Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN SENSORIS

UJI PENGENALAN
Claradhita Ayu Shauma dan Gilang Ardiansyah

ABSTRAK
Tujuan dari percobaan ini adalah mendektesi dan mengenali rasa-rasa dasar (manis,
asam, asin, pahit dan umami) pada level ambang batasnya. Metode dari percobaan ini adalah
larutan standar dari masing-masing rasa dasar dibuat dan dilakukan pengenceran dengan
konsentrasi 25%; 50%; 100%. Kode dengan 3 angka acak disiapkan sebanyak 15 kode. Larutan
yang sudah dibuat dimasukan ke dalam wadah sesuai dengan kode yang ada. Sampel disajikan
kepada panelis dengan 1 set sampel dan urutannya diacak. Sampel diuji oleh panelis dan hasil
uji dituliskan pada lembar evaluasi. Hasil uji dievaluasi dan dihitung dengan rumus yang ada.
Hasil dari percobaan ini adalah jumlah panelis yang dapat menjawab dengan tepat sebanyak
4 orang dan jumlah panelis yang menjawab dengan tidak tepat sebanyak 10 orang sehingga
apabila dihitung menggunakan rumus diperoleh hasil jumlah panelis terlatih dalam 1 kloter
adalah sebanyak 28,57%. Kesimpulan dari percobaan ini adalah jumlah panelis terlatih yang
dapat menjawab benar ≥ 12 sebanyak 4 orang dan jumlah panelis semi terlatih sebanyak 10
orang.
Kata kunci : ambang batas, panelis, uji threshold
PENDAHULUAN
Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang bertugas menilai suatu komoditas
dengan kesan subjektif (Utami, 2015). Panelis terlatih didapat dengan beberapa tahap
seleksi, salah satunya adalah uji pengenalan. Uji pengenalan umumnya dilakukan sebagai
tahap awal penyaringan panelis. Tahap penyaringan ini bertujuan untuk menilai dan
mengetahui tingkat kepekaan sensoris panelis terhadap rasa-rasa dasar seperti manis, asin,
asam, pahit, dan umami (Manik et al., 2016).
Uji pengenalan dapat dilakukan dengan uji threshold. Uji threshold adalah analisis
sensori yang spesifik untuk menentukan konsentrasi terendah dimana suatu sensori dapat
dideteksi atau pada level ambang batasnya (Susilo et al., 2017). Ambang rangsangan terdiri
dari beberapa jenis diantaranya ambang mutlak (absolute threshold), ambang pengenalan
(recognition threshold), ambang pembedaan (difference threshold), dan ambang batas
(terminal threshold) (Taufik, 2018). Absolute threshold digunakan untuk menentukan jumlah
rangsangan minimum yang dapat dideteksi dari suatu substansi, sedangkan difference
threshold digunakan untuk membedakan antara dua stimulan dan menentukan perubahan
terkecil dari suatu substansi (Safitri, 2017). Recognition threshold digunakan untuk mengenal
macam-macam stimulus.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengenali rasa-rasa dasar (manis, asam, asin, pahit
dan umami) pada level ambang batasnya dan mendapatkan daftar panelis yang memiliki
kepekaan tinggi, yang selanjutnya bisa dilatih lebih lanjut untuk menjadi panelis terlatih.

MATERI DAN METODE


Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah larutan rasa-rasa dasar dibuat
dengan konsentrasi standar masing-masing 500 ml seperti rasa asin dengan NaCl sebanyak 4
g/ 500 ml, rasa asam dengan asam sitrat sebanyak 0,5 g/ 500 ml, rasa manis dengan sukrosa
sebanyak 20 g / 500 ml, rasa pahit dengan pil kina sebanyak 0,02 g/ 500 ml, dan rasa umami
dengan MSG sebanyak 0,4/ 500 ml. Larutan-larutan standar tersebut dilakukan pengenceran
sebanyak 100 ml dengan konsentrasi 25%; 50%; dan 100% dari konsentrasi larutan standar.
Cup kecil disiapkan dan diberi label dengan 3 angka acak sebagai kode sampel dimana satu
kode merepresentasikan satu rasa dasar dengan konsentrasi tertentu sehingga total kode
yang dibutuhkan adalah 15 kode (5 rasa x 3 konsentrasi) dan digandakan sesuai dengan
jumlah panelis yaitu sebanyak 7 orang. Larutan-larutan yang telah dibuat dimasukkan ke
dalam wadah sesuai dengan kode yang ada. Urutan penyajian sampel diacak dan disajikan
satu set sampel sebanyak 15 cup secara serentak kepada panelis. Sampel diuji dan hasil yang
diperoleh dituliskan ke dalam lembar evaluasi. Hasil uji panelis dievaluasi dan jumlah panelis
terlatih dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 ≥ 12
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑡𝑖ℎ = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan praktikum uji pengenalan yang telah dilakukan, diperoleh hasil
perhitungan jumlah panelis terlatih sebagai berikut:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 ≥ 12
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑡𝑖ℎ = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑙𝑖𝑠
4
= 𝑥 100%
14
= 28,57%
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa uji pengenalan ini dilakukan
pada 14 orang panelis tidak terlatih dengan jumlah panelis laki-laki sebanyak 3 orang dan
jumlah panelis perempuan sebanyak 11 orang. Panelis yang mampu menjawab dengan tepat
saat pengujian dan mendapat jumlah benar ≥12 sebanyak 4 orang dan yang menjawab tidak
tepat sebanyak 10 orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa dari 14 orang tersebut
didapatkan 4 orang panelis terlatih dengan persentase jumlah panelis terlatih sebesar 28,57%.
Panelis terlatih tersebut adalah Vinny, Neti, Anggarjito, dan Jethro. Panelis terlatih adalah
orang yang mampu mengenali dan membedakan karakteristik rasa-rasa dasar dengan tepat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuningtyas et al. (2014) yang menyatakan bahwa panelis
terlatih adalah panel yang memiliki sensitivitas terhadap rasa yang cukup tinggi dan diperoleh
dari latihan yang terus-menerus. Panelis yang memiliki jumlah benar <12 dimana pada kloter
ini berjumlah 10 orang disebut dengan panelis semi terlatih. Panelis semi terlatih adalah
orang yang mengetahui sifat-sifat sensorik dan dibiasanya digunakan untuk menguji tingkat
kesenangan pada suatu produk. Hal ini sesuai dengan pendapat Nifah dan Astuti (2015) yang
menyatakan bahwa panelis semi terlatih merupakan panel yang mengetahui sifat sensorik
dari suatu sampel berdasarkan hasil penjelasan atau karena adanya pelatihan tertentu.
Fenomena yang terjadi pada praktikum ini adalah Kita dapat merasakan rasa-rasa
primer seperti manis, asin, asam, dan pahit karena adanya lidah sebagai indera pengecap. Hal
ini sesuai dengan pendapat Praharani (2006) yang menyatakan bahwa rasa primer dapat
dirasakan oleh taste buds sebagai reseptor rasa pengecap sesuai dengan lokasi taste buds
pada lidah, misalnya rasa pahit dapat dirasakan pada bagian posterior lidah atau dekat
dengan papila sirkumvalata, rasa manis pada bagian ujung lidah, rasa asam pada bagian
lateral lidah, dan rasa asin pada bagian dorso anterior lidah. Hal tersebut didukung oleh
pendapat Langgeng dan Widiana (2013) yang menyatakan bahwa terciptanya sebuah rasa
atau gustasi karena adanya senyawa kimiawi yang merangsang ribuan reseptor yang ada di
mulut terutama di bagian lidah, namun beberapa reseptor juga terdapat di tenggorokan, di
bagian dalam pipi, dan pada langit-langit mulut.
Rasa manis timbul karena adanya unsur yang mengandung gula dan rasa asam karena
adanya ion H+. Hal ini sesuai dengan pendapat Praharani (2006) yang menyatakan bahwa
rasa manis tercipta karena adanya zat organic seperti sukrosa, maltose, laktosa, dan glukosa
dan rasa asam disebabkan oleh ion hydrogen (H+) sebagai penentu intensitas keasaman
dimana konsentrasi ion H+ yang semakin tinggi maka tingkat keasamannya juga meningkat.
Sensasi rasa asin muncul ketika ion sodium mengenai indera pengecap. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rakhmi et al. (2013) yang menyatakan bahwa rasa asin tercipta karena adanya ion
Na+ (sodium) yang menyentuh ujung apical sel pengecap melewati saluran ion pada mikrovili.
Rasa pahit dapat terjadi karena adanya ikatan antara bahan kimia perangsang rasa pahit di
reseptor. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunariani (2009) yang menyatakan bahwa adanya
rasa pahit tercipta karena adanya gustducin sebagai reseptor rasa pahit dan terjadi
peningkatan konsentrasi Ca2+ di dalam sel reseptor pengecap rasa pahit. Rasa umami adalah
rasa yang sulit dideskripsikan oleh lidah karena adanya tiga bahan utama penyebab rasa
umami atau rasa lezat yaitu glutamate, inosinate, dan gualinat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Dalem (2015) yang menyatakan bahwa rasa umami tercipta oleh adanya deteksi
anion karboksilat dari glutamate dalam sel reseptor khusus yang terdapat di lidah manusia
maupun hewan dan rasa umami menimbulkan sisa rasa yang tidak terlalu kuat namun cukup
kuat tertahan di mulut yang sulit digambarkan.
Uji pengenalan dilakukan untuk menilai tingkat kepekaan panelis terhadap 5 rasa
dasar pada level ambang batasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mayasari et al. (2017)
yang menyatakan bahwa prinsip uji pengenalan ini adalah menguji kepekaan panelis agar
mampu membedakan intensitas rasa-rasa dasar seperti manis, asin, asam, pahit, dan umami
(gurih). Uji pengenalan ini menggunakan perlakuan dengan tiga konsentrasi larutan yang
berbeda, yaitu 25%. 50%, dan 100% dimana konsentrasi tersebut digunakan sebagai ambang
sensori. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasanah et al. (2014) yang menyatakan bahwa
ambang sensori merupakan konsentrasi terendah yang dapat dideteksi atau dirasakan oleh
panelis dan umumnya tidak relevan dengan sensasi rasa yang diterima sehari-hari. Air mineral
diminum oleh panelis sebelum dan sesudah pengujian sebagai pencuci mulut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Azhar et al. (2018) yang menyatakan bahwa air mineral bertindak sebagai
palate cleanser yang bertujuan untuk menetralkan indra perasa dan panelis diwajibkan untuk
meminum air mineral tersebut baik sebelum dan sesudah melakukan pengujian.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ambang sensori terhadap rasa adalah
keberagaman etnis atau suku bangsa, adanya kebiasaan makan, jenis kelamin, faktor
psikologis, dan emosi. Keberagaman suku dan budaya dapat mempengaruhi hasil pengujian
karena adanya kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nugroho et al. (2012) yang menyatakan bahwa latar belakang suku dan budaya panelis dapat
mempengaruhi penerimaan rasa misalnya, masyarakat jawa cenderung menyukai makanan
bercitarasa manis dan tidak terlalu pedas, sedangkan masyarakat batak lebih menyukai
makanan yang pedas. Kebiasaan makan dapat mempengaruhi penilaian panelis karena dapat
meningkatkan sensitivitas atau ambang sensori terhadap rasa yang sering dikonsumsi
tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasanah et al. (2014) yang menyatakan bahwa jenis
makanan dan kebiasaan makan dapat mempengaruhi sensitivitas terhadap rasa dasar,
misalnya kebiasaan mengkonsumsi makanan dengan kadar garam tinggi akan meningkatkan
ambang rangsangan terhadap rasa asin. Perbedaan jenis kelamin juga dapat mempengaruhi
hasil pengujian panelis. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmadhani dan Fibrianto (2016)
yang menyatakan bahwa jenis kelamin dapat mempengaruhi hasil pengujian, misalnya
perempuan lebih sensitive menstimulasi rasa manis, rasa asam yang ditimbulkan dari asam
sitrat dan rasa asin jika dibandingkan dengan laki-laki. Latar belakang pendidikan dan usia juga
dapat mempengaruhi hasil penilaian panelis. Hal ini sesuai dengan pendapat Indarawati et al.
(2016) yang menyatakan bahwa latar belakang pendidikan dan usia panelis dapat
mempengaruhi penilaian terhadap rasa karena orang-orang yang berpendidikan tinggi dan
berusia dewasa cenderung melihat makanan dari sisi kesehatan. Emosi dan kesehatan panelis
dapat mempengaruhi hasil uji karena manusia bersifat subjektif. Hal ini sesuai dengan
pendapat Amalinda (2016) yang menyatakan bahwa pengukuran rasa dengan panel manusia
akan bersifat subjektif sehingga emosi dan kesehatan panelis perlu diperhatikan agar tidak
mempengaruhi suasana hati yang dapat berimbas pada hasil pengujian.
Kesalahan yang mungkin terjadi pada percobaan ini adalah panelis salah mengartikan
rasa manis dari sampel dengan rasa dari air mineral. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rahmadhani dan Fibrianto (2016) yang menyatakan bahwa panelis sering menganggap
sampel dengan rasa manis yang diberikan memiliki rasa yang sama dengan air mineral untuk
pencuci mulut. Emosi dan kesehatan dapat berpengaruh pada hasil pengujian dan umumnya
bersifat subjektif maka, diperlukan metode lain untuk mendeteksi suatu rasa. Hal ini sesuai
dengan pendapat Amalinda (2016) yang menyatakan bahwa untuk mengatasi kelemahan dari
metode pengujian yang bersifat subjektif dan hasil pengujian bergantung pada suasana hati
manusia sehingga terdapat metode baru yang dikenal dengan system sensor rasa (electronic
tongue) untuk menganalisis suatu rasa secara objektif.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa dari 14
orang yang mengikuti pengujian terhadap rasa-rasa dasar (manis, asin, asam, pahit, dan
umami) didapatkan 4 orang panelis terlatih dengan persentase jumlah panelis terlatih sebesar
28,57%. Panelis terlatih tersebut adalah Vinny, Neti, Anggarjito, dan Jethro. Faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pengujian, yaitu keberagaman etnis atau suku bangsa, kebiasaan makan,
jenis kelamin, usia, emosi, kesehatan, dan tingkat pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA
Amalinda, F. 2016. ANALISIS POLA KELUARAN PROTOTIPE SENSOR RASA PORTABLE CAMPURAN LIPID
DIOCTYL PHOSPHATE DAN TRIOCTYL METHYL AMMONIUM CHLORIDE. J. Saintek. 8(1): 20-30.

Amalinda, F. 2016. Prototipe Sensor Rasa Portable Berbasis Campuran Lipid Dioctyl Phosphate Dan
Trioctyl Methyl Ammonium Chloride Dengan Perbandingan Massa 9:1. J. Ilmiah GIGA. 19(1):
43-49.

Azhar, L.O.M.F., K. Fibrianto, S. Widyotomo, dan Harijono. 2018. PENGARUH ASAL BIJI KAKAO
DAN LAMA CONCHING TERHADAP KARAKTERISTIK SENSORI COKELAT HITAM DENGAN
PENDEKATAN DISCRETE TIME INTENSITY. J. Teknologi Pertanian. 19(1): 1-14.

Dalem, A.A.G.P.K.P. 2015. KAJIAN RASA NIKMAT DAN PUAS UMAMI PENCEGAH SELERA MAKAN LEBIH
BANYAK SEBAGAI DIET SEHAT. J. Gastronomi Indonesia. 3(1): 80-87.

Hasanah, U., D.R. Adawiyah, dan B. Nurtama. 2014. Preferensi dan Ambang Deteksi Rasa Manis dan
Pahit: Pendekatan Multikultural dan Gender. J. Mutu Pangan. 1(1): 1-8.

Indarawati, A.W., A. Bafadal, dan S.A.A. Taridala. 2016. Presepsi konsumen terhadap sirup air
kelapa. J. Halu Oleo University. 1(1): 99-106.
Langgeng, D.Y. dan H.S. Widiana. 2013. PENGARUH WARNA CANGKIR TERHADAP PERSEPSI CITA
RASA TEH. J. Fakultas Psikologi. 1(2): 59-65.

Manik, M., F. Restuhadi, dan E. Rossi. 2016. Analisis pemetaan kesukaan konsumen terhadap
lempuk dikalangan mahasiswa universitas riau. J. Online Mahasiswa Faperta. 3(2): 1-
15.
Mayasari, E., O.A. Lestari, S. Saloko, dan M. Ulfa. 2017. KARAKTERISTIK SENSORI EKSTRAK DAUN
SAN-SAKNG (ALBERTISIA PAPUANA BECC.) DENGAN PENAMBAHAN NaCl DIBERBAGAI
KONSENTRASI PADA PANELIS SEMI TERLATIH. J. Ilmiah Teknosains. 3(1): 27-33.

Nifah, K.U. dan N. Astuti. 2015. PENGARUH PROPORSI TEPUNG (TAPIOKA–TEMPE) DAN METODE
PEMBUATAN ADONAN TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK DAN FISIK KERUPUK TEMPE. J. Boga.
4(3): 57-70.

Nugroho, A.B., P. Lestari, dan I. Wiendijarti. 2012. Pola Komunikasi antarbudaya batak dan jawa di
Yogyakarta. J. Komunikasi. 1(5): 403-418.
Praharani, D.L. 2006. Perbedaan kepekaan indera rasa pengecap asin pada wanita hamil
trisemester I dengan wanita tidak hamil. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Airlangga, Surabaya. (Skripsi)
Rakhmi, A.T., S.D. Indrasari, dan D.D. Handoko. 2013. KARAKTERISASI AROMA DAN RASA
BEBERAPA VARIETAS BERAS LOKAL MELALUI QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS METHOD.
J. Informatika Pertanian. 22(1): 37-44.

Ramadhani, R.A. dan K. Fibrianto. 2016. PROSES PENYIAPAN MAHASISWA SEBAGAI PANELIS
TERLATIH DALAM PENGEMBANGAN LEXICON (BAHASA SENSORI) SUSU SKIM UHT DAN SUSU
KAYA LEMAK UHT. J. Pangan dan Agroindustri. 4(1): 190-200.

Safitri, N.K. 2017. PENGARUH PERSONAL SELLING DAN PERSEPSI KONSUMEN TERHADAP
KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK ASURANSI JIWA SYARIAH (AJB) BUMIPUTERA 1912 KANTOR
OPERASIONAL TULUNGAGUNG. FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS, ISLAM INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI, TULUNGAGUNG. (Skripsi)

Sunariani, J. 2009. PERUBAHAN KONSENTRASI IL-1 DAN GUSTDUCIN TERHADAP RASA PENGECAP
PAHIT PADA DEMAM. J. Penelit. Med. Eksakta. 8(3): 159-167.

Susilo, R., Suparmi, dan Edison. 2017. Kajian mutu serbuk perisa alami dari limbah udang. J.
Online Mahasiswa FPIK. 4(1): 1-9.
Taufik, M. 2018. Kadar Antioksidan Dan Sifat Sensoris Minuman Fungsional dari Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) dan Kayu Manis (Cinnamomum burmani) Instan. Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang. (Skripsi)

Utami, N. 2015. SIFAT ORGANOLEPTIK ES KRIM DENGAN PENAMBAHAN JUS WORTEL (Daucus carota
L.). FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF
KASIM RIAU, PEKANBARU. (Skripsi)

Wahyuningtyas, D., T.S. Putranto, dan R.N. Kusdiana. 2014. UJI KESUKAAN HASIL JADI KUE
BROWNIES MENGGUNAKAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG GANDUM UTUH. J. Binus Business
Review. 5(1): 57-65.

Anda mungkin juga menyukai