1 1
Almalia Surya Gustiningrum *, Nurjannah Nurjannah
1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, Indonesia.
*Korespondensi: almaliagustiningrum@apps.ipb.ac.id
Abstrak
Aktivitas pengambilan daging pada udang biasanya untuk produk olahan perikanan. Industri tersebut
dapat menyebabkan banyaknya cangkang udang yang terbuang, jumlahnya dapat mencapai 30-40%. Cangkang
udang mengandung protein, mineral dan kitin yang sangat potensial. Kitin dapat diproses menjadi kitosan
(biopolimer linier alami) yang dapat digunakan dalam berbagai bidang. Kitosan salah satu produk karbohidrat
yang berfungsi untuk antibakteri dan antijamur. Film kitosan antibakteri, merupakan bahan serbaguna dan ramah
lingkungan, telah menarik perhatian besar baik dalam industri makanan maupun obat-obatan karena sifatnya
yang unik, termasuk biokompatibilitas dan aktivitas antimikroba, ditinjau dari karakteristik kadar air, kadar abu,
derajat deasetilasi, dan kelarutannya, Kategori film yang dibahas berkisar dari film kitosan murni hingga film
yang disempurnakan dengan aditif seperti nanopartikel logam, nanopartikel oksida logam, graphene, fullerene,
serta ekstrak tumbuhan. Dalam industri makanan, film-film ini menjanjikan dalam memperpanjang umur simpan
dan menjaga kualitas makanan. Di bidang medis, bahan ini telah digunakan sebagai pembalut luka, sistem
penghantaran obat, dan sebagai pelapis antibakteri pada peralatan medis. Review lebih lanjut menunjukkan
bahwa penggabungan aditif yang berbeda dapat secara signifikan meningkatkan sifat antibakteri film kitosan.
Meskipun potensi film antibakteri kitosan sangat besar, review ini menggarisbawahi perlunya penelitian di masa
depan yang berfokus pada optimalisasi metode sintesis, memahami hubungan struktur-properti, dan evaluasi
ketat terhadap keamanan, biokompatibilitas, dan stabilitas jangka panjang dalam aplikasi dunia nyata.
Kata kunci: Antibakteri, Antijamur, Kitosan film, Limbah udang, Produk perikanan,
1
PENDAHULUAN
Umumnya di ekspor dalam bentuk segar dan beku. Transportasi udang dengan cara
didinginkan bertujuan agar udang menjadi lesu. Karena pendinginan yang cepat dapat
menyebabkan hilangnya kaki dan cakar, suhu harus diturunkan secara perlahan. Pengepakan
dalam serbuk gergaji atau serutan kayu yang sudah didinginkan digunakan untuk
meminimalkan stres, sementara beberapa spesies seperti udang windu (Penaeus monodon)
dan udang air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dapat dikemas dalam air beroksigen dalam
kantong plastik (Defeng et al., 2021). Adapun prosedur untuk mengurangi stres dalam
pengemasan dan pengangkutan sejumlah kelompok spesies krustasea hidup. Umumnya suhu
ekosistem perairan, yang telah diteliti dalam beberapa penaeids (Defeng et al., 2021).
Aktivitas pengambilan daging pada udang biasanya untuk produk olahan perikanan.
Industri tersebut dapat menyebabkan banyaknya cangkang udang yang terbuang, jumlahnya
dapat mencapai 30-40%. Terbukti data badan pusat statistik bahwa ekspor udang yang
semakin tahun meningkat dari tahun 2012-2016 yaitu 10,40% sampai tahun 2017 tetap
mengalami kenaikan sampai 11,30%. Cangkang udang mengandung protein, mineral dan
kitin. Sumber kitin yang sangat potensial berasal dari kerangka luar crustacea (seperti udang,
kepiting, rajungan, dan lobster), serangga, dinding yeast dan jamur, serta Moluska (Sari et al.,
2019).
Kitin dapat diproses menjadi kitosan (biopolimer linier alami) yang dapat digunakan
dalam berbagai bidang. Kitosan salah satu produk karbohidrat yang berfungsi untuk
antibakteri dan antijamur. Kitosan juga memiliki antioksidan karena terdapat interaksi
OH − dengan H + dari NH3 (Sari et al., 2019). Kitosan sebagai polisakarida terbanyak kedua
setelah selulosa yang telah dipelajari untuk pengawetan ikan, karena sifat uniknya, seperti
2
biokompatibilitas, aktivitas antimikroba, dan sifat pembentuk film (Dawei et al., 2018).
Artikel terbaru telah membahas sintesis kitosan dari cangkang udang dan menunjukkan
bahwa kitosan memiliki beragam sifat fisikokimia dan fungsi biologis. Molekul kitin dan
kitosan digambarkan pada Gambar 1. Artikel ini membahas mengenai aktifitas antimikroba
kitosan dari berbagai literatur ditinjau dari kadar air yang dihasilkan, kadar abu, derajat
deasetilasi, kelarutan dan beberapa uji aktivitas antimikroba ditinjau dari beberapa literatur,
EKSTRAKSI KITOSAN
Beberapa penelitian terbaru melaporkan ekstraksi kitin dan kitosan berbahan baku
2022)
2. Deproteinisasi kimia adalah proses di mana ikatan kimia antara kitin dan protein
3. Deasetilasi kitin dapat dicapai dengan menggunakan larutan asam atau basa. Namun,
deasetilasi dengan media asam dapat merusak ikatan glikosidik dan memutus rantai
3
polimer. Di sisi lain, deasetilasi basa pekat kitin adalah proses yang lebih efisien untuk
Figure 2. Extraction process of chitin and chitosan from shrimp (Islam et al., 2020)
kitin dan kitosan dimulai dari proses pengeringan kulit udang lalu proses demineralisasi
untuk mendapatkan produk kitosan, metode ini digunakan pada penelitian Hosney et al.,
KADAR AIR
Kitosan bersifat higroskopis sehingga dapat dipengaruhi oleh penyerapan air selama
penyimpanan, kelembaban relatif dan cahaya (Kandile et al., 2018). Kadar air setelah
4
Dalam penelitian terbaru, berbagai peneliti melaporkan persentase kadar air yang
bervariasi mulai dari 1,25–6.49 % (Tabel 1), Hal ini sesuai dengan pernyataan Goosen (2020)
bahwa Kadar air direkomendasikan kurang dari 10 untuk kitosan komersial. Kandungan kadar
air dapat mempengaruhi kualitas dari produksi kitosan tersebut. Islam et al. (2020) juga
menyarankan agar kadar air kitosan harus rendah untuk mencegah kerusakan polimer.
Persentase kadar air dapat bervariasi, tergantung pada budidaya perairan di dalam
atau di luar ruangan (sinar matahari), musim iklim, dan kelembaban relatif. Variasi kadar air,
heterogenitas, dan lama penyimpanan sampel limbah udang dapat menyebabkan perbedaan
karakteristik dan kualitas kitosan. Keberadaan fase air mempunyai dampak yang signifikan
terhadap kemampuan alir, umur simpan, dan kompresibilitas formulasi berbahan dasar padat
KADAR ABU
Persentase kadar abu total kitosan yang terekstraksi dari cangkang udang sama dengan
jumlah abu dalam kitosan dibagi berat sampel kitosan dikalikan 100%. Persentase kadar abu
kitosan merupakan indikator penting dari kinerja dan efektivitas proses demineralisasi untuk
menghilangkan mineral dan karbonat dan tidak boleh melebihi 1% untuk kitosan berkualitas
tinggi. Penurunan kadar abu cangkang udang melalui demineralisasi dapat digunakan sebagai
penduga kualitas kemurnian kitosan. Semakin tinggi kadar abu reduksi maka semakin tinggi
pula derajat kemurnian kitosan tersebut (Hosney et al,. 2022). Tabel 2 menampilkan persetase
Hasil kadar abu dari penelitian William & Wid, (2019) memperlihatkan hasil terbaik
dengan persentase kadar abu sebanyak 0.24% sesuai dengan literatur bahwa persentase kadar
abu kitosan merupakan indikator penting dari kinerja dan efektivitas proses demineralisasi
untuk menghilangkan mineral dan karbonat dan tidak boleh melebihi 1% untuk kitosan
5
Table 2. Total Chitosan Ash Content
Sample Ash Content Method Reference
(%)
Shrimp 1.21 1. Deproteinization
2. Demineralization Abirami et al. (2021)
3. Deacetylation
Shrimp shell wastes (a) 0.24 1. Deproteinization
2. Demineralization William & Wid, (2019)
3. Deacetylation
Shrimp shell wastes (b) 2.67 1. Demineralization
2. Deproteinization
3. Deacetylation
Penaeus monodon (a) 1.26 1. Deproteinization
2. Demineralization
Penaeus monodon (b) 1.20 1. Deproteinization
2. Demineralization
3. Deacetylation Islam et al. (2020)
Macrobrachium rosenbergii 1.25 1. Deproteination
(a) 2. Demineralization
Macrobrachium rosenbergii 1.21 1. Deproteinization
(b) 2. Demineralization
3. Deacetylation
Perlakuan menarik diteliti pada penelitian William & Wid, (2019), perbedaan persen-
tase abu yang signifikan menunjukkan bahwa, proses demineralisasi pada perlakuan A lebih
efektif dibandingkan pada perlakuan B. Hal ini dikarenakan ketika demineralisasi dilakukan
sebelum deproteinasi, maka lapisan protein akan berperan sebagai lapisan yang melekat dan
mencegah terjadinya hidrolisis kitin dan juga depolimerisasi lebih lanjut. Hasilnya, dihasilkan
kitosan dengan kandungan mineral lebih tinggi. Sedangkan ketika deproteinasi terjadi pada
langkah pertama, lapisan protein dihilangkan pada proses deproteinasi sehingga meninggal-
kan lapisan mineral yang terbuka. Oleh karena itu, memungkinkan mineral tersebut mudah
dihilangkan selama perlakuan demineralisasi dan menghasilkan kitosan dengan kadar abu
rendah.
Derajat deasetilasi merupakan salah satu parameter terpenting yang menentukan kuali-
tas kitosan, DD bergantung pada konsentrasi alkali, sumber kitin, suhu, dan waktu deasetilasi
kimia. Semakin tinggi kemurnian kitosan maka semakin tinggi pula derajat deasetilasinya.
6
Derajat deasetilasi selalu dilaporkan sebagai faktor penting untuk menentukan aktivitas biolo-
gis, karakteristik polimer dan fisikokimia, dan aplikasi biomedis kitosan (Hosney et al.,
2022).
NAc) dan D-glukosamin (GlcN) yang terdistribusi secara acak. Proporsi unit GlcNAc dan
GlcN menentukan derajat deasetilasi (DD), parameter penting yang mempengaruhi sifat fisik,
kimia, dan biologi kitosan, seperti kelarutan, viskositas, dan aktivitas antimikroba (Hosney et
al., 2022). Selain itu, derajat deasetilasi merupakan indikator penting efektivitas penghilangan
gugus asetil melalui deasetilasi kimia. Bahkan jika tingkat deasetilasi kitosan komersial
nopartikel sangat bergantung pada berat molekul dan derajat deaseilasi. berat molekul dan
derajat deasetilasi mengubah aktivitas antibakteri kitosan dan kitosan nanopartikel secara
terpisah. CS-NP pada berat molekul yang rendah dan menengah dapat menghambat pertum-
buhan patogen dengan kuat dan kemampuan penghambatan dapat dikontrol oleh pH dan berat
molekul. Data ini menunjukkan bahwa peningkatan berat molekul kitosan menyebabkan pen-
ingkatan ukuran dan penurunan potensi zeta, sehingga mengurangi aktivitas antibakteri.
Penelitian terbaru tentang deasetilasi kitin menjadi kitosan, yang ditinjau dalam
penelitian Santos et al. (2019), menunjukkan bahwa DD% dari udang vanamei (Litopenaeus
vannamei) paling rendah dengan nilai 72% dan paling tinggi dengan nilai 92% tergantung pa-
da semua kondisi yang digunakan dalam produksi kitosan dari limbah udang. Efisiensi
penghilangan gugus asetil dapat diukur melalui DD. Derajat deasetilasi kitosan memberikan
pengaruh besar terhadap sifat fisik, kimia dan biologi kitosan, seperti sifat asam basa dan el-
ektrostatis, biodegradabilitas, self-agregasi, sifat sorpsi dan kemampuan khelat ion logam
7
Table 3. Degree of Deacetylation (DD%) Chitosan Extract from Shrimp
Sample DD % Extraction Condition Minutes Reference
Shrimp shell waste 70.00 4% HCl for DM, 4% NaOH for DP,
and 60% NaOH for DA, at DT 65 ˚C Hossain & Uddin,
Shrimp shell waste 39.10 2% HCl for DM, 4% NaOH for DP, (2020)
and 40% NaOH for DA, at DT 65 ˚C
Litopenaeus vannamei 92.00 DM with 2% HCl for shrimp shells
with 32 mesh size, then DP with 4%
NaOH, and
45% NaOH for DA at 600 watts in Santos et al. (2019)
the microwave for six pulses of 5 min
Litopenaeus vannamei 72.00 DM with 2% HCl for shrimp shells
with 32 mesh size, then DP under 4%
NaOH,
and 45% NaOH for DA, at 600 watts
in the microwave for 15 min
Shrimp waste 83.23 50% NaOH in DA Abirami et al. (2020)
Derajat deasetilasi (DD) dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH. Gugus asetil yang teri-
kat pada kitin sulit dihilangkan. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi NaOH dan suhu yang
tinggi. Dalam penelitian Hossain & Uddin (2020) peningkatan konsentrasi NaOH ditujukan
untuk meningkatkan derajat deasetilasi dimana kadar deasetilasi tertinggi 70% dapat dicapai
KELARUTAN KITOSAN
Kelarutan kitosan dianggap sebagai salah satu parameter yang sangat menentukan da-
lam menentukan kualitas kitosan yang diperoleh dari cangkang udang, dimana semakin tinggi
kelarutan maka semakin tinggi pula kemurnian dan kualitas kitosan (Bonilla et al., 2019). Ki-
tosan dengan berat molekul lebih tinggi biasanya menunjukkan peningkatan viskositas dan
kekuatan mekanik, sedangkan kitosan dengan berat molekul lebih rendah menunjukkan pen-
Kitosan merupakan basa lemah yang tidak larut dalam air dan pelarut organik, bahkan
kelarutannya dapat ditunjukkan dengan melarutkan ekstrak bubuk kitosan dalam asam asetat
encer. Asam asetat encer mengubah unit glukosamin kitosan yang tidak larut menjadi bentuk
larut kationik. Kelarutan kitosan biasanya dipengaruhi oleh kadar abu dan DD. Kelarutan
meningkat secara proporsional dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Kitosan dengan dera-
8
jat deasetilasi tinggi mengandung gugus amino (-NH) dalam jumlah besar yang memung-
kinkannya mudah terprotonasi dalam larutan aqueous acid dengan pKa lebih kecil dari 6,2
sehingga kitosan dapat larut (William and Wid, 2019). Selain itu, kelarutan mungkin di-
pengaruhi oleh konsentrasi kimia dan kondisi pra-perlakuan cangkang untuk mendapatkan
Sebaliknya, jika kitosan mengandung abu dalam jumlah besar, kecil kemungkinannya
untuk larut dalam asam asetat. Ketidakefektifan demineralisasi dapat menyebabkan beberapa
mineral pengotor tetap terikat dengan kitosan sehingga mempengaruhi kelarutan kitosan. Pada
penelitian William and Wid (2019) kitosan yang dihasilkan dari P1 (Deproteination preceded
memiliki DD lebih rendah dan kadar abu lebih tinggi dibandingkan kitosan dari P1. Aki-
batnya, kelarutannya kurang dibandingkan dengan kitosan yang diekstraksi dari P1. Hal ini
juga sesuai dengan penelitian Aldila et al. (2020) menyatakan bahwa kelarutan mungkin di-
pengaruhi oleh konsentrasi kimia dan kondisi perlakuan awal cangkang untuk memperoleh
MEKANISME ANTIMIKROBA
Berat molekul kitosan memiliki peran penting dalam menentukan sifat antimikroba.
Kitosan dengan berat molekul lebih rendah cenderung menunjukkan aktivitas antimikroba
yang lebih tinggi karena kelarutannya yang meningkat, yang memungkinkan penetrasi
dinding sel bakteri yang lebih baik (Minh et al., 2020). Derajat Deasetilasi kitosan juga
berdampak signifikan terhadap aktivitas antimikroba, dengan DD kitosan yang lebih tinggi
yang berinteraksi dengan permukaan sel bakteri (Akpan et al., 2020). Mekanisme antimikroba
9
1. Gangguan pada membran sel : Sifat kationik kitosan, yang dihasilkan dari protonasi
mukaan sel bakteri yang bermuatan negatif. Interaksi ini dapat menyebabkan peru-
2. Khelasi nutrisi penting : Kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat ion logam
esensial seperti kalsium, magnesium, dan zat besi, yang penting untuk pertumbuhan
dan metabolisme bakteri. Dengan ini, kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri
3. Gangguan pada ekspresi gen mikroba : Kitosan dapat menembus sel bakteri dan ber-
interaksi dengan komponen intraseluler seperti DNA dan RNA. Interaksi ini dapat
menyebabkan terhambatnya ekspresi gen bakteri dan sintesis protein, yang pada
4. Generasi spesies oksigen reaktif (ROS) : Kitosan telah dilaporkan menginduksi pem-
bentukan ROS dalam sel bakteri, yang menyebabkan stres oksidatif, kerusakan DNA,
dan kematian sel. Mekanisme ini berkontribusi terhadap aktivitas antimikroba kitosan
dan turunannya.
Beberapa tipe antibakteri film kitosan yang diaplikasikan pada beberapa penelitian dan
berhasil mendapatkan hasil yang optimal terhadap sifat antibakteri kitosan yaitu yang tersusun
dari kitosan murni, nanopartikel logam kitosan, nanopartikel kitosan logam oksida, kitosan-
10
AKTIVITAS ANTIBAKTERI
antioksidan sebagai pengawet (Sari et al., 2020). Gambar 3 merupakan grafik zona hambat
yang ditimbulkan oleh penambahan kitosan dengan konsentrasi berbeda dan memiliki
peningkatan aktivitas antibakteri yang sangat baik terhadap empat strain (E. coli,
Figure 3. Antibacterial activity of chitosan against pathogens – Agar Well Diffusion Method
(Abirami et al., 2021)
terbukti menjadi agen antibakteri yang kuat terhadap bakteri patogen tertentu. Ini mungkin
sifat polikationik dari kitosan, yang mana dapat dengan mudah mengikat dinding sel bakteri
Pemanfaatan kitosan sebagai antibakteri tipe lain dapat dimaksimalkan salah satunya
dengan penambahan jenis gula. Gula dapat bereaksi dengan kitosan membentuk suatu reaksi
Maillard sehingga dapat membentuk antioksidan lebih baik sebagai indikator perusak ma-
Zona hambat bakteri yang dihasilkan dari penambahan kitosan pada beberapa literatur
menunjukkan nilai zona hambat terghadap bakteri Escherichia coli terendah sebesar 5.0 mm
dengan perlakuan 1% kitosan film tanpa tambahan gula dan gugus amin, hasil tertinggi pada
11
Table 4. Diameter of the chitosan complex barrier area against bacteria
Microorganisms Treatment Zona Hambat Refer-
(mm) ence
1% Kitosan + 1% Asam Asetat 9.2
Pseudomonas 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa 11.5
aeruginosa 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Galaktosa 11.0
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Fruktosa 10.2 Sari et al.
1% Kitosan + 1% Asam Asetat 8.2 (2019)
Bacillus subtilis 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa 7.0
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Galaktosa 10.5
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Fruktosa 6.5
1% Kitosan + 1% Asam Asetat 6.5
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa 8.6 Sari et al.
Vibro cholera 1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Galaktosa 7.7 (2020)
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Fruktosa 9.0
Escherichia coli 1% Kitosan film 5.0
2% Kitosan film 7.0 Abirami
Salmonella sp. 1% Kitosan film 6.0 et al.
2% Kitosan film 9.0 (2020)
zona hambat terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa sebesar 11.5 mm dengan perlakuan
1% Kitosan + 1% Asam Asetat + 1% Glukosa. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa kitosan yang
ditambahkan gugus amin dan gula memiliki zona hambat bakteri lebih besar, hal ini karena
antioksidan terjadi karena adanya reaksi Mailard antara gula dan gugus amin dan kitosan,
selain itu reaksi Mailard dapat mendonorkan redukton sehingga membentuk antibakteri lebih
baik. Kitosan dan gula tersebut disebut sebagai kitosan monosakarida komplek. Kitosan mon-
osakarida komplek ini dapat menjadikan alternatif sebagai bahan pengawet (Sari et al., 2019).
AKTIVITAS ANTIFUNGI
jamur - Fusarium sp., Mucor sp., dan Aspergillus sp. Rasio terbaik terdapat pada konsentrasi
kitosan sebesar 2% dengan jamur target yaitu Fusarium sp. rasio penghambatannya mencapai
92,3 % sedangkan rasio penghambatan terendah terdapat pada konsenrasi 0,5 % kitosan
dengan jamur target yaitu Mucor sp. sebesar 12,5 %. Dapat dilihat dari Tabel 5 setiap kenai-
kan konsentrasi kitosan maka semakin naik pula rasio penghambatan aktivitas jamur tersebut,
12
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa penambahan kitosan 2% efektif menghambat
pertumbuhan jamur patogen. Hal ini sejalan dengan penelitian Abirami et al., (2020) bahwa
mm dan film kitosan 2% menunjukkan zona hambat sebesar 30 mm. Kitosan memiliki ke-
cenderungan untuk menembus membran plasma jamur dan mengeluarkan protein (Abirami et
al., 2020). Sehingga dapat dikatakan bahwa kitosan menghambat jamur dengan cara merusak
PEMANFAATAN KITOSAN
Berbagai jenis film kitosan yang dapat kita temui, antara lain film kitosan murni, film
kitosan dengan nanopartikel logam, film kitosan dengan nanopartikel oksida logam, film ki-
tosan dengan graphene, film kitosan dengan turunan fullerene, dan film kitosan dengan
Film kitosan telah banyak diteliti untuk aplikasi pengemasan makanan guna mem-
perpanjang umur simpan, menjaga kualitas, dan mengurangi pembusukan yang disebabkan
oleh kontaminasi mikroba. Film ini dapat disintesis menggunakan berbagai metode, termasuk
pengecoran pelarut, electrospinning, dan perakitan lapis demi lapis. Perlu dicatat bahwa, ka-
rena kekakuan makromolekul kitosan yang ekstrim, penambahan bahan pemlastis diperlukan
13
untuk mendapatkan film dengan sifat mekanik yang baik. Biasanya, gliserin digunakan se-
Film kitosan telah digunakan untuk mengawetkan berbagai jenis produk makanan,
seperti buah-buahan, sayuran, daging, dan ikan. Misalnya, film kitosan telah digunakan untuk
memperpanjang umur simpan stroberi dengan mengurangi penurunan berat badan, menjaga
kekencangan, dan menghambat pertumbuhan jamur (Cazon et al.,2019). Demikian pula, dada
ayam yang dilapisi film kitosan menunjukkan penurunan pertumbuhan bakteri dan tingkat
oksidasi lipid yang lebih rendah dibandingkan dengan sampel yang tidak dilapisi dengan film
kitosan (Souza et al., 2020). Di bidang medis, film kitosan murni telah digunakan untuk pem-
balut luka, sistem penghantaran obat, dan pelapis perangkat medis karena sifat antimikroba,
Penggabungan nanopartikel logam ke dalam film kitosan dapat meningkatkan sifat an-
timikroba sehingga lebih efektif dalam berbagai aplikasi. Film kitosan yang mengandung
AgNP telah digunakan dalam kemasan makanan untuk memperpanjang umur simpan dan
menjaga kualitas. Misalnya, film kitosan yang mengandung AgNP telah terbukti efektif
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada fillet dada ayam, sehingga memperpanjang
umur simpannya (Pal et al., 2021). Demikian pula, pada penelitian Virgili et al. (2021) film
kitosan dengan nanopartikel emas (AuNPs) dan nanopartikel tembaga (CuNPs) juga telah
menunjukkan peningkatan aktivitas antimikroba dan aplikasi potensial dalam kemasan ma-
kanan. Film berbasis kitosan dengan nanopartikel tembaga ditandai dengan peningkatan ak-
Graphene adalah alotrop karbon yang terdiri dari satu lapisan atom yang tersusun da-
lam struktur nano kisi heksagonal. Memasukkan graphene ke dalam film kitosan dapat
meningkatkan sifat antibakteri dan memperluas aplikasinya. Pertama, graphene adalah bahan
14
yang sangat kuat, dan sangat meningkatkan kekuatan film kitosan. Perlu juga dicatat bahwa
graphene memiliki biokompatibilitas dengan sel mamalia yang diperlukan untuk digunakan
sebagai struktur perancah untuk rekayasa jaringan (Khubiev et al., 2023). Selanjutnya Fuller-
ene, Fullerene memiliki sifat unik yang mencakup aktivitas antimikroba terhadap berbagai
mikroorganisme. Selain itu, penguatan fullerene pada film kitosan dapat digunakan untuk
pengenalan fullerene C60 ke dalam matriks kitosan meningkatkan sifat termal, viskoelastik,
dan optik dari film komposit berbasis kitosan yang dapat terbiodegradasi (Dhakshinamoorthy
et al., 2021). Tipe lainya yaitu film kitosan yang mengandung ekstrak tumbuhan, dapat disin-
tesis menggunakan metode seperti pengecoran pelarut dan electrospinning. Ekstrak tum-
buhan, seperti minyak atsiri, senyawa fenolik, dan flavonoid, telah banyak diteliti sifat anti-
mikrobanya (Khubiev et al., 2023). Film kitosan yang mengandung ekstrak tumbuhan telah
digunakan dalam kemasan makanan untuk memperpanjang umur simpan dan menjaga kuali-
tas. Misalnya, film kitosan yang mengandung minyak esensial thyme telah terbukti meng-
hambat pertumbuhan bakteri pembusuk pada buah dan sayuran segar (Zhang et al., 2021).
KESIMPULAN
Sejumlah besar produk sampingan yang dihasilkan dari industri pengolahan ini dapat
menjadi sumber penting berbagai zat bermanfaat seperti kitin dan kitosan. Beberapa karakter-
istik yang mempengaruhi kualitas kitosan yang dihasilkan yaitu kadar air, semakin tinggi ka-
dar air maka kualitasnya semakin jelek kadar air kitosan harus rendah untuk mencegah keru-
sakan polimer, kadar abu kitosan merupakan indikator penting dari kinerja dan efektivitas
proses demineralisasi untuk menghilangkan mineral dan karbonat dan tidak boleh melebihi
1% untuk kitosan berkualitas tinggi, derajat deasetilasi yang tinggi menandakan semakin
tinggi kemurnian kitosan, dan kelarutan, sama dengan derajat deasetilasi dimana semakin
tinggi kelarutan maka semakin tinggi pula kemurnian dan kualitas kitosan. Kualitas ekstraksi
15
kitosan yang baik menghasilkan aktivitas antimikroba yang baik, menghasilkan zona hambat
bakteri ataupun zona hambat terhadap jamur. Secara keseluruhan, film kitosan antibakteri
sangat menjanjikan sebagai bahan serbaguna dan ramah lingkungan untuk berbagai aplikasi.
jadikannya pilihan menarik bagi para peneliti dan profesional industri. Adapun prospek lebih
lanjut untuk pengenalan luas film antimikroba kitosan ke dalam praktik klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Akpan, E.I.; Gbenebor, O.P.; Adeosun, S.O.; Cletus, O. 2020. Chapter 5—Solubility, degree
and Chitosan; Gopi, S., Thomas, S., Pius, A., Eds.; Elsevier: Amsterdam, The Nether-
lands. 131–164.
Aldila, H.; Asmar; Fabiani, V.A.; Dalimunthe, D.Y.; Irwanto, R . 2020 . The effect of depro-
extraction of chitosan from shrimp shells waste. IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci.
599:012003.
Bakry AM, Chang M, Xiong S, Yin T, Zhang B, Huang Q. 2018. Chitosan‐glucose Maillard
reaction products and their preservative effects on fresh grass carp (Ctenopharyngodon
idellus) fillets during cold storage. Journal of the Science of Foodand Agriculture.
99(5): 2158-2164.
16
Bonilla, F.; Chouljenko, A.; Lin, A.; Young, B.M.; Goribidanur, T.S.; Blake, J.C.; Bechtel,
P.J.; Sathivel, S.2019. Chitosan and water-soluble chitosan effects on refrigerated cat-
Sustainable Agriculture Reviews 36: Chitin and Chitosan: Applications in Food, Agri-
culture, Pharmacy, Medicine and Wastewater Treatment; Crini, G., Lichtfouse, E.,
Eds.; Springer International Publishing: New York, NY, USA, pp. 81–123.
Chandrasekaran,M., Kim, K.D., and Chun, S.C.2020. Antibacterial Activity of Chitosan Na-
Defeng Xu., Jiaxin Wu., Lijun Sun., Xiaoming Qin., Xiuping Fan., Xiaoxian
Dhakshinamoorthy, A.; Jacob, M.; Vignesh, N.S.; Varalakshmi, P.2021. Pristine and modified
chitosan as solid catalysts for catalysis and biodiesel production: A minireview. Int. J.
Flórez, M.; Guerra-Rodríguez, E.; Cazón, P.; Vázquez, M.2022. Chitosan for food packaging:
Recent advances in active and intelligent films. Food Hydrocoll, 124, 107328.
Goosen, M.F.A.2020. Applications of Chitin and Chitosan; CRC Press: Boca Raton, FL,
USA.
Hosney, A.; Ullah, S.;Barˇcauskaite, K. 2022. A Review of the Chemical Extraction of Chi-
tosan from Shrimp Wastes and Prediction of Factors Affecting Chitosan Yield by Us-
https://doi.org/10.3390/md20110675.
17
Hossain, S and Uddin, K. 2020. Isolation and Extraction of Chitosan from Shrimp Shells. Int.
Islam, A.; Islam, M.; Zakaria, M.; Paul, S.; Mamun, A.2019.Extraction and Worth Evaluation
of Chitosan from Shrimp and Praw Co-products. Am. J. Food Technol. 15: 43–48.
Kandile NG, Z. H., Mohamed MI, Nasr AS, Ali YG .2018. Extraction and characterization of
chitosan from shrimp shells. Open Journal of Organic Polymer Materials. 8(3):33-42.
https://doi.org/10.3390/ijms241310738.
Minh, N.C.; Van Hoa, N.; Trung, T.S. 2020. Chapter 15—Preparation, properties, and appli-
S., Thomas, S., Pius, A., Eds.; Elsevier: Amsterdam, The Netherlands. 453–471.
Pal, K.; Sarkar, P.; Anis, A.; Wiszumirska, K.; Jarz˛ebski, M. 2021.Polysaccharide-Based
Rasweefali, M.; Sabu, S.; Sunooj, K.; Sasidharan, A.; Xavier, K.M.2021.Consequences of
Appl,2:100032.
Santos, V.P.; Maia, P.; Alencar, N.D.S.; Farias, L.; Andrade, R.F.S.; Souza, D.; Ribaux, D.R.;
Franco, L.D.O.; Campos-Takaki, G.M. 2019. Recovery of chitin and chitosan from
shrimp waste with microwave technique and versatile application. Arq. Inst. Biol.
86,1–5.
Sari, S.R., Baehaki, A., Lestari,S.D.2019. Pemanfaatan Kitosan dengan Variasi Gula sebagai
18
Bacillus subtilis). Prosiding Seminar Nasional II Hasil Litbangyasa Industri.190-195.
ISSN 2654-8550.
Sari, S.R., Baehaki, A., Lestari,S.D., Arafah, E., Guttifera. 2020. Aktivitas Antibakteri Ki-
Souza, V.G.L.; Pires, J.R.A.; Rodrigues, C.; Coelhoso, I.M.; Fernando, A.L.2020. Chitosan
12, 417.
Sreelekshmi, R.S.; Alex, L.; Jose, J.J. 2022. Shelf-Life Specific Moisture Variation in Chi-
tosan of Genus Fenneropenaeus Distributed along Arabian Sea, India. BioRxiv. 2–8
Virgili, A.H.; Laranja, D.C.; Malheiros, P.S.; Pereira, M.B.; Costa, T.M.H.; de Menezes,
E.W. 2021. Nanocomposite film with antimicrobial activity based on gold nanoparti-
cal characteristic of chitosan from shrimp shell waste. IOP Conf. Ser. Journal of Phys-
tosan: Drug Delivery and Biomedical Applications; Jana, S., Jana, S., Eds.; Springer:
Singapore, 457–489.
Zhang, X.; Ismail, B.B.; Cheng, H.; Jin, T.Z.; Qian, M.; Arabi, S.A.; Liu, D.; Guo, M. 2021.
Emerging chitosan-essential oil films and coatings for food preservation—A review of
19
Bukti Upload Academia.edu
https://www.academia.edu/108956603/Aktifitas_Antimikroba_Kitosan_Film_dari_Limbah_K
ulit_Udang_dan_Pemanfaatannya
https://www.scribd.com/document/682835497/Aktifitas-Antimikroba-Kitosan-Film-dari-
Limbah-Kulit-Udang-dan-Pemanfaatannya
20