Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah

dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti

dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali),

Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen serat Primbon Jampi, Serat

Racikan Boreh Welang dan relief candi Borobudur yang menggambarkan

orang sedang meracik obat (Jamu) dengan tumbhan sebagai bahan

bakunya (1).

Salah satu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bahan obat

tradisional yaitu ketapang (Terminalia catappa), sehingga pada praktikum

ini dilakukan pemeriksaan penetapan kadar kandungan flavonoid terhadap

ketapang (Terminalia catappa) yang telah di buat menjadi sebuah ekstrak.

Standardisasi bahan obat herbal Indonesia terutama standardisasi

simplisia dan ekstrak mempunyai arti yang penting untuk menjaga mutu

bahan obat. Batasan mengenai kadar air, jasad renik dan lainnya sangat

penting untuk menjamin keamanan pemanfaatan bahan obat yang berasal

dari alam dalam memproduksi obat herbal skala industri. Nilai tambah

ekonomi dari simplisia dan ekstrak yang memenuhi standar, jauh lebih

besar dibandingkan dengan yang belum distandarisasi (3).

Salah satu aspek penting pada parameter standardisasi simplisia yaitu

parameter identifikasi komponen senyawa kimia Identifikasi komponen


senyawa kimia yaitu metode kuantatif untuk melihat kandungan senyawa

dalam simplisia yang terdapat pada suatu bahan obat tertentu, dengan

tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu pengolahan, serta untuk

mengetahui jenis bahan yang digunakan dan penentuan parameter nilai

kandungan pada suatu bahan (5).

Oleh karena itu perlu dilakukan percobaan penetapan kadar

kandungan kimia flavonoid untuk melihat parameter spesifik suatu sampel

simplisia. Adapun prinsip pada percobaan penetapan kadar kandungan

kimia flavonoid yaitu dengan melihat kadar flavonoid yang terkandung pada

ekstrak ketapang (Terminalia catappa) dengan spetrofotometri UV-Vis.

Maksud dan tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi

senyawa metabolit sekunder pada ekstrak ketapang (Terminalia catappa),

mengingat parameter senyawa kimia merupakan salah satu aspek

penilaian dalam parameter standarisasi simplisia. Sehingga identifikasi

kadar kandungan kimia flavonoid perlu untuk diketahui menentukan

kelayakan dari suatu simplisia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 UraianTanaman

II.1.1 Klasifikasi Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Combretaceae
Gambar 1. Pohon Ketapang
(Terminalia catappa L.)
Genus : Terminalia L.

Species : Terminalia catappa L. (2)

II.1.2 Habitat Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.)

Pohon ketapang adalah nama sejenis pohon tepi pantai yang rindang

yang memiliki nama latin Terminalia catappa L. Terminalia catappa L

merupakan pohon besar dengan tinggi mencapai 25 m dan gemang batang

sampai 1.5 m. Bertajuk rindang dengan cabang-cabang yang tumbuh

mendatar dan bertingkat-tingkat (4)

Ketapang (Terminalia catappa L.) merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara.

Namun pada wilayah Sumatera dan Kalimantan pohon ketapang jarang

ditemukan. Pohon ini biasa ditanam di Australia bagian utara dan Polinesia, India,

Pakistan, Madagaskar, Afrika Timur dan Afrika Barat, Amerika Tengah, serta

Amerika Selatan. Pohon ketapang kerap ditanam sebagai pohon peneduh di

taman ataupun pinggir jalan. Pohon ketapang mempunyai bentuk cabang dan
tajuk yang khas.abangnya mendatar dan tajuknya bertingkat-tingkat mirip struktur

pagoda (5).

Terminalia catappa L. cocok dengan iklim pesisir dan dataran rendah

hingga ketinggian sekitar 400 m. Ketapang (Terminalia catappa L.)

menggugurkan daunnya dua kali dalam satu tahun, sehingga tumbuhan ini

bisa bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering. Buahnya yang

memiliki lapisan gabus dapat terapung-apung di air sungai dan laut hingga

berbulan-bulan, sebelum tumbuh di tempat yang cocok. Buahnya juga

disebarkan oleh kelelawar (2).

Tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) sering digunakan untuk

ramuan tradisional. Diantaranya dapat dipergunakan untuk mengobati

diare, radang perut, hipertensi, rematik sendi, disentri, lepra, kudis, dan

penyakit kulit lainnya. Bagian tumbuhan ketapang khususnya daun selain

untuk obat kulit daun ketapang dapat dimanfaatkan untuk menurunkan pH

air tawar dan menyerap zat-zat kimia yang terdapat pada air tawar (2).

II.1.3 Kandungan Tumbuhan Ketapang (Terminalia catappa L.)

Secara umum kandungan pada tumbuhan Terminalia catappa L. adalah

tannin (punnicalgin, punicalin, terflavin A dan B, tergallin, tercatin, asam

chebulagic, geranin, granatin B, corilagin), flavonoid (isovitexin, vitexin, isoorintin,

rintin) dan truterpenoid (Ahmed et al., 2005). Pada daun ketapang mengandung

flavonoid, saponin, triterpen, diterpen, senyawa fenolik dan tanin (Pauly, 2005).

Purwani (2015) menyatakan Terminalia catappa L. adalah salah satu tumbuhan

yang berpotensi sebagai antibakteri karena mengandung senyawa metabolit

sekunder yaitu tanin, flavonoid dan saponin (3)


II.1.4 Morfologi Ketapang (Terminalia catappa L.)

Morfologi atau bagian-bagian dari ketapang ini terdiri dari daun, akar,

batang, bunga, buah dan biji.

a) Daun Ketapang (Terminalia catappa L.)

Daun lengkap adalah daun yang terdiri atas pelepah daun (vagina),

tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Daun ketapang

(Terminalia catappa L.) termasuk daun yang tidak lengkap karena hanya

memiliki tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina), untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut (2).

Gambar 2. Daun Ketapang


(Terminalia catappa L.)

Tangkai daun (petiolus), memiliki bentuk tangkai daun seperti bentuk

tangkai daun tumbuhan pada umumnya, yaitu berbentuk silinder dengan

sisi agak pipih dan menebal pada pangkalnya (2).

Helaian daun (lamina), Ketapang (Terminalia catappa L.) memiliki

bentuk tangkai daun seperti bentuk tangkai daun tumbuhan pada

umumnya, yaitu berbentuk silinder dengan sisi agak pipih dan menebal

pada pangkalnya. Memiliki helaian daun bundar telur terbalik. Helaian di

pangkal berbentuk jantung, pangkal dengan kelenjar di kiri-kanan ibu tulang


daun di sisi bawah. Daun ketapang memiliki daun berambut halus di sisi

bawah dan berbentuk lebar pada bagian tengah daun, ujung daun

meruncing, tepi daun yang merata, daging daun tipis dan memiliki tulang

daun menyirip (2).

b) Akar Ketapang (Terminalia catappa L.)

Terminalia catappa L, termasuk tumbuhan dikotil karena memiliki akar

tunggang (radix primaria). Akar Terminalia catappatermasuk akar tunggang

yang bercabang (ramosus), yaitu akar tunggang berbentuk kerucut panjang

yang tumbuh lurus ke bawah, bercabang banyak sehingga memberi

kekuatan pada batang dan dapat membuat daya serap terhadap air dan zat

makanan menjadi lebih besar (2).

c) Batang ketapang (Terminalia catappa L.)

Terminalia catappa merupakan batang berkayu (lignosus), yaitu

batang yang keras dan kuat. Bentuk batang Terminalia catappa berbentuk

bulat (teres). Sifat permukaan batang yaitu memiliki sifat permukaan batang

beralur (sulcatus), yaitu jika membujur batang terdapat alur-alur yang jelas

(2).

Arah tumbuh batang Terminalia catappa yaitu tegak lurus (erectus)

dengan arah lurus keatas. Percabangan pada Terminalia catappa termasuk

percabangan simpodial karena batang pokok sukar ditentukan, dalam

perkembangan selanjutnya mungkin akan menghentikan pertumbuhannya

atau kalah besar dan kalah cepat pertumbuhannya dibandingkan dengan

cabangnya. Sedangkan untuk arah tumbuh cabangnya, Terminalia catappa


memiliki cabang yang mendatar (horizontalis), yaitu antara cabang dengan

batang pokok membentuk sudut kurang lebih 90 (2).

d) Bunga Ketapang (Terminalia catappa L.)

Bunga Terminalia catappa berukuran kecil, berwarna kuning dan

terkumpul dalam bulir yang berada dekat ujung ranting dengan panjang 8–

25 cm. Bunga Terminalia catappa tidak memiliki mahkota, memiliki kelopak

berjumlah 5 yang memiliki bentuk seperti piring atau lonceng ukuran 4–8

mm dan berwarna putih atau krem. Benang sari berada dalam 2 lingkaran

yang tersusun masing–masing 5. Buah batu berbentuk bulat telur gepeng,

bersegi atau bersayap sempit denga ukuran 2,5 - 7 x 4 – 5,5 cm berwarna

hijau-kuning-merah atau ungu kemerahan saat telah masak agar lebih jelas

lihat gambar berikut (2).

Gambar 3.Bunga Ketapang


(Terminalia catappa L.)

e) Buah dan Biji (Terminalia catappa L.)

Bentuk dari buah pohon ketapang ini seperti buah almond. Besar

buahnya kira-kira 4–5,5 cm. Buah katapang berwarna hijau tetapi ketika tua

warnanya menjadi merah kecoklatan. Kulit terluar dari bijinya licin dan

ditutupi oleh serat yang mengelilingi biji tersebut seperti di gambar berikut.
Gambar 4. Buah Ketapang Gambar 5. Biji buah Ketapang
(Terminalia catappa L.) (Terminalia catappa L.)

Kulit biji (Spermodermis) dibagi menjadi 2, yaitu lapisan kulit luar

(testa) dan lapisan kulit dalam (tegmen). Lapisan kulit luar pada biji

Terminalia catappa ini keras seperti kayu. Lapisan inilah yang merupakan

pelindung utama bagi bagian biji yang ada di dalamnya (2).

II.2 Standardisasi Simplisia

Standardisasi bahan obat herbal Indonesia terutama standardisasi

simplisia dan ekstrak mempunyai arti yang penting untuk menjaga mutu

bahan obat. Batasan mengenai kadar air, jasad renik dan lainnya sangat

penting untuk menjamin keamanan pemanfaatan bahan obat yang berasal

dari alam dalam memproduksi obat herbal skala industri. Nilai tambah

ekonomi dari simplisia dan ekstrak yang memenuhi standar, jauh lebih

besar dibandingkan dengan yang belum distandardisasi (3).

Standardisasi simplisia ialah suatu serangkaian metode pengujian

untuk pemeriksaan kandungan senyawa aktif dan mutu ekstrak dari bahan

obat. Hal ini diperlukan untuk menghasilkan ekstrak yang berkualitas baik

sehingga dapat diteruskan ke rana industri. Standardisasi simplisia

dilakukan dengan menentukan persyaratan mutu, keamanan dan khasiat

dari simplisia termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai bahan baku


obat dari bahan alam. Persyaratan mutu simplisia terdiri atas berbagai

parameter standar umum simplisia, yaitu parameter standar spesifik dan

nonspesifik (5).

II.2.1 Parameter Spesifik

Parameter spesifik merupakan tolak ukur khusus yang dapat

dikaitkan dengan jenis tanaman yang digunakan dalam proses standarisasi.

Parameter spesifik yaitu meliputi identitas simolisia, uji organoleptis, uji

mikroskopik, penetapan kadar sari dan sifat kelarutannya, penetapan

kandungan senyawa aktif dan aktivitas senyawa aktif (5).

II.2.2 Parameter Non-spesifik

Parameter nonspesifik merupakan tolak ukur baku yang dapat

berlaku untuk semua jenis simplisia, tidak khusus untuk jenis simplisa dari

tanaman tertentu ataupun jejins proses yang telah dilalui. Adapun

parameter nonspesifik yang ditetapkan untuk simplisia yaitu penetapan

kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan

kadar abu yang tidak larut dalam air, penetapan susut penngeringan,

cemaran mikroniologi dan cemaran logam berat.

II.3 Penetapan Kadar Flavonoid

II.3.1 Definisi

Standarisasi simplisia dilakukan dengan menentukan persyaratan

mutu, keamanan dan khasiat dari simplisia. Persyaratan mutu simplisia

terdiri atas berbagai parameter standar umum simplisia, yaitu parameter

standar spesifik dan nonspesifik (5).


Salah satu aspek penting pada parameter spesifik yaitu parameter uji

identifikasi komponen senyawa metabolit sekunder pada suatu tumbuhan.

Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi

pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau

berbeda antara spesies yang satu dan lainnya (6).

Setiap organisme biasanya menghasilkan senyawa metabolit

sekunder yang berbeda, bahkan mungkin satu jenis senyawa metabolit

sekunder hanya ditemukan pada satu spesies dalam suatu kingdom.

Senyawa metabolit sekunder tidak selalu dihasilkan, tetapi hanya pada saat

dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu (6).

Fungsi metabolit sekunder sekunder adalah untuk mempertahankan

diri dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya untuk

mengatasi hama dan penyakit, menarik pollinator dan sebagai molekul

sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk

berinteraksi dengan lingkungannya (6).

Salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder adalah triterpen,

steroid, dan turunan gula dari keduanya yang disebut sebagai saponin.

Triterpen, steroid dan saponin tersebar luas dalam tumbuhan. Adapun

senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan yaitu terpenoid

atau steroid, saponin, flavonoid, klunon, tannin dan alkaloid (6).

II.4 Metabolisme
Metabolisme suatu proses pembentukan zat di dalam sel yag disertai

dengan adanya perub han energi. Proses - proses ini terjadi di dalam sel

makhluk hidup (7).

II.4.1 Metabolit Primer

Metabolit primer adalah metabolit atau molekul produk akhir atau

produk antara dalam proses metabolisme makhluk hidup, yang fungsinya

sangat esensial bagi kelangsungan hidup organisme tersebut, serta

terbentuk secara intraseluler. Contohnya adalah protein, lemak, karbohidrat

dan DNA pada umumnya metabolit primer tidak diproduksi berlebihan.

Pada sebagian mikroorganisme metabolit dihasilkan yang berlebihan sapat

menghambat pertumbuhan dan kadang-kadang dapat mematikan

mikroorganisme tersebut. Proses metabolisme untuk membentuk metabolit

primer disebut metabolisme primer (7).

II.4.2 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder adalah senyawa organik yang dihasilkan

tumbuhan yang tidak memilki fungsi langsung pada fotosintesis,

pertumbuhan atau respirasi, transpor solut, translokasi, suntesis protein,

asimilasi nutrien, diferensiasi, pembentukan karbohidrat, protwin dan lipid.

Metabolit sekunder seringkali hanya dijumpai pada satu spesies atau

sekolompok spesies berbeda dengan metabolit primer (asam amino,

nukleotida, gula, lipid) yang biasanya dapat dijumpai hampir di semua

kingdom tumbuhan (7).

II.5 Flavonoid
Gambar 5. Struktur Senyawwa Flavonoid (8).

Flavonoid mempunyai kerangka dasar 15 atom karbon yang terdiri

dari dua cincin benzene terikat pada suatu rantai propane sehingga

membentuk sususan C6-C3-C6. Kerangka karbonnya terdiri atas dua

gugus C6 (cincin benzene tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik

tiga-karbon. Pengelompokkan flavonoid diberdakan berdasarkan cincin

heterosikik-oksigen tambahan dan gugus hidroksilnya. Salah satu

kelompok senyawa flavonoid adalah Quenetin yang memiliki lima gugu

hidroksil yang mampu merendam radikal bebas DPPH (4).

Flavonoid adalah senyawa yang mempunyai inti α-benzopyron.

Oksigen pada gugus karbonilnya akan terprotonisasi ketika direaksikan

dengan HCl. Hasil reaksinya adalah garam flavilium yang berwarna merah

tua. Hasil uji ekstrak ini menunjukkan warna merah ungu yang berarti

terbentuknya garam flavinium (4).

II.6 Quersetin

Kuersetin dikategorikan sebagai flavonol, salah satu dari enam subclass

senyawa flavonoid. The International Union of Pure and Applied Chemistry

(IUPAC) menyebutkan nomenklatur untuk kuersetin adalah 3,3',4',5,7-

pentahydroxyflavanone. Kuersetin adalah aglikon. Aglikon adalah komponen

bukan gula sedangkan glikon adalah komponen gula. Berbagai flavonol dibuat
oleh penempatan diferensial kelompok fenolik-OH dan gula (glikon). Semua

flavonol, termasuk kuersetin memiliki kesamaan yaitu 3-hydroxyflavone (5).

Gambar 4. Struktur kuersetin

Kuersetin memiliki banyak manfaat dalam berbagai aktivitas farmakologi,

termasuk anti kanker, anti alergi, antioksidan, dan anti-sifat inflamasi. Ini telah

menunjukkan dalam pencegahan beberapa kondisi termasuk arthritis, alergi,

borok, komplikasi yang berhubungan dengan diabetes, katarak, kanker, obesitas,

penyakit kardiovaskular, dan infeksi mikroba (5).

II.7 Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri UV-VIS merupakan salah satu metode analisis kimia

yang menggunakan energi radiasi elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet

dan sinar tampak dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk

gelombang. Prinsip kerja dari alat ini adalah berdasarkan penyarapan cahaya atau

energi radiasi dari sautu larutan (6).

Metode Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak berdasarkan pada

hukum LAMBERT-BEER. Hukum tersebut menyatakan bahwa jumlah radiasi

cahaya Tampak, Ultra-violet dan cahaya-cahaya lain yang diserap atau

ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari

konsentrasi zat dan tebal larutan. Dalam suatu larutan gugus molekul yang dapat
mengabsorpsi cahaya dinamakan gugus kromofor, contohnya antara lain: C = C,

C = O, N = N, N = O, dan sebagainya. Molekul-molekul yang hanya mengandung

satu gugus kromofor dapat mengalami perubahan pada panjang gelombang

seperti tertera pada tabel (6).

Tabel 1. Daerah spektrum gelombang elektromagnetik


Macam sinar Panjang gelombang
SinarX 10 - 100 pkm
Ultra-violet jauh 10 - 200 nm
Ultra-violet dekat 200-400nm
Sinar Tampak 400 - 750 nm
Infra-merah dekat 0,75-2 um
Infra-merah tengah 2,5 - 50 u m
Infra-merah jauh 50 - 1000 u m
Gelombang mikro 0,1 - 100 cm
Gelombang radio 1 - 1000 m

Gambar 5. Bagan susunan alat Spektrofotometer Ultra-violet dan Sinar Tampak.

Keterangan
A = sumber cahaya.
B = monokromator.
C = sel absorpsi (tempat larutan).
C1 =sampel
C2 = pelarut.
D = detektor.
E = meter atau rekorder.
Bila absorbansi A dialurkan terhadap konsentrasi c untuk suatu sampel

yang tebalnya b cm, maka akan menghasilkan suatu garis lurus dengan lereng AB

dalam daerah dimana hukum LAMBERT-BEERT berlaku. Kurvanya sebagai

berikut (3).

Gambar 6. Pengaluran absorbansi terhadap konsentrasi.

Garis lurus yang dihasilkan ini tidak selalu diperoleh melalui titik awal (titik

nol). Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor fisika dan kimia. Faktor fisika disebabkan

oleh keadaan alatnya sendiri, misalnya sumber cahaya yang dipakai, lebar celah,

kepekaan rekorder dan sebagainya, tetapi kesalahan ini relatif kecil karena alat

yang dipakai sebelum dikeluarkan telah diuji ketelitiannya. Faktor kimia

disebabkan oleh perbedaan pH larutan, konsentrasi, suhu dan terjadinya reaksi

kimia dalam larutan, misalnya: oksidasi, disosiasi, polime-risasi dan pembentukan

kompleks (3)

Bila transmisi T dialurkan terhadap c pada kondisi yang sama akan

dihasilkan kurva eksponen yang diperlihatkan pada gambar , tetapi kurva log T

terhadap c adalah garis lurus dengan lereng ab (3).


Gambar 7. Pengaluran transmisi terhadap konsentrasi.
BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah batang beaker,

pengaduk, botol coklat, cawan porselin, kuvet, labu tentuukur, mesin

Spektrofotometri UV-Vis, mikropipet, pipet tetes, tissue dan vial.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah air, metanol

dan ekstrak ketapang (Terminalia catappa L.).

III.2 Cara Kerja

III.2. 1 Larutan Stock

Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia catappa L.) ditimbang sebanyak 15 mg

kemudian dilarutkan di dalam 25 ml etanol PA di dalam labu tentukur 25 ml.

III.2. 1 Larutan Seri Pengenceran

Larutan stock diambil 1500 𝜇𝐿 menggunakan pipet mikro dan dimasukkan

ke dalam labu tentukur 10 ml dan dicukupkan menggunakan etanol PA dan

masukkan ke dalam kuvet. Dilakukan sebanyak 3 kali (triplo).

III.2. 2 Larutan Blanko

3 ml metanol dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml kemudian

ditambahkan AlCl3 0.2 ml dan Natrium Asetat 02 ml serta dicukupkan hingga


mencapai garis di labu tentukur dengan air suling. Kemudian masukkan ke dalam

kuvet.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Total Flavonoid Ekstrak


No. Sampel ID Type Ex Conc WL427,0 Wgt.Factor
1 Blanko Standard 0,000 0,000 1,000
2 Quarcetin 1 Standard 2,000 0,136 1,000
3 Quarcetin 2 Standard 4,000 0,283 1,000
4 Quarcetin 3 Standard 6,000 0,416 1,000
5 Quarcetin 4 Standard 8,000 0,551 1,000
6 Quarcetin 5 Standard 10,000 0,642 1,000
7 Quarcetin 6 Standard 12,000 0,839 1,000
8 Quarcetin 7 Standard 14,000 0,942 1,000

Tabel 1. Hasil pengamatan Spektrofotometri UV-Vis ketapang (Terminalia catappa L.)


No. Sample ID Type Conc WL427,0
1 Blanko Unknow -0,058 0,000
2 Ektrak Makassar a Unknow 6,146 0,419
3 Ektrak Makassar b Unknow 6,144 0,418
4 Ektrak Makassar c Unknow 6,168 0,420
5 Ektrak Makassar I Unknow 6,669 0,454
6 Ektrak Makassar II Unknow 6,667 0,454
7 Ektrak Makassar III Unknow 6,651 0,453
8 Ektrak Makassar 1 Unknow 6,105 0,416
9 Ektrak Makassar 2 Unknow 6,100 0,415
10 Ektrak Makassar 3 Unknow 6,068 0,413
11 Ektrak Bone 1 Unknow 3,420 0,235
12 Ektrak Bone 2 Unknow 3,412 0,234
13 Ektrak Bone 3 Unknow 3,361 0,231
14 Ektrak Bone I Unknow 3,308 0,227
15 Ektrak Bone II Unknow 3,276 0,225
16 Ektrak Bone III Unknow 3,321 0,228
17 Ektrak Bone a Unknow 3,522 0,242
18 Ektrak Bone b Unknow 3,485 0,239
19 Ektrak Bone c Unknow 3,462 0,238
20 Ektrak Palopo a Unknow 6,434 0,438
21 Ektrak Palopo b Unknow 6,347 0,432
22 Ektrak Palopo c Unknow 6,442 0,418
23 Ektrak Palopo 1 Unknow 6,135 0,424
24 Ektrak Palopo 2 Unknow 6,224 0,419
25 Ektrak Palopo 3 Unknow 6,154 0,438
26 Ektrak Palopo I Unknow 6,705 0,456
27 Ektrak Palopo II Unknow 6,739 0,459
28 Ektrak Palopo III Unknow 6,718 0,457

IV.2 Pembahasan
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

V.2 Saran

Saran untuk laboratorium, sebaiknya bahan yang ada di

laboratorium dilengkapi agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak

diinginkan atau pun terhambatnya jalan kerja praktikum.

Saran untuk praktikum, sebaiknya pengambilan sampel dilakukan di

sekitaran laboratorium saja agar waktu praktikum bisa lebih efisien ke

depannya.

Saran untuk asisten, sebaiknya praktikan diajarkan cara pemilihan

sampel yang baik dan benar guna menghindari terjadinya kesalahan dalam

pemilihan sampel yang akan digunakan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Muharni, Supriyatna, Husein H.Bahti, dan Dachariyanus. Aktivitas Antioksidan


Senyawa Fenol dari Manggis Hutan. Jurnal Penelitian Sains Volume 12 Nomer 3(C)
12307. 2009.

2. Backer, C. A. dan B. v. D. Brink. Flora of Java. Vol. I. N.V.P Noordhoff Groningen The
Netherlands. 1963.

3. Hermawan, Heri. Kadar Polifrnol dan aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat dan
methanol buah ketapang. Bogor. Universitas Pakuan.

4. Redha, Abdi. Flavonoid :Struktur sifat antioksidatif dan perannya dalam system
biologis. Pontianak : Politeknik Negeri Pontianak.

5. Tryati Ett. Spektrofotometri Ultra Violet dan Sinar Tampak Serta Aplikasinya dalam
oseanologi.

6. Siswarzi, Mz. Ekstraksi Kuersetin Dari Buah Terong Belanda Menggunakan Pelarut
Etanol.Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara. 2017.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja

Sampel Tapak Liman


(Elephantopus scaber L.)

Ditentukan lokasi menggunakan GPS


Ambil gambar sebanyak 3 kali
Pengukuran tumbuhan
Dicabut dan dicuci dengan air mengalir
Dikeringkan
Disemprotkan metanol dan dikeringkan
Dimasukkan ke dalam sak obat

Tapak Liman
(Elephantopus scaber L.)
Lampiran 2. Kunci Determinasi

Tapak Liman (Elephantopus scaber L.)

1b – 2b – 3b – 4b – 6b – 7b – 9b – 10b – 11b – 12b – 13b – 14a – 15a

(Gol. 8) – 109b – 119b – 120a – 121a (121 compositae) – 1a – 2b – 3a

(Elephantopus) (2).
Lampiran 3. Gambar Hasil Praktikum

DAFTAR PUSTAKA

1. Azter, Abdul Arief. Uji Efek Ekstrak Etanol Herba Tapak Liman
(Elephantopus scaber L.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat
Darah Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Kafeina. Jakarta :
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2009.

2. Steenis, C.G.G.J van, Bloembergen, S & Eyme,P.J. Flora. Jakarta :


Balai Pustaka. 2013.

3. Soenanto, Hardi. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan


Obesitas. Jakarta : PT. Elex Media Kompitudo. 2009.

4. Departemen Kesehatan RI. Materia Medika Indonesia Jilid V .


Jakarta : Departemen Kesehatan. 1989.

5. Departemen Kesehatan RI. Vedemekum Bahan Obat Alam. Jakarta


: Ditjen POM. 1989.

6. Leopold, AC. Plant Growth and Development. New York : McGraw


Hill Book Co.Inc. 1964

7. Odum, EP. Dasar-Dasar Ekologi, Edisi ketiga. Jogjakarta : Gajah


Mada University Press. H134-162. 1993.

8. Ratnasari, Juwita. Galeri Tanaman Hias Bunga. Jakarta : Penebar


Swadaya. 2007.
9. Pahan, Iyung. Kelapa Sawit. Bogor : Penebar Swadaya. 2006.

10. Yuniarti, Titin. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Jakarta :


391-393. 2012.

Anda mungkin juga menyukai