antara gula pereduksi dengan gugus amin bebas dari asam amino atau protein. Reaksi ini
banyak terjadi pada produk pangan yang biasa dikonsumsi sehari -hari. Reaksi Maillard dalam
makanan dapat berfungsi untuk menghasilkan jlavor dun aroma, dapat menyebabkan kehilangan
ketersediaan asam amino, kehilangan nilai gizi, pembentukan antinutrisi, pembentukan
komponen toksik dun komponen mutagenik. Pada percobaan dilakukan pengujian untuk
menentukan faktor - faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard, yaitu jenis gula, tingkat
keasaman @H), serta penggunaan natriurn rnetabisulfit sebagai zat anti-browning dalam
menghambat reaksi Maillard. Glisin digunakan sebagai sumber gugus amin Lcbas. Campuran
kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490
nm. Reaksi Maillard dipengaruhi oleh jenis gula. Pada glukosa, semakin lama sampel
dipanaskan maka akan semakin tinggi absorbansinya dun semakin pekat warna coklatnya,
sedangkan pada sukrosa tidak terjadi perubahan absorbansi yang signifikan. Hal ini dikarenakan
glukosa merupakan gula pereduksi. Semakin tinggi pH, maka reaksi Maillard akan semakin
intensif; karena reaksi Maillard yang terjadi optimum pada kondisi basa. Penambahan natrium
metabisulfit dapat menekan laju reaksi Maillard yang ditunjukkan dari rendahnya absorbansi dun
warna yang lebih terang.
Reaksi pencoklatan pada bahan pangan dapat dibagi menjadi dua reaksi utama yaitu pencoklatan
enzimatis dan non-enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada bahan
pangan terutama sayuran dan buah-buahan yang menghasilkan pigmen warna coklat (melanin).
Pencoklatan enzimatis dipicu oleh enzim oksidase dan oksigen (1,2 benzenediol; oxygen oxidoreductase,
EC 1.10.3.1) yang dikenal sebagai phenoloxidase, phenolase, monophenol oxidase, diphenol oxidase dan
tyrosinase. Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena kerusakan
secara mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan integritas jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan
enzim dapat kontak dengan substrat yang biasanya merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik
seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan
dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh enzim
phenolase. Reaksi ini banyak terjadi pada buah-buahan atau sayuran yang banyak mengandung substrat
senyawa fenolik seperti catechin dan turunannya, yaitu: tirosin, asam kafeat, asam klorogenat serta
leukoantosianin.
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan dan juga dampak yang
merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan flavor yang terbentuk.
Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim polifenol oksidase bertanggung jawab terhadap
karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem
dan buah ara. Dampak merugikannya adalah mengurangi kualitas produk bahan pangan segar sehingga
dapat menurunkan nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong buah apel atau pisang. Selang
beberapa saat, bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna menjadi coklat. Perubahan warna ini
tidak hanya mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya nutrisi.
Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan dalam penampilan dan sifat organoleptik
dari makanan serta nilai pasar dari produk tersebut.
Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis pada bahan pangan dapat dihambat melalui beberapa metode
berdasarkan prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan enzim, penggunaan chelating
agents, oksidator maupun inhibitor enzimatis. Adapun cara konvensional yang biasa dilakukan adalah
perlakuan perendaman bahan pangan dalam air, larutan asam sitrat maupun larutan sulfit.
Karamelisasi merupakan suatu proses pencoklatan non enzimaris yang meliputi degradasi
gula-gula tanpa adanya asam amino atau protein. Sehingga bila gula dilakukan pemanasan
di atas titik leburnya sendiri, maka warnanya akan berubah menjadi coklat disertai juga
dengan perubahan cita rasa. Winarno dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pangan dan Gizi
(1999) mengatakan bahwa pada proses karamelisasi sukrosa terpecah menjadi glukosa
dan fruktosan. Fruktosan ialah fruktosa yang mengalami kekurangan satu molekul air. Suhu
yang tinggi pada saat pemanasan mampu mengeluarkan satu molekul air dari setiap
molekul gla sehingga terjadi juga glukosan. Reaksi ini kemudian dilanjutkan dengan
dehidrasi polimerasi jenis asam yang timbul di dalamnya. Salah satu contoh produk pangan
yang memanfaatkan reaksi karamelisasi adalah pada pembuatan permen dan caramel
susu. Pernakah kamu melihat jenis permen yang basah ? tentu tidak kan ? Karena proses
pemanasan yang diatas titik lebur gula menyebabkan molekul air terlepas dari ikatan
glukosa tersebut.
PENCOKLATAN
Pencoklatan (browning) merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning
yang akan segera berubah menjadi coklat gelap. Pencoklatan yang diinginkan terdapat pada
kopi, sirup, bir dan roti bakar. Sedangkan pencoklatan yang tidak diinginkan yaitu pada apel,
kentang dan jus. Reaksi pencoklatan terdiri dari reaksi pencoklatan enzimatis dan non-
enzimatis.
Mekanisme reaksi
Penelitian yang paling banyak dilakukan adalah fenolase pada kentang. Pada kentangada 2
enzim yang berperan yaitu fenolhidroksilase atau kresolase dan polifenol oksidase atau
katekolase. Kedua tipe enzim tersebut dapat dijelaskan dengan reaksi oksidasi L-tirosin, yang
merupakan senyawa fenol yang banyak dijumpai pada kentang.
Pencegahan pencoklatan enzimatis yaitu :
1. Pengurangan oksigen atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa
sulfit.
Antioksidan dapat mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon
berwarna gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi 1 ppm secara
langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya.
Penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil oksidasi (o-quinon)
menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna.
2. Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim.
Enzim umumnya bereaksi optimum pada suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai
terdenaturasi dan pada suhu 60 ºC mengalami dekomposisi. Enzim yang terdenaturasi akan
kehilangan kemampuan katalisnya
Karamelisasi
Karamelisasi merupakan proses pencoklatan non-enzimatis yang disebabkan oleh
pemanasan gula yang melampaui titik leburnya, misal pada suhu di atas 170 ºC dihasilkan
gula berwarna coklat. Jika gula dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi, gula itu akan
berubah menjadi cairan bening. Jika dipanaskan terus, lama kelamaan gula tersebut menjadi
berwarna kuning, kemudian kecokelatan, hingga dengan cepat berubah warna menjadi benar-
benar cokelat. Proses inilah yang dinamai karamelisasi. Dan hasilnya yang memiliki aroma
dan rasa yang khas itu sering dikenal sebagai karamel.
Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak diketahui pasti, tetapi
paling sedikit melalui tahap-tahap seperti berikut: Mula-mula setiap molekul sukrosa dipecah
menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosan (Fruktosa yang kekurangan satu
molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul
gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan.Proses
pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi, dan beberapa jenis asam timbul dalam
campuran tersebut.
Faktor – Faktor penyebab pencoklatan non enzimatis, yaitu :
1. Karamelisasi diakibatkan oleh suhu dan waktu
2. Reaksi maillard diakibatkan oleh jenis gula, suhu dan waktu. Pada glukosa, semakin lama
dipanaskan, maka semakin pekat warna coklatnya. Sedangkan pada sukrosa, tidak terjadi
perubahan yang begitu signifikan. Hal ini disebabkan karena glukosa merupakan gula
pereduksi. Semakin tinggi ph, maka reaksi maillard akan semakin intensif. Karena reaksi
maillard yang terjadi optimum pada kondisi basa.
2. karamelisasi merupakan proses mencoklatkan suatu bahan makanan yang mengandung gula