada buah dan sayuran. Namun, karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi,
enzim katalase dan peroksidase sering digunakan sebagai enzim indikator bagi
kecukupan proses blanching. Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim
katalase atau peroksidase pada buah dan sayuran yang telah diblansing, maka enzim-enzim
lain yang tidak diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.
Pengamatan dilakukan terhadap sampel sayuran dan buah-buahan yang
diberi perlakuan blansing 0 menit, 1 menit, 3 menit, dan 5 menit, lalu dilakukan
uji katalase pada masing-masing bahan dan perlakuan. Langkah pertama diambil 5
ml dari filtrat yang didapat dari sampel yang telah diblansing kemudian
dihaluskan. Filtrat kemudian ditambahkan 1 ml H2O2 3% kemudian ditutup
alumunium foil, kocok kuat dan amati. Penutupan dengan aluminium foil
bertujuan untuk mencegah pengeluaran busa berlebihan dari tabung reaksi ketika
dikocok. Berikut ini hasil pengamatan dari percobaan yang kami lakukan untuk
menguji enzim katalase pada sayur dan buah.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Katalase
Sampel
0
1

Kentang

++++

+++

++

Nenas

++++

+++

++

Buncis

+++++

++++

+++

++

Apel

++++

+++

++

Wortel

++++

++

(Sumber : Data Pengamatan TIP A1, 2014)

Berdasarkan pada Tabel 2 , semua sampel terdapat gelembung O2.


Keberadaan enzim katalase ini ditandai dengan adanya gelembung oksigen
disekitar sampel karena enzim katalase adalah jenis enzim pengoksidasi.

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
Gelembung O2 yang umumnya paling banyak terdapat dalam sampel tanpa
pemblansingan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penggunaan
panas pada suhu tinggi dan waktu yang memadai akan menghambat fenolase dan
enzim lain yang terdapat dalam bahan pangan. Banyaknya gelembung merupakan
bukti dari berlangsungnya enzim katalase menguraikan O 2. Percobaan diatas
menunjukkan pemanasan dengan blansing 5 menit tidak dapat menginaktifkan
enzim katalase pada kesepuluh sampel. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu yang
lebih lama atau suhu yang lebih tinggi.
3. Perlakuan Terhadap Jaringan Bahan (PFO/ Enzim Polifenol Oksidase)
Proses pengolahan pangan akan menyebabkan perubahan-perubahan
jaringan pada sayur dan buah. Perubahan ini dikarenakan komposisi yang
terkandung dalam sampel mengalami kerusakan, seperti kandungan vitamin C
yang teroksidasi dan tereduksi sebagai asam dehidroaskorbat secara bersamasama dan reaksi pencoklatan enzimatis dimana senyawa fenol yang teroksidasi
karena adanya enzim fenolase yang terjadi akibat bagian buah atau sayuran
terluka.
Praktikum perlakuan terhadap jaringan bahan ini dilakukan dengan kontak
dengan logam bahan dan dengan berbagai perlakuan yaitu dibiarkan, diiris-iris,
dimemarkan, dan dihaluskan. Perlakuan terhadap jaringan bahan dengan kontak
dengan bahan logam. Bahan pertama-tama diiris dengan pisau stainless steel dan
besi kemudian diamati pencoklatan bahan setelah didiamkan selama 30 menit.
Perlakuan terhadap jaringan bahan dengan berbagai perlakuan dilakukan dengan
memotong bahan menjadi 4 kemudian dibiarkan, dipotong, dimemarkan, dan
dihaluskan, lalu amati pencoklatan yang terjadi. Berikut ini hasil pengamatan
yang telah kami lakukan.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Jaringan terhadap Bahan (A)
Waktu (menit)
Kelompok
Sampel
P. Stainless steel

P. Besi

Kentang

12

24

Nenas

Buncis

>30

>30

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
4

Apel

2,5

Wortel

>30

>30

(Sumber : Data Pengamatan TIP A1, 2014)

Berdasarkan hasil pengamatan, pada sampel apel, buncis, kentang, wortel


dan nanas yang dipotong dengan pisau stainless steel lebih lambat berubah
menjadi kecoklatan dibandingkan dengan buah atau sayuran yang dipotong
dengan pisau besi. Buah atau sayuran yang dipotong dengan pisau stainless steel
akan lebih lama mengalami reaksi pencoklatan enzimatis dibandingkan dengan
pisau besi karena pisau stainless steel merupakan logam campuran antara Fe, Al
dan Zn yang mempunyai sifat tidak mudah berkarat. Senyawa Al dan Zn bersifat
melapisi dan melindungi besi dari proses oksidasi dengan oksigen dan reaksi
dengan air. Penggunaan pisau stainless steel dapat mencegah terjadinya proses
pencoklatan. Hal ini terjadi karena adanya senyawa pelindung besi yang dapat
mencegah terjadinya kontak antara tanin dengan besi sehingga proses pencoklatan
dapat dicegah.
Ketika dipotong dengan pisau besi yang mudah berkarat, adanya oksigen
dan katalis logam akibat pengakaratan pisau besi yang tidak tahan asam dan basa,
akan menyebabkan terbentuk senyawa quinon pada buah. Menurut Susanto dan
Suneto (1994), reaksi selanjutnya terjadi secara spontan dan tidak lagi tergantung
oleh enzim atau oksigen. Bentuk quinon mengalami hidrolisis menjadi bentuk
hidroksi. Hidroksi quinon selanjutnya akan mengalami polimerisasi dan menjadi
polimer berwarna coklat yang akhirnya menjadi melanin berwarna coklat. Berikut
adalah tabel hasil pengamatan mengenai pengaruh perlakuan mekanis terhadap
pencoklatan pada bahan pangan.
Tabel 4. Hasil Pengamatan Jaringan terhadap Bahan (B)
Warna
Kelompok
Sampel
Dihaluskan
Dimemarkan

Dipotong

Kentang

Coklat ++++

Coklat +

Coklat ++

Nenas

Kuning

Coklat +

Coklat ++

Buncis

Hijau

Hijau

Hijau

Apel

Putih

Putih

Putih

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009

Wortel

kecoklatan +

kecoklatan +
+

kecoklatan +
++

Orange

Orange

Orange

(Sumber : Data Pengamatan TIP A1, 2014)

Ketika percobaan selanjutnya, tiga perlakuan yang diberikan yaitu


dipotong, dimemarkan, dan dihaluskan lalu ketiga sampel perlakuan tersebut
didiamkan selama 30 menit kemudian dilakukan perbandingan perlakuan yang
dapat berpengaruh terhadap jaringan sampel dan menimbulkan pencoklatan lebih
cepat. Proses pencoklatan enzimatis sangat cepat terjadi pada sampel sayuran dan
buah-buahan yang dihaluskan. Hal ini disebabkan proses penghalusan
menyebabkan kerusakan pada jaringan sampel dan luas permukaan yang
mengalami kontak dengan udara sangat besar sehingga proses oksidasi
pembentukan melanoidin terjadi sangat cepat. Sampel yang dimemarkan akan
terjadi kerusakan jaringan bahan dan menyebabkan luas permukaan bahan yang
mengalami kontak dengan oksigen cukup besar, terjadi proses oksidasi yang cepat
dan menyebabkan terjadinya pencoklatan enzimatis. Kemudian pada sampel yang
dipotong-potong, kerusakan jaringan yang ditimbulkan tidak begitu besar apalagi
bila pisau yang digunakan untuk memotong jaringan sampel ialah pisau stainless
steel dan bukan pisau tembaga. Pisau stainless steel tidak bereaksi dengan oksigen
bebas di udara, sehingga proses pencoklatan enzimatis terjadi dalam waktu yang
lebih lama dengan intensitas coklat yang rendah. Adapun pada sampel utuh,
pencoklatan enzimatis berlangsung lebih lama, karena tidak terjadi kerusakan
jaringan bahan sehingga luas jaringan permukaan yang kontak dengan oksigeen
lebih kecil dibandingkan perlakuan-perlakuan lainnya.
4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Pencoklatan Enzimatis
Pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi dalam buah dan
sayur karena adanya enzim polifenoloksidase, yang menghasilkan pigmen warna
coklat. Pencoklatan enzimatis terjadi pada lebih dari 50% dari semua kehilangan
selama produksi buah dan sayur. Polifenol,

juga disebut sebagai komponen

fenolat, adalah kelompok bahan kimia yang ada dalam tanaman (buah, sayur)

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
yang berperan penting selama pencoklatan enzimatis, karena merupakan substansi
untuk enzim pecoklatan. Komponen fenolat bertanggung jawab pada beberapa
warna pada bermacam tanaman, yang merupakan bagian dari flavor dan rasa
minuman (jus apel, teh), dan antioksidan penting dalam tanaman. Polifenol
merupakan bahan organik kompleks yang normal, yang mengandung lebih dari
satu gugus fenol (asam karbolat).
Polifenol dibagi menjadi beberapa sub kelompok yang berbeda, misalnya
komponen anthosianin (warna dalam buah), komponen flavonoid (kathekin,
tannin dalam teh dan anggur/wine), dan komponen non-flavonoid (asam gallat
dalam daun teh). Flavonoid dibentuk dalam tanaman dari asam amino aromatic
fenilalanin dan tirosin. Selama proses pengolahan dan penyimpanan makanan,
banak polifenol yang tidak stabil karena reaksi kimia dan biokimia. Yang paling
penting adalah oksidasi enzimatis yang menyebabkan pencoklatan pada buah dan
sayur. Reaksi ini sebagian besar terjadi setelah pemotongan atau perlakuan
mekanis produk karena rusaknya jaringan sel (Chayati, 2007).
Pengendalian pencoklatan adalah salah satu masalah penting dalam industri
makanan, karena warna merupakan sifat yang penting dalam makanan yang
mempengaruhi keputusan konsumen dan makanan yang berwarna coklat
(terutama buah) dianggap sebagai makanan rusak. Beberapa metode dapat
diterapkan untuk mencegah dan menghindari pencoklatan enzimatis, berdasarkan
pada inaktivasi enzim (panas) atau dengan menghilangkan komponen penting
(terutama oksigen) dari produk (Chayati, 2007). Berikut ini hasil pengamatan dari
percobaan yang kami lakukan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap
pencoklatan enzimatis.
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pengaruh Perlakuan terhadap Pencoklatan Enzimatis
Sampel
Larutan
0
1
3
5
Kuning +
Kuning +
Vit C 5%
Kuning
Kuning
+
Kentang (1) Asam sitrat
Putih
Putih
Putih
Putih
1%
Putih +
Putih +
Aquades
Putih
Putih
Nenas (2)
Putih
Putih
Vit C 5%
Putih
Putih
kekuningan kuning +
Putih
Asam sitrat
kekuning
Putih ++
Putih
Putih
1%
an +
Aquades
Putih
Putih
Kuning
Putih

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
cerah

Buncis (3)

Apel (4)

Wortel (5)

Hijau
kekuningan
Hijau
kekuningan

Vit C 5%

Hijau

Asam sitrat
1%

Hijau

Aquades

Hijau

Hijau cerah

Vit C 5%
Asam sitrat
1%

Putih

Putih

Putih

Putih

Aquades

Putih

Putih

Vit C 5%

Orange +

Orange

Asam sitrat
1%

Orange +

Orange

Aquades

Orange +

Orange

Kuning
Kuning
putih
Hijau
cerah +
Putih
Putih
kekuningan
Putih
kecoklatan
Orange
pucat +
Orange
pucat +
Orange
pucat +

kekuningan
Kuning +
+
Kuning
putih ++
Hijau
cerah ++
Putih
Putih
kecoklatan
Kecoklatan
Orange
pucat ++
+
Orange
pucat ++
Orange
pucat ++

(Sumber : Data Pengamatan TIP A1, 2014)

Perendaman sayur dan buah yang dikupas ke dalam akuades, larutan garam
(pada sayur) dan gula (pada buah) dapat membatasi akses oksigen untuk
mengadakan kontak dengan jaringan yang terpotong atau terluka. Tetapi, dalam
waktu tertentu penghilangan oksigen dari jaringan sayur dan buah dapat
mengakibatkan metabolisme anaerobik yang tidak normal (timbulnya senyawa
alkoholik, asam, atau busuk) dan rusaknya jaringan-jaringan sayur dan buah
tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa yang paling efektif
digunakan untuk mencegah proses pencoklatan adalah asam sitrat. Penurunan pH
merupakan metode dasar untuk mencegah pencoklatan enzimatis karena aktivitas
polifenol oksidase berada pada kisaran pH 4,0-7,0. Oleh karena itu pH dibawah
3,0 sangat efektif menghambat aktivitas enim fenolase tesebut.
Menurut teori, seharusnya pencoklatan enzimatis paling cepat terjadi pada
sampel akuades, kemudian Vitamin C dan paling lama terjadi pada yang direndam
dalam asam sitrat. Vitamin C merupakan suatu antioksidan yang mudah
teroksidasi. Perendaman dengan akuades merupakan cara yang paling sederhana
dalam menghambat fenolase. Hal ini dapat membatasi kontak antara oksigen
dengan jaringan bahan pangaan. Perendaman dalam air dimaksudkan juga untuk

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
mengatur aliran bahan pangan sebelum dilakukan pemblansingan atau
pengorengan.
Mekanisme penghambatan reaksi enzimatis oleh vitamin C, yakni oksigen
yang diperlukan dalam reaksi pencoklatan bereaksi terlebih dahulu dengan
vitamin C sebagai donor hidrogen. Vitamin C bertindak sebagai donor hidrogen
saat sampel teroksidasi oleh perlakuan panas. Asam sitrat berpengaruh ganda pada
fenolase, yaitu tidak hanya menurunkan pH medium, tetapi juga terjadi ikatan
dengan Cu2+ pada enzim. Namun penggunaan asam sitrat ini tidak begitu efektif
dalam penghambatan pencoklatan. Pencoklatan dapat dihambat secara efektif
dengan menggunakan asam askorbat. Penambahan asam askorbat pada
konsentrasi tertentu dapat mengendalikan pencoklatan dan menurunkan volume
oksigen. Adanya beberapa perbedaan hasil percobaan dan praktikum dapat
disebabkan oleh beberapa hal, yakni tingkat ketebalan sampel yang berbeda.
Samoel yang terlalu tebal dapat mengahambat reaksi pencoklatan enzimatis. Suhu
pemanasan yang kurang tinggi sehingga penghambatan PE kurang optimal, dan
sebagainya.

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
V. KESIMPULAN
1. Pada uji peroksidase, kesepuluh sampel yang diujikan larutannya berwarna
kecoklatan yang menandakan masih terdapat enzim peroksidase penyebab
pencoklatan.
2. Warna kecoklatan semakin berkurang untuk waktu blansing yang lebih
lama (3-5 menit), menandakan telah terinaktivasinya enzim peroksidase.
3. Enzim katalase dan peroksidase sering digunakan sebagai enzim indikator
bagi kecukupan proses blansing karena tahan terhadap suhu tinggi.
4. Gelembung udara semakin berkurang untuk waktu blansing yang lebih
lama (3-5 menit), menandakan telah terinaktivasinya enzim katalase.
5. Pemotongan buah dan sayur dengan menggunakan pisau stainless steel
menghasilkan pencoklatan yang lebih lambat dibandingkan dengan pisau
besi karena reaksi tersebut akan dipercepat dengan adanya logam.
6. Sampel yang dihaluskan mengalami pencoklatan paling pekat karena
paling banyak jaringan yang rusak sehingga peluang PPO kontak dengan
O2 makin tinggi.
7. Pada uji pengaruh perlakuan terhadap pencoklatan enzimatis dapat
diketahui bahwa yang paling efektif digunakan untuk mencegah proses
pencoklatan adalah asam sitrat.
8. Faktor-faktor yang memperngaruhi keberhasilan blansing adalah jenis
bahan, ukuran dan bentuk bahan, suhu, rasio air dalam bahan, ketebalan
tumpukan bahan dan medium blansing.

Dini Isriqomah Oktaviani


240210130009
DAFTAR PUSTAKA
Chayati, I. 2007. Pencoklatan Enzimatis. Fakultas Teknik. Universitas Negeri
Yogyakarta
Man, J.M, de. 1976. Kimia Makanan Edisi kedua. Institut Teknologi Bandung.
Bandung
Susanto dan Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina
Ilmu, Surabaya.
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan
dan Gizi UGM. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai