OLEH:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini dikenal dengan nama obat bahan
1038).
Biasanya obat tradisional dibuat dalam bentuk ekstrak karena tanaman obat
tidak lagi praktis jika digunakan dalam bentuk utuh ( simplisia ). Ekstrak tersebut
bisa dalam bentuk ekstrak kering, ekstrak kental, dan ekstrak cair yang proses
penggunaannya, apakah dibuat menjadi sediaan dalam bentuk kapsul, tablet, cairan
tembaga, mangan dan serat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Talas banyak
harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi ( jenis dan kadar ).
Oleh karena itu, standarisasi suatu simplisa dan ektrak perlu dilakukan guna
menjamin bahwa bahan suatu produk obat tradisional dapat terjamin mutunya (
dengan menentukan parameter non spesifik berupa penentuan kadar abu dengan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu menentukan
baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan
sebagai parameter nilai gizi suatu bahan ( Mulyo, dkk. 2008 : 100).
2. Tujuan percobaan
talas
C. Prinsip percobaan
Penetapan kadar abu simplisia rimpang talas yang dipanaskan dalam krus pada
temperature tanur 600°C selama 3 jam dimana senyawa organic dan turunannya
terdekstruksi dan menguap hingga tinggal unsur mineral dan anorganik yang
tersisa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organic.
Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu
dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselin diatas api. Hal ini
2003: 201).
sample bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan
makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500 – 800°C. dalam hal ini
metode pengabuan dengan cara tanur adalah dengan cara membakar bahan
hingga mencapai suhu 600 - 750°C hingga bahan berwarna abu – abu.. Dengan
mengetahui berat cawan ketika mula – mula kosong, dapat dihitung berat abu
yang telah terjadi. Bila berat dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada
penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya
bertambah berat karena mengisap uap air dari udara ( Sediaoetono. 2000: 86).
Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupaka dua macam garam
yaitu garam organic dan garam anorganik. Garam organic terdiri dari garam –
garam asam malat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik
antara lain dalam bentuk fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga
Sediaoetomo. 2000: 87 – 89 ).
Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengabuan cara
langsung ( cara kering ) dan pengabuan cara tidak langsung ( cara basah ).
Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organic dioksidasi pada suhu
tinggi, sekitar 500 - 600°C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses
itu, bahan uji dimasukkan sebanyak 5 gram kedalam cawan, ditimbang dan
dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dengan dua tahap, yaitu
pemanasan pada 300°C agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Alismatelas
Famili : Areocae
Genus : Colacasia
luka
Klasifikasi :
METODE KERJA
1. Alat
gelas ukur, gegep, krus silikat, oven, tangas air, timbangan analitik,
B. Cara Kerja
A. Hasil
1. Tabel pengamatan
Berat krus kosong setelah dipijar Berat krus bobot krus Kadar
21, 580 21, 583 21, 583 22, 234 20, 925 52, 60
2. Perhitungan
= 21, 582 g
𝑊2−𝑊0
b. Kadar abu = × 100 %
𝑊1−𝑊0
20,925 𝑔−21,582 𝑔
= × 100 %
22,234 𝑔−21,582 𝑔
0,343 𝑔
= × 100 %
0,652 𝑔
= 0,5260 × 100 %
= 52, 60 %
B. Pembahasan
Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu
Sudarmadji. 2003: 41 ).
Tujuan penentuan kadar abu ini yaitu sebagai salah satu penetapan parameter
nonspesifik untuk mengetahui kemurnian dari suatu baha simplisia / ekstrak.
langsung. Hal pertama yang dilakukan yaitu ditimbang seksama 2 atau 3 gram
serbuk simplisia. Dalam praktikum kali ini digunakan hanya 2 gram. Kemudian
krus dipijar pada 105°C selama 3 menit dalam oven. Pemijaran pada krus kosong
ini bertujuan untuk menghilangkan zat – zat organic dan kontaminan pada krus
dalam desikator. Hal ini bertujuan untuk mendinginkan krus dan agar tidak kontak
dengan udara luar yang akan mengakibatkan bertambahnya berat krus dengan
menempelnya uap air dari luar. Desikator berfungsi untuk menyerap uap air yang
masih terdapat pada krus. Desikator yang baik adalah desikator yang masih dapat
berfungsi menyerap uap air. Hal ini ditandai dengan silika gel yang masih berwarna
biru terang yang terdapat dibagian bawah desikator yang dibatasi desikan. Apabila
silica gel sudah berwarna pudar, itu berarti penyerapan uap air sudah kurang
optimal. Jadi sebaiknya silika gel harus dipanaskan dalam oven hingga berwarna
Penimbangan harus dilakukan secara triplo hingga diperoleh berat konstan. Dimana
dan agar diperoleh berat krus yang lebih akurat. Setelah itu, masukkan serbuk
simplisa ke dalam krus kosong tadi lalu timbang ( W1). Setelah itu, dipijarkan krus
tersebut dalam tanur pada suhu 600°C selama 3 jam. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan timbang ( W2 ). Hitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini yaitu berat krus kosong setelah
dipijar pada penimbangan I yaitu 21, 580 g, setelah dipijar lagi dan pada
penimbangan II yaitu 21, 583 g, pada pemijaran selanjutnya dan penimbangan III
yaitu 21, 583 g. sehingga diperoleh berat rata – rata krus kosong setelah pemijaran
yaitu 21, 582 g ( W0 ). Berat krus + simplisia yaitu 22, 234 g ( W1) dan berat krus
hasil pemijaran yaitu 20, 925 g ( W2 ). Dari perhitungan diperoleh kadar abu serbuk
Hal itu tidak sesuai dengan literatur yang ada pada Adi Wijaya. 2013: 5
disebutkan bahwa kadar abu umbi talas yaitu 30 %. Sedangkan pada percobaan
Faktor kesalahan pada percobaan ini yaitu karena desikator yang digunakan
berbahan plastik, dimana sebaiknya digunakan desikator berbahan kaca untuk bisa
mengoptimalkan pendinginan dan penyerapan uap air dari krus yang telah dipijar
kadar abu suatu bahan dapat berguna untuk mengetahui nilai gizi suatu bahan dan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar abu dari
simplisia umbi talas yaitu 52, 60 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada,
B. Saran
1. Untuk laboratorium
termasuk alat pentanur dan timbangan analitik, agar praktikum bisa berjalan
2. Untuk asisten
Sodiaetama, Achmad Djaeni. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat. 2000
Sudarmadji, Slamet, H. Bambang, Suhardi. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty. 2003
LAMPIRAN
Krus yang telah ditanur, didinginkan Bobot krus + sampel yang telah
Timbang ( W0 )
Triplo
Masukkan serbuk simplisa dalam
krus
Timbang ( W1 )
Timbang ( W2 )