Anda di halaman 1dari 20

AKTIFITAS ANTIMIKROBA KITOSAN FILM DARI LIMBAH KULIT

UDANG DAN PEMANFAATANNYA : ARTIKEL REVIEW

1 1
Almalia Surya Gustiningrum *, Nurjannah Nurjannah
1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, Indonesia.
*Korespondensi: almaliagustiningrum@apps.ipb.ac.id

Abstrak
Aktivitas pengambilan daging pada udang biasanya untuk produk olahan perikanan. Industri tersebut
dapat menyebabkan banyaknya cangkang udang yang terbuang, jumlahnya dapat mencapai 30-40%. Cangkang
udang mengandung protein, mineral dan kitin yang sangat potensial. Kitin dapat diproses menjadi kitosan
(biopolimer linier alami) yang dapat digunakan dalam berbagai bidang. Kitosan salah satu produk karbohidrat
yang berfungsi untuk antibakteri dan antijamur. Film kitosan antibakteri, merupakan bahan serbaguna dan ramah
lingkungan, telah menarik perhatian besar baik dalam industri makanan maupun obat-obatan karena sifatnya
yang unik, termasuk biokompatibilitas dan aktivitas antimikroba, ditinjau dari karakteristik kadar air, kadar abu,
derajat deasetilasi, dan kelarutannya, Kategori film yang dibahas berkisar dari film kitosan murni hingga film
yang disempurnakan dengan aditif seperti nanopartikel logam, nanopartikel oksida logam, graphene, fullerene,
serta ekstrak tumbuhan. Dalam industri makanan, film-film ini menjanjikan dalam memperpanjang umur simpan
dan menjaga kualitas makanan. Di bidang medis, bahan ini telah digunakan sebagai pembalut luka, sistem
penghantaran obat, dan sebagai pelapis antibakteri pada peralatan medis. Review lebih lanjut menunjukkan
bahwa penggabungan aditif yang berbeda dapat secara signifikan meningkatkan sifat antibakteri film kitosan.
Meskipun potensi film antibakteri kitosan sangat besar, review ini menggarisbawahi perlunya penelitian di masa
depan yang berfokus pada optimalisasi metode sintesis, memahami hubungan struktur-properti, dan evaluasi
ketat terhadap keamanan, biokompatibilitas, dan stabilitas jangka panjang dalam aplikasi dunia nyata.

Kata kunci: Antibakteri, Antijamur, Kitosan film, Limbah udang, Produk perikanan,

ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF CHITOSAN FILM FROM SHRIMP


SHELL WASTE AND ITS USES: REVIEW ARTICLE
Abstract
The activity of taking meat from shrimp is usually for processed fishery products. This industry can cause a lot
of shrimp shells to be wasted, the amount can reach 30-40%. Shrimp shells contain very potential protein,
minerals and chitin . Chitin can be processed into chitosan ( a natural linear biopolymer) which can be used in
various fields. Chitosan is a carbohydrate product that functions as antibacterial and antifungal. Antibacterial
chitosan film, a versatile and environmentally friendly material, has attracted great attention in both the food and
pharmaceutical industries due to its unique properties, including biocompatibility and antimicrobial activity, in
terms of the characteristics of water content, ash content, degree of deacetylation and solubility, Category The
films discussed range from pure chitosan films to films enhanced with additives such as metal nanoparticles,
metal oxide nanoparticles, graphene, fullerene, as well as plant extracts. In the food industry, these films show
promise in extending shelf life and maintaining food quality. In the medical field, this material has been used as
a wound dressing, drug delivery system, and as an antibacterial coating on medical equipment. Further review
shows that the incorporation of different additives can significantly improve the antibacterial properties of
chitosan films. Although the antibacterial potential of chitosan films is enormous, this review underscores the
need for future research focused on optimizing synthesis methods, understanding structure-property
relationships, and rigorous evaluation of safety, biocompatibility, and long-term stability in real-world
applications.

Keywords: Antibacterial, Antifungal, Chitosan film, Shrimp waste, Fishery products

1
PENDAHULUAN

Udang tergolong olahan perikanan yang menjadi ekspor ke beberapa negara.

Umumnya di ekspor dalam bentuk segar dan beku. Transportasi udang dengan cara

didinginkan bertujuan agar udang menjadi lesu. Karena pendinginan yang cepat dapat

menyebabkan hilangnya kaki dan cakar, suhu harus diturunkan secara perlahan. Pengepakan

dalam serbuk gergaji atau serutan kayu yang sudah didinginkan digunakan untuk

meminimalkan stres, sementara beberapa spesies seperti udang windu (Penaeus monodon)

dan udang air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dapat dikemas dalam air beroksigen dalam

kantong plastik (Defeng et al., 2021). Adapun prosedur untuk mengurangi stres dalam

pengemasan dan pengangkutan sejumlah kelompok spesies krustasea hidup. Umumnya suhu

adalah faktor krusial mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang di

ekosistem perairan, yang telah diteliti dalam beberapa penaeids (Defeng et al., 2021).

Aktivitas pengambilan daging pada udang biasanya untuk produk olahan perikanan.

Industri tersebut dapat menyebabkan banyaknya cangkang udang yang terbuang, jumlahnya

dapat mencapai 30-40%. Terbukti data badan pusat statistik bahwa ekspor udang yang

semakin tahun meningkat dari tahun 2012-2016 yaitu 10,40% sampai tahun 2017 tetap

mengalami kenaikan sampai 11,30%. Cangkang udang mengandung protein, mineral dan

kitin. Sumber kitin yang sangat potensial berasal dari kerangka luar crustacea (seperti udang,

kepiting, rajungan, dan lobster), serangga, dinding yeast dan jamur, serta Moluska (Sari et al.,

2019).

Kitin dapat diproses menjadi kitosan (biopolimer linier alami) yang dapat digunakan

dalam berbagai bidang. Kitosan salah satu produk karbohidrat yang berfungsi untuk

antibakteri dan antijamur. Kitosan juga memiliki antioksidan karena terdapat interaksi

OH − dengan H + dari NH3 (Sari et al., 2019). Kitosan sebagai polisakarida terbanyak kedua

setelah selulosa yang telah dipelajari untuk pengawetan ikan, karena sifat uniknya, seperti

2
biokompatibilitas, aktivitas antimikroba, dan sifat pembentuk film (Dawei et al., 2018).

Artikel terbaru telah membahas sintesis kitosan dari cangkang udang dan menunjukkan

bahwa kitosan memiliki beragam sifat fisikokimia dan fungsi biologis. Molekul kitin dan

kitosan digambarkan pada Gambar 1. Artikel ini membahas mengenai aktifitas antimikroba

kitosan dari berbagai literatur ditinjau dari kadar air yang dihasilkan, kadar abu, derajat

deasetilasi, kelarutan dan beberapa uji aktivitas antimikroba ditinjau dari beberapa literatur,

serta pemanfaatannya termasuk terhadap produk olahan ikan.

Figure 1 Citin and Chitosan (Chandrasekaran et al., 2020)

EKSTRAKSI KITOSAN

Beberapa penelitian terbaru melaporkan ekstraksi kitin dan kitosan berbahan baku

limbah kulit udang melalui 3 proses : demineralisasi, deproteinisasi,deasetilasi (Hosney et al.,

2022)

1. Demineralisasi adalah proses menghilangkan mineral, terutama kalsium karbonat. Hal

ini dapat dilakukan di bawah pengaruh asam anorganik atau organik.

2. Deproteinisasi kimia adalah proses di mana ikatan kimia antara kitin dan protein

terganggu, dan biopolimer didepolimerisasi di bawah pengaruh larutan basa.

Deproteinisasi merupakan tahap penting untuk menghilangkan protein dari cangkang

udang, dilakukan setelah atau sebelum tahap demineralisasi.

3. Deasetilasi kitin dapat dicapai dengan menggunakan larutan asam atau basa. Namun,

deasetilasi dengan media asam dapat merusak ikatan glikosidik dan memutus rantai

3
polimer. Di sisi lain, deasetilasi basa pekat kitin adalah proses yang lebih efisien untuk

menghilangkan gugus adeasetilasi kitin.

Figure 2. Extraction process of chitin and chitosan from shrimp (Islam et al., 2020)

Gambar 2 menunjukkan metode umum yang digunakan dalam melakukan ekstraksi

kitin dan kitosan dimulai dari proses pengeringan kulit udang lalu proses demineralisasi

dilanjutkan deproteinasi menghasilkan produk kitin, selanjutnya melalui proses deasilasi

untuk mendapatkan produk kitosan, metode ini digunakan pada penelitian Hosney et al.,

(2022) dan Islam et al., (2020) sebagai referensi.

KADAR AIR

Kitosan bersifat higroskopis sehingga dapat dipengaruhi oleh penyerapan air selama

penyimpanan, kelembaban relatif dan cahaya (Kandile et al., 2018). Kadar air setelah

pembuatan kitosan dapat ditentukan dengan menggunakan metode gravimetri. Tabel 1

menampilkan persentase kadar air menurut beberapa referensi literatur.

Table 1 . Total Chitosan Moisture Content


Sample Moisture (%) Reference
Shrimp shell 1.5 Abirami et al. (2021)
Penaeus monodon (shrimp) 1.28
Penaeus monodon (shrimp) 1.25
Macrobrachium rosenbergii (prawn) 1.27 Islam et al. (2020)
Macrobrachium rosenbergii (prawn) 1.26
Shrimp shell waste 4
Shrimp shell waste 4.36
Shrimp shell waste 5.02
Shrimp shell waste 6 Hossain & Uddin, (2020)
Shrimp shell waste 5.79
Shrimp shell waste 6.49
Shrimp shell waste 5.52
Shrimp shell waste 5.21

4
Dalam penelitian terbaru, berbagai peneliti melaporkan persentase kadar air yang

bervariasi mulai dari 1,25–6.49 % (Tabel 1), Hal ini sesuai dengan pernyataan Goosen (2020)

bahwa Kadar air direkomendasikan kurang dari 10 untuk kitosan komersial. Kandungan kadar

air dapat mempengaruhi kualitas dari produksi kitosan tersebut. Islam et al. (2020) juga

menyarankan agar kadar air kitosan harus rendah untuk mencegah kerusakan polimer.

Persentase kadar air dapat bervariasi, tergantung pada budidaya perairan di dalam

atau di luar ruangan (sinar matahari), musim iklim, dan kelembaban relatif. Variasi kadar air,

heterogenitas, dan lama penyimpanan sampel limbah udang dapat menyebabkan perbedaan

karakteristik dan kualitas kitosan. Keberadaan fase air mempunyai dampak yang signifikan

terhadap kemampuan alir, umur simpan, dan kompresibilitas formulasi berbahan dasar padat

kitosan (Sreelekshmi et al., 2022).

KADAR ABU

Persentase kadar abu total kitosan yang terekstraksi dari cangkang udang sama dengan

jumlah abu dalam kitosan dibagi berat sampel kitosan dikalikan 100%. Persentase kadar abu

kitosan merupakan indikator penting dari kinerja dan efektivitas proses demineralisasi untuk

menghilangkan mineral dan karbonat dan tidak boleh melebihi 1% untuk kitosan berkualitas

tinggi. Penurunan kadar abu cangkang udang melalui demineralisasi dapat digunakan sebagai

penduga kualitas kemurnian kitosan. Semakin tinggi kadar abu reduksi maka semakin tinggi

pula derajat kemurnian kitosan tersebut (Hosney et al,. 2022). Tabel 2 menampilkan persetase

kadar abu menurut beberapa referensi.

Hasil kadar abu dari penelitian William & Wid, (2019) memperlihatkan hasil terbaik

dengan persentase kadar abu sebanyak 0.24% sesuai dengan literatur bahwa persentase kadar

abu kitosan merupakan indikator penting dari kinerja dan efektivitas proses demineralisasi

untuk menghilangkan mineral dan karbonat dan tidak boleh melebihi 1% untuk kitosan

berkualitas baik (Hosney et al., 2022).

5
Table 2. Total Chitosan Ash Content
Sample Ash Content Method Reference
(%)
Shrimp 1.21 1. Deproteinization
2. Demineralization Abirami et al. (2021)
3. Deacetylation
Shrimp shell wastes (a) 0.24 1. Deproteinization
2. Demineralization William & Wid, (2019)
3. Deacetylation
Shrimp shell wastes (b) 2.67 1. Demineralization
2. Deproteinization
3. Deacetylation
Penaeus monodon (a) 1.26 1. Deproteinization
2. Demineralization
Penaeus monodon (b) 1.20 1. Deproteinization
2. Demineralization
3. Deacetylation Islam et al. (2020)
Macrobrachium rosenbergii 1.25 1. Deproteination
(a) 2. Demineralization
Macrobrachium rosenbergii 1.21 1. Deproteinization
(b) 2. Demineralization
3. Deacetylation

Perlakuan menarik diteliti pada penelitian William & Wid, (2019), perbedaan persen-

tase abu yang signifikan menunjukkan bahwa, proses demineralisasi pada perlakuan A lebih

efektif dibandingkan pada perlakuan B. Hal ini dikarenakan ketika demineralisasi dilakukan

sebelum deproteinasi, maka lapisan protein akan berperan sebagai lapisan yang melekat dan

mencegah terjadinya hidrolisis kitin dan juga depolimerisasi lebih lanjut. Hasilnya, dihasilkan

kitosan dengan kandungan mineral lebih tinggi. Sedangkan ketika deproteinasi terjadi pada

langkah pertama, lapisan protein dihilangkan pada proses deproteinasi sehingga meninggal-

kan lapisan mineral yang terbuka. Oleh karena itu, memungkinkan mineral tersebut mudah

dihilangkan selama perlakuan demineralisasi dan menghasilkan kitosan dengan kadar abu

rendah.

DERAJAT DEASETILASI (DD)

Derajat deasetilasi merupakan salah satu parameter terpenting yang menentukan kuali-

tas kitosan, DD bergantung pada konsentrasi alkali, sumber kitin, suhu, dan waktu deasetilasi

kimia. Semakin tinggi kemurnian kitosan maka semakin tinggi pula derajat deasetilasinya.

6
Derajat deasetilasi selalu dilaporkan sebagai faktor penting untuk menentukan aktivitas biolo-

gis, karakteristik polimer dan fisikokimia, dan aplikasi biomedis kitosan (Hosney et al.,

2022).

Secara kimia, kitosan terdiri dari unit β-(14)-linked N-asetil-D-glukosamin (Glc-

NAc) dan D-glukosamin (GlcN) yang terdistribusi secara acak. Proporsi unit GlcNAc dan

GlcN menentukan derajat deasetilasi (DD), parameter penting yang mempengaruhi sifat fisik,

kimia, dan biologi kitosan, seperti kelarutan, viskositas, dan aktivitas antimikroba (Hosney et

al., 2022). Selain itu, derajat deasetilasi merupakan indikator penting efektivitas penghilangan

gugus asetil melalui deasetilasi kimia. Bahkan jika tingkat deasetilasi kitosan komersial

berkisar antara 70% hingga 85% (Rasweefali et,al,. 2021).

Chandrasekaran et al.(2020) menyatakan aktivitas antibakteri kitosan dan kitosan na-

nopartikel sangat bergantung pada berat molekul dan derajat deaseilasi. berat molekul dan

derajat deasetilasi mengubah aktivitas antibakteri kitosan dan kitosan nanopartikel secara

terpisah. CS-NP pada berat molekul yang rendah dan menengah dapat menghambat pertum-

buhan patogen dengan kuat dan kemampuan penghambatan dapat dikontrol oleh pH dan berat

molekul. Data ini menunjukkan bahwa peningkatan berat molekul kitosan menyebabkan pen-

ingkatan ukuran dan penurunan potensi zeta, sehingga mengurangi aktivitas antibakteri.

Penelitian terbaru tentang deasetilasi kitin menjadi kitosan, yang ditinjau dalam

penelitian Santos et al. (2019), menunjukkan bahwa DD% dari udang vanamei (Litopenaeus

vannamei) paling rendah dengan nilai 72% dan paling tinggi dengan nilai 92% tergantung pa-

da semua kondisi yang digunakan dalam produksi kitosan dari limbah udang. Efisiensi

penghilangan gugus asetil dapat diukur melalui DD. Derajat deasetilasi kitosan memberikan

pengaruh besar terhadap sifat fisik, kimia dan biologi kitosan, seperti sifat asam basa dan el-

ektrostatis, biodegradabilitas, self-agregasi, sifat sorpsi dan kemampuan khelat ion logam

(William & Wid, 2019).

7
Table 3. Degree of Deacetylation (DD%) Chitosan Extract from Shrimp
Sample DD % Extraction Condition Minutes Reference
Shrimp shell waste 70.00 4% HCl for DM, 4% NaOH for DP,
and 60% NaOH for DA, at DT 65 ˚C Hossain & Uddin,
Shrimp shell waste 39.10 2% HCl for DM, 4% NaOH for DP, (2020)
and 40% NaOH for DA, at DT 65 ˚C
Litopenaeus vannamei 92.00 DM with 2% HCl for shrimp shells
with 32 mesh size, then DP with 4%
NaOH, and
45% NaOH for DA at 600 watts in Santos et al. (2019)
the microwave for six pulses of 5 min
Litopenaeus vannamei 72.00 DM with 2% HCl for shrimp shells
with 32 mesh size, then DP under 4%
NaOH,
and 45% NaOH for DA, at 600 watts
in the microwave for 15 min
Shrimp waste 83.23 50% NaOH in DA Abirami et al. (2020)

Derajat deasetilasi (DD) dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH. Gugus asetil yang teri-

kat pada kitin sulit dihilangkan. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi NaOH dan suhu yang

tinggi. Dalam penelitian Hossain & Uddin (2020) peningkatan konsentrasi NaOH ditujukan

untuk meningkatkan derajat deasetilasi dimana kadar deasetilasi tertinggi 70% dapat dicapai

pada konsentrasi NaOH 60%.

KELARUTAN KITOSAN

Kelarutan kitosan dianggap sebagai salah satu parameter yang sangat menentukan da-

lam menentukan kualitas kitosan yang diperoleh dari cangkang udang, dimana semakin tinggi

kelarutan maka semakin tinggi pula kemurnian dan kualitas kitosan (Bonilla et al., 2019). Ki-

tosan dengan berat molekul lebih tinggi biasanya menunjukkan peningkatan viskositas dan

kekuatan mekanik, sedangkan kitosan dengan berat molekul lebih rendah menunjukkan pen-

ingkatan kelarutan dan bioaktivitas.

Kitosan merupakan basa lemah yang tidak larut dalam air dan pelarut organik, bahkan

kelarutannya dapat ditunjukkan dengan melarutkan ekstrak bubuk kitosan dalam asam asetat

encer. Asam asetat encer mengubah unit glukosamin kitosan yang tidak larut menjadi bentuk

larut kationik. Kelarutan kitosan biasanya dipengaruhi oleh kadar abu dan DD. Kelarutan

meningkat secara proporsional dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Kitosan dengan dera-

8
jat deasetilasi tinggi mengandung gugus amino (-NH) dalam jumlah besar yang memung-

kinkannya mudah terprotonasi dalam larutan aqueous acid dengan pKa lebih kecil dari 6,2

sehingga kitosan dapat larut (William and Wid, 2019). Selain itu, kelarutan mungkin di-

pengaruhi oleh konsentrasi kimia dan kondisi pra-perlakuan cangkang untuk mendapatkan

kitin (demineralisasi dan deproteinisasi) (Aldila et al., 2020)

Sebaliknya, jika kitosan mengandung abu dalam jumlah besar, kecil kemungkinannya

untuk larut dalam asam asetat. Ketidakefektifan demineralisasi dapat menyebabkan beberapa

mineral pengotor tetap terikat dengan kitosan sehingga mempengaruhi kelarutan kitosan. Pada

penelitian William and Wid (2019) kitosan yang dihasilkan dari P1 (Deproteination preceded

demineralization) larut sempurna dalam asam asetat, sedangkan P2 menghasilkan kitosan

dengan kelarutan 37,79 %. karena, kitosan P2 (Demineralization preceded deproteination)

memiliki DD lebih rendah dan kadar abu lebih tinggi dibandingkan kitosan dari P1. Aki-

batnya, kelarutannya kurang dibandingkan dengan kitosan yang diekstraksi dari P1. Hal ini

juga sesuai dengan penelitian Aldila et al. (2020) menyatakan bahwa kelarutan mungkin di-

pengaruhi oleh konsentrasi kimia dan kondisi perlakuan awal cangkang untuk memperoleh

kitin yaitu proses demineralisasi dan deproteinisasi.

MEKANISME ANTIMIKROBA

Berat molekul kitosan memiliki peran penting dalam menentukan sifat antimikroba.

Kitosan dengan berat molekul lebih rendah cenderung menunjukkan aktivitas antimikroba

yang lebih tinggi karena kelarutannya yang meningkat, yang memungkinkan penetrasi

dinding sel bakteri yang lebih baik (Minh et al., 2020). Derajat Deasetilasi kitosan juga

berdampak signifikan terhadap aktivitas antimikroba, dengan DD kitosan yang lebih tinggi

menunjukkan peningkatan aktivitas karena peningkatan kepadatan gugus amino terprotonasi

yang berinteraksi dengan permukaan sel bakteri (Akpan et al., 2020). Mekanisme antimikroba

kitosan dapat diringkas sebagai berikut (Yilmaz, 2019) :

9
1. Gangguan pada membran sel : Sifat kationik kitosan, yang dihasilkan dari protonasi

gugus aminonya dalam kondisi asam, memungkinkannya berinteraksi dengan per-

mukaan sel bakteri yang bermuatan negatif. Interaksi ini dapat menyebabkan peru-

bahan permeabilitas membran sel sehingga menyebabkan kebocoran komponen intra-

seluler, terganggunya integritas membran, dan akhirnya kematian sel.

2. Khelasi nutrisi penting : Kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat ion logam

esensial seperti kalsium, magnesium, dan zat besi, yang penting untuk pertumbuhan

dan metabolisme bakteri. Dengan ini, kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri

dan pembentukan biofilm, sehingga menghambat kemampuan bakteri untuk berkolo-

nisasi pada permukaan dan menyebabkan infeksi.

3. Gangguan pada ekspresi gen mikroba : Kitosan dapat menembus sel bakteri dan ber-

interaksi dengan komponen intraseluler seperti DNA dan RNA. Interaksi ini dapat

menyebabkan terhambatnya ekspresi gen bakteri dan sintesis protein, yang pada

akhirnya mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bakteri dan kematian sel

4. Generasi spesies oksigen reaktif (ROS) : Kitosan telah dilaporkan menginduksi pem-

bentukan ROS dalam sel bakteri, yang menyebabkan stres oksidatif, kerusakan DNA,

dan kematian sel. Mekanisme ini berkontribusi terhadap aktivitas antimikroba kitosan

dan turunannya.

Beberapa tipe antibakteri film kitosan yang diaplikasikan pada beberapa penelitian dan

berhasil mendapatkan hasil yang optimal terhadap sifat antibakteri kitosan yaitu yang tersusun

dari kitosan murni, nanopartikel logam kitosan, nanopartikel kitosan logam oksida, kitosan-

graphene, kitosan-fullerene atau turunannya, dan ekstrak tumbuhan kitosan.

10
AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Kitosan dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri karena memiliki potensi

antioksidan sebagai pengawet (Sari et al., 2020). Gambar 3 merupakan grafik zona hambat

yang ditimbulkan oleh penambahan kitosan dengan konsentrasi berbeda dan memiliki

peningkatan aktivitas antibakteri yang sangat baik terhadap empat strain (E. coli,

Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Staphylococcus aureus).

Figure 3. Antibacterial activity of chitosan against pathogens – Agar Well Diffusion Method
(Abirami et al., 2021)

Dalam penelitian Abirami et al. (2021) kitosan dengan konsentrasi 60 µg dan 80 µg

terbukti menjadi agen antibakteri yang kuat terhadap bakteri patogen tertentu. Ini mungkin

sifat polikationik dari kitosan, yang mana dapat dengan mudah mengikat dinding sel bakteri

yang bermuatan negatif dan menimbulkan benturan.

Pemanfaatan kitosan sebagai antibakteri tipe lain dapat dimaksimalkan salah satunya

dengan penambahan jenis gula. Gula dapat bereaksi dengan kitosan membentuk suatu reaksi

Maillard sehingga dapat membentuk antioksidan lebih baik sebagai indikator perusak ma-

kanan olahan dari ikan (Bakry et al., 2018).

Zona hambat bakteri yang dihasilkan dari penambahan kitosan pada beberapa literatur

menunjukkan nilai zona hambat terghadap bakteri Escherichia coli terendah sebesar 5.0 mm

dengan perlakuan 1% kitosan film tanpa tambahan gula dan gugus amin, hasil tertinggi pada

11
Table 4. Diameter of the chitosan complex barrier area against bacteria
Microorganisms Treatment Zona Hambat Refer-
(mm) ence
1% Kitosan + 1% Asam Asetat 9.2
Pseudomonas 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa 11.5
aeruginosa 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Galaktosa 11.0
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Fruktosa 10.2 Sari et al.
1% Kitosan + 1% Asam Asetat 8.2 (2019)
Bacillus subtilis 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa 7.0
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Galaktosa 10.5
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Fruktosa 6.5
1% Kitosan + 1% Asam Asetat 6.5
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa 8.6 Sari et al.
Vibro cholera 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Galaktosa 7.7 (2020)
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Fruktosa 9.0
Escherichia coli 1% Kitosan film 5.0
2% Kitosan film 7.0 Abirami
Salmonella sp. 1% Kitosan film 6.0 et al.
2% Kitosan film 9.0 (2020)

zona hambat terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 11.5 mm dengan perlakuan

1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa kitosan yang

ditambahkan gugus amin dan gula memiliki zona hambat bakteri lebih besar, hal ini karena

antioksidan terjadi karena adanya reaksi Mailard antara gula dan gugus amin dan kitosan,

selain itu reaksi Mailard dapat mendonorkan redukton sehingga membentuk antibakteri lebih

baik. Kitosan dan gula tersebut disebut sebagai kitosan monosakarida komplek. Kitosan mon-

osakarida komplek ini dapat menjadikan alternatif sebagai bahan pengawet (Sari et al., 2019).

AKTIVITAS ANTIFUNGI

Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa antifungal kitosan dapat menghambat beberapa

jamur - Fusarium sp., Mucor sp., dan Aspergillus sp. Rasio terbaik terdapat pada konsentrasi

kitosan sebesar 2% dengan jamur target yaitu Fusarium sp. rasio penghambatannya mencapai

92,3 % sedangkan rasio penghambatan terendah terdapat pada konsenrasi 0,5 % kitosan

dengan jamur target yaitu Mucor sp. sebesar 12,5 %. Dapat dilihat dari Tabel 5 setiap kenai-

kan konsentrasi kitosan maka semakin naik pula rasio penghambatan aktivitas jamur tersebut,

12
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan kitosan 2% efektif menghambat

pertumbuhan jamur patogen. Hal ini sejalan dengan penelitian Abirami et al., (2020) bahwa

Table 5. Antifungal activity of chitosan with different concentrations


Concentration of Fungal Pathogens Inhibition ratio (%)
chitosan (%)
Fusarium sp. 46.1
0.5 Mucor sp. 12.5
Aspergillus sp. 41.5
Fusarium sp. 52.3
1 Mucor sp. 35
Aspergillus sp. 50.8
Fusarium sp. 72.3
1.5 Mucor sp. 40
Aspergillus sp. 69.2
Fusarium sp. 92.3
2 Mucor sp. 75
Aspergillus sp. 76.9

aktivitas antijamur film kitosan konsentrasi 1% menghambat jamur Aspergillus sp sebesar 10

mm dan film kitosan 2% menunjukkan zona hambat sebesar 30 mm. Kitosan memiliki ke-

cenderungan untuk menembus membran plasma jamur dan mengeluarkan protein (Abirami et

al., 2020). Sehingga dapat dikatakan bahwa kitosan menghambat jamur dengan cara merusak

membran plasma sehingga jamur mengalami lisis dan mati.

PEMANFAATAN KITOSAN

Berbagai jenis film kitosan yang dapat kita temui, antara lain film kitosan murni, film

kitosan dengan nanopartikel logam, film kitosan dengan nanopartikel oksida logam, film ki-

tosan dengan graphene, film kitosan dengan turunan fullerene, dan film kitosan dengan

ekstrak tumbuhan (Khubiev et al.,2023).

Film kitosan telah banyak diteliti untuk aplikasi pengemasan makanan guna mem-

perpanjang umur simpan, menjaga kualitas, dan mengurangi pembusukan yang disebabkan

oleh kontaminasi mikroba. Film ini dapat disintesis menggunakan berbagai metode, termasuk

pengecoran pelarut, electrospinning, dan perakitan lapis demi lapis. Perlu dicatat bahwa, ka-

rena kekakuan makromolekul kitosan yang ekstrim, penambahan bahan pemlastis diperlukan

13
untuk mendapatkan film dengan sifat mekanik yang baik. Biasanya, gliserin digunakan se-

bagai bahan pemlasti (Florez et al., 2022)

Film kitosan telah digunakan untuk mengawetkan berbagai jenis produk makanan,

seperti buah-buahan, sayuran, daging, dan ikan. Misalnya, film kitosan telah digunakan untuk

memperpanjang umur simpan stroberi dengan mengurangi penurunan berat badan, menjaga

kekencangan, dan menghambat pertumbuhan jamur (Cazon et al.,2019). Demikian pula, dada

ayam yang dilapisi film kitosan menunjukkan penurunan pertumbuhan bakteri dan tingkat

oksidasi lipid yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang tidak dilapisi dengan film

kitosan (Souza et al., 2020). Di bidang medis, film kitosan murni telah digunakan untuk pem-

balut luka, sistem penghantaran obat, dan pelapis perangkat medis karena sifat antimikroba,

biokompatibel, dan dapat terbiodegradasi (Khubiev et al., 2023).

Penggabungan nanopartikel logam ke dalam film kitosan dapat meningkatkan sifat an-

timikroba sehingga lebih efektif dalam berbagai aplikasi. Film kitosan yang mengandung

AgNP telah digunakan dalam kemasan makanan untuk memperpanjang umur simpan dan

menjaga kualitas. Misalnya, film kitosan yang mengandung AgNP telah terbukti efektif

menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada fillet dada ayam, sehingga memperpanjang

umur simpannya (Pal et al., 2021). Demikian pula, pada penelitian Virgili et al. (2021) film

kitosan dengan nanopartikel emas (AuNPs) dan nanopartikel tembaga (CuNPs) juga telah

menunjukkan peningkatan aktivitas antimikroba dan aplikasi potensial dalam kemasan ma-

kanan. Film berbasis kitosan dengan nanopartikel tembaga ditandai dengan peningkatan ak-

tivitas antimikroba terhadap Salmonella dan S. typhimurium serta peningkatan perilaku

mekanik dibandingkan dengan film kitosan murni.

Graphene adalah alotrop karbon yang terdiri dari satu lapisan atom yang tersusun da-

lam struktur nano kisi heksagonal. Memasukkan graphene ke dalam film kitosan dapat

meningkatkan sifat antibakteri dan memperluas aplikasinya. Pertama, graphene adalah bahan

14
yang sangat kuat, dan sangat meningkatkan kekuatan film kitosan. Perlu juga dicatat bahwa

graphene memiliki biokompatibilitas dengan sel mamalia yang diperlukan untuk digunakan

sebagai struktur perancah untuk rekayasa jaringan (Khubiev et al., 2023). Selanjutnya Fuller-

ene, Fullerene memiliki sifat unik yang mencakup aktivitas antimikroba terhadap berbagai

mikroorganisme. Selain itu, penguatan fullerene pada film kitosan dapat digunakan untuk

meningkatkan kekuatan, elastisitas, dan karakteristik penghalangnya. Secara khusus,

pengenalan fullerene C60 ke dalam matriks kitosan meningkatkan sifat termal, viskoelastik,

dan optik dari film komposit berbasis kitosan yang dapat terbiodegradasi (Dhakshinamoorthy

et al., 2021). Tipe lainya yaitu film kitosan yang mengandung ekstrak tumbuhan, dapat disin-

tesis menggunakan metode seperti pengecoran pelarut dan electrospinning. Ekstrak tum-

buhan, seperti minyak atsiri, senyawa fenolik, dan flavonoid, telah banyak diteliti sifat anti-

mikrobanya (Khubiev et al., 2023). Film kitosan yang mengandung ekstrak tumbuhan telah

digunakan dalam kemasan makanan untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kuali-

tas. Misalnya, film kitosan yang mengandung minyak esensial thyme telah terbukti meng-

hambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada buah dan sayuran segar (Zhang et al., 2021).

KESIMPULAN

Sejumlah besar produk sampingan yang dihasilkan dari industri pengolahan ini dapat

menjadi sumber penting berbagai zat bermanfaat seperti kitin dan kitosan. Beberapa karakter-

istik yang mempengaruhi kualitas kitosan yang dihasilkan yaitu kadar air, semakin tinggi ka-

dar air maka kualitasnya semakin jelek kadar air kitosan harus rendah untuk mencegah keru-

sakan polimer, kadar abu kitosan merupakan indikator penting dari kinerja dan efektivitas

proses demineralisasi untuk menghilangkan mineral dan karbonat dan tidak boleh melebihi

1% untuk kitosan berkualitas tinggi, derajat deasetilasi yang tinggi menandakan semakin

tinggi kemurnian kitosan, dan kelarutan, sama dengan derajat deasetilasi dimana semakin

tinggi kelarutan maka semakin tinggi pula kemurnian dan kualitas kitosan. Kualitas ekstraksi

15
kitosan yang baik menghasilkan aktivitas antimikroba yang baik, menghasilkan zona hambat

bakteri ataupun zona hambat terhadap jamur. Secara keseluruhan, film kitosan antibakteri

sangat menjanjikan sebagai bahan serbaguna dan ramah lingkungan untuk berbagai aplikasi.

Sifat uniknya, termasuk biodegradabilitas, biokompatibilitas, dan aktivitas antimikroba, men-

jadikannya pilihan menarik bagi para peneliti dan profesional industri. Adapun prospek lebih

lanjut untuk pengenalan luas film antimikroba kitosan ke dalam praktik klinis.

DAFTAR PUSTAKA

Abiram,S., Nagarajan,D., Antony,V.S., Mini,V.A., Sugasini,A., Daniel,A.A. 2021. Extrac-

tion, Characterization, and Utilization of Shrimp Waste Chitin Derived Chitosan in

Antimicrobial Activity, Seed Germination, Preservative, and Microparticle Formula-

tion.Biointerface Research in Applied Chemistry. Vol 11(2).8725-8739.

Akpan, E.I.; Gbenebor, O.P.; Adeosun, S.O.; Cletus, O. 2020. Chapter 5—Solubility, degree

of acetylation, and distribution of acetyl groups in chitosan. In Handbook of Chitin

and Chitosan; Gopi, S., Thomas, S., Pius, A., Eds.; Elsevier: Amsterdam, The Nether-

lands. 131–164.

Aldila, H.; Asmar; Fabiani, V.A.; Dalimunthe, D.Y.; Irwanto, R . 2020 . The effect of depro-

teinization temperature and NaOH concentration on deacetylation step in optimizing

extraction of chitosan from shrimp shells waste. IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci.

599:012003.

Bakry AM, Chang M, Xiong S, Yin T, Zhang B, Huang Q. 2018. Chitosan‐glucose Maillard

reaction products and their preservative effects on fresh grass carp (Ctenopharyngodon

idellus) fillets during cold storage. Journal of the Science of Foodand Agriculture.

99(5): 2158-2164.

16
Bonilla, F.; Chouljenko, A.; Lin, A.; Young, B.M.; Goribidanur, T.S.; Blake, J.C.; Bechtel,

P.J.; Sathivel, S.2019. Chitosan and water-soluble chitosan effects on refrigerated cat-

fish fillet quality. Food Biosci. 31:100426.

Cazón, P and Vázquez, M.2019. Applications of Chitosan as Food Packaging Materials. In

Sustainable Agriculture Reviews 36: Chitin and Chitosan: Applications in Food, Agri-

culture, Pharmacy, Medicine and Wastewater Treatment; Crini, G., Lichtfouse, E.,

Eds.; Springer International Publishing: New York, NY, USA, pp. 81–123.

Chandrasekaran,M., Kim, K.D., and Chun, S.C.2020. Antibacterial Activity of Chitosan Na-

noparticles:A Review. Processes.8(1173). doi:10.3390/pr8091173.

Defeng Xu., Jiaxin Wu., Lijun Sun., Xiaoming Qin., Xiuping Fan., Xiaoxian

Zheng.2021.Combined stress of acute cold exposure and waterless duration at low

temperature induces mortality of shrimp Litopenaeus vannamei through injuring anti-

oxidative and immunological response in hepatopancreas tissue. Journal of Thermal

Biology. 100 (2021) 103080.

Dhakshinamoorthy, A.; Jacob, M.; Vignesh, N.S.; Varalakshmi, P.2021. Pristine and modified

chitosan as solid catalysts for catalysis and biodiesel production: A minireview. Int. J.

Biol. Macromol. 167, 807–833.

Flórez, M.; Guerra-Rodríguez, E.; Cazón, P.; Vázquez, M.2022. Chitosan for food packaging:

Recent advances in active and intelligent films. Food Hydrocoll, 124, 107328.

Goosen, M.F.A.2020. Applications of Chitin and Chitosan; CRC Press: Boca Raton, FL,

USA.

Hosney, A.; Ullah, S.;Barˇcauskaite, K. 2022. A Review of the Chemical Extraction of Chi-

tosan from Shrimp Wastes and Prediction of Factors Affecting Chitosan Yield by Us-

ing an Artificial Neural Network. Marine drugs. 20:675 .

https://doi.org/10.3390/md20110675.

17
Hossain, S and Uddin, K. 2020. Isolation and Extraction of Chitosan from Shrimp Shells. Int.

J. Adv. Res. 8, 657–664.

Islam, A.; Islam, M.; Zakaria, M.; Paul, S.; Mamun, A.2019.Extraction and Worth Evaluation

of Chitosan from Shrimp and Praw Co-products. Am. J. Food Technol. 15: 43–48.

Kandile NG, Z. H., Mohamed MI, Nasr AS, Ali YG .2018. Extraction and characterization of

chitosan from shrimp shells. Open Journal of Organic Polymer Materials. 8(3):33-42.

Khubiev,O.M., Egorov,A.R., Kirichuk.A.A., Khrustalev,V.N., Tskhovrebov,A.G., and

Kritchenkov,A.S. 2023. Chitosan-Based Antibacterial Films for Biomedical and Food

Applications. Inernational Journal of Molecular Sciences. 24, 10738.

https://doi.org/10.3390/ijms241310738.

Minh, N.C.; Van Hoa, N.; Trung, T.S. 2020. Chapter 15—Preparation, properties, and appli-

cation of low-molecular-weight chitosan. In Handbook of Chitin and Chitosan; Gopi,

S., Thomas, S., Pius, A., Eds.; Elsevier: Amsterdam, The Netherlands. 453–471.

Pal, K.; Sarkar, P.; Anis, A.; Wiszumirska, K.; Jarz˛ebski, M. 2021.Polysaccharide-Based

Nanocomposites for Food Packaging Applications. Materials, 14, 5549.

Rasweefali, M.; Sabu, S.; Sunooj, K.; Sasidharan, A.; Xavier, K.M.2021.Consequences of

chemical deacetylation on physicochemical, structural and functional characteristics of

chitosan extracted from deep-sea mud shrimp. Carbohydr. Polym. Technol.

Appl,2:100032.

Santos, V.P.; Maia, P.; Alencar, N.D.S.; Farias, L.; Andrade, R.F.S.; Souza, D.; Ribaux, D.R.;

Franco, L.D.O.; Campos-Takaki, G.M. 2019. Recovery of chitin and chitosan from

shrimp waste with microwave technique and versatile application. Arq. Inst. Biol.

86,1–5.

Sari, S.R., Baehaki, A., Lestari,S.D.2019. Pemanfaatan Kitosan dengan Variasi Gula sebagai

Potensi Pengawet Alami Makanan (Pengujian Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan

18
Bacillus subtilis). Prosiding Seminar Nasional II Hasil Litbangyasa Industri.190-195.

ISSN 2654-8550.

Sari, S.R., Baehaki, A., Lestari,S.D., Arafah, E., Guttifera. 2020. Aktivitas Antibakteri Ki-

tosan Monosakarida Kompleks Sebagai Penghambat Bakteri Patogen Pada Olahan

Produk Perikanan.JPHPI. 23(3).

Souza, V.G.L.; Pires, J.R.A.; Rodrigues, C.; Coelhoso, I.M.; Fernando, A.L.2020. Chitosan

Composites in Packaging Industry—Current Trends and Future Challenges. Polymers.

12, 417.

Sreelekshmi, R.S.; Alex, L.; Jose, J.J. 2022. Shelf-Life Specific Moisture Variation in Chi-

tosan of Genus Fenneropenaeus Distributed along Arabian Sea, India. BioRxiv. 2–8

Virgili, A.H.; Laranja, D.C.; Malheiros, P.S.; Pereira, M.B.; Costa, T.M.H.; de Menezes,

E.W. 2021. Nanocomposite film with antimicrobial activity based on gold nanoparti-

cles, chitosan and aminopropylsilane. Surf. Coat. Technol.415, 127086.

William, W and Wid,N.2019. Comparison of extraction sequence on yield and physicochemi-

cal characteristic of chitosan from shrimp shell waste. IOP Conf. Ser. Journal of Phys-

ics. 1358 : 012002. doi:10.1088/1742-6596/1358/1/012002.

Yilmaz A, H. 2019. Antibacterial Activity of Chitosan-Based Systems. In Functional Chi-

tosan: Drug Delivery and Biomedical Applications; Jana, S., Jana, S., Eds.; Springer:

Singapore, 457–489.

Zhang, X.; Ismail, B.B.; Cheng, H.; Jin, T.Z.; Qian, M.; Arabi, S.A.; Liu, D.; Guo, M. 2021.

Emerging chitosan-essential oil films and coatings for food preservation—A review of

advances and applications. Carbohydr. Polym. 273, 118616.

19
Bukti Upload Academia.edu

https://www.academia.edu/108956603/Aktifitas_Antimikroba_Kitosan_Film_dari_Limbah_K
ulit_Udang_dan_Pemanfaatannya

Bukti Upload Scribd

https://www.scribd.com/document/682835497/Aktifitas-Antimikroba-Kitosan-Film-dari-
Limbah-Kulit-Udang-dan-Pemanfaatannya

20

Anda mungkin juga menyukai