Cara sitasi: Arifin MH, Suyatma NE, Indrasti D. 2021. Karakterisasi kitooligosakarida yang didepolimerisasi
dengan metode berbeda dan kajiannya sebagai active film. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
25(1): 18-33.
Abstrak
Active film adalah salah satu tren dunia untuk kemasan makanan. Active film seringkali mengandung
bahan aktif antimikroba, antioksidan, penangkap oksigen, dan sawar UV untuk membantu menjaga
kesegaran makanan. Kitosan merupakan salah satu bahan aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai active
film. Kitosan memiliki aktivitas antimikroba yang baik tetapi hanya dapat digunakan pada pH rendah.
Oleh karena itu, kitooligosakarida/chito-oligosaccharide (COS) yang merupakan oligomer kitosan dengan
kelarutan lebih baik berpotensi sebagai alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakter
COS yang dihasilkan dengan metode depolimerisasi mikrogelombang, ultrasuara, dan kombinasi
mikrogelombang-ultrasuara serta menentukan sifat mekanis active film terbaik dari COS yang diproduksi
dengan kosentrasi 1,5% dan 2%. COS yang diperoleh berwarna kekuningan dengan nilai viskositas 12-17
cP dan bobot molekul berkisar dari 22,1-29,3 kDa yang nilainya lebih kecil daripada kitosan (>50 kDa).
COS yang diproduksi menunjukkan aktivitas antimikroba pada bakteri B. subtilis, S. aureus, dan E. coli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berat molekul COS yang optimal yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan film. COS dengan berat molekul rendah cenderung memiliki sifat mekanis film yang buruk
karena ikatan antar-molekulnya lemah. Secara keseluruhan, sifat mekanis terbaik film dicapai pada film
COS ultrasuara konsentrasi 2%. Film tersebut memiliki ketebalan 0,25 mm nilai WVTR terendah pada
5,25 g/m2/hari, kekuatan tarik, dan elongasi berturut-turut 5,43 N/mm2 dan 76,7%. Warna film COS yang
kekuningan cenderung menyerap sinar UV lebih baik dibandingkan dengan film kitosan.
Kata kunci: active film, depolimerisasi, kitooligosakarida, mikrogelombang, ultrasuara
Abstract
Active film is one of the world trends for food packaging. It often contains active material such as
antimicrobials, antioxidant, and oxygen scavenges to help maintain food freshness. Chitosan is one of active
material that can be utilized as active film. It has good antimicrobial activity, but it can only be utilized
in low pH. Thus, chito-oligosaccharide, an oligomer of chitosan with better solubility can be used as an
alternative. The aim of this experiment was to characterize COS produced by microwave, ultrasound and
microwave-ultrasound combination and to determine the best active film mechanical properties based on
COS obtained at a concentration of 1.5% and 2%. The COS obtained have a yellowish color with viscosity
ranged from 12 to 17 cP and its molecular weight ranged from 22.1 to 29.3 kDa which is lower than chitosan
(>50 kDa). The COS obtained shown antimicrobial activity on B. subtilis, S. aureus, and E. coli. The result
suggests that there is an optimal molecular weight of COS that can be utilized as film material. COS with
low molecular weight tend to have poor mechanical film properties as it has a less stable bond. Overall, the
best mechanical properties of film achieved by 2% ultrasound treated COS. It has the highest tensile strength
and elongation consecutively 5.43 N/mm2 and 76,7% with the lowest WVTR value at 5.25 g/m2/day. The
yellowish COS film color tends to absorb UV light better compared to chitosan film.
Keyword: active film, chito-oligosaccharide, depolymerization, microwave, ultrasound
kitooligosakarida ultrasuara (COSU), dan yang didapat dari nilai viskositas dengan
kitooligosakarida kombinasi (COSK). viskometer. Konversi nilai viskositas intrinsik
Kitooligosakarida dilarutkan dengan asam dilakukan menggunakan persamaan Huggins.
asetat 0,2% pada konsentrasi 1,5% dan 2% Persamaan yang digunakan untuk memperoleh
(b/v) dihomogenkan agar merata. Pemanasan nilai berat molekul kitooligosakarida adalah
dan pengadukan larutan COS dilakukan pada sebagai berikut:
suhu 55-60oC di dalam gelas erlenmyer selama ηsp =[η]+kH [η]2C
C
10 menit menggunakan kompor elektrik. Keterangan:
Setelah homogen, larutan ditambahkan ηsp = viskositas spesifik (cp);
pemlastis gliserol sebanyak 80% dari bobot C = konsentrasi larutan (g/L);
COS (w/w) dan diaduk selama 5 menit. kH = konstanta Huggins (0,3);
Larutan kemudian dituangkan dalam cetakan η] = viskositas intrinsik (dL/g)
berupa nampan teflon berukuran 10x20 cm Hubungan antara viskositas dan berat
dan disimpan dalam oven bersuhu 40oC molekul pada kitosan larut air mengikuti
selama 18 jam. persamaan Mark Houwink:
[η] = kMH. Ma
Prosedur analisis
Analisis yang dilakukan yaitu analisis M = ([η]/ kMH)1/a
viskositas, berat molekul, ketebalan, Water Keterangan:
Vapor Transmission Rate (WVTR), kuat tarik, [η] = viskositas intrinsik (dL/g);
elongasi, transparansi, dan absorbans cahaya kMH = 3,5 x 10-4;
a = 0,76 M = berat molekul (kDA)
UV.
Analisis spektrum gugus FTIR
Rendemen (AOAC 1995) (Roberts 1992)
Rendemen kitooligosakarida dilakukan Analisis gugus fungsi FTIR dilakukan
untuk mengetahui pengaruh proses pada sampel kitooligosakarida yang disintesis.
depolimerisasi kitosan terhadap bobot sampel Prosedur analisis meliputi beberapa tahapan
kitooligosakarida yang dihasilkan. Rendemen yaitu pembuatan pelet KBr sampel uji,
diperoleh dengan cara membandingkan nilai pengukuran absorbansi, dan interpretasi hasil.
bobot akhir yaitu kitooligosakarida yang Padatan kitooligosakarida hasil depolimerisasi
telah diproses dengan bobot kitosan awal dicampur dengan KBr nisbah 1:100, lalu
(b/b). Rendemen kitooligosakarida dihitung digerus dan dipadatkan pada tekanan beban
menggunakan persamaan berikut: 800 kg. Kepingan hasil pengepresan diukur
Bobot kitooligosakarida (akhir) absorbansinya menggunakan intrumen
Rendemen (%) = Bobot kitosan (awal) x 100%
spektrofotometer FTIR dengan kisaran
Viskositas (Atma et al. 2018) pemindaian yang digunakan antara nilai 400
Kitooligosakarida 1% dilarutkan dalam cm-1 hingga 4.000 cm-1.
larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,2%
lalu dipanaskan hingga suhu 50oC (larutan Analisis derajat polimerisasi
kontrol kitosan 1% dilarutkan pada 1% asam (Fiamingo et al. 2016)
asetat). Larutan tersebut lalu diaduk selama Derajat polimerisasi (DP) menunjukkan
5 menit hingga homogen. Larutan sampel efisiensi depolimerisasi yaitu apabila nilainya
kemudian dituangkan ke dalam kaca ukur dan semakin rendah, maka proses tersebut
diukur menggunkan viskometer brookfield menunjukkan hasil yang baik. Perhitungan
dengan nomor spindel 22 dengan kecepatan DP berdasarkan data rata-rata unit
rotasi 100 rpm. deseasetilasi (161 unit) dan unit asetlasi (203
unit) pada polimer kitosan. Perhitungan DP
Analisis berat molekul kitooligosakarida kitooligosakarida hasil depolimerisasi yaitu
(Wardhani et al. 2013) sebagai berikut:
Analisis berat molekul dilakukan BMx10
DP = (161 x DD)+ (203 x DA)
dengan menghitung nilai viskositas intrinsik
faktor yaitu jenis kitooligosakarida yang terdiri penggunaan proses depolimerisasi fisik berupa
dari tiga taraf (mikrogelombang; ultrasuara; mikrogelombang dan ultrasuara. Penggunaan
kombinasi) dan konsentrasi kitooligosaakrida metode depolimerisasi tersebut menyebabkan
yang terdiri dari dua taraf (1,5%; 2%). perubahan nilai viskositas akibat molekul
Perlakuan yang memberikan signifikansi kitosan sudah terpotong dan berubah menjadi
kemudian dilakukan analisis lanjutan struktur yang lebih sederhana dengan bobot
menggunakan Duncan’s Multiple Range Test molekul yang lebih rendah dan sudah
(DMRT) untuk mengetahui perlakuan yang terdepolimerisasi sehingga bobot molekulnya
berbeda nyata pada taraf 5%. berkurang (Phil et al. 2018).
Perhitungan bobot molekul COS didasari
HASIL DAN PEMBAHASAN pada analisis viskositas yang dikonversi
Karakteristik kitooligosakarida menjadi viskositas intrinsik menggunakan
Table 1 menunjukkan nilai dari beberapa persamaan Huggins dan kemudian nilai yang
parameter uji dari COS yang dihasilkan. diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan
Parameter yang diuji yaitu rendemen, Mark Houwink. Nilai berat molekul COSM,
viskositas, berat molekul, derajat polimerisasi COSU, dan COSK berturut turut yaitu 25,2
dan derajat deasetilasi. Rendemen COS kDa, 29,3 kDa, dan 22,1 kDa. Setiap perlakuan
yang diperoleh menunjukkan nilai 96,9% depolimerisasi kitosan memiliki nilai berat
pada COSM, 96,8% pada COSU, dan 95,2% molekul yang lebih rendah jika dibandingkan
pada COSK. Hasil perhitungan statistik dengan kitosan yang memiliki berat molekul
menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dari sekitar 98,6 kDa. Hasil perhitungan statistik
rendemen yang dihasilkan (p>0,05). Hasil menunjukkan parameter berat molekul
yang diperoleh tidak terlalu berbeda dengan memiliki perbedaan yang signifikan (p<0,05)
penelitian yang dilakukan Ridho et al. (2017) antara perlakuan COSM, COSU, dan COSK.
dengan rendemen 93,27% pada pembuatan Penelitian yang dilakukan Ridho et al. (2017)
COS menggunakan ultrasuara dan hidrogen menghasilkan COS dengan bobot molekul
peroksida. Penggunaan metode fisik berupa lebih rendah dengan nilai 7,63 kDa dan 2,83
mikrogelombang dan ultrasuara memiliki kDa menggunakan metode depolimerisasi
keuntungan mudah dilakukan dengan sedikit kombinasi ultrasuara jenis probe dan hidrogen
kontaminasi pada COS yang dihasilkan peroksida.
(Liang et al. 2018). Prinsip depolimerisasi kitosan dengan
Viskositas COS yang dihasilkan oleh mikrogelombang adalah gelombang
perlakuan COSM, COSU, dan COSK radiasi mikrogelombang menyebabkan
berturut turut sebesar 14, 17, dan 12 cP panas di tingkat molekular sehingga
memiliki perbedaan signifikan (p<0,05) jika membantu memotong rantai polimer
dibandingkan dengan viskositas kitosan. pada kitosan. Penambahan garam juga
Penurunan viskositas COS terjadi akibat berfungsi meningkatkan efisiensi dalam
depolimerisasi kitosan (Xing et al. 2005). (Mourya et al. 2011). Penelitian yang
Prinsip depolimerisasi kitosan dengan dilakukan oleh Xia et al. (2013) menghasilkan
ultrasuara yaitu adanya gaya geser antara derajat polimerisasi kitooligosakarida sebesar
pelarut dan molekul polimer pada saat 7 menggunakan hidrogen peroksida dan asam
pecahnya gelembung kavitasi saat proses fosfotungstat.
ultrasonikasi. Degradasi yang terjadi dapat
dideskripsikan sebagai model potong acak Spektrum gugus fungsi FTIR
pada kitosan target. Selain itu faktor yang Spektrum gugus fungsi FTIR pada
dapat memengaruhi depolimerisasi kitosan COSM, COSU, dan COSK tidak menunjukan
dengan metode ultrasonikasi adalah jenis alat perbedaan pita serapan yang berbeda nyata.
ultrasonikasi, intensitas ultrasonikasi, suhu, Hasil spektrum gugus FITR dapat dilihat pada
konsentrasi polimer, dan sedikit dipengaruhi Figure 1. Spektrum FTIR COS memiliki pita
oleh konsentrasi asam yang digunakan serapan pada 3400 cm-1 yang menunjukkan
(Wu et al. 2008). adanya ulur vibrasi gugus O-H dan -NH2.
Derajat polimerisasi kitooligosakarida Gugus FTIR juga menunjukkan adanya
menunjukkan nilai yang berbeda untuk setiap serapan khas kitosan yang sudah terdeasetilasi
perlakuan COS mikrogelombang, ultrasuara, pada sampel COSM, COSU, dan COSK pada
dan kombinasi. Derajat polimerisasi diperoleh pita serapan amida I (N-H) pada 1637 cm-1,
menggunakan perhitungan berat molekul 1638 cm-1, dan 1636 cm-1; amida III (C-N)
kitooligosakarida yang dibandingkan dengan pada 1087 cm-1, 1096 cm-1, dan 1097 cm-1.
nilai gugus amina dan asetil rata rata pada Pita serapan sekitar 1429 cm-1 (kerutan -CH2)
derajat deasetilasi. Nilainya secara beruturut menandakan gugus hidroksil primer pada
turut yaitu 16, 17, dan 14. Berdasarkan polisakarida (Prashanth et al. 2002). Ikatan
hasil perhitungan statistik, setiap perlakuan β-1,4-glikosidik ditandai pada pita serapan
memiliki perbedaan yang signifikan (p<0,05) 603 cm-1, 601 cm-1, dan 602 cm-1.
untuk parameter derajat polimerisasi. Spektrum gugus fungsi FTIR pada
Kitosan dengan derajat depolimerisasi dapat COSM, COSU, dan COSK tidak menunjukan
dikatakan sebagai kitooligosakarida. Semakin hasil pita serapan yang memiliki persamaan
kecil nilai derajat polimerisasi menunjukkan dengan pita serapan yang dihasilkan oleh
semakin sedikit berat molekul COS yang kitosan. Hal tersebut disebabkan proses
diproduksi dan nilainya dapat dipengaruhi depolimerisasi kitosan menggunakan
oleh derajat deasetilasi kitosan awal dan mikrogelombang, ultrasuara, dan kombinasi
juga metode depolimerisasi yang digunakan keduanya hanya bersifat memutus rantai
Figure 1 IR Spectra of chitosan and COS (A) CHIT, (B) COSM, (C) COSU, (D) COSC
polimer kitosan menjadi lebih sederhana nilai diameter hambat masing masing
dengan memotong ikatan β-1,4 glikosidik 4,18±0,11 mm, 2,2±0,11 mm, dan 4,17±0,11
(Yulina et al. 2014). Hasil spektrum yang mm. Sementara itu untuk bakteri uji E. coli,
diperoleh memiliki persamaan dengan perolehan diameter zona hambat terbesar
penelitian (Ridho et al. 2017) menghasilkan ada pada perlakuan COSK sebesar 7,18±0,24
nilai pita serapan yang tidak terlalu berbeda mm yang nilainya berbeda nyata. Diamater
signifikan antar kitooligosakarida dengan zona hambat dari COSK memiliki beda
nilai derajat deasetilasi yang berbeda. Hal ini yang signifikan (p<0,05) dengan perlakuan
karena secara prinsip proses depolimerisasi lain yaitu COSM, COSU, dan kitosan yang
tidak secara signifikan mengubah struktur memiliki nilai zona hambat sebesar 5,38±0,24
utama dan gugus fungsi yang ada di kitosan mm, 2,14±0,24 mm, dan 6,06±0,24 mm.
yang telah terdepolimerisasi menjadi Kitosan dan oligomernya adalah
kitooligosakarida. Serapan yang lebih biopolimer dan turunannya yang bersifiat
banyak pada kitooligosakarida dibandingkan nontoksik dan memiliki aktivitas biologis
dengan kitosan mengindikasikan bahwa antimikroba. Beberapa mekanisme sifat
sudah terjadi proses depolimerisasi yang antimikroba yang dimiliki kitosan yang
memutus rantai polimer dan menurunkan pertama adalah adanya interaksi elektrostatik
berat molekul dari kitosan (Faustine et antara kation kitosan dengan molekul anion
al. 2020). Selain itu indikasi serapan yang pada permukaan sel mikroba sehingga
lebih banyak pada kitooligosakarida juga mengganggu stabilitas dinding sel dan
menunjukkan kehadiran gugus -NH2 yang terjadi kebocoran material. Mekanisme
berkontribusi pada serapan-serapan pada kedua yaitu penetrasi oligomer kitosan pada
analisis FTIR yang jumlahnya lebih banyak membran sel dan berinteraksi dengan DNA
pada kitooligosakarida (Mourya et al. 2011). bakteri sehingga mengganggu proses sintesis
protein. Mekanisme ketiga adalah kitosan dan
Aktivitas Antimikroba oligomernya melakukan proses pengkelatan
Nilai diameter zona hambat dari uji (chelation) pada nutrien dan metal esensial
antimikroba dapat dilihat pada Table 2. yang fundamental untuk stabilitas sel
Larutan COSM menghasilkan diameter zona mikroorganisme (Matica et al. 2019) Kitosan
hambat paling besar pada bakteri uji S. aureus dan oligomernya memiliki keunikan yaitu
5,7±0,19 mm yang nilainya berbeda nyata mempunyai muatan positif. Muatan positif
(p<0,05) dengan perlakuan COSU, COSK, ini ada pada monomer COS yaitu glukosamin
dan kitosan yang memiliki nilai diameter dengan muatan positif pada NH3+ yang
hambat masing masing 5±0,19 mm, 2,18±0,19 mampu merusak stabilitas membran sel
mm, dan 3,57±0,19 mm. Sama halnya dengan bakteri. COS mampu menunjukkan aktivitas
bakteri uji S. aureus, zona hambat terbesar penghambatan pada bakteri gram negatif
pada bakteri uji B. subtilis sebesar dan maupun positif (Guan et al. 2019). COS
5,21±0,11 mm diperoleh COSM yang nilainya dengan berat molekul rendah memiliki rantai
berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan yang lebih pendek dengan muatan positif
COSU, COSK, dan kitosan yang memiliki yang lebih merata sehingga lebih efektif untuk
2% menggunakan jumlah gliserol yang lebih pemlastis gliserol. Perbedaan ini dapat
banyak daripada film kitooligosakarida disebabkan oleh penggunaan konsentrasi
konsentrasi 1,5% sehingga terjadi perbedaan gliserol yang digunakan. Gliserol memiliki
ketebalan di antara keduanya. sifat hidrofilik sehingga mudah mengikat air.
Penggunaan gliserol dengan konsentrasi lebih
Laju transmisi uap air (WVTR) tinggi berpotensi meningkatkan nilai WVTR
Pengujian laju transmisi uap air dilakukan karena film yang diproduksi akan lebih mudah
untuk mengetahui besaran berat air yang mengikat molekul air (Park et al. 2002).
dapat menembus lapisan film COS. Semakin Perpindahan uap air dapat diantisipasi
rendah nilai WVTR, maka semakin baik menggunakan film dengan sifat yang baik.
suatu bahan dapat menahan transfer massa Edible film yang baik akan mampu menahan
air ke lingkungannya. Hasil pengujian WVTR transfer massa air sehingga air tidak mudah
pada film COS dapat dilihat pada Table 4. pindah ke lingkungan. Beberapa faktor yang
Hasil penelitian pada Table 4 menunjukkan dapat memengaruhi besar dan kecilnya nilai
bahwa jenis COS serta konsentrasi COS dapat transmisi uap air yaitu kelembapan, ketebalan
memengaruhi nilai WVTR yang diperoleh film, jenis dan konsentrasi pemlastisr serta
karena adanya interaksi antara dua faktor sifat alami dari bahan utama yang digunakan
yaitu faktor konsentrasi COS dan jenis COS sebagai film (Supeni dan Irawan 2012).
yang digunakan (p<0,05). Nilai terbesar dari Meningkatnya permeabilitas dari suatu
WVTR diperoleh film COSM konsentrasi film mengindikasikan adanya sifat afinitas
1,5% dengan nilai 9,43±0,66 g/m2/hari. terhadap air yang dapat disebabkan oleh
Sementara itu nilai WVTR terendah diperoleh kehadiran molekul dengan sifat hidrofilik
film COSU konsentrasi 2% dengan nilai pada formula film. Transfer massa air pada
5,25±0,66 g/m2/hari dan diikuti dengan film film ataupun coating dapat dipengaruhi oleh
kitosan konsentrasi 2% dengan nilai WVTR difusivitas (faktor kinetik) dan fenomena
sebesar 6,71±0,66 g/m2/hari. sorpsi (faktor termodinamika) (Debeaufort
Nilai WVTR yang diperoleh dari film dan Voilley 2009).
berbahan dasar kitooligosakarida sudah
sesuai dengan Japanese Industrial Standard Kuat tarik
(JIS 1975) dengan nilai maksimum untuk Kuat tarik merupakan salah satu sifat
parameter WVTR yaitu sebesar 10 g/m2/hari. mekanis yang perlu diperhatikan dalam
Penelitian yang dilakukan oleh Arham et al. evaluasi kualitas suatu film. Kuat tarik
(2016) memiliki nilai edible film pati ubi jalar merupakan gaya maksimum yang dialami
dengan konsentrasi gliserol 25% dengan nilai oleh film sampai film putus atau robek.
WVTR sebesar 2,35 g/m2/hari. Penelitian Semakin besar nilai kuat tarik maka semakin
lain yang dilakukan oleh Darni et al. (2017) kuat gaya yang dibutuhkan suatu film untuk
menghasilkan nilai WVTR dengan nilai putus. Hasil pengujian kuat tarik film COS
4,1675 g/m2/hari pada edible film berbahan dapat dilihat pada Table 5. Berdasarkan hasil
dasar pektin buah cokelat yang ditambahkan perhitungan statistik tidak ada interaksi antara
Table 4 WVTR of COS film
COS concentration WVTR of COS (g/m2/day) Concentration
(%) M U C CHIT mean effect
1.5 9.43±0.66b 8.69±0.66b 9.20±0.66b 8.34±0.66bb 8.84±0.33b
2 8.01±0.66b 5.25±0.66a 8.69±0.66b 6.71±0.66ab 7.11±0.33a
Mean [ ] 8.72±0.46b 6.97±0.46a 8.69±0.46b 7.53±0.46ab (+)
Note: Numbers followed by the same letter were not significantly different (p<0.05)
Mean [ ] : Type of COS mean effect
(+) : There are significant interaction between type of COS and COS concentration
(-) : There are no significant interaction between type of COS and COS concentration
jenis COS dengan konsentrasi COS (p>0,05). namun mengurangi kuat tarik film. Hal ini
Jenis COS memengaruhi nilai kuat tarik yang terjadi karena kehadiran gliserol menurunkan
dihasilkan (p<0,05). Hasil pengujian kuat interaksi rantai polimer dari kitosan ataupun
tarik film COS menunjukkan nilai kuat tarik COS (Rivero et al. 2016). Salah satu kelebihan
tertinggi diperoleh COSU konsentrasi 2% dari COS adalah menggunakan pelarut
dengan nilai 5,43d N/mm2 dan nilai terendah dengan pH lebih tinggi untuk larutan film
pada COSM konsentrasi 1,5% dengan nilai dibandingkan kitosan. Pelarut asam diduga
1,34a N/mm2. Perbedaan nilai kuat tarik yang mampu mengubah keseimbangan rantai
dihasilkan dapat disebabkan oleh perbedaan ikatan hidrogen intra dan interkitosan
karakteristik dari COS yang diproduksi. sehingga menurunkan sifat mekanis film yang
Nilai kuat tarik yang diperoleh pada diproduksi (Qiao et al. 2021).
setiap jenis COS dengan konsentrasi 1,5% dan
2% sudah sesuai dengan Japanese Industrial Elongasi
Standard (JIS 1975) untuk edible film dengan Elongasi adalah rasio penambahan
nilai kuat tarik minimum sebesar 0,3 MPa Panjang film terhadap panjang awalnya.
atau 0,3 N/mm2. Penelitian yang dilakukan Persen elongasi menunjukkan seberapa elastis
oleh Priyadarshi et al. (2018) mendapatkan suatu film yang diuji. Semakin besar nilai
kuat tarik film berbahan dasar kitosan- elongasi semakin elastis film yang diproduksi.
gliserol yang dilarutkan menggunakan asam Hasil pengujian elongasi dari film COS
sitrat (agen crosslinker) dengan nilai kuat dapat dilihat pada Table 6. Berdasarkan hasil
tarik sebesar 9,48 MPa. Salah satu hal yang perhitungan statistik, terdapat interaksi antara
memengaruhi karakteristik kuat tarik dari faktor jenis COS dan faktor konsentrasi COS
film adalah penggunaan bahan pengisi atau (p<0,05). Nilai elongasi film tertinggi ada
filler. Penambahan bahan pengisi kalsium pada film COSU 2% dengan pemanjangan
karbonat dapat meningkatkan kuat tarik dari sebesar 76,7±5,3% dan nilai paling rendah
film berbahan dasar pektin cokelat dari 3 MPa pada COSM dengan nilai 10,41±5,3%. Tingkat
menjadi 6,5 MPa (Darni et al. 2017). plastisitas film yang tinggi lebih mudah
COS dengan bobot molekul lebih kecil menyesuaikan dengan bentuk produk karena
cenderung memiliki kuat tarik yang lemah. film tidak mudah putus atau retak.
Kitosan akan membentuk ikatan hidrogen Sebagian besar nilai elongasi dari film
antara gugus hidroksil dan amino pada kitooligosakarida belum memenuhi Japanese
pembuatan film. Semakin tinggi berat molekul International Standard (JIS 1975) untuk edible
kitosan atau COS maka akan semakin banyak film. Nilai minimum parameter elongasi untuk
ikatan antara gugus hidroksil dan amino film yaitu minimal 70%. Hasil penelitian
yang akan meningkatkan kuat tariknya (Park menunjukkan hanya jenis film COSU
et al. 2002). Jenis pemlastis gliserol juga konsentrasi 2% yang memenuhi kriteria
turut berkontribusi dalam perolehan nilai standar tersebut dengan nilai elongasi sebesar
kuat tarik film. Penambahan jenis pemlastis 76,7%. Faktor yang dapat memengaruhi
gliserol mampu meningkatkan elongasi film besar kecilnya nilai elongasi pada kitosan
dan turunannya adalah penggunaan pelarut dan meningkatkan fleksibilitas dari film yang
untuk membuat film berbahan dasar kitosan dibuat (Jacoeb et al. 2014). Nilai elongasi suatu
misalnya asam asetat, asam sitrat, asam material film bergantung pada fleksibilitas
laktat dan asam malat serta viskositas atau rantai molekul. Sifat yang dapat memengaruhi
bobot molekul dari kitosan (Park et al. 2002). elongasi dari material yaitu interaksi rantai,
Penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni ketebalan film, serta kelembapan lingkungan
et al. (2016) mendapatkan nilai elongasi (Zavareze et al. 2012). Pemlastis dapat
perpanjangan putus sebesar 77% dari film berfungsi sebagai pelumas yang menyebabkan
penutup luka dengan bahan dasar kitosan molekul polimer lebih mudah melewati
dengan pemlastis kombinasi pemlastis gliserol satu sama lain sehingga menambahkan
dan sorbitol 1:3. Penambahan sebanyak 2 mL ekstensibilitas dari suatu polimer (Fang et al.
gliserol dalam formula film berbahan dasar 2002).
pati ubi jalar Cilembu dapat meningkatkan
persen elongasi dari 4,9% menjadi 32,8% Transparansi dan absorbansi cahaya
(Nuriyah et al. 2018). UV
Elongasi dapat dipengaruhi oleh jenis Transparansi merupakan salah satu
pemlastis yang digunakan dalam pembuatan faktor penting yang diperhitungkan
film. Pemlastis gliserol akan meningkatkan dalam pembuatan film. Transparansi
elongasi dari film karena mengurangi menggambarkan tingkat kejernihan film
interaksi antar rantai dari bahan sehingga dihitung berdasarkan absorbansi film pada
meningkatkan pergerakan makromolekul panjang gelombang 585 nm dan ketebalan
(Rovshandeh et al. 2014). Gliserol mampu film. Semakin kecil nilai transparansi
mengubah sifat rigiditas dari film sehingga menandakan semakin jernih film yang diuji
film yang ditambahkan gliserol dalam (Bao et al. 2009). Hasil pengujian transparansi
formulasinya akan semakin fleksibel. Bobot film COS dapat dilihat pada Table 7. Hasil
molekul gliserol yang kecil memudahkan yang diperoleh menunjukkan bahwa adanya
gliserol untuk bergabung dalam matriks film interaksi antara jenis COS dan konsentrasi
(A) (B)
Figure 2 UV light absorbance of 1.5% (A) and 2% (B) film; COSM: chito-oligosaccharide
microwave; COSU: chito-oligosaccharide ultrasound; COSC: chito-oligosaccharide
combination; CHIT: chitosan)
COS (p<0,05). Nilai transparansi terendah bahan dasar kitosan cenderung memiliki
ada pada sampel kitosan konsentrasi 1,5% kenampakan yang lebih jernih dibandingkan
sebesar 0,42 dan nilai tertinggi pada COSM dengan film COS. Hasil ini dapat dilihat
konsentrasi 2% sebesar 2,3. dari kecenderungan semua jenis COS yang
Besar kecilnya nilai transparansi dari diproduksi memiliki nilai transparansi yang
film dapat dipengaruhi oleh bahan baku dari lebih besar daripada kitosan. Apabila dilihat
film. Penggunaan film berbahan dasar dari dari bahan dasar pembentuk film, kitosan
kombinasi pati-gelatin (rasio 4:1) dengan memiliki warna putih sedangkan COS
gliserol sebagai pemlastis menghasilkan yang dihasilkan memiliki warna cenderung
nilai transparansi sebesar 2,12 (Al-Hassan kekuningan. Warna kekuningan dari COS
dan Norziah 2012). Sebagian besar peneliti yang dihasilkan berkontribusi pada lebih
mengklaim bahwa penggunaan gliserol tingginya nilai transparansi film COS
sebagai pemlastis menghasilkan film dibandingkan dengan film kitosan.
dengan nilai transparansi yang lebih tinggi Absorbansi cahaya UV diukur untuk
jika dibandingkan dengan film dengan mengetahui kemampuan film untuk menahan
pemlastis lain misalnya sorbitol. Hal ini pancaran gelombang UV. Film dipaparkan
disebabkan karena molaritas gliserol yang pada panjang gelombang 200-800 nm dan
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis dihitung absorbansinya. Film yang mampu
pemlastis lain pada konsentrasi pemlastis menyerap sinar UV ditunjukkan dengan
yang sama (% b/b dari bahan baku film) adanya absorbansi pada panjang gelombang
(Leerahawong et al. 2011). Penelitian yang selang 200-300 nm (Zarandona et al. 2020).
telah dilakukan memiliki persamaan dengan Hasil pengukuran absorbansi cahaya UV untuk
penelitian Priyadarshi et al. (2018) yang COS konsentrasi 1,5% dan 2% dapat dilihat
meneliti tentang kombinasi pelarut asam sitrat pada Figure 2. Berdasarkan gambar tersebut,
dengan kitosan dan gliserol menghasilkan nilai film kitosan dan COS memiliki potensi untuk
transparansi yang relatif rendah dengan nilai menghambat sinar UV ditunjukkan dengan
0,32. Penggunaan konsentrasi COS maupun adanya absorbansi yang cukup besar pada
kitosan yang lebih tinggi berkontribusi pada panjang gelombang 200-300 nm dan nilainya
meningkatnya nilai transparansi pada film terus menurun seiring dengan bertambahnya
yang diproduksi (Ren et al. 2017). Hal yang nilai panjang gelombang. Semakin tinggi
dapat memengaruhi nilai transparansi salah konsentrasi COS dan kitosan yang digunakan
satunya adalah karakteristik atau sifat dari akan menghasilkan aborbansi yang lebih baik
bahan baku yang digunakan untuk pembuatan pada panjang gelombang tersebut dengan
film (Kaewprachu et al. 2018). Film dengan bentuk grafik yang relatif mirip.
Science of Food Agriculture. 89(15):2692– Harish Prashanth K V., Kittur FS, Tharanathan
2700. RN. 2002. Solid state structure of chitosan
Bastarrachea LJ, Wong DE, Roman MJ, Lin prepared under different N-deacetylating
Z, Goddard JM. 2015. Active packaging conditions. Carbohydrate Polymers.
coatings. Coatings. 5(4):771–791. 50(1):27–33.
Chimtong S. 2018. Antibacterial activity of Jacoeb AM, Nugraha R, Utari SPSD. 2014.
chito-oligosaccharides (COSS) from Edible film from lindur fruit starch with
shrimp shells wastes. Advance in Plants addition of glycerol and carrageenan.
and Agriculture Research. 8(6):392–394. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Darni Y, Utami H, Septiana R, Fitriana RA. Indonesia. 17(1):14–21.
2017. Comparative studies of the edible Japanese Industrial Standard. 1975. Japanese
film based on low pectin methoxyl with Standards Association. 2: 1707.
glycerol and sorbitol plasticizers. Jurnal Kaewprachu P, Osako K, Rawdkuen S. 2018.
Bahan Alam Terbarukan. 6(2):158–167. Effects of plasticizers on the properties of
Debeaufort F, Voilley A. 2009. Edible Films fish myofibrillar protein film. Journal of
and Coatings for Food Applications. Food Science and Technology. 55(8):3046–
Fang Y, Tung MA, Britt IJ, Yada S, Dalgleish 3055.
DG. 2002. Tensile and barrier properties Lagarón JM, López-Rubio A, José Fabra M.
of edible films made from whey proteins. 2016. Bio-based packaging. Journal of
Journal of Food Science. 67(1):188–193. Applied Polymer Science. 133(2):1-15.
Fatnasari A, Nocianitrti KA, Suparthana IP. Leerahawong A, Tanaka M, Okazaki E, Osako
2018. The effect of glycerol concentration K. 2011. Effects of plasticizer type and
on the characteristic edible film sweet concentration on the physicochemical
potato starch (Ipomoea batatas L.). Media properties of edible film from squid
Ilmiah Teknologi Pangan. 5(1):27–35. Todarodes pacificus mantle muscle.
Faustine D, Setyaningsih I, Hardiningtyas Fisheries Science. 77(6):1061–1068.
SD. 2020. Depolimerisasi kitosan Liang S, Sun Y, Dai X. 2018. A review of the
menggunakan sinar ultraviolet dan katalis preparation, analysis and biological
asam klorida. Jurnal Pengolahan Hasil functions of chitooligosaccharide.
Perikanan Indonesia. 23(3):412–422. International Journal of Molecular Science.
Fiamingo A, Delezuk JADM, Trombotto 19(8):1-19.
S, David L, Campana-Filho SP. 2016. Lodhi G, Kim YS, Hwang JW, Kim SK, Jeon
Extensively deacetylated high molecular YJ, Je JY, Ahn CB, Moon SH, Jeon BT,
weight chitosan from the multistep Park PJ. 2014. Chitooligosaccharide
ultrasound-assisted deacetylation of and its derivatives: Preparation and
beta-chitin. Ultrasonics Sonochemistry. biological applications. Biomed Reesearch
32:79–85. International. 2014:1-6.
Goy RC, De Britto D, Assis OBG. 2009. A Mailoa NM, Marthina Tapotubun A, Matrutty
review of the antimicrobial activity of TEAA. 2017. Analysis total plate count
chitosan. Polimeros. 19(3):241–247. (TPC) on fresh steak tuna applications
Guan G, Abul Kalam Azad M, Lin Y, Kim SW, edible coating Caulerpa sp. during stored
Tian Y, Liu G, Wang H. 2019. Biological at chilling temperature. IOP Confrence
effects and applications of chitosan Series Earth and Environmental Science.
and chito-oligosaccharides. Frontier of 89(1):1-6.
Physiology. 10(5):1–10. Matica MA, Aachmann FL, Tøndervik A,
Hanif N, Tanaka J, Setiawan A, Trianto A, Sletta H, Ostafe V. 2019. Chitosan as
De Voogd NJ, Murni A, Tanaka C, a wound dressing starting material:
Higa T. 2007. Polybrominated diphenyl Antimicrobial properties and mode of
ethers from the Indonesian sponge action. International Journal of Molecular
Lamellodysidea herbacea. Journal of Sciences. 20(23):1–34.
Natural Products. 70(3):432–435. Mourya VK, Inamdar NN, Choudhari YM.