Anda di halaman 1dari 2

Reaksi Pencoklatan Dalam Pangan

Contributed by Feri Kusnandar


Thursday, 08 July 2010
Last Updated Thursday, 08 July 2010
Bahan dan produk pangan dapat mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan pada saat diolah atau selama
penyimpanan. Pembentukan wana coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia. Berikut ini sekilas
mengenalkan reaksi pencoklatan dalam bahan dan produk pangan serta beberapa contohnya (Feri Kusnandar,
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB).
Reaksi Pencoklatan Enzimatis Mengapa buah apel, kentang atau pisang yang terkelupas atau dipotong berangsur-
angsur permukaannya berubah menjadi coklat? Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi oksidasi yang
dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalisis reaksi oksidasi
senyawa fenol (misalnya katekol) yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Dalam bahan pangan,
seperti apel, pisang dan kentang, kelompok enzim oksidase tersebut dan senyawa fenol tersedia secara alami. Enzim
oksidase akan reaktif dengan adanya oksigen. Ketika bahan pangan tersebut terkelupas atau terpotong, maka bagian
dalam permukaan bahan akan terpapar oleh oksigen, sehingga akan memicu reaksi oksidasi senyawa fenol dan
merubah permukaan bahan pangan menjadi coklat. Enzim pemicu reaksi pencoklatan Pencoklatan enzimatis dapat
terjadi pada buah atau yang terpotong dan terekspos udara, dimana awal reaksi dikatalis oleh enzim. Enzim yang
bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang disebut fenolase, fenoloksidase,
tirosinase, polifenolase, atau katekolase. Enzim-enzim ini terdapat dalam tanaman dan hewan. Dalam hewan, enzim ini
biasanya dikenal sebagai tirosinase (karena tirosin sebagai salah satu substrat) yang dapat mengkatalisis pembentukan
pigmen coklat melanin, yang memberi warna pada kulit, rambut dan mata. Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal
dengan polifenoloksidase (PPO), dimana diduga substrat utamanya adalah komponen polifenolik. Fungsi enzim ini
dalam tanaman belum diketahui, tetapi bertanggung jawab untuk perubahan warna dalam makanan. Dalam jaringan
tanaman utuh, PPO dan substrat fenoliknya dipisahkan oleh struktur sel sehingga pencoklatan tidak terjadi.
Pemotongan, penyikatan, dan perla-kuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman
seringkali mengakibatkan enzim dapat kontak dengan substrat. Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam
amino tirosin dan komponen polifenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogenat. Tirosin, yang merupakan
monofenol, pertama kali dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan kemudian dioksidasi menjadi kuinon.
Kontrol pencoklatan enzimatis Pencoklatan enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan
penerimaan sensori pangan. Ada 3 komponen yang harus ada untuk terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis, yaitu
polifenolase aktif, oksigen dan subtrat yang cocok. Penghilangan salah satu di antara komponen tersebut akan
melindungi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu mengubah o-quinon kembali
kepada komponen fenolik sehingga mengurangi pencoklatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, beberapa metode untuk
mengontrol pencok-latan enzimatis dalam pangan yaitu :
- Inaktifasi PPO dengan panas. Penghambatan PPO secara kimiawi. Contohnya penggunaan sulfit (meskipun FDA tidak
mengizinkan karena dapat menyebabkan alergi pada orang-orang tertentu). Asidulan, seperti asam sitrat, menghambat
enzim dengan cara menurunkan pH di bawah pH optimum. Senyawa pengkelat atau sekuestran seperti EDTA dan asam
sitrat menghambat enzim dengan cara mengikat Cu, suatu kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO.
- Agen pereduksi. Senyawa yang mereduksi o-quinon menjadi komponen fenolik menghambat reaksi pencoklatan.
Asam askorbat dan eritrobat dan juga sulfit merupakan senyawa pereduksi yang efektif.
- Pengurangan oksigen. Pengemasan vakum, perendaman dalam sirup gula, dan pelapisan dengan edible film
merupakan upaya untuk melindungi bahan dari terekspos oksigen.
- Enzim proteolitik. Meskipun belum banyak digunakan, namun penggunaan enzim proteolitik dapat menyerang dan
menginaktifasi PPO.
- Perlakuan dengan madu. Madu mengandung inhibitor PPO, meskipun hal ini belum banyak digunakan. Reaksi
Pencoklatan Non Enzimatis (Reaksi Maillard) Reaksi antara gula pereduksi dan gugus amin dikenal sebagai reaksi
Maillard. Warna coklat dalam reaksi Maillard disebabkan oleh pembentukan melanoidin, yang merupakan kompleks
molekul berberat molekul besar. Reaksi ini diawali reaksi antara grup aldehid atau keton pada molekul gula dengan grup
amino bebas pada molekul protein atau asam amino membentuk glucosyl amine. Senyawa ini kemudian melalui
Amadori rearrangement membentuk amino-deoxy-ketose. Produk-produk Amadori tidak stabil dan setelah melalui
serangkaian reaksi yang kompleks menghasilkan komponen aroma dan flavor, serta pigmen coklat melanoidin.
Beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard dalam makanan, antara lain yang utama adalah gugus aldehid atau
keton (terutama berasal dari gula pereduksi) serta amin (dari protein). Faktor lainnya yaitu suhu, konsentrasi gula,
konsentrasi amin, pH dan tipe gula.
- Suhu. Reaksi dapat terlihat pada suhu 37oC, reaksi dapat terjadi secara cepat 100oC, dan tidak terjadi pada 150oC.
- Konsentrasi. Reaksi terjadi lambat pada bahan pangan kering dan pada larutan yang sangat encer. Reaksi
pencoklatan terjadi sangat cepat pada bahan pangan dengan kadar air 10-15%.
- Nilai pH. Pengaruh utama pH adalah terkait dengan protonasi grup amino. Pada pH rendah, lebih banyak grup amino
yang terprotonasi dan lebih sedikit yang tersedia untuk bereaksi.
- Gula. Konfigurasi stereokimia dan ukuran molekul gula mempengaruhi kecepatan reaksi Maillard. Secara umum,
molekul gula berukuran kecil bereaksi lebih cepat daripada yang lebih besar. Pentosa bereaksi lebih cepat daripada
heksosa , dan heksosa bereaksi lebih cepat daripada disakarida. Tidak semua heksosa bereaksi dengan kecepatan
yang sama. Galaktosa tampak lebih reaktif diantara heksosa lain. Fruktosa bereaksi lebih cepat daripada glukosa pada
tahap awal, tetapi pada reaksi berikutnya kebalikannya. Reaksi Pencoklatan Non Enzimatis (Reaksi Karamelisasi)
Departemen Ilmu Teknologi Pangan - IPB
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id Powered by Joomla! Generated: 25 March, 2014, 03:59
Gula dalam larutan sangat stabil pada pH 3-7. Pencairan gula atau pemanasan larutan gula dengan keberadaan katalis
asam atau basa dapat menyebabkan gula mengalami karamelisasi. Karamelisasi menghasilkan warna coklat dan aroma
yang disukai. Warna karamel banyak digunakan untuk mewarnai minuman cola dan makanan lain. Karamel adalah
berisi senyawa-senyawa dengan berat molekul yang bervariasi, dan diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu
karamelan (C24H36O18), karamelen (C38H50O25) dan karamelin (C125H188O80). Komponen karamel dapat
bermuatan positif atau negatif. Muatan pada molekul karamel merupakan hal yang penting. Sebagai contoh, karamel
yang digunakan untuk mewarnai minuman ringan (soft drink) harus bermuatan negatif agar tidak dapat berikatan dengan
fosfat dan menyebabkan pengendapan. Warna untuk cola dihasilkan dengan memanaskan sukrosa dengan keberadaan
amonium bisulfit. Warna karamel yang digunakan dalam produk bakery harus bermuatan positif, yang bisa diperoleh
dengan memanaskan sukrosa tanpa katalis hingga terbentuk warna coklat hangus.
Departemen Ilmu Teknologi Pangan - IPB
http://itp.fateta.ipb.ac.id/id Powered by Joomla! Generated: 25 March, 2014, 03:59

Anda mungkin juga menyukai