Anda di halaman 1dari 20

ACARA IV

ISOLASI ENZIM AMILASE DARI KECAMBAH BIJI


DAN REAKSI PENCOKLATAN ENZIMATIS

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Acara IV Isolasi Enzim Amilase dari Kecambah
Biji dan Reaksi Pencoklatan Enzimatis adalah sebagai berikut :
1. Mengetauhi aktivitas enzim amilase selama perkecambahan biji.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap

reaksi

pencoklatan enzimatik pada permukaan potongan buah.


B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Alat dan Bahan
Kecambah adalah tumbuhan kecil yang baru tumbuh dari biji
kacang-kacangan

disemaikan.

Sedangkan

perkecambahan

adalah

serangkaian peristiwa yang penting yang terjadi sejak biji dorman sampai
menjadi bibit yang sedang tumbuh. Kecambah yang berasal dari biji
kacang hijau disebut taoge. Perkecambahan secara umum dapat
meningkatkan karakteristik fungsional dan nilai nutrisi dari kacangkacang. Waktu permulaan perkecambahan yaitu setelah 6 jam (Suarni dan
Patong, 2007).
Apel (Malus sylvestris Mill) adalah tanaman yang berasal dari
daerah subtropis. Di Indonesia beredar dua jenis apel, yaitu apel impor
maupun apel lokal. Terdapat empat varietas apel yang dikembangkan oleh
petani, yaitu Manalagi, Anna, Rome beauty, dan Wangling. Pemanfaatan
dan peningkatan nilai ekonomis terhadap apel lokal dapat dilakukan
melalui diversifikasi produk. Salah satu produk olahan apel yang cukup
dikenal yaitu sari apel (Sari dkk, 2012).
Buah pisang merupakan komoditi hasil pertanian dari kelompok
hortikultura dan merupakan salah satu tanaman pangan penting di
Indonesia. Produksi buah pisang rata-rata 25.216 ton per tahun dengan
luas area 4,784 ha. Varietas terbesarnya adalah pisang kepok. Sebagai
komoditi hasil pertanian, buah pisang merupakan produk yang bersifat

mudah rusak. Umur simpannya sangat terbatas sehingga pisang sering


diolah dengan menggunakan teknologi sehingga memiliki daya tahan
yang lebih lama, misalnya dengan dibuat menjadi tepung pisang
(Suprapto, 2006).
Sulfit berfungsi sebagai agen anti browning yang efektif dalam
industri pangan. Sulfit secara ekstensif sudah efektif digunakan untuk
menghambat terjadinya reaksi pencoklatan. Salah satunya yaitu Nabisulfit tujuannya untuk menghambat terjadinya proses pencoklatan
enzim. Namun, tentunya ada beberapa efek samping yang terjadi akibat
penambahan sulfit tersebut (Kaur, 2009). Menurut Purwanto dkk (2013)
Natrium bisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi
tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna
coklat. Fungsi sulfit dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis
enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5
hidroksil metal furfural dari D-glukosa penyebab warna coklat. Sehingga
semakin tinggi konsentrasi natrium bisulfit yang digunakan, maka akan
semakin efektif untuk menghambat reaksi pencoklatan.
Salah satu agen pereduksi yang berperan sebagai antioksidan adalah
asam askorbat. Asam askorbat berfungsi sebagai antioksidan dalam
mencegah reaksi pencoklatan. Menurut Kusnandar (2010), Penghambat
reaksi pencoklatan tersebut disebabkan karena asam askorbat dapat
mereduksi o-quinon menjadi komponen fenolik. Penambahan asam-asam
organik dalam menghambat browning enzimatik terutama disebabkan
oleh efek turunnya pH akibat penambahan senyawa tersebut. Enzim
polifenolase bekerja optimum pada pH 5-7. Oleh sebab itu, penggunaan
asam-asam organik menyebabkan penurunan pH sehingga enzim tidak
dapat bekerja optimum (Nurdjannah dan Hoerudin, 2008).
Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber
energi dan komoditi perdagangan utama. Gula banyak digunakan dalam
pengolahan pangan karena sifatnya yang dapat memberikan cita rasa
manis. Dalam industri pangan, gula juga digunakan dalam pengawetan
buah-buahan dan sayur-sayuran. Daya larut yang tinggi dari gula,

kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif (ERH) dan


mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula banyak dipakai
dalam pengawetan bahan pangan (Buckle et al., 1985).
Menurut Winarno (2008), larutan gula dapat memberikan lapisan
pada bahan sehingga mencegah permukaan bahan kontak dengan oksigen.
Selain itu larutan gula juga dapat membuat pH lingkungan menjadi lebih
rendah sehingga enzim polifenolase menjadi inaktif. Semakin tinggi
konsentrasi pemanis dalam suatu larutan, akan menyebabkan penurunan
pH karena gula mempunyai sifat cooling effect.
2. Tinjauan Teori
Amilase adalah enzim yang digunakan dalam bioteknologi.
Penggunaannya meliputi hidrolisis pati untuk menghasilkan sirup
glukosa, amilase kaya tepung dan dalam pembentukan dekstrin selama
baking di industri makanan (Oyeleke, 2009). Menurut Nangin (2015),
Enzim amilase merupakan enzim yang mampu mengkatalis proses
hidrolisa

pati

untuk menghasilkan molekul lebih sederhana seperti glukosa, maltosa,


dan dekstrin. Pati adalah polimer glukosa (polisakarida) dengan rumus
molekul (C6H10O5)n. Pembentukan polimer pati diawali dengan
terbentuknya ikatan glukosida yaitu ikatan antara molekul glukosa
melalui oksigen pada atom karbon pertama. Enzim amilase mempunyai
kemampuan memecah ikatan glukosida pada polimer pati. Beberapa
kelompok dari enzim amilase adalah -amilase, -amilase, dan -amilase.
Amilase dapat memecah pati menjadi gula-gula sederhana sehingga
banyak digunakan dalam industri seperti indusri tekstil, deterjen dan gula
cair non tebu. Enzim amilase dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
exo acting amylase dan endo acting amylase. -amilase adalah endo
acting amylase yang dapat memecah ikatan -1,4 glikosida secara acak
dari tengah atau bagian dalam molekul amilosa atau amilopektin dan
glikogen, menghasilkan glukosa, maltosa dan -limit dekstrin. -amilase
terdapat dalam saliva (lidah) dan pankreas. -amilase terutama terdapat
pada tumbuhan dan dinamakan exo acting amylase sebab memecah dua

unit glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan
sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. amilase terdapat dalam hati.
Enzim ini dapat memecah ikatan 1,4 dan 1,6 pada glikogen dan
menghasilkan glukosa (Naiola, 2002).
Mekanisme kerja enzim -amilase terjadi melalui 2 tahap, yang
pertama degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi
secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan
menurunnya viskositas dengan cepat pula. Yang kedua, relatif sangat
lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan
caranya tidak acak. -amilase akan memotong ikatan glikosidik pada
gugus amilosa, amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa, dan
berbagai jenis -limit dextrin (Winarno, 2008).
Umumnya, enzim memiliki pH optimum sekitar 5-7 atau bersifat
netral atau asam lemah. Larutan NaCl bersifat buffer dan dapat
mempertahankan pH netral pada suhu kamar. Oleh karena itu,
penambahan NaCl dapat mempertahankan enzim bekerja secara optimum
(Rahardhianto dkk, 2012).
Pemecahan pati oleh enzim amilase dapat diidentifikasi dengan
adanya perubahan warna dari biru menjadi bening. Warna biru disebabkan
oleh larutan iod berikatan dengan pati. Perubahan dari biru menjadi
bening menandakan bahwa pati telah terhidrolisis sempurna oleh enzim
amilase menjadi glukosa, sedangkan substrat amilum dengan warna biru
yang tidak hilang menandakan bahwa belum terhidrolisis sempurna
menjadi glukosa (Mutia, 2010).
Pengidentifikasian aktivitas enzim amilase dapat dilakukan dengan
penambahan larutan iod pada sampel pati. Fungsi larutan iod adalah
sebagai indikator adanya polisakarida. Adanya polisakarida ditandai
dengan warna biru pada sampel. Warna biru tersebut disebabkan
polisakarida membentuk ikatan kompleks dengan molekul iod. Jika
polisakarida tersebut terhidrolisis akan menyebabkan warna biru
memudar (Winarno, 2008).
Pertumbuhan tanaman yang berasal dari biji diawali dari proses
perkecambahan. Dalam pertumbuhannya memerlukan energi, dan energi

tersebut berasal dari perombakan bahanbahan organik seperti karbohidrat


lemak dan protein. Perombakan pati (karbohidrat) memerlukan enzim
amilase. Pada awal perkecambahan diperlukan energi yang cukup besar,
untuk itu diperlukan enzim amilase yang banyak untuk merombak
karbohidrat. Setelah waktu tertentu, fase perkecambahan akan dialihkan
menjadi fase pertumbuhan, sehingga pembentukan enzim amilase menjadi
menurun (Bahri dkk, 2012).
Perkecambahan menyebabkan penyerapan air oleh biji. Penyerapan
air pada proses perkecambahan biji mempunyai aktivitas utama untuk
mengaktifkan makromolekul dan organel sel di dalam biji. Masuknya air
ke dalam biji mengakibatkan zat-zat cadangan menjadi aktif, sebagian
besar enzim dalam biji menjadi aktif dan diantaranya adalah enzim
amilase. Semakin lama perkecambahan maka semakin banyak air yang
diserap sehingga aktivitas amilase semakin meningkat (Suarni dan
Patong, 2007).
Peristiwa pencoklatan melibatkan aktivitas golongan enzim katekol
oksidase atau o-difenol oksigen oksidoreduktase sehingga mengakibatkan
bahan pangan menjadi berwarna kecoklatan. Pembentukan warna coklat
disebabkan karena oksidasi senyawa-senyawa fenol dan polifenol oleh
enzim polifenolase menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna
coklat (Kumalaningsih dkk, 2012).
Reaksi pencoklatan terjadi apabila ada 3 komponen yang
mendukung yaitu enzim polifenolase, oksigen dan substrat yang cocok
seperti senyawa-senyawa fenol. Pencoklatan (browning) sering terjadi
pada buah-buahan seperti posang, pir, salak, apel, dan lainnya. Apabila sel
pecah akibat terjatuh/memar atau terpotong (pengupasan, pengirisan)
substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan aerob sehingga terjadi
reaksi browning enzimatis (Kusnandar, 2010).
Polifenol oksidase mengkatalis pencoklatan yang terjadi dalam buahbuahan dan sayuran berdasarkan memar selama penanganan atau
pengangkutan, dan bila terkena udara dalam pemotongan, pengirisan, atau
menjadi pulpy. Polifenol oksidase akan mengkatalisis reaksi oksidasi

senyawa-senyawa fenol dan polifenol sehingga membentuk quinon dan


berpolimerisasi membentuk melanin berwarna coklat. Alternatif untuk
menghambat terjadinya reaksi pencoklatan adalah direndam ke dalam
sulfit (Patricia, 1993).
Pencoklatan pada buah-buahan mentah adalah masalah utama dalam
industri makanan dan menjadi salah satu penyebab utama penurunan
kualitas selama penanganan pasca panen dan pengolahan. Browning dapat
menyebabkan perubahan yang merugikan dalam penampilan dan sifat
organoleptik makanan, nilai pasar, dan dalam beberapa kasus, lengkap
pengecualian produk makanan dari pasar tertentu. Biasanya, pencoklatan
enzimatik bisa diukur menggunakan indikator browning melalui indeks
biokimia, misalnya menggunakan aktivitas polifenol oksidase atau dengan
indikator fisik, yaitu perubahan warna pada permukaan bahan pangan
(Quevedo, 2009).
Pencoklatan enzimatik buah apel adalah faktor utama yang
bertanggung jawab atas kualitas penurunan proses produk seperti jus,
irisan segar dan keripik. Irisan segar apel yang dicelupkan ke dalam 1%
sebagai larutan asam korbik pada air panas dengan suhu 50 oC selama dua
menit. Hasil menunjukkan bahwa panas dan asam askorbat bisa secara
signifikan mengurangi pencoklatan permukaan (Javdani, 2013).
Blanching adalah pemanasan yang dilakukan terhadap bahan-bahan
pangan pada suhu 80o-90oC selama lebih kurang lima menit dengan tujuan
untuk menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalamnya. Semakin
lama proses blanching akan semakin efektif dalam menginaktifkan
enzim-enzim termasuk enzim polifenolase. Apabila enzim-enzim dalam
bahan menjadi inaktif maka reaksi pencoklatan tidak akan terjadi
(Handajani, 2010).
Penghambatan terhadap pencoklatan enzimatis dapat dilakukan baik
dengan perlakuan fisik (pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi
tekanan tinggi, irradiasi, dll), maupun penambahan zat penghambat
(pereduksi,

pengkelat,

asidulan,

penghambat

enzim,

dan

agen

pengkompleks). Kombinasi dari keduanya dapat memberikan hasil yang

lebih efektif, namun penggunaan zat penghambat sebaiknya tidak


mempengaruhi

tekstur,

rasa

(Nurdjannah dan Hoerudin, 2008).


3. METODOLOGI
1. Alat
a. Gelas beaker
b. Pengaduk
c. Kertas filter
d. Pipet volume
e. Pipet tetes
f. Pro pipet
g. Rak dan tabung reaksi
h. Mortar
i. Pisau
2. Bahan
a. Kacang hijau
b. Larutan NaCl 0,1 M
c. Larutan pati 4%
d. Larutan iod 1%
e. Buah apel
f. Buah pisang
g. Aquades
h. Laruan Na-bisulfit
i. Larutan asam askorbat
j. Larutan gula pasir

dan

aroma

produk

akhir

3. Cara Kerja
a. Isolasi Enzim Amilasi dari Kecambah Biji
5 gram kecambah biji
Penghancuran
50 ml larutan NaCl 0,1
M

Penambahan

Pembiaran campuran selama 10 menit dan


pengadukan sesekali

Penyaringan dengan kertas filter

Filtrat yang diperoleh merupakan larutan


enzim kasar
b. Uji Aktivitas Amilase Secara Kualitatif

1 ml substrat larutan pati 4%


0,5 ml larutan enzim
kasar

5 tetes larutan iod

Penambahan

Pengamatan aktivitas amilase berdasarkan


terjadinya perubahan warna biru dari pati

Penginkubasian pada suhu kamar selama 60


menit dengan pengamatan tiap 10 menit

c. Reaksi Pencoklatan Enzimatik


10 potong pisang
10 potong apel

Persiapan 10 potong pisang dan apel yang masing-masing 2 potong sampel diberi perlakuan yan

Perendaman 2 potong apel dan pisang ke dalam larutan vitamin C selama 30 detik

Perendaman 2 potong apel dan pisang ke dalam larutan NaHSO3 selama 30 detik

Perlakuan blanching 2 potong apel dan pisang dengan pencelupan dalam air mendidih selama

Perlakuan blanching 2 potong apel dan pisang dengan pencelupan dalam air mendidih selama

Perendaman 2 potong apel dan pisang ke dalam larutan gula selama 30 detik

Pembiaran sampel terbuka pada suhu kamar selama 60 menit

Pengamatan dan pencatatan perubahan warnanya tiap 10 menit

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Amilase adalah enzim yang mempunyai kemampuan memecah ikatan
glukosida pada polimer pati. Enzim amilase mampu mengkatalis proses
hidrolisa pati untuk menghasilkan molekul lebih sederhana seperti glukosa,
maltosa, dan dekstrin. Kelompok enzim amilase adalah -amilase, -amilase
dan -amilase (Nangin dkk, 2015).
Menurut Naiola (2002), enzim amilase dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu exo acting amylase dan endo acting amylase. -amilase
adalah endo acting amylase yang dapat memecah ikatan -1,4 glikosida
secara acak dari tengah atau bagian dalam molekul amilosa atau amilopektin
dan glikogen, menghasilkan glukosa, maltosa dan -limit dekstrin. -amilase
terdapat dalam saliva (lidah) dan pankreas. -amilase terutama terdapat pada
tumbuhan dan dinamakan exo acting amylase sebab memecah dua unit
glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga
pada akhirnya terbentuk maltosa. amilase terdapat dalam hati. Enzim ini
dapat memecah ikatan 1,4 dan 1,6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa.
Pada umumnya, enzim yang sering digunakan dalam industri pangan
adalah enzim amilase. Mekanisme kerja enzim -amilase terjadi melalui 2
tahap, yang pertama degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang
terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan
menurunnya viskositas dengan cepat pula. Tahap kedua relatif sangat lambat
yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan terjadi secara
tidak acak. -amilase akan memotong ikatan glikosidik pada gugus amilosa,
amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa, dan berbagai jenis -limit
dextrin (Winarno, 2008).
Dalam pengisolasian enzim amilase digunakan larutan NaCl. Menurut
Rahardhianto (2012), enzim bekerja secara optimum pada pH 5-7 atau pH
netral. Larutan NaCl bersifat buffer dan dapat mempertahankan pH netral
pada suhu kamar. Oleh karena itu, fungsi penambahan NaCl dapat
mempertahankan enzim bekerja secara optimum. Aktivitas enzim amilase
tersebut dapat diuji dengan larutan pati yang ditambahkan larutan iod. Pati
adalah polimer glukosa (polisakarida) dengan rumus molekul (C6H10O5)n.

Pembentukan polimer pati diawali dengan terbentuknya ikatan glukosida


yaitu ikatan antara molekul glukosa melalui oksigen pada atom karbon
pertama (Nangin dkk, 2015). Dalam uji aktivitas enzim amilase digunakan
larutan iod. Fungsi larutan iod adalah sebagai indikator adanya polisakarida.
Adanya polisakarida ditandai dengan warna biru. Warna biru tersebut
disebabkan polisakarida membentuk ikatan kompleks dengan molekul iod.
Jika polisakarida tersebut terhidrolisis akan menyebabkan warna biru
memudar (Winarno, 2008).
Tabel 4.1 Pengamatan Aktivitas Amilase Selama Perkecambahan Biji
Kacang Hijau
Warna
Kel
Sampel
0
10
20
30
40
50
18 1 ml kacang
+
+++
+++
+++
++++ ++++
18

hijau kering
1 ml kacang

60
++++

+++

+++

++++

++++

++++

++++

17

jam
1 ml kecambah

+++

++++

++++

++++

++++

++++

17

12 jam
1 ml kecambah

+++

+++

++++

++++

++++

++++

hijau rendam 12

24 jam
Sumber : Laporan Sementara

Keterangan :
: biru pekat
+
: warna biru mulai memudar
++
: biru muda
+++
: putih kebiruan
++++
: putih
Berdasarkan percobaan acara IV diperoleh hasil bahwa enzim amilase
akan menghidrolisis pati ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi
putih. Warna biru yang terjadi disebabkan oleh larutan iod yang berikatan
dengan pati. Pemecahan pati oleh enzim amilase akan memecah ikatan antara
larutan iod sehingga warna berubah dari biru hingga putih. Menurut Mutia
(2010), Perubahan dari biru menjadi bening menandakan bahwa pati telah
terhidrolisis sempurna oleh enzim amilase menjadi glukosa, sedangkan
substrat amilum dengan warna biru yang tidak hilang menandakan bahwa

belum terhidrolisis sempurna menjadi glukosa. Hasil percobaan terlihat


bahwa semakin lama warna biru memudar, hal ini disebabkan karena aktivitas
enzim amilase yang menghidrolisis pati.
Dari hasil tersebut pada Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa aktivitas enzim
amilase terus mengalami peningkatan yang ditandai dengan perubahan warna
selama inkubasi. Pada menit ke-0 setiap perlakuan sudah menunjukkan
perubahan warna biru yang mulai memudar. Pada menit ke-10 dan pada 10
menit selanjutnya perubahan sudah sangat terlihat jelas. Perubahan warna
terus terjadi hingga diamati pada menit ke-60. Pada menit ke-60, setiap
perlakuan terlihat warna putih. Hasil percobaan dapat diketahui aktivitas
amilase dari yang tertinggi yaitu terjadi pada kecambah 12 jam, kecambah 24
jam, biji kacang hijau direndam 12 jam dan biji kacang hijau kering.
Perkecambahan menyebabkan penyerapan air oleh biji yang dapat
mengaktifkan makromolekul dan organel sel di dalam biji. Masuknya air ke
dalam biji akan mengaktifkan sebagian besar enzim amilase. Sehingga
semakin lama perkecambahan maka semakin banyak air yang diserap dan
aktivitas amilase semakin meningkat. Aktivitas amilase pada biji kering lebih
rendah dibanding dengan perkecambahan karena pada biji kering tidak terjadi
penyerapan air ke dalam biji sehinga amilase dalam biji tidak sepenuhnya
aktif. Dari teori tersebut maka hasil percobaan pada sampel biji kacang hijau
telah sesuai, namun terdapat penyimpangan pada sampel kecambah 24 jam.
Sampel kecambah 24 jam pada percobaan menunjukkan hasil aktivitas enzim
amilase yang lebih rendah dibanding sampel kecambah 12 jam. Hal tersebut
disebabkan adanya kesalahan praktikan dalam mengukur konsentrasi baik
substrat pati maupun larutan enzim kasar.
Tabel 4.2 Pengamatan Pengaruh Perlakuan yang Berbeda Terhadap Reaksi
Pencoklatan Enzimatis

Kel
17,1

Perlakuan
Kontrol

10

20

30

40

50

60

++

++

++

++

+++

17,1

Vitamin C

++

++

+++

8
17,1

Na Bisulfit

+
-

+
+

8
17,1

Larutan

++

++

++

+++

Gula
Blanching
30 detik

+
+

++

+
+

++

++

+++

+
+

+
-

+
++

++

8
17,1
8
17,1
8

Blanching
3 menit

Sumber : Laporan Sementara


Keterangan
:
: Tidak ada coklat
+
: Agak coklat
++
: Coklat
+++
: Sangat coklat

Peristiwa reaksi pencoklatan melibatkan aktivitas golongan enzim


katekol oksidase atau o-difenol oksigen oksidoreduktase sehingga
mengakibatkan

bahan

pangan

menjadi

berwarna

kecoklatan.

Pembentukan warna coklat disebabkan karena oksidasi senyawa-senyawa


fenol dan polifenol oleh enzim polifenolase menghasilkan senyawa
melanoidin yang berwarna coklat (Kumalaningsih, 2012).

Polifenol

oksidase mengkatalis pencoklatan yang terjadi dalam buah-buahan dan


sayuran berdasarkan memar selama penanganan atau pengangkutan, dan
bila terkena udara dalam pemotongan, pengirisan, atau menjadi pulpy.
Polifenol oksidase akan mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa-senyawa
fenol dan polifenol sehingga membentuk quinon dan berpolimerisasi
membentuk melanin berwarna coklat (Patricia, 1993).
Menurut Kusnandar (2010), reaksi pencoklatan terjadi apabila ada 3
komponen yang mendukung yaitu enzim polifenolase, oksigen dan
substrat yang cocok seperti senyawa-senyawa fenol. Pencoklatan
(browning) sering terjadi pada buah-buahan seperti posang, pir, salak,
apel, dan lainnya. Apabila sel pecah akibat terjatuh/memar atau terpotong
(pengupasan, pengirisan) substrat dan enzim akan bertemu pada keadaan
aerob sehingga terjadi reaksi browning enzimatis.

Pada percobaan pengaruh perlakuan yang berbeda terhadap reaksi


pencoklatan ini digunakan 2 jenis sampel buah yaitu apel dan pisang yang
diberi 6 perlakuan. Masing-masing buah dikupas dan dipotong menjadi 12
bagian. Tiap 2 bagian dari masing-masing buah diberi perlakuan yang
berbeda. Perlakuan pertama yaitu buah dibiarkan dalam kondisi terbuka
pada suhu kamar. Perlakuan kedua yaitu buah direndam ke dalam larutan
Na-bisulfit selama 30 detik. Perlakuan ketiga yaitu buah direndam ke
dalam larutan asam askorbat (vitamin C) selama 30 detik. Perlakuan
keempat yaitu buah direndam ke dalam larutan gula selama 30 detik.
Perlakuan kelima yaitu buah diblanching selama 30 detik. Perlakuan
keenam yaitu buah diblanching selama 3 menit. Setelah sampel diberi
masing-masing perlakuan kemudian didiamkan selama 60 menit. Sampel
diamati perubahan warna setiap 10 menit.
Hasil percobaan yang ditunjukkan pada Tabel 4.2 sampel buah apel
yang diberi perlakuan Na-bisulfit tidak menunjukkan perubahan warna
menjadi coklat sampai menit ke-60. Sedangkan pada buah pisang
menunjukkan perubahan warna menjadi coklat pada menit ke-50. Nabisulfit dapat mencegah reaksi pencoklatan karena kemampuannya untuk
mereduksi ikatan sulfida pada enzim sehingga enzim menjadi inaktif
(Kumalaningsih, 2012).
Pada sampel buah apel yang diberi perlakuan vitamin C
menunjukkan perubahan warna menjadi coklat pada menit ke-30
sedangkan pada buah pisang menunjukkan perubahan warna menjadi
coklat pada menit ke-20. Asam askorbat atau vitamin C merupakan agen
pereduksi yang berperan sebagai antioksidan dalam mencegah reaksi
pencoklatan. Hal itu karena asam askorbat dapat mereduksi o-quinon
menjadi

komponen

fenolik

sehingga

menghambat

pencoklatan

(Kusnandar, 2010).
Pada sampel buah apel dan pisang yang diberi perlakuan larutan gula
keduanya mengalami perubahan warna menjadi coklat pada menit ke-10.
Gula memiliki kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif
(ERH) dan mengikat air sehingga dapat mencegah reaksi pencoklatan

(Buckle et al., 1985). Menurut Winarno (2008), larutan gula dapat


memberikan lapisan pada bahan sehingga mencegah permukaan bahan
kontak dengan oksigen. Selain itu larutan gula juga dapat membuat pH
lingkungan menjadi lebih rendah sehingga enzim polifenolase menjadi
inaktif.
Pada sampel yang diberi perlakuan blanching selama 30 detik dan 3
menit diperoleh hasil perubahan warna yang berbeda. Hasil yang paling
efektif menghambat reaksi pencoklatan adalah diberi perlakuan blanching
3 menit. Pada blanching 3 menit sampel apel menunjukkan perubahan
warna menjadi coklat pada menit ke-60 sedangkan sampel pisang telah
menunjukkan perubahan warna menjadi coklat pada menit ke-30.
Blanching adalah pemanasan yang dilakukan terhadap bahan-bahan
pangan pada suhu 80o-90oC selama lebih kurang 5 menit dengan tujuan
untuk menginaktif enzim-enzim yang terdapat di dalamnya. Semakin
lama proses blanching, akan semakin efektif dalam menginaktifkan
enzim-enzim termasuk polifenolase sehingga reaksi pencoklatan dapat
dicegah (Handajani, 2010).
Dari hasil percobaan diketahui bahwa dari perlakuan yang diberikan
ada beberapa yang dapat menghambat trjadinya reaksi pencoklatan pada
buah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan yang paling efektif
dalam penghambat reaksi pencoklatan adalah dengan perendaman Nabisulfit. Urutan perlakuan dari yang paling efektif dalam penghambatan
reaksi pencoklatan adalah perendaman pada Na-bisulfit, blanching selama
3 menit, perendaman pada larutan vitamin C, perendaman pada larutan
gula, blanching selama 30 detik dan dibiarkan pada suhu ruang. Menurut
Nurdjannah dan Hoerudin (2008), bahwa penghambatan terhadap
pencoklatan enzimatis dapat dilakukan baik dengan perlakuan fisik
(pemanasan, pendinginan, pembekuan, aplikasi tekanan tinggi, irradiasi,
dll), maupun penambahan zat penghambat (pereduksi, pengkelat,
asidulan, penghambat enzim, dan agen pengkompleks). Kombinasi dari
keduanya dapat memberikan hasil yang lebih efektif, namun penggunaan
zat penghambat sebaiknya tidak mempengaruhi tekstur, rasa dan aroma

produk akhir. Sulfit berfungsi sebagai agen anti browning yang efektif
dalam industri pangan. Sulfit secara ekstensif sudah efektif digunakan
untuk menghambat terjadinya reaksi pencoklatan. Salah satunya yaitu Nabisulfit tujuannya untuk menghambat terjadinya proses pencoklatan
enzim

(Kaur, 2009). Natrium bisulfit dapat berinteraksi dengan gugus

karbonil, hasil reaksi tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga


mencegah timbulnya warna coklat (Purwanto, 2013). Sehingga hasil
percobaan menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori.

1.

DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Syaiful, Moh. Mirzan dan Moh. Hasan. 2012. Karakterisasi Enzim Amilase
Dari Kecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.). Jurnal Natural
Science, Vol. 1, No. 1, Hal. 132-143.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Erlangga. Jakarta.
Debora, Nangin dan Aji Sutrisno. 2015. Enzim Amilase Pemecah Pati Mentah
Dari Mikroba: Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, Vol. 3,
No 3, Hal.1032-1039
Handajani, Sri, Endang Setyorini, Danar Praseptiangga. 2010. Pegolahan Hasil
Pertanian: Teknologi Tradisional dan Terkini. UNS Press. Surakarta.
Javdani, Zahra. 2013. A Comparison of Heat Treatment and Ascorbic Acid on
Controlling Enzymatic Browning of Fresh-Cuts Apple Fruit. International
Journal of Agriculture and Crop Sciences, Vol. 5, No. 3, Hal 186-193.
Kaur, Charanjit dan Harish C Kapoor. 2000. Inhibitiorn of Enzymatic Browning in
Apples, Potatoes, and Mushrooms. International Journal of Sciencetific
and Industrial Research, Vol. 59, Hal. 389-394.
Kumalaningsih, Sri, Harijono, Y. F. Amir. 2012. Pencegahan Pencoklatan Umbi
Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L). Lam.) Untuk Pembuatan Tepung :
Pengaruh Kombinasi Konsentrasi Asam Askorbat Dan Sodium Acid
Pyrophosphate. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol.5, No. 1, Hal. 11 19.
Kusnandar, Feri. 2010. Reaksi Pencoklatan dalam Pangan. Departemen Ilmu
Teknologi Pangan IPB.
Mutia, Mufti, Seniwati Dali, Rugaiyah Arfah, dan Firdaus Zenta. 2010. Isolasi dan
Karakterisasi Enzim Amilase dari Akar Rimpang Alang-Alang (Imperata
cylindrica). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin. Makassar.
Naiola, Elidar. 2002. Karakterisasi Dan Optimasi Media Produksiamilase
Dari Aspergilus niger dan Aspergilus clavatu. Berita Biologi Vol.6, No. 3,
Hal. 415.
Nurdjannah, Nanan dan Hoerudin. 2008. Pengaruh Perendaman dalam Asam
Organik dan Metoda Pengeringan terhadap Mutu Lada Hijau. Bul. Littro,
Vol. XIX, No.2, Hal 182-183.
Oyeleke, S. B and Oduwele. 2009. Production of Amylase by Bacteria Isolated
From A Cassava Waste Dumpsite in Minna, Niger State, Nigeria. African
Journal of Microbiology Research, Vol. 3, No. 4, Hal. 143-146.
Patricia, G, Lozano De Gonzales, Diane M, Barret, Ronald E, Wrolstad dan
Robert W. D. 1993. Enzymatic Browning Inhibited in Fresh and Dried
Apple Rings bu Pineapple Juice. International Journal of Food Science,
Vol. 58, No. 2, Hal. 399-404.
Purwanto, Chatrine Chrisandy, Dwi Ishartani dan Dimas Rahadian. 2013. Kajian
Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) Dengan
Perlakuan Blanching Dan Perendaman Natrium Metabisulfit (Na2S2O5).
Jurnal Teknosains Pangan, Vol. 2 No. 2.
Quevedo, Roberto, Marcela Jaramillo, Oscar Diaz, Franco Pedreschi, dan Jose
Miguel. 2009. Quantification of Enzymatic Browning in Apple Slices

Applying The Fractal Texture Fourier Image. International Journal of


Food Engineering Vol. 95, Hal. 285-290.
Rahardhianto, Arsetyo, Nurlita A., dan Ninis Trisyani. 2012. Pengaruh
Konsentrasi Larutan Madu dalam NaCl Fisiologis terhadap Viabilitas dan
Motilitas Spermatozoa Ikan Patin Selama Masa Penyimpanan. Jurnal
Sains dan Seni ITS, Vol. 1, No.1.
Sari, Elok K. N., Bambang Susilo dan Sumardi Hadi S. 2012. Proses Pengawetan
Sari Buah Apel (Malus sylvestris Mill) Secara Non-Termal Berbasis
Teknologi Oscillating Magneting Field (OMF). Jurnal Teknologi
Pertanian, Vol. 13, No. 2.
Suarni dan Rauf Patong. 2007. Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber
Enzim -Amilase. J. Chem, Vol.7, No. 3, Hal. 332-336.
Suprapto, Hadi. 2006. Pengaruh Perendaman Pisang Kepok (Musa acuminax
balbisiana Calla) dalam Larutan Garam terhadap Mutu yang Dihasilkan.
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 1, No.2.
Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi Edisi Terbaru. M-Brio Press. Bogor.

LAMPIRAN

Gambar 4.1 Kacang Hijau Kering dan


Kacang Hijau Rendam 12 jam

Gambar 4.2 Reaksi Pencoklatan pada Buah


Apel Menit ke-60

Gambar 4.3 Isolasi Enzim Amilase dari Kacang Hijau

Rendam 12 jam dan Kacang Hijau Kering

Anda mungkin juga menyukai