Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KADAR

AIR
ANALISIS KADAR AIR
dengan Menggunakan Metode Thermogravimetri (AOAC, 1995)

ABSTRAK

Air merupakan kandungan penting dalam bahan pangan termasuk makanan,semua bahan
makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda baik itu bahan makanan hewani
maupun nabati. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari
kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas
air. Keberadaan air dalam bahan pangan selalu dihubungkan dengan mutu bahan pangan dan
sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan. Kadar air juga salah satu karakteristik
yang sangat penting dalam bahan pangan,karena air dapat mempengaruhi kenampakan
tekstur dan cita rasa pada bahan pangan. Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah
metode thermogravimetri. Metode ini dilakukan dengan cara pemanasan dengan suhu 1055C
selama 5 jam.
Keyword: kadar air, air, metode thermogravimetri, bahan pangan.

ABSTRACT

Water is an essential ingredients in food items including food, all foods contain
water in amounts that vary both animal and
vegetable foods. Criteria bonding durablepower of water in the aspect of food can be seen
from the water content, solution concentration, osmotic pressure, relative humidity and water
activity impartial. The presence of water in the food is always associated with the quality of
food and as a measure of the dry matter or solids. Water content was also one of the most
importantcharacteristics in food, because the water can affect the appearance of the
texture and flavor of the food. The method used in this lab is thermogravimetri method. This
method is done by heating at a temperature of 105C for 5 hours.
Keyword: water content, water, thermogravimetri method, foodstuffs.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air merupakan kandungan penting dalam bahan pangan termasuk makanan,semua bahan
makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda baik itu bahan makanan hewani
maupun nabati. Sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan berrpolimer dan
sebagainya. Sedangkan kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan
pangan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting dalam bahan pangan,karena air dapat mempengaruhi kenampakan tekstur dan cita
rasa pada bahan pangan. Kadar air dalaam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan
daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi menyebabkan mudahnya bakteri,
kapang, dan khamir untuk berkembang biak,sehingga akan terjadi perubahan pada bahan
pangan.(Dwijosepputro.1994)
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting
agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Kandungan air bahan pangan bervariasi. Ada yang sangat rendah contohnya serealia, kacang-
kacangan kering.
Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air.
Keberadaan air dalam bahan pangan selalu dihubungkan dengan mutu bahan pangan dan
sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan. Air dalam bahan dapat digunakan
sebagai indeks kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu organoleptik terutama rasa
dan keempukan. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan
lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan
tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca
olah bahan pangan (Purnomo,1995).
Analisa kadar air dalam bahan pangan penting untuk bahan pangan segar dan olahan.
Analisa sering menjadi tidak sederhana karena air dalam bahan pangan berada dalam bentuk
terikat secara fisik atau kimia dengan komponen bahan pangan lainnya sehingga sulit
memecahkan ikatan-ikatan air tersebut. Pentuan kadar air dalam makanan dapat dilakukan
dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi,
metode kimia, dan metode khusus. Namun, pada praktikum hanya dilakukan metode
pengeringan dengan oven.

Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar air dalam bahan pangan seperti
sampel yang akan kita uji yaitu buncis, wortel, bawang ,cabai, melon, semangka, pepaya ,
dan kedelai.

METODA PERCOBAAN
Alat Dan Bahan
- Cawan porselen

- Oven

- Desikator

- Timbangan
Prosedur Kerja
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105oC selama 1 jam, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 15 menit untuk menghilangkan uap air dan ditimbang.
(a). Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dalam cawan yang sudah dikeringkan
(b) Kemudian dioven pada suhu 1050C selama 5 jam. Setelah itu cawan yang berisi sampel
didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang
(c) Hingga berat konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus:
Kadar air (%bb) = x 100%
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kel Sampel Kadar


air
1 Buncis 91,201%
2 Wortel 86,997
%
3 Bawang 79,84 %
4 Cabe 81,25%
Merah
5 Melon 94,49%
6 Semangka 93,12%
7 Pepaya 87,20%
8 Kedelai 9,053%
9 Wortel 86,26%
10 Melon 94,59%
11 Semangka 90,82%
12 Pepaya 86,79%
13 Kedelai 9,438%
14 Buncis 91,135
%

Pembahasan

Pada praktikum yang telah dilakukan, kami menggunakan buah pepaya, buncis, wortel,
bawang merah, cabe merah, melon, semangka dan kedelai sebagai sampel. Berdasarkan hasil
pengamatan, didapat sampel yang memiliki kadar air paling tinggi adalah melon (sampel
melon 1 sebesar 94,49% dan sampel melon 2 sebesar 94,59%). Hal tersebut disebabkan oleh,
komponen air sebagai penyusun dalam bahan pangan tersebut cukup tinggi. Selain itu,
adanya perbedaan kadar air di antara kedua sampel melon tersebut juga kemungkinan
disebabkan oleh ukuran dari sampel itu sendiri. Semakin luas permukaan sampel, maka akan
semakin cepat (mudah) mengalami penguapan. Begitupun sebaliknya. Sedangkan sampel
yang memiliki kadar air paling rendah adalah kedelai (sampel kedelai 1 sebesar 9,053% dan
sampel kedelai 2 sebesar 9,438%). Hal tersebut disebabkan oleh, komponen air sebagai
penyusun dalam bahan pangan tersebut rendah. Selain itu, adanya perbedaan kadar air di
antara kedua sampel kedelai tersebut juga kemungkinan disebabkan oleh ukuran dari sampel
itu sendiri. Semakin luas permukaan sampel, maka akan semakin cepat (mudah) mengalami
penguapan. Begitupun sebaliknya.
Selain beberapa hal yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat pengaruh lain yang terjadi
selama proses thermogravimetri. Pengaruh-pengaruh tersebut di antaranya: Suhu (makin
tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat), Kecepatan aliran udara pengering
(semakin cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat), Kelembaban udara (makin
lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat), Arah aliran udara (makin kecil
sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin cepat kering). Untuk bahan-
bahan yang memiliki kadar gula yang tinggi, pada saat pemanasan dapat mengakibatkan
terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Sehingga terlihat masih memiliki berat kering
yang cukup tinggi.Selain itu perbedaan yang terjadi dapat disebabkan karena pengaruh alat-
alatnya seperti timbangan analitik yang sulit stabil dan karena bahan yang digunakan sudah
terkontaminasi dengan bahan lain ketika penyimpanan atau ketika berada dalam desikator.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar air
dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan.
Kadar air suatu bahan dipengaruhi oleh jenis bahan itu sendiri. Ada dua faktor pada saat
proses pengeringan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan. Apabila berat mencapai konstan berarti itu menunjukan
bahwa bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan
dan air yang benar-benar terikat kuat, sedangkan apabila berat tidak mencapai konstan tidak
terjadi penguapan pada sampel tersebut.

Saran

Dalam menentukan kadar air perlu banyak hal yang harus diperhatikan pada saat proses
pengeringan serta pada saat proses penentuan berat konstan dan analisa kadar air, supaya
tidak mempengaruhi hasil analisa yang didapat. Perlunya pengujian dengan menggunakan
metode lain untuk mendapatkan hasil yang otentik.

DAFTAR PUSTAKA

Elisa, N. 2011.Analisa Kadar Air. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada


Rossi, E. 2011.Analisis Kadar Air dan Total Padatan. Riau: Universitas Riau
Tanjung, P..Kadar Air [online]. Tersedia:https://www.academia.edu/6617056/Kadar_air [4
Oktober 2014]
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
http://winadiana.blogspot.co.id/2015/07/laporan-praktikum-analisis-kadar-air.html
PENENTUAN KADAR AIR DENGAN METODE OVEN
I. Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat melakukan analisis kadar air pada setiap bahan pangan.
Mahasiswa dapat menentukan bahan pangan yang ditetapkan kadar airnya dengan metode
oven.

II. Dasar Teori


Air merupakan satu zat gizi yang tidak dapat kita tinggalkan, tetapi seiring
diabaikannya dalam pembahasan mengenai gizi. Air juga merupakan komponen penting
dalam makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan
kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta
biji-bijian, terkandung air dalam jumlah tertentu.
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu
bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan
sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan biopolimer, dan
sebagainya.
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
bahan pangan tersebut . Oleh karena itu penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat
penting agar dalam proses pengolahan maupun pendisribusian mendapat penanganan yang
tepat.
Metode pengeringan atau metode oven biasa merupakan suatu metode untuk
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Prinsip dari metode oven pengering adalah
bahwa air yang terkandung dalam suatu bahan akan menguap bila bahan tersebut dipanaskan
pada suhu 105o C selama waktu tertentu. Perbedaan antara berat sebelum dan sesudah
dipanaskan adalah kadar air.

Teori tambahan
Air dalam bahan pangan hasil pertanian dibedakan atas air bebas dan air terikat. Air
bebas adalah air yang dapat dikeluarkan atau dibebaskan dengan mudah dari bahannya,
misalnya dengan pemanasan. Air terikat meliputi (1) air yang teradsorpsi pada dinding sel
dan komponen komponen sel seperti protein, pati, selulosa dan lain-lain, (2) air yang terikat
secara kimiawi pada senyawa senyawa karbohidrat (antara lain glukosa, maltose, laktosa),
garam (air kristal garam seperti K-tartrat), protein dan lain lain.
Kadar air bahan pangan merupakan pengukuran jumlah air total yang terkandung
dalam bahan pangan, tanpa memperlihatkan kondisi atau derajat keterikatan air. Kadar air
bahan pangan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode umum yang dilakukan di
laboratorium adalah dengan pemanasan di dalam oven. Metode ini digunakan untuk seluruh
produk makanan, kecuali jika produk tersebut mengandung komponen komponen yang
mudah menguap atau jika produk tersebut mengalai dekomposisi pada pemanasan 100oC.
Prinsip :
Sampel dikeringkan dalam oven 100oC sampai diperoleh berat yang tetap.
Metode Oven Biasa (pemanasan langsung)
Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan
kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu
sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode
pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap
pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan
glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia (AOAC 1984).
Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat sampel
yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu berat bahan
yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah
konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang
tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah itu dapat
dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton 1959).
Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven temperatur
rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah menggunakan
suhu (103 + 2)C dengan periode pengeringan selama 17 1 jam. Periode pengeringan
dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah pengeringan,
contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit untuk
menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya. Setelah itu
bahan ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam ruang
laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC 1970). Selanjutnya metode oven temperatur
tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja temperatur
yang digunakan pada suhu 130-133C dan waktu yang digunakan relatif lebih rendah
(Crampton 1959).
Metode ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
a) Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air
misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain
b) Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap.
Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi
c) Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah
dipanaskan (Soedarmadji 2003).

Prinsip Analisa Metode Gravimetri


Prinsip metode penetapan kadar air dengan oven atau Thermogravimetri yaitu
menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Penimbangan bahan
dengan berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan dan cara ini relatif
mudah dan murah. Percepatan penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang lain
karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan
tekanan vakum. Bahan yang telah mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan
dengan suhu kurang lebih 100 C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan
pada p e r m u k a a n b a h a n .
Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan lebih b e r s i f a t
hidroskopis dari pada bahan asalnya. Oleh karena itu
s e l a m a pendinginan sebelum penimbangan, bahan telah ditempatkan dalam
ruangan tertutup yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah
diberi zat penyerapan air. Penyerapan air atau uap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam
sulfat, silica gel, kalium klorida, kalium hidroksid, kalium sulfat atau bariumoksida. Silika
gel yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan bahan tersebut sudah jenuh
dengan air atau belum, jika sudah jenuh akan berwarna merah muda, dan bila
dipanaskan menjadi kering berwarna biru (Sudarmadji, 2007).
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting
agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat.
Kadar air dalam suatu bahan pangan sangat berpengaruh pada mutu produk pangan tersebut.
Semakin banyak kadar air yang terkandung, umur simpannya semakin sebentar, karena kalau
suatu bahan banyak mengandung kadar air, maka sangat memungkinkan adanya mikroba
yang tumbuh. Oleh karena itu kita harus mengetahui kandungan air dalam suatu bahan agar
dapat memprekdisikan umur simpannya. (Christian 1980).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan
bahan itu sendiri. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam
media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri. Menurut derajat keterikatan
air dalam bahan makanan atau bound water dibagi menjadi 4 tipe, antara lain:
Tipe I adalah tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul air melalui suatu ikatan
hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain
yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein atau garam.
Tipe II adalah tipe molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan molekul air
lain, terdapat dalam miro kapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni.
Tipe III adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat dan lain-lain. Air tipe inisering disebut dengan air bebas.
Tipe IV adalah tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan
sifat-sifat air biasa.
http://wahyusisilia.blogspot.co.id/2015/10/laporan-penentuan-kadar-air-
dengan.html

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari pangan tersebut.
Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan
maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam makanan dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode
kimia, metode khusus (Anonim,2003).

Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,
konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air.
Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan
hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini
merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan
pangan (Purnomo,1995). Selain air, bahan pangan juga mengandung zat-zat lain yang
bermanfaat bagi kesehatan atau biasa disebut dengan zat-zat gizi. Zat gizi tersebut telah
dibuktikan bermanfaat dalam menjaga atau mengobati satu atau lebih penyakit atau
meningkatkan performa fisiologisnya (Winarno 1990).
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang terdapat di dalam suatu
bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan persentase zat-zat gizi secara
keseluruhan. Dengan diketahuinya kandungan air dari suatu bahan pangan, maka dapat
diketahui berat kering dari bahan tersebut yang biasanya konstan

Penentuan kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan pangan itu sendiri.
Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena terdapat bahan yang mudah
menguap pada beberapa jenis bahan pangan, dan adanya air yang terurai pada bahan
pangan, serta oksidasi lemak pada bahan pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi
penentuan kadar air yang tepat yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik
dan ada yang secara kimia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Air Dalam Bahan Pangan

Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100
kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0C). Air merupaka pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-
zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat hidrofilik (pencinta air),
dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat
hidrofobik (takut air) (Wulanriky, 2011).

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan. Air
sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun
sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Salah satu
pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah
adanya sumber air yang secara kualitatif memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan
pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi
atau buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses,
medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan
mencuci bahan sisa (Sudarmadji,2003).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut
sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air
terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan,
sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat
secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air
kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi (Purnomo,1995).

Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat lemah
atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air bentuk pertama dan yang
kedua dominan, sedangkan air terikat jumlahnya sangat kecil.

1). Air Bebas

Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan
pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai aktivitas air atau water
activity yang diberi notasi Aw. Disebut aktivitas air, karena air bebas mampu membantu
aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan.
Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk
tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga memungkinkan beberapa
reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu, bahan yang mempunyai kandungan atau
nilai Aw tinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan
mikroba pembusuk maupun akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan
reaksi enzimatik. Air bebas sangat mudah untuk dibekukan maupun diuapkan

2). Air Teradsorbsi.

Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan koloid makromolekul
(protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi diantara koloid tersebut dan
merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Ikatan antara air dengan koloid merupakan
ikatan hidrogen. Air teradsorbsi relatif bebas bergerak dan relatif mudah dibekukan ataupun
diuapkan.

3). Air Terikat Kuat


Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut membentuk hidrat dengan
beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat jumlahnya sangat kecil
dan sangat sulit diuapkan dan dibekukan.

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan
misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak (Sudarmadji,2003).

Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme dinyatakan dalam
besaran aktivitas air (Aw = water activity). mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan
berkembang biak. Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum dan optimum untuk
tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).

Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam
bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah air
terikat (bound water). Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air
dalam bahan berbeda-beda, bahkan ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah air terikat ini
dianggap suatu sistem yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan
(Winarno,1992).

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe.

a. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi
besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan
dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya.

b. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam
mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum. Air ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air
tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water activity). Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan
akan berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang
dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.

c. Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-
lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe ini diuapkan
seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan Aw (water activity) kira-kira 0,8% tergantung
dari jenis bahan dan suhu.

d. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air biasa dan
keaktifan penuh (Winarno,1992).

B. Kadar Air dalam Bahan Makanan

Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Setiap
bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban
udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu dapat
menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat hubungan antara kadar air
seimbang dengan kelembaban relatif.
Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Aw = ERH/100

Aw = aktivitas air

ERH = kelembaban relative seimbang

Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada hakikatnya
dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm
Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva tersebut
dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama tergantung macam
bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini
dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas relatif
menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah (Wulanriky,2011).

Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti dalam
makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut hanya
terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang paling tinggi untuk
pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-bakteri yang bersifat halofilik
atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian
besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa
dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara lain dengan menambahkan suatu senyawa yang
dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009).

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap
serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum
agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang
Aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan
pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan (Winarno,1992).

Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan
makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-
sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan
sebagainya.

Bahan pangan kita baik yang berupa buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak
berjasa dalam memenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu
bertambah kandungan airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air
akan dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air
87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka dengan
kadar air 97%.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukanacceptability, kesegaran, dan daya
tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan
pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam
pengolahannya. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam
media air yang ditambahkan atau yang berasal dari bahan itu sendiri.

Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa
kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar
2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus
diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan
makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan kesulitan bahan pangan dan air, manusia
mungkin dapat tahan hidup tanpa makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi tanpa minum
akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari satu minggu.

Yang terdapat pada bahan pangan berbeda-beda. Untuk menentukan kadar air pada bahan
pangan tersebut, harus dilakukan dengan uji analisa kandungan air yang dilakukan dengan
suatu metode tertentu. Bentuk fisik bahan pangan tidak dapat dijadikan patokan untuk
menentukan kandungan air bahan. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kandungan air
beberapa jenis bahan pangan:

Jenis Bahan Pangan KA (%) Jenis Bahan Pangan KA (%)

Tomat 94 Ikan Kering 38

Semangka 93 Daging Sapi 66

Kol 92 Roti 36

Nanas / Nenas 85 Buah kering 28

Kacang Hijau 90 Susu Bubuk 4

Susu Sapi 88 Tepung Terigu 12

Source: F.G. Winarno (1977)

Seperti yang bisa dilihat dari tabel (table) diatas, jika dilihat dari bentuk fisik, seharusnya
kadar air nenas harusnya lebih tinggi dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air Kol lebih
tinggi dari nenas bahkan dari susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu untuk
mengetahui kandungan air suatu bahan perlu dilakukan suatu analisa yang nantinya bukan
hanya menentukan jumlah kandungan air tetapi juga berfungsi untuk mengetahui tipe
air dari bahan pangan tersebut.

C. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan

Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada
sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105-110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang
konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang
diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, dilakukan pemanasan dalam oven
vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula tinggi, minyak daging,
kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan
dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai
berat yang konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur
dengan menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.
Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi
indeks refraksi. Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar
air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi
kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-
bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer
pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi
langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan piridina dalam
methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno.1992).

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :

1. Metode pengeringan

2. Metode destilasi

3. Metode kimiawi

4. Metode fisis

1. Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan

Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan
sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.

Kelemahan cara ini adalah :

a. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam
asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
b. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap. Contoh gula
mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi.

c. Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan
terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat dilakukan
dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih
mencerminkan kadar air yang sebenarnya (Sudarmadji.2003).

2. Penentuan Kadar Air Cara Destilasi

Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan pembawa
cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur
dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air. Zat kimia yang dapat
digunakan antara lain : toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol. Cara
penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75-100 ml pada sampel yang
diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air
dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat
jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada
tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat
diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan
airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya
memerlukan waktu 1 jam (Sudarmadji,2003).

3. Metode Kimiawi

Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain :

a. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)

Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol. Reagen lain yang
digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan
yodin dan dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan methanol akan
mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air
dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat
timbul warna iodine bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen biru dan akhir titrasi
akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah
berhasil dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula,
madu, dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan
dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda
yaitu dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).
b. Cara Kalsium Karbid

Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat
cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara.

1) Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya
merupakan berat asetilin.

2) Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur volumenya.

Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat
diketahui kadar air bahan.

1) Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan
mengetahui tekanan dan volme asetilin dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air baha

2) Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan tembaga asetilin yang dapat
ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran
atau interaksi karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10
menit (Sudarmadji,2003).

c. Cara Asetil Khlorida

Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan asam yang dapat
dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan
dalam piridin.

4. Metode Fisis

Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:

a. Berdasarkan tetapan dieletrikum

b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi

c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance) (Sudarmadji,2003).

DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan.Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia.
Jakarta.http://repository.ipb.ac.id. Diakses tanggal 16 November 2013

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM.

http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/12/makalah-analisis-kadar-air.html

Anda mungkin juga menyukai