Anda di halaman 1dari 9

1.

Sakarin
Sakarin secara tidak sengaja ditemukan oleh Remsen dan Fahlberg di
Universitas John Hopkins pada tahun 1879. Ketika pertama kali ditemukan, sakarin
digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi sejak tahun 1900 digunakan
sebagai pemanis (Astuti, 2017).
Sakarin merupakan salah satu jenis pemanis non-nutritif dengan tingkat
kemanisan 200 kali dari tingkat kemanisan gula pasir (sukrosa). Setelah mengonsumsi
sakarin akan tertinggal rasa pahit setelah rasa manis berlalu (after taste). Sakarin
memiliki nama kimia 1,2 benzisotiazolin-3-on 1,1 dioksida dengan rumus kimia
C7H5NO3S dengan berat molekul 183,18. Sakarin relatif stabil pada pH 3,3 – 8
(Khomsan Ali, 2009)
Sakarin memiliki kelarutan yaitu 1 gram sakarin dapat larut dalam 290 mL air
pada suhu kamar atau dalam 25 mL air mendidih (100°C), 1 gram sakarin juga larut
dalam 31 mL alcohol 95%, 1 gram sakarin larut dalam 12 mL aseton atau 50 mL
gliserol. Sakarin mudah sekali larut dalam larutan alkali karbonat dan sedikit larut
chloroform maupun eter. Sakarin mengalami hidrolisis dalam suasana alkalis menjadi o-
sulfamoil-benzoat sedangkan dalam suasana asam akan menjadi asam ammonium o-
sulfo-benzoat. Sakarin diabsorbsi di saluran pencernaan dan hampir seluruhnya
diekskresikan dalam bentuk tidak berubah dalam urin selama 24 – 48 jam (Rowe et al,
2009).

Gambar 1. Struktur Sakarin


Sakarin terdapat dalam dua bentuk, yaitu asam dan basa. Bentuk asam
umumnya tidak banyak diproduksi karena tidak disenangi oleh produsen makanan dan
minuman karena sifatnya sukar larut dalam air dan masih ada rasa pahit. Sedangkan
bentuk basanya ada dua macam yaitu natrium sakarin dan kalsium sakarin. Sakarin
yang banyak dijual di pasaran yaitu natrium sakarin dengan tingkat kemurnian 98 – 99
%. Dalam dunia perdagangan sakarin mempunyai beberapa nama seperti
saccharinose, saccharinol, saccharol, saxin, sykose, gluside, garantose, kristolase dan
lain – lain (Khomsan Ali, 2009).
Sakarin biasanya diampur dengan pemanis lain seperti siklamat dan aspartame
dengan maksud untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa
manis. Kombinasi sakarin dan siklamat dengan perbandingan 1:10 merupakan
campuran yang paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman.
Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap usus dan cepat dikeluarkan
melalui urin tanpa perubahan (Astuti, 2017).

2. Siklamat
Siklamat pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Michael Sveda dan Ludwig
Audrieth dari University of Illinois pada tahun 1937. Siklamat digunakan sebagai
pemanis sejak pertengahan tahun 1950 dan menjadi pemanis yang paling dominan
digunakan pada tahun 1960 dalam bentuk garam natrium dan kalsium (Praja, 2015).
Siklamat merupakan salah satu pemanis buatan yang sering digunakan, yang
biasa disebut biang gula. Siklamat mempunyai intensitas kemanisan 30 – 80 kali dari
gula murni. Siklamat sangat disukai karena rasanya yang murni tanpa cita rasa
tambahan (tanpa rasa pahit). Siklamat memiliki sifat sangat mudah larut dalam air dan
memiliki rumus molekul C6H11NHSO3Na. rasa manis siklamat masih dapat dirasaksn
pada tingkat pengenceran 1:10 (dalam liter). Pemanis buatan jenis siklamat merupakan
garam natrium dari asam siklamat. Nama lain siklamat dalam perdagangan dikenal
dengan sebutan antara lain Assugrin, Sucaril dan Sucrosa. (Purwaningsih et al, 2010,
Praja, 2015).

Gambar 2. Struktur Siklamat

3. Batas Maksimal Penggunaan Sakarin dan Siklamat


Ambang batas pemakaian/konsumsi sakarin yang ditetapkan oleh FAO
adalah 5 mg/kgBB/hari. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI
No.235/Menkes/Per/Per/VI/79, sakarin hanya boleh digunakan pada produksi
makanan dan minuman yang berkalori rendah dengan jumlah tertentu untuk
penderita Diabetes Melitus.
Sedangkan berdasarkan surat edaran BPOM tentang batas maksimum
penggunaan pemanis buatan yang diizinkan dalam produk obat tradisional dan
suplemen kesehatan, memiliki persyaratan sebagai berikut:

Berdasarkan peraturan Kepala BPOM RI No.4 tahun 2014 Tentang Batas


Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis, batas pemanis sakarin
dan siklamat yaitu:
4. Efek Penggunaan Sakarin dan Siklamat
a. Sakarin
Sakarin saat ini diklasifkasikan sebagai cocarcinogen (tumor promotor)
dengan potensi yang sangat rendah. Beberapa penelitian mengenai dampak
konsumsi sakarin terhadap tubuh manusia masih menunjukkan hasil yang
kontroversial. Hasil penelitian National Academy of Science tahun 1968 menyatakan
bahwa konsumsi sakarin oleh orang dewasa sebanyak 1 gram atau lebih rendah
tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Tetapi ada penelitian lain yang
menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada
hewan percobaan. Pada tahun 1971 suatu penelitian yang dilakukan oleh Winconsin
Alumni Research Foundation (WARF) membuktikan bahwa sakarin tergolong pada
zat penyebab kanker (carcinogen). Dari 15 ekor tikus yang diberi sakarin 50% atau 7
ekor diantaranya menderita kanker pada kantung empedu setelah mengkonsumsi
sakarin dalam ransumnya selama 2 tahun (Astuti, 2017)
Selanjutnya tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan
sakarin bertanggung jawab terhadap terjadinya kanker kantung kemih. Sejak saat itu
sakarin dilarang digunakan di Canada, kecuali sebagai pemanis yang dijual di
apotek dengan mencantumkan label peringatan (Cahyadi, 2008). Kontroversi
dilarangnya penggunaan sakarin sampai saat ini masih berlangsung, dan
pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No.
208/Menkes/Per/IV/1985 tentang pemanis buatan dan No. 722/Menkes/ Per/ IX/
1988 tentang bahan tambahan pangan, bahwa pada pangan dan minuman olahan
khusus yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar
maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg (Astuti, 2017).
b. Siklamat
Penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan tidak boleh melebihi
batas maksimum yang dipersyaratkan. Batas maksimum konsumsi siklamat harian
menurut organisasi kesehatan dunia FAO adalah sebesar 11 mg/kg. penggunaan
siklamat secara berlebih dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Bakteri organik
dalam saluran gastrointestinal dapat mengubah atau mendesulfonasi siklamat yang
dikonsumsi mejadi senyawa sikloheksilamin yang lebih bersifat toksik dibandingkan
siklamat itu sendiri. Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa
sikloheksilamin antara lain efek testikular, efek kardiovaskular, kerusakan hati dan
ginjal, serta kerusakan organ (tumor kandung kemih, paru, dan limpa) (Praja, 2015).

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Engrid Juni. 2017. Penggunaan Sakarin Sebagai Pemanis Sintesis dalam
Makanan dan Minuman. Prosiding Rapat Kerja Fakultas Ilmu Kesehatan.
Rowe, C Raymond., et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth edition.
USA: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. p605-609
Khomsan, Ali. 2009. Rahasia Sehat dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Praja, Denny Indra. 2015. Zat Aditif Makanan: Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta:
Penerbit Garudhawaca.
Purwaningsih, Retno., Astuti, Rahayu., Salawati, Trixie. 2010. Penggunaan Natrium
Siklamat Pada Es Lilin Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Produsen di Kelurahan
Srondol Wetan dan Pedalangan Kota Semarang. Jurnal Pangan dan Gisi: 1(2).
Surat Edaran BPOM tahun 2017 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Pemanis
Buatan yang Diizinkan dalam Produk Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.
Peraturan Kepala BPOM RI No.4 Tahun 2014 Tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pemanis.

Anda mungkin juga menyukai