Anda di halaman 1dari 9

TUGAS BIOKIMIA PANGAN

Perubahan Biokimia Pada Proses Pematangan Buah

Disusun Oleh :
Nama : Wita Risma Adria Rukmana
Nim : J1A014135

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM
2016
Perubahan Biokimia Pada Proses Pematangan Buah

Kehidupan organ panenan akhirnya tinggalah sebagian dari tahap


pematangan, pemasakan dan kelayuan. Akan tetapi perbedaan yang jelas antara
tahapan tersebut tidak mudah dibuat batasannya. Pada dasarnya pertumbuhan
melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan pembesaran sel yang
bertanggung jawab terhadap ukuran maksimum sel bersangkutan. Pematangan
umumnya terjadi sebelum pertumbuhan berakhir dan secara bersamaan dengan
pertumbuhan dikenal sebagai tahap perkembangan. Buah yang sedang masak
mengalami banyak perubahan fisik dan kimia setelah panenan. Perubahan ini
sangat menentukan mutu produk panenan.
Pemasakan adalah kejadian dramatik dalam kehidupan buah karena
mengubah organ tanaman dari matang secara fisiologis tetapi belum dapat
dikonsumsi menjadi masak dan akhirnya layu. Hal ini merupakan suatu yang
menarik karena terkait dengan aroma dan rasa. Pemasakan menandai selesainya
perkembangan buah dan dimulainya senesen. Biasanya hal ini merupakan
peristiwa yang tidak dapat balik..
Beberapa peristiwa dan perubahan yang
mungkinterjadi selama pemasakan buah berdaging

Beberapa perubahan

Pematangan biji
Perubahan warna
Absisi
Perubahan laju respirasi
Perubahan laju produksi etilen
Perubahan permeabilitas jaringan
Perubahan senyawa pektin (pelunakan)
Perubahan komposisi karbohidrat
Perubahan asam organik
Perubahan protein
Produksi senyawa volatil (rasa)
Perkembangan lapisan lilin pada kulit

Atas dasar laju dan pola respirasi dan pola produksi etilen selama
pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk buah)
dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan non-
klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju produksi
karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan.
Sedangkan non-klimaterik tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi
karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh
buah yang tergolong klimaterik adalah apel, apokat, pisang, pepaya, tomat, dan
semangka. Sedangkan buah-buah yang termasuk dalam golongan non-klimaterik
meliputi anggur, cherri, mentimun, terong, jeruk, cabe, nanas, dan stroberi.
Buah klimaterik umumnya mencapai stadia masak penuh sesudah respirasi
klimaterik. Akan tetapi kejadian-kejadian lain yang dimulai oleh kehadiran atau
pengaruh etilen perlu mendapat perhatian dalam hubungannya dengan pemasakan
buah. Beberapa perubahan-perubahan yang terjadi pada pematangan buah adalah
sebagai berikut,
a. Warna
Perubahan warna pada buah merupakan suatu perubahan yang jelas
nampak oleh konsumen. Perubahan tersebut digunakan sebagai indikator buah
sudah masak atau belum. Perubahan yang umum terjadi adalah hilangnya warna
hijau. Pada buah klimaterik kehilangan warna hijau sangat cepat setelah memasuki
titik awal pemasakan. Beberapa buah non-klimetarik juga menunjukkan tanda-
tanda kehilangan warna hijau dengan dicapainya kualitas konsumsi (layak
dikonsumsi).
Perubahan zat warna alami biasanya terjadi karena proses degradasi atau
sintesis ataupun kedua-duanya. Perubahan pada buah-buahan dari hijau menjadi
kuning merah atau oranye disebabkan terjadinya pemecahan klorofil dan pembe
ntukan karetenoid. Hal tersebut biasanya terjadi pada buah jeruk dan mangga.
Pada buah pisang, perubahan warna terjadi karena klorofil tidak nampak dan terjadi
sedikit pembentukan karoten.
Warna hijau pada buah disebabkan karena adanya kandungan klorofil yang
merupakan komplek organik magnesium. Hilangnya warna hijau dikarenakan
klorofil mengalami degradasi struktur. Faktor utama yang bertanggung jawab
terhadap degradasi klorofil ini adalah perubahan pH (terutama disebabkan
kebocoran asam organik dari vakuola), sistim oksidatif, dan enzim klorofillase.
Kehilangan warna tergantung pada satu atau seluruh faktor tersebut yang bekerja
secara berurutan dan bersamaan merusak struktur klorofil.
Hilangnya klorofil berkaitan dengan pembentukan dan/atau munculnya
pigmen kuning hingga merah. Beberapa pigmen ini adalah karotenoid yang
merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan umumnya mengandung 40 atom karbon
serta memiliki 1 atau lebih fungsi oksigen dalam molekul. Pigmen warna ini
menyebabkan buah berwarna kuning, oranye dan merah-oranye.
Karotenoid adalah senyawa ajeg dan tetap ada (intact) dalam jaringan
bahkan saat senesen terjadipun pigmen ini masih ada. Pigmen ini kemungkinan
disintesis selama stadia perkembangan tanaman, akan tetapi karotenoid tersebunyi
karena adanya klorofil. Setelah klorofil terdegradasi, pigmen karotenoid muncul.
Contoh fenomena ini pada perubahan warna yang terjadi di kulit pisang. Namun
terdapat fenomena lain yaitu pembentukan karotenoid bersamaan dengan
terdegradasinya klorofil. Contoh fenomena ini terjadi pada tomat.
Selama proses pematangan buah terjadi sintesis karotenoid yang sangat
pesat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena zat yang dibebaskan selama
pemecahan klorofil dapat digunakan untuk sintesis karoten. Tanaman yang
kandungan karbohidratnya rendah, biasanya kandungan karotenoidnya juga
rendah. Kebanyakan buah senyawa karotenoid terdapat dalam bentuk santofil,
karoten, dan likopen. Selama proses pematangan jumlah santofil umumnya
menurun, tetapi pada buah pisang dan apel selama pematangan kandungan
senyawa karotenoidnya tetap.

Klorofil (hijau) phytol

klorofillase
Pheophytin klorofillin
(hijau kekuningan) (hijau terang)
+
H

phytol pheophorbid Mg++


(coklat)

H+
O2 O2
chlorin, Purpurin
(produk tidak berwarna)

Gambar 3.5. Skema jalur degradasi klorofil


b. Karbohidrat
Tanaman seringkati menyimpan karbohidrat dalam buahnya untuk
persediaan energi. Karbohidrat tersebut kemudian digunakan oleh buah untuk
melangsungkan keaktifan dan sisa hidupnya. OIeh karena itu, dalam proses
pematangan kandungan karbohidrat (pati) dan gula selalu berubah. Perubahan pati
dalam sayuran dan buah-buahan dapat dibagi dalam lima kategori, yaitu buah
dengan kandungan pati tinggi, buah dengan kandungan pati rendah, sayuran
dengan kandungan pati tinggi, umbi-umbian, dan sayuran dengan kandungan pati
sangat rendah.
Perubahan kuantitatif karbohidrat berkaitan dengan proses pemasakan,
yaitu terjadi akibat pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan pati
menjadi glukose (gula). Perubahan ini tentunya mempengaruhi rasa dan tekstur
buah. Peningkatan gula cenderung menyebabkan rasa manis pada buah. Oleh
karena itu buah akan lebih dapat diterima oleh konsumen bilamana perubahan ini
telah terjadi di saat buah tersebut dikonsumsi. Demikian pula halnya dengan buah
non-klimaterik.
Perubahan-perubahan karbohidrat terjadi selama proses pemasakan dan
pematangan buah. Pada buah muda, karbohidrat masih banyak dalam bentuk pati
(polisakarida) sehingga rasa buah tidak manis. Selama proses pematangan buah,
pati akan berubah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti
glukosa, fruktosa, dan sukrosa sehingga rasa buah akan menjadi manis.
Perubahan tersebut terjadi secara enzimatik dengan bantuan enzim seperti
amilase, glukoamilase, dan fosfolirase.
Protopektin adalah bagian senyawa pektin yang tidak dapat larut. Selain
polimernya yang besar, protopektin berikatan dengan polimer lainnya melalui
penghubung (jembatan) kalsium. Ikatan ini juga terikat erat dengan gula lainnya
dan turunan phosphat menjadi bentuk politopektin yang berbobot molekul rendah
dan sangat mudah terlarut dalam air. Laju degradasi senyawa pektin secara
langsung berhubungan dengan laju pelunakan jaringan buah.
c. Gula Sederhana
Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan terkandung banyak sekali jenis
gula, tetapi peruhahannya terutama hanya menyangkut tiga macam gula, yaitu
sukrosa, glukosa dan fruktosa. Perubahan kandungan gula dapat dikeIompokan
rnenjadi lima kategori, yang pada umumnya menggunakakriteria yang sama seperti
pada pengelompokan perubahan pati.
Secara teoritis biIa pati dihidrolisis akan terbentuk qlukosa, sehingga kadar
gula dalam buah akan meningkat. Akan tetapi pada kenyataannya perubahan
tersebut relatif kecil atau kadang-kadang tidak berubah. Hal tersebut mungkin
disebabkan karena guIa yang dihasilkan terpakai dalarn proses respirasi, atau
diubah menjadi senyawa lain. Pada penelitian dengan buah pisang, hasilnya kira-
kira sama dengan buah apel. Kandungan pati yang tadinya sebesar 20 persen akan
diubah menjadi fruktosa dan glukosa sampai pati tersebut habis, sedangkan jumlah
sukrosa yang tadinya hanya 2 persen akan meningkat menjadi 15 persen. Itulah
sebabnya selama pemeraman dan penyimpanan, pisang menjadi manis rasanya.
d. Asam organik
Asam organik non-volatil adalah salah satu di antara komponen utama
seluler yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Sebagai contoh,
asam organik utama dalam buah mangga adalah asam sitrat, asam malat dan
asam askorbat.. Asam-asam organik dapat dianggap sebagai sumber cadangan
energi pada buah, dan kemudian diharapkan menurun selama aktivitas
metabolisme selama pemasakan. Perkecualian bagi pisang dan nanas. Pada
kedua buah tersebut kandungan asam yang tinggi diperoleh pada stadia masak
penuh, namun kandungan asam pada kedua jenis buah ini tidak tinggi saat stadia
perkembangan. Fenomena ini bertolak belakang dengan fenomena yang terjadi
pada jenis buah lainnya.
Telah diketahui bahwa terjadi penurunan keasamaan pada buah mangga
selama pematangan dengan kenaikan pH dari 2,0 menjadi 5,5. Kadar asam-asam
sirat, malat dan askorbat dilaporkan menurun sebanyak masing-masing 10,40 dan
2,5 kali (Modi dan Reddy, 1967 dalam Mattoo et.al., 1975). Asam malat merupakan
asam yang mula-mula menghilang, diikuti oleh asam sitrat. Hal ini menunjukkan
katabolisis sitrat melalui malat terjadi.
e. Senyawa mengandung nitrogen
Kandungan protein dan asam amino bebas pada buah hanya sedikit dan
sejauh yang diketahui tidak memiliki peranan dalam mempengaruhi kualitas.
Perubahan dalam kandungan senyawa bernitrogen terjadi tetapi hanya
menandakan variasi dalam aktivitas metabolisme saat tahap pertumbuhan yang
berbeda. Selama stadia klimaterik pada kebanyakan buah terdapat penurunan
asam amino yang seringkali menunjukan adanya peningkatan sintesis protein.
Selama senesen, banyaknya asam amino bebas meningkat sebagai akibat
pecahnya enzim dan menurunnya aktivitas metabolisme.
Sedikit kenaikan dalam kadar protein telah diamati selama pematangan buah
mengga, dan juga pada buah adpokat dan tomat. Pada buah apel yang te!ah
matang, kandungan proteinnya kurang dari 0,1 persen (dan berat segar), dan dan
jumlah tersebut 60 sampai 90 persen terdapat pada kulitnya. Terjadinya kenaikan
kadar protein ternyata diikuti oleh kenaikan proses respirasi atau proses klimakterik.
Hal ini mungkin menunjukkan terjadinya sintesis enzim-enzim yang berperan dalam
proses pematangan buah.
f. Lemak
Pada buah mangga terjadi peningkatan kandungan total lipid dan asam-asam
lemak selama pematangan. Asam-asam Iemak utama yang terdapat dalam buah
mangga adalah palmitat, stearat, oleat, dan linoleat. Selama pematangan buah
mangga, asam-asam lemak tidak jenuh lebih meningkat jumlahnya dibandingkan
dengan asam-asam Iemak jenuh.
Kandungan lipid dalam sebagian besar buah-buahan (kecuali alpokat)
umumnya rendah, dan mungkin tidak akan meningkat selama pematangan. Tetapi
seperti telah diutarakan di atas, pada buah mangga kenaikan kadar lipidnya cukup
bersar. Dalam buah alpokat, ternyata komposisi lipidnya sedikit banyak konstan
selama pendewasaan buah.
g. Aroma
Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada
bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena adanya
sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama
fase pemasakan.
Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen
sebesar 50 –75% dari total karbon. Buah yang tergolong non klimaterik juga
menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak sebanyak buah
klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi konsumen untuk menilai tingkat
kematangan dan kemasakan suatu komoditi panenan seperti buah.

Anda mungkin juga menyukai