Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN LENGKAP FARMAKOGNOSI

PERCOBAAN PENETAPAN KADAR ABU

OLEH:

KELAS FARMASI LAB C

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
SAMATA – GOWA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini dikenal dengan nama obat bahan

alamIndonesia telah semakin banyak dimanfaatkan baik sebagai obat tradisional

Indonesia ( jamu ), obat herbal terstandar ataupun fitofarmaka ( Anonim. 2005:

1038).
Biasanya obat tradisional dibuat dalam bentuk ekstrak karena tanaman obat

tidak lagi praktis jika digunakan dalam bentuk utuh ( simplisia ). Ekstrak tersebut

bisa dalam bentuk ekstrak kering, ekstrak kental, dan ekstrak cair yang proses

pembuatannya disesuaikan dengan bahan aktif yang dikandung serta maksud

penggunaannya, apakah dibuat menjadi sediaan dalam bentuk kapsul, tablet, cairan

obat dalam pil dan lain – lain ( Anonim. 2015: 1038).

Talas merupakan salah satu umbi umbian yang banyak mengandung

karbohidrat, vitamin C, thiamin, riboflavin, zat besi, fosfor, zinc, potassium,

tembaga, mangan dan serat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Talas banyak

dibudidayakan di Indonesia karena talas dapat tumbuh di daerah yang beriklim


tropis dan tidak memerlukan pengairan ( Onwueme. 1994: 105).

Kandungan senyawa kimia yang bertanggung jawab terhadap respon biologis

harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi ( jenis dan kadar ).

Oleh karena itu, standarisasi suatu simplisa dan ektrak perlu dilakukan guna

menjamin bahwa bahan suatu produk obat tradisional dapat terjamin mutunya (

Isnawati, dkk. 2007 : 15).


Pada praktikum kali ini akan dilakukan standarisasi simplisia rimpang talas

dengan menentukan parameter non spesifik berupa penentuan kadar abu dengan

metode pengabuan secara langsung

Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu menentukan

baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan

sebagai parameter nilai gizi suatu bahan ( Mulyo, dkk. 2008 : 100).

B. Maksud dan Tujuan percobaan


1. Maksud percobaan

Mengetahui penetapan kadar abu suatu simplisia

2. Tujuan percobaan

Mengenal dan memahami prinsip penetapan kadar abu simplisia rimpang

talas

C. Prinsip percobaan

Penetapan kadar abu simplisia rimpang talas yang dipanaskan dalam krus pada

temperature tanur 600°C selama 3 jam dimana senyawa organic dan turunannya

terdekstruksi dan menguap hingga tinggal unsur mineral dan anorganik yang

tersisa.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organic.

Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu

ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat

titik akhir pembakaran ditentukan sebelum terjadi dekomposisi dari abu


tersebut ( Sudarmadji. 2003: 41).

Pengarangan merupakan salah satu tahapan dalam analisis kadar abu.

Pengaranagn dilakukan sebelum bahan uji diabukan. Pengarangan dilakukan

dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselin diatas api. Hal ini

dilakukan dengan menguapkan zat organic dalam bahan pangan ( Khopkar.

2003: 201).

Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari

sample bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan

makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500 – 800°C. dalam hal ini

metode pengabuan dengan cara tanur adalah dengan cara membakar bahan
hingga mencapai suhu 600 - 750°C hingga bahan berwarna abu – abu.. Dengan

mengetahui berat cawan ketika mula – mula kosong, dapat dihitung berat abu

yang telah terjadi. Bila berat dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada

permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan

penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya

bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan

bertambah berat karena mengisap uap air dari udara ( Sediaoetono. 2000: 86).
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara

pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.

Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupaka dua macam garam

yaitu garam organic dan garam anorganik. Garam organic terdiri dari garam –

garam asam malat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik

antara lain dalam bentuk fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga

biasanya juga terbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis.


Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat

sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa – sisa

pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (

Sediaoetomo. 2000: 87 – 89 ).

Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengabuan cara

langsung ( cara kering ) dan pengabuan cara tidak langsung ( cara basah ).

Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organic dioksidasi pada suhu

tinggi, sekitar 500 - 600°C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses

pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan

porselin dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian didinginkan selama 30


menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah

itu, bahan uji dimasukkan sebanyak 5 gram kedalam cawan, ditimbang dan

dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dengan dua tahap, yaitu

pemanasan pada 300°C agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi

hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis.

Selanjutnya pemanasan pada suhu bertahap hingga 600°C ( Apriantono &

Fardian. 1989: 37).


B. Uraian Sampel

Talas ( Hidayat, dkk. 2015: 383 )

Nama Simplisia : Colocasin Radix

Nama Daerah : Talo ( Nias ), Ketadi kutadi ( Minangkabau ),

Talas keladai ( Lampung ), Ktadi ( Bali )

klasifikasi : Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Alismatelas

Famili : Areocae

Genus : Colacasia

spesies : Colocasia esculenta L

Khasiat : Dapat mengobati maag, BAB berdarah, dan

luka

Klasifikasi :

Merupakan tanaman herba, semacam umbi batang yang disebut

bonggol yang tumbuh dibawah tanah, tingginya 0,4 – 1, 5 m. Daun 2 –


5 helai, tangkai berwarna hijau, bergaris – garis tua / keunguan,

berukuran 23 – 150 cm. Pangkalnya berbentuk pelepah helaian daun 6 –

60 × 7 – 53 cm. Bundar telur ( jorong/ lonjong ) dengan ujung

meruncing kadang – kadang disekitar menancapnya tangkai. Sisi

bawahnya berlilin. Kayu pangkalnya membulat. Buah buni berwarna

hijau, biji bentuk gelondong beralur membujur. Mengandng senyawa

polifenol dan saponin.


BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu desikator,

gelas ukur, gegep, krus silikat, oven, tangas air, timbangan analitik,

tanur dan sendok tanduk.


2. Bahan

Bahan – bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu kertas

saring bebas abu, kertas perkamen, serbuk simplisia umbi talas.

B. Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang seksama 2 atau 3 gram serbuk simpilsia

3. Dipijar krus pada suhu 105°C selama 3 menit dalam oven

4. Dididinginkan dalam desikator dan ditimbang

5. Diulangi prosedur 3 dan 4 sebanyak 2 kali hingga diperoleh berat

krus kosong yang konstan


6. Dimasukkan serbuk simplisa ke dalam krus kosong tadi

7. Dipijarkan dalam tanur pada suhu 600°C selama 3 jam

8. Didinginkan dalam desikator

9. Ditimbang hingga diperoleh berat konstan

10. Dihitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan diudara,

dinyakan dalam % b/b.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel pengamatan

Berat krus kosong setelah dipijar Berat krus bobot krus Kadar

(g) + simplisia hasil pemijaran abu

I II III (g) (g) (%)

21, 580 21, 583 21, 583 22, 234 20, 925 52, 60

Rata – rata : 21, 582 g

2. Perhitungan

a. Bobot krus kosong ( w0 )


21,580 𝑔+21,583 𝑔+21,583 𝑔
Rata – rata = 3
64,746 𝑔
= 3

= 21, 582 g
𝑊2−𝑊0
b. Kadar abu = × 100 %
𝑊1−𝑊0

20,925 𝑔−21,582 𝑔
= × 100 %
22,234 𝑔−21,582 𝑔

0,343 𝑔
= × 100 %
0,652 𝑔

= 0,5260 × 100 %

= 52, 60 %
B. Pembahasan

Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu

ditentukan berdasrkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik

akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (

Sudarmadji. 2003: 41 ).

Tujuan penentuan kadar abu ini yaitu sebagai salah satu penetapan parameter
nonspesifik untuk mengetahui kemurnian dari suatu baha simplisia / ekstrak.

Kadar abu diukur dengan menggunakan metode pengabuan dengan cara

langsung. Hal pertama yang dilakukan yaitu ditimbang seksama 2 atau 3 gram

serbuk simplisia. Dalam praktikum kali ini digunakan hanya 2 gram. Kemudian

krus dipijar pada 105°C selama 3 menit dalam oven. Pemijaran pada krus kosong

ini bertujuan untuk menghilangkan zat – zat organic dan kontaminan pada krus

yang dapat mempengaruhi hasil penimbangan. Setelah dipijar, krus didinginkan

dalam desikator. Hal ini bertujuan untuk mendinginkan krus dan agar tidak kontak

dengan udara luar yang akan mengakibatkan bertambahnya berat krus dengan

menempelnya uap air dari luar. Desikator berfungsi untuk menyerap uap air yang
masih terdapat pada krus. Desikator yang baik adalah desikator yang masih dapat

berfungsi menyerap uap air. Hal ini ditandai dengan silika gel yang masih berwarna

biru terang yang terdapat dibagian bawah desikator yang dibatasi desikan. Apabila

silica gel sudah berwarna pudar, itu berarti penyerapan uap air sudah kurang

optimal. Jadi sebaiknya silika gel harus dipanaskan dalam oven hingga berwarna

biru kembali sebelum digunakan.


Krus yang sudah dipijar dan didinginkan, selanjutnya ditimbang.

Penimbangan harus dilakukan secara triplo hingga diperoleh berat konstan. Dimana

setiap penimbangan krus didahului oleh proses pemijaran terlebih dahulu.

Penimbangan secara triplo bertujuan untuk meminimalkan kesalahan penimbangan

dan agar diperoleh berat krus yang lebih akurat. Setelah itu, masukkan serbuk

simplisa ke dalam krus kosong tadi lalu timbang ( W1). Setelah itu, dipijarkan krus

tersebut dalam tanur pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan timbang ( W2 ). Hitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan

diudara, dinyakan dalam % b/b.

Hasil yang diperoleh pada percobaan ini yaitu berat krus kosong setelah

dipijar pada penimbangan I yaitu 21, 580 g, setelah dipijar lagi dan pada

penimbangan II yaitu 21, 583 g, pada pemijaran selanjutnya dan penimbangan III

yaitu 21, 583 g. sehingga diperoleh berat rata – rata krus kosong setelah pemijaran

yaitu 21, 582 g ( W0 ). Berat krus + simplisia yaitu 22, 234 g ( W1) dan berat krus

hasil pemijaran yaitu 20, 925 g ( W2 ). Dari perhitungan diperoleh kadar abu serbuk

simplisia umbi talas yaitu 52, 60 %.

Hal itu tidak sesuai dengan literatur yang ada pada Adi Wijaya. 2013: 5
disebutkan bahwa kadar abu umbi talas yaitu 30 %. Sedangkan pada percobaan

diperoleh kadar abu umbi talas yaitu 52, 60 %.

Faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu karena desikator yang digunakan

berbahan plastik, dimana sebaiknya digunakan desikator berbahan kaca untuk bisa

mengoptimalkan pendinginan dan penyerapan uap air dari krus yang telah dipijar

pada suhu tinggi yaitu pada suhu 600°C.


Hubungan percobaan ini dengan dunia farmasi yaitu dimana penetapan

kadar abu suatu bahan dapat berguna untuk mengetahui nilai gizi suatu bahan dan

kaitannya terhadap penggunaan bahan obat tersebut untuk pengobatan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar abu dari

simplisia umbi talas yaitu 52, 60 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada,

yang menyebutkan bahwa kadar abu simplisia umbi talas yaitu 30 %.

B. Saran
1. Untuk laboratorium

Sebaiknya kuantitas dan kualitas alat – alat dilaboratorim ditingkatkan lagi

termasuk alat pentanur dan timbangan analitik, agar praktikum bisa berjalan

cepat dan lancar.

2. Untuk asisten

Tetap semangat kak dalam membimbing kami.


DAFTAR PUSTKA

Anonim. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. 2005

Apriantono & Farhan D. Analisa Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. 1989
Isnawati, A., Raini, M., Aegantini, S. Standarisasi Simplisia Dan Ekstrak Etanol Daun
Sembung ( Blumea balsamifera ( L. ) ) Dari Tiga Tempat Tumbuh. Jakarta: Journal
from JKPKBPPK. 2007

Khopkar. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. 2003

Sodiaetama, Achmad Djaeni. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat. 2000
Sudarmadji, Slamet, H. Bambang, Suhardi. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty. 2003
LAMPIRAN

LABORATORIUM BIOLOGI LABORATORIUM BIOLOGI

JURUSAN FARMASI JURUSAN FARMASI

Krus kosong dalam desikator setelah Krus kosong pada penimbangan I

dipijar pada suhu 105°C, 3 menit

LABORATORIUM BIOLOGI LABORATORIUM BIOLOGI

JURUSAN FARMASI JURUSAN FARMASI

Krus kosong pada penimbangan II Krus kosong pada penimbangan III


LABORATORIUM BIOLOGI LABORATORIUM BIOLOGI

JURUSAN FARMASI JURUSAN FARMASI

Krus + sampel Krus + sampel ditanur pada suhu

600°C selama ± 3 jam

LABORATORIUM BIOLOGI LABORATORIUM BIOLOGI

JURUSAN FARMASI JURUSAN FARMASI

Krus yang telah ditanur, didinginkan Bobot krus + sampel yang telah

dalam desikator ditanur


SKEMA KERJA

Siapkan alat dan bahan

2 gram serbuk simplisia

Pijar krus pada oven 105 °C


selama 3 menit

Dinginkan dalam desikator

Timbang ( W0 )

Triplo
Masukkan serbuk simplisa dalam

krus

Timbang ( W1 )

Pijar dalam tanur pada suhu 600°C selama 3 jam

Dinginkan dalam desikator

Timbang ( W2 )

Hitung kadar abu

Anda mungkin juga menyukai