Teknologi Pangan
Oleh :
Ir. Nurcahyo, M.T.
Laily Isna Ramadhani, S.T., M.Eng.
2. TUJUAN
[2] Mengamati perubahan warna yang terjadi selama proses browning secara enzimatis
3. DASAR TEORI
3.1 Buah Apel
Apel adalah jenis buah-buahan atau buah yang dihasilkan dari pohon buah apel. Kulit
buah apel biasanya berwarna merah jika sudah masak, tetapi ada juga yang berwarna hijau
atau kuning. Kulit buah apel biasanya agak lembek dan dagingnya keras serta memiliki
beberapa biji. Apel dikonsumsi segar atau secara langsung setelah dipanen atau setelah
periode penyimpanan hingga enam bulan atau bahkan lebih lama. Apel juga dapat diolah
misalnya menjadi jus, saus, cuka, dan sari buah apel. Sebagian besar apel dibudidayakan
berasal dari spesies Malus domestica dalam keluarga rosaceae. Lebih dari 7500 varietas
apel telah dideskripsikan diberbagai negara (Moersidi, 2015). Berikut adalah klasifikasi
tanaman apel (Malus domestica):
1. Kingdom : Plantae
2. Subkingdom : Tracheobionta
3. Superdivisi : Spermatophyta
4. Divisi : Magnoliophyta
5. Kelas : Dicotyledone
1
6. Subkelas : Rosidae
7. Ordo : Rosales
8. Famili : Rosaceae
9. Genus : Malus
Kandungan gizi di dalam buah apel menurut Prasko (2011) adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kandungan dalam 100 Jumlah Kandungan
gram buah apel Kandungan
Energi yang dikandung 207 kJ/Kcal
Air 84%
Serat 2,3 g
Lemak 0g
Protein 0,4 g
Proses browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada bahan pangan
segar, seperti pada susu segar, buah-buahan dan sayuran. Pencoklatan enzimatik terjadi pada
buah-buahan yang banyak mengandung substrat fenolik, di samping katekin dan turunnya
seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosiain dapat menjadi substrat
proses pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Reaksi ini dapat terjadi
bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena kerusakan secara mekanis yang dapat
menyebabkan kerusakan integritas jaringan tanaman. Apabila enzim fenolase yang
terkandung pada bahan makanan tersebut mengalami kontak dengan oksigen di udara,
fenolase akan mengkatalisis konversi biokimia dari senawa fenolik yang ada pada apel
sehingga komponen tersebut berubah menjadi pigmen coklat atau melanin. Proses ini pada
2
umumnya terjadi pada pH antara 5,0-7,0 dan pada temperatur yang cenderung hangat.
Proses pencoklatan yang terjadi dapat terlihat dalam waktu yang singkat. Terkupas atau
terpotongnya bahan makanan menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang
biasanya merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat,
dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi menjadi 3,4-
dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh enzim phenolase. Wiley-
Blackwell (2012).
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan dan juga
dampak yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab pada warna dan
flavor yang 4 terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya enzim polifenol oksidase
bertanggung jawab terhadap karakteristik warna coklat keemasan pada buah-buahan yang
telah dikeringkan seperti kismis, buah prem dan buah ara. Dampak merugikannya adalah
mengurangi kualitas produk bahan pangan segar sehingga dapat menurunkan nilai
ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika memotong buah apel atau pisang. Selang beberapa saat,
bagian yang dipotong tersebut akan berubah warna menjadi coklat. Wiley-Blackwell (2012).
Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan
perubahan rasa serta hilangnya nutrisi. Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian
perubahan dalam penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari
produk tersebut.
Pencegahan proses pencoklatan sangat penting dalam industri makanan karena warna
seringkali dianggap sebagai tolak ukur konsumen dalam memilih makanan. Kecepatan
perubahan pencoklatan enzimatis pada bahan pangan dapat dihambat melalui beberapa
metode berdasarkan prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan enzim,
penggunaan chelating agents, oksidator maupun inhibitor enzimatis. Adapun cara
konvensional yang biasa dilakukan adalah perlakuan perendaman bahan pangan dalam air,
larutan asam sitrat maupun larutan sulfit. Wiley-Blackwell (2012).
3
b) Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
c) Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi enzim
fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang terikat pada
enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan
komponen Cu dari enzim sehingga enzim menjadi inaktif.
d) Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi optimum
pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada suhu 60ºC
mengalami dekomposisi.
e) Penambahan sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning
secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai
pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus
karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat
melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning
enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak
dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan
racun bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi
ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan
terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat
melakukan metabolisme dan akhirnya akan mati. Sulfit akan lebih efektif dalam bentuk
yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit dipanaskan
terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada pH
rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini, pH rendah atau suasana
asam diperoleh dari penambahan asam sitrat.
f) Pemberian asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya
mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat
pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang
bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai
tujuan. Asidulan dapat bertindak 10 sebagai penegas rasa dan warna atau
menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah
pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam sitrat (yang banyak
terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai
pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini
sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna
putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah
dengan tujuan menurunkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5.
dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin
kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-
molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.
4
4. RANCANGAN PERCOBAAN
2.1 Bahan
[3] Garam
2.2 Peralatan
[1] Pisau
[2] Loyang
[1] Kupas dan potong apel menjadi 4 bagian. Sampel 1-3 diberikan penghambat browning,
sampel 4 tanpa penghambat browning.
[2] Rendam potongan sampel 1 dalam air pearasan jeruk nipis dan sampel apel 2 dalam air
garam
[3] Bungkus potongan sampel 3 menggunakan plastik wrap
[4] Letakkan semua potongan apel di atas loyang
[5] Amati perubahan warna yang terjadi pada semua potongan apel
[6] Setelah selesai percobaan bersihkan peralatan yang digunakan.
WAKTU 0
FOTO
SAMPEL 2 :
WAKTU 0
FOTO
SAMPEL 3 :
WAKTU 0
FOTO
5
SAMPEL 4 :
WAKTU 0
FOTO
5. PENGOLAHAN DATA
a. Lakukan pengukuran parameter untk skala RGB (Red, Green, Blue) dan plot dalam grafik
SKALA WARNA RGB
WAKTU
FOTO
COLOR PALETTE
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
b. Lakukan pengukuran parameter untk skala HSL (Hue, Saturation, Lightness) dan plot
dalam grafik
SKALA WARNA HSL
WAKTU
FOTO
COLOR PALETTE
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
WAKTU
FOTO
COLOR PALETTE
Sampel 1
Sampel 2
Sampel 3
Sampel 4
6
[2] Tentukan karakter warna yang representatif. Warna representatif adalah warna yang harga
skala warnanya menurun selama proses pengolahan bahan pangan. Grafik yang menurun
berarti mencerminkan fenomena berkurangna reaktan. Skala warna diambil salah satu dari
metode RGB atau HSL atau L*a*b untuk sampel 1-4.
[3] Setelah terpilih skala warna yang representatif, ulangi pengukuran warna dalam masing-
masing foto sampel sehingga didapat ulangan sebanyak 5 kali (berarti tinggal menambah
4 data)
SAMPEL 1 SKALA WARNA REPRESENTATIF
WAKTU
FOTO
COLOR
PALETTE
Data 1
Data 2
Data 3
Data 4
Data 5
Rata-rata (W)
WAKTU
FOTO
COLOR
PALETTE
Data 1
Data 2
Data 3
Data 4
Data 5
Rata-rata (W)
7
SAMPEL 3 SKALA WARNA REPRESENTATIF
WAKTU
FOTO
COLOR
PALETTE
Data 1
Data 2
Data 3
Data 4
Data 5
Rata-rata (W)
WAKTU
FOTO
COLOR
PALETTE
Data 1
Data 2
Data 3
Data 4
Data 5
Rata-rata (W)
[5] Lakukan prediksi kinetika reaksi dengan asumsi reaksi yang terjadi memenuhi orde 1.
Persamaan dasar kinetika orde 1 (CA = W)
𝑑𝐶𝐴
− 𝑑𝑡
= 𝑘. 𝐶𝐴
𝑑𝐶𝐴
− = 𝑘. 𝑑𝑡
𝐶𝐴
𝐶𝐴
𝑡
1
− ∫ 𝑑𝐶𝐴 = 𝑘. ∫ 𝑑𝑡
𝐶𝐴 0
𝐶𝐴0
𝐶𝐴0
𝑙𝑛 𝐶𝐴
= 𝑘. 𝑡
[6] Tentukan konstanta laju reaksi (k) dengan membuat grafik ln CA0/CA terhadap waktu
8
6. KESELAMATAN KERJA
7. DAFTAR PUSTAKA
Blackweel, Wiley, 2012. Food Biochemistry and Food Processing, 2nd (ed). New York
Arsa, Made, 2016. Proses Pencokelatan (Browning Process) pada Bahan Pangan. Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana. Denpasar.