Sukrosa adalah gula, karbohidrat sederhana, ditemukan secara alami dalam buah-
buahan dan sayuran. Hal ini juga dapat diekstraksi dari tebu dan gula bit, halus, dan dijual
sebagai gula pasir putih, yang dapat Anda gunakan dalam memasak. Sementara sukrosa
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, juga memiliki beberapa efek negatif.
Fungsi positif
Tubuh Anda menggunakan sukrosa sebagai bahan bakar untuk energi, seperti pengguna yang
lain, karbohidrat yang lebih kompleks. Selama pencernaan, tubuh Anda memecah karbohidrat
seperti pati, serat dan sukrosa menjadi glukosa molekul gula. Ketika glukosa memasuki usus
Anda, itu diserap ke dalam aliran darah dan kemudian dibawa ke dalam sel tubuh Anda, di
mana ia diubah menjadi energi. Sukrosa alami, seperti yang ditemukan dalam buah, belum
tentu buruk bagi Anda. Namun, makanan yang tinggi gula dapat memiliki efek negatif pada
tubuh Anda.
Struktur Fruktosa :
Efek Negatif
Jumlah Harian
Jumlah sukrosa yang Anda konsumsi saat makan buah-buahan dan sayuran biasanya tidak
berlebihan, tetapi Anda harus berhati-hati ketika makan makanan dengan menambahkan
sukrosa, terutama permen dan makanan olahan. Menurut American Heart Association,
perempuan harus membatasi asupan yang ditambahkan sukrosa dan gula lain untuk kurang
dari 100 kalori per hari, atau sekitar 6 sendok teh. Pria harus mengkonsumsi tidak lebih dari
150 kalori dari ditambahkan sukrosa, atau sekitar 9 sendok teh.
Pengganti sukrosa
Anda dapat dengan mudah mengurangi sukrosa dengan menggunakan pemanis lain sebagai
pengganti gula. Sebagai contoh, daripada menggunakan gula putih di pagi secangkir untuk
kopi, beberapa orang menggunakan aspartam atau Splenda, dua pemanis tanpa kalori
disetujui oleh Food and Drug Administration. Banyak produk yang biasanya tinggi gula
ditambahkan, seperti minuman ringan dan es krim, menawarkan versi no-sukrosa yang
dimaniskan dengan pemanis tanpa kalori. Namun, jangan berhemat pada buah-buahan dan
sayuran hanya karena mengandung sukrosa, karena mereka adalah sumber utama dari vitamin
dan mineral yang Anda butuhkan untuk menjadi sehat.
3. Laktosa
Laktosa, atau sering juga disebut sebagai gula susu, adalah bagian dari susu yang
memberikan rasa manis dengan tingkat kemanisan lebih rendah dari sukrosa.
Laktosa berfungsi untuk membantu penyerapaan natrium dan kalsium. Juga memberikan efek
positif terhadap fisiologis usus, termasuk efek prebiotik, melunakkan kotoran dan membantu
mengikat air.
Struktur laktosa :
Laktosa merupakan disakarida yang berasal dari kondensasi antara galaktosa dan glukosa,
yang membentuk ikatan glikosida 1→4-β. Nama sistematis laktosa adalah β-D-
galaktopiranosil-(1→4)-D-glukosa. Laktosa dihidrolisis akan membentuk glukosa dan
galaktosa
Pencernaan laktosa
Mamalia yang baru dilahirkan disusui oleh induknya. Air susu ini kaya dengan laktosa.
Untuk mencerna air susu digunakan enzim laktase. Enzim ini membelah molekul laktosa
menjadi dua bagian: glukosa dan galaktosa, yang kemudian dapat diserap usus.
Pada kebanyakan mamalia produksi enzim pencernaan laktase ini berangsur-angsur menurun
seiring dengan semakin bertambahnya umur. Ini juga terjadi pada manusia.Ketidakmampuan
mencerna laktosa ini menyebabkan intoleransi laktosa. Orang yang mempunyai masalah
intoleransi laktosa tidak boleh mengonsumsi produk makanan dan minuman yang
mengandung laktosa.
7. Lignin
Isroi. 2010. Lignin, (online), (http://isroi.com/2010/10/19/lignin-pendahuluan/), diakses 02
April 2015.
Lignin adalah suatu polimer yang komplek dengan bobot molekul tingi yang tersusun
atas unit-unit fenilpropana. Lignin termasuk ke dalam kelompok bahan yang polimerisasinya
merupakan polimerisasi cara ekor (endwisepolymerization), yaitu pertumbuhan polimer
terjadi karena satu monomer bergabung dengan polimer yang sedang tumbuh. Polimer lignin
merupakan polimer bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi.
Di alam keberadaan lignin pada kayu berkisar antara 25-30%, tergantung pada jenis
kayu atau faktor lain yang mempengaruhi perkembangan kayu. Pada kayu, lignin umumnya
terdapat di daerah lamela tengah dan berfungsi pengikat antar sel serta menguatkan dinding
sel kayu. Kulit kayu, biji, bagian serabut kasar, batang dan daun mengandung lignin yang
berupa substansi kompleks oleh adanya lignin dan polisakarida yang lain. Kadar lignin akan
bertambah dengan bertambahnya umur tanaman.
Struktur lignin
Lignin adalah tandon karbon utama di dalam biofer, kalau dihitung kira-kira 30% dari
> 1.4 x 10^12 kg karbon disimpan di dalam lignin tanaman setiap tahunnya. Lignin adalah
salah satu komponen utama sel tanaman, karena itu lignin juga memiliki dampak langsung
terhadap karakteristik tanaman. Misalnya saja, lignin sangat berpengaruh pada proses
pembuatan pulp dan kertas. Kebutuhan bahan kimia untuk ‘memasak’ kayu dihitung
berdasarkan kandungan ligninnya. Kandungan lignin pada pakan ternak ruminansia sangat
perpengaruh pada kemudahan pakan itu untuk dicerna. Pakan yang rendah kandungan
ligninnya mudah dicerna oleh binantang. Tapi, kalau pakan yang diberikan terlalu banyak
kandungan ligninnya, ternak bisa ‘mencret’.
Lignin bersifat tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik. Lignin yang melindungi
selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisa yang disebabkan oleh adanya ikatan alkil dan ikatan
eter. Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam
format, metanol, asam asetat, aseton, vanilin dan lain-lain. Sedangkan bagian lainnya
mengalami kondensasi.
Aplikasi Lignin
Lignin disusun oleh unit-unit fenil propana. Sesuai dengan strukturnya sebagai
polifenol, lignin sebagai perekat memiliki sifat-sifat seperti perekat fenol formaldehida.
Dengan demikian fungsi perekat dari formaldehida dapat disubstitusi oleh lignin terutama
lignosulfonat.
Lignin yang terkandung dalam limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan perekat,
bahan pengisi karet, dan bahan baku vanillin. Di laboratorium, lignin sering digunakan
sebagai indikator di dalam eksperimen studi kecernaan pada ternak ruminansia karena
sifatnya yang tidak larut.
15. Gumi
21. BROWNING
Proses pencoklatan atau browning dapat kita temukan pada suatu bahan pangan, baik
yang disengaja dengan maksud mempercantik tampilan atau menambah flavor, maupun yang
tidak disengaja atau tidak diinginkan. Pada umumnya proses pencoklatan dapat di bagi
menjadi dua jenis, proses pencoklatan yang enzimatik (dipengaruhi oleh substrat, enzim,
suhu, waktu) dan nonenzimatik yang terbagi menjadi 3 macam reaksi yakni karamelisasi,
reaksi Maillard dan pencoklatan akibat vitamin C.
Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer,
disebut reaksi-reaksi Maillard. Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat,
yang sering dikehendaki atau kadang-kadang malahan menjadi pertanda penurunan mutu.
Warna yang dikehendaki misalnya pada roti, daging, sate dan proses penggorengan ubi jalar.
Gugus amina primer biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino.
Pemasakan dirumah-rumah tangga dan pengalengan makanan secara komersil hanya
memberi sedikit pengaruh terhadap nilai gizi protein bahan pangan. Akan tetapi proses
industri lainnya, yang menyangkut penggunaan panas pada kadar air yang rendah, misalnya
selama pengeringan dan pembakaran (roti), serta proses penyimpanan selanjutnya dari
produk yang dihasilkan, dapat mengakibatkan penurunan gizi yang cukup besar.
Reaksi Maillard dapat terjadi, misalnya selama produksi pembakaan roti. Kehilangan
tersebut terutama terjadi pada bagian yang berwarna coklat (crust), yang mungkin karena
terjadinya reaksi dengan gula pereduksi yang dibentuk selama proses fermentasi tetapi tidak
habis digunakan oleh khamir (dari ragi roti). Meskipun gula-gula nonreduksi (misalnya
sukrosa) tidak bereaksi dengan protein pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi ternyata
dapat menimbulkan reaksi Maillard, yang pada suhu tinggi terjadi pemecahan ikatan
glikosidik dari sukrosa dan menghasilkan glukosa dan fruktosa.
Dalam bahan pangan keberadaan karbohidrat kadang kala tidak sendiri melainkan
berdampingan dengan zat gizi yang lain seperti protein dan lemak. Interaksi antara
karbohidrat (gula) dengan protein telah dibahas, seperti tersebut diatas. Bahan pangan yang
dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir, dll. Dalam
pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan
mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini kadang-kadang
justru dikehendaki, tetapi jika dikehendaki karamelisasi yang berlebihan sebaliknya tidak
diharapkan .
Faktor pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap kandungan karbohidrat,
terutama seratnya. Beras giling sudah barang tentu memiliki kadar serat makanan dan vitamin
B1 (thiamin) yang lebih rendah dibandingkan dengan beras tumbuk. Demikian juga
pencucian beras yang dilakukan berulang-ulang sebelum dimasak, akan sangat berperan
dalam menurunkan kadar serat. Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan
kadar serat, karena banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.
Gula pasir dapat disebut juga sukrosa yang merupakan disakarida, gula invert dan non
gula reduksi. Sukrosa diperoleh dengan jalan mengkondensasi glukosa dan fruktosa, dapat
diinversikan sehingga kemanisannya tinggi. Rumus molekul sukrosa adalah C 12H22O11 dengan
berat molekul 342,296. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam
air. Semakin tinggi suhu, maka kelarutannya akan semakin besar. Pada suhu yang tinggi yaitu
antara 190-220oC terjadi dekomposisi secara lengkap dan menghasilkan karamel. Pemanasan
lebih lanjut akan menghasilkan CO2, CO, asam asetat dan aseton (Marsono, 1999).
Menurut Fennema (1985), gula berfungsi sebagai humektan, membantu pembentukan
tekstur, memberi flavor melalui reaksi pencoklatan, memberi rasa manis. Selain itu, Buckle
(1987), menyatakan bahwa apabila gula ditambahkan ke dalam bahan makanan pada
konsentrasi cukup tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian air yang ada menjadi
tidak tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dan Aw dari bahan pangan akan menjadi
berkurang. Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuannya mengurangi keseimbangan
relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam
proses pengawetan pangan.
Vitamin C ( asam askorbat) merupakan suatu senyawa reduktor dan juga dapat bertindak
sebagai precursor untuk pembentukan warna cokelat nonenzimatik. Asam-asam askorbat
berada dalam keseimbangan denga asam dehidrokaskorbat. Dalam suasana asam, cincin
lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa
diketogulonati kemudian berlangsung reaksi Maillard dan proses pencoklatan.
Pisang
Pear
Salak,
Pala,
Apel
2. Untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel/ jaringan bahan sehingga akan menaikkan
kualitas hasil akhir.
4. Untuk mengerutkan bahan (menaikan isi kaleng dan memudahkan memasukkan bahan
kedalam kaleng dalam proses pengalengan).
Selanjutnya direndam dalam larutan vitamin C, dengan ukuran 200 miligram per liter ( dalam
1 liter di berikan tablet kecil vitamin C). dengan demikian akan didapatkan apel tetap dalam
kondisi yang segar dan memperoleh tambahan vitamin C dalam buah tersebut.
a. Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak sekali perubahan yang berlangsung
(Zimmermar, 1961). Klimaterik juga diartikan sebagai suatu keadaan „auto stimulation“
dalam buah sehingga buah menjadi matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses
respirasi (Hall, 1984). Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi
layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta
meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 1989). Dapat disimpulkan bahwa klimaterik
adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi
pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan
peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah, sehingga disebut buah
klimaterik. Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi
dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Buah-
buah yang mengalami proses klimakterik diantaranya yaitu tomat, alpokat, mangga, pepaya,
peach dan pear karena buah-buahan tersebut menunjukkan adanya peningkatan CO2 yang
mendadak selama pematangan buah.
b. Bila pola respirasi setelah CO2 dihasilkan tidak meningkat tetapi turun secara perlahan,
buah tersebut digolongkan non klimaterik. Buah yang tergolong kedalam nonklimaterik
diantaranya ketimun, anggur, limau, semangka, jeruk, nenas dan arbei