Anda di halaman 1dari 9

Balai Besar Tekstil

AKTIFITAS BIODEGRADASIIN VITRO DAN IN VIVO SERAT


KITOSAN YANG TELAH DIBERI PERLAKUAN DEHIDRASI DAN
PLASTISISASI

IN VITRO AND IN VIVO BIODEGRADITION ACTIVITIES OF CHITOSAN


FIBER AFTER RECEIVING DEHYDRATION AND PLASTICIZEN
TREATMENTS
Wiwin Winiati, Wulan Septiani

Balai Besar Tekstil,


Jl. Jenderal Ahmad Yani 390. Bandung
E-mail: winiati@bdg.centrin.net.id

Tanggal diterima : 2 Mei 2013, direvisi : 22 Mei 2013, disetujui terbit : 31Mei 2013

ABSTRAK

Pada penelitian ini dipelajari aktifitas biodegradasiin vitro dengan menggunakan enzim lisozim untuk serat
kitosan yang telah diberi perlakuan proses dehidrasi dan plastisisasidan biodegradasi in vivo terhadap kucing.
Dengan tujuan untuk mengetahui parameter yang dapat menurunkan kecepatan biodegradasi yang ditunjukkan oleh
penurunan besarnya kehilangan kekuatan tarik, padabiodegradasi in vitro dilakukan pengukuran diameter dan
densitas, kekuatan tarik dan morfologi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa biodegradasi serat kitosan dengan
enzim lisozim dalam media larutan PBS (phosphat buffer saline)pada suhu 37 oC selama 3 hari, menyebabkan
terjadinya penurunan kekuatan tarik, dan besarnya penurunan kekuatan tarik dipengaruhi oleh diameter serat,
densitas serat, proses dehidrasi dan plastisisasi yang dilakukan, derajat deasetilasi kitosan serta jumlah enzim yang
diberikan. Peningkatan densitas, melakukan proses dehidrasi dilanjutkan plastisisasi (DP) dan penggunaan kitosan
dengan derajat deasetilasi (DD) yang lebih rendah berhasil mengurangi kehilangan kekuatan tarik serat karena
biodegradasi. Biodegradasi menyebabkan terjadinya hidrolisa ikatan kimia dalam rantai polimer pada serat kitosan
yang mengakibatkan terjadinya pengikisan/keropos pada serat. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
biodegradasi yang terjadi adalah menurut mekanisma bulk degradation.Uji biodegradasi in vivo menunjukkan serat
kitosan biodegradable dan biokompatabel dengan jaringan kulit kucing, dan pada biodegradasiin vivo secara visual
terlihat serat kitosan lebih cepat melebur dari pada saat uji in vitro.

Kata kunci : serat kitosan, dehidrasi, plastisisasi,biodegradasi, in vitro, in vivo,

ABSTRACT

In vitro biodegradation using lysozyme enzyme of chitosan fiber afterreceiving dehydration and plasticizen
processesand in vivo biodegradation toward catare studied in this research.In the in vitro biodegradation, diameter,
density, tensile strength and morphology of the fiber were measured and identified to know the parameter that can
reduce biodegradation rate and the mechanism of degradation.The result show that in vitro degradation of chitosan
fiber using lysozyme enzyme in PBS (phosphat buffer saline) media at 37 oCfor 3 days caused on decreasing of
tensile strength,and the amount of tensile strength decrease is affected by diameter and density of fiber, dehidration
and plasticizen processes, deasetilation degree (DD) of chitosan and the amount of enzyme used.Increasing in
density, applying dehydration and plasticizen, and lower DD of chitosan used were contributed to decrease
biodegradation rate. During the degradation process, ahydrolytic scission of chemical bonds inthe polymer chain of
chitosan fiber leading to an eroding process on fiber was happened. Thisphenomenon indicated that a degradation
of chitosan fiber using lysozymewas occured according to a bulk degradation mechanism.Whereas, in vivo
degradation experiment shows that chitosan fiber is biodegradable and biocompatible with outer cat skin, and
visual observation on fused of fiber indicate thatchitosan fiber degradation by in vivo degradation is faster than by
in vitro degradation.

Keywords: chitosan fiber, dehydration, plasticizen, biodegradation, in vitro, in vivo

29 Jurnal Ilmiah Arena Tekstil Volume 28 No.1 – Juni 2013 : 1 - 46


Balai Besar Tekstil

PENDAHULUAN material yang dimediasi oleh aktivitas biologis yang


spesifik.11Polimer yang biodegradable adalah
Kitosan adalah biopolimer alam yang berupa material yang mempunyai kemampuan beradaptasi
polisakarida linier dari β-1,4-D-glukosamina. pada perioda waktu tertentu dan selanjutnya
Sebagai biopolimer alam, kitosan mempunyai sifat terdegradasidengan mekanisma yang terkontrol,
biodegradabel. Dengan adanya kandungan gugus menjadi produk yang mudah dieliminasi dalam
amina primer yang bersifat kationik, pada pH < 6,5 sistem metabolisasi tubuh. Dalam hal ini
kitosan yang berada dalam larutan akan bermuatan biodegradibilitas tidak hanya mengeliminasi bahaya
positif sehingga kitosanmerupakan polimer komplikasi yang disebabkan oleh adanya bahan asing
polikationik.1,2,3 Semua jaringan tubuh memiliki dalam waktu yang lama dan kebutuhan operasi kedua
muatan negatif, sehingga kitosan yang membawa untuk mengambil kembali bahan asing tersebut,
muatan positif dapat tertarik ke jaringan tubuh, kulit, tetapi juga mempercepat penyembuhan karena
tulang dan rambut. Sedangkan permukaan luar tubuh jaringan berinteraksi dan tumbuh ke dalam bentuk
mikroba bermuatan positif. Hal ini menyebabkan terbiodegradasi.11
kitosan mempunyai sifat menghambat aktifitas Biodegradasi biomaterial dapat terjadi pada
mikroba(anti bacterial activity). Kemampuan tahap persiapan yang berbeda, termasukselama
kitosan untuk terikat ke sel hidup tersebut penyimpanannya.Polimer biomaterial bila kontak
(biokompatibel) disertai dengan sifat yang dapat dengan cairan dan jaringan tubuh dapat terdegradasi
menghambat aktifitas mikroba serta biodegradabel, oleh oksidasi kimia dan oksidasi enzimatik, oleh
menjadi suatu hal penting dalam penggunaan kitosan hidrolisa non-enzimatik dan hidrolisa katalis
di bidang kesehatan. Kitosan dinyatakan sebagai enzimatik.11Dalam hal ini, enzim adalah katalis
material yang mempunyai potensi pengembangan ke biologis yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi
depan karena sifat-sifatnya tersebut disertai dengan organisma hidup tanpa dirinya mengalami
kemampuannya untuk dilakukan modifikasi struktur perubahan yang permanen. Reaksi hidrolisa
guna mendapatkan sifat dan fungsi yang diperlukan, enzimatik polimer biomaterial merupakan proses
yaitu dengan memanfaatkan reaktivitas kandungan yang heterogen yang dipengaruhi oleh cara interaksi
gugus amino primer serta gugus OH primer dan antara enzim dengan rantai polimer dan biasanya
gugus OH sekundernya.1,4,5,6 melibatkan empat tahap yaitu: 11
Kitosan telah berhasil dibuat menjadi serat, - difusi enzim dari media larutan ke permukaan
dengan alat wet-spinning diperoleh serat kitosan bahan padat
dengan ukuran mikro hingga makro,sedangkan - adsorpsi enzim ke substrat menghasilkan bentuk
dengan alat elektrospinning diperoleh serat dengan komplek enzim-substrat
ukuran nano.7,8 Serat kitosan yang berupa benang - katalisasi reaksi hidrolisa
monofilamen diperuntukkan sebagai benang operasi. - difusi produk biodegradasi yang dapat larut dari
9,10
Karena sifat kitosan yang biodegradabel dan substrat padat ke dalam larutan
biokompatibel, benang kitosan dikatagorikan Kecepatan reaksi biodegradasiakan dikontrol oleh
sebagai benang operasi terserap, yaitu benang tahapan yang paling lambat.Adsorpsi dan kecepatan
operasi yangakan menyatu dengan jaringan tubuh reaksi hidrolisa dipengaruhi oleh sifat kimiafisik dari
sehingga tidak perlu diambil kembali. Benang substrat yaitu berat molekul, komposisi kimia,
operasi terserap dari kitosan ternyatatahan terhadap kristalinitas, luas permukaan, dan juga oleh
cairan empedu, urine dan pankreas, yang karakteristik spesifik enzim yaitu aktivitas, stabilitas,
merupakan masalah bagi benang operasi terserap konsentrasi, komposisi asam amino dan konformasi
lainnya, dan dinyatakan bahwa pembalut luka yang 3-D.11Penting pula untuk diperhatikan kondisi media
terbuat dari serat kitosan dapat mempercepat yaitu pH dan temperatur yang dapat mempengaruhi
penyembuhan luka hingga 75%.9Manfaat utama dari sifat substrat dan enzim. Adanya bahan stabilisator,
material yang biodegradabel ini adalah aktivator dan inhibitor dalam media sebagai hasil
menghilangnya material dalam jaringan tubuh biodegradasi material atau yang dilepas dari aditif
sebagai hasil dari biobiodegradasi setelah menyatu proses dapat mempengaruhi reaksi katalitik
dengan jaringan tubuh. Berbagai jenis material yang enzimatik dengan mempengaruhi adsorpsi dan
biodegradabel ternyata mempunyai kecepatan aktivitas enzim. Biodegradasipolimer dapat terjadi
biobiodegradasi yang berlainan, oleh karena itu menurut mekanisma bulk degradation atau surface
diperlukan material dengan kecepatan erosion.11,12 Pada mekanisma bulk degradation
biobiodegradasi yang sesuai dengan kecepatan terjadi hidrolisa ikatan kimia dalam rantai polimer
regenerasi jaringan tubuh.Investigasi mengenai pada sentrum material yang biasanya menghasilkan
kecepatan biodegradasi biomaterial diperlukan untuk sel yang kosong tetapi dimensi material tidak
aplikasi material tersebut khususnya di bidang berubah hingga waktu tertentu. Pada mekanisma
medis.9 surface erosion terjadi kehilangan material hanya
Biobiodegradasi dalam kontek aplikasi pada permukaan saja yang menghasilkan profil
biomedis diartikan sebagai kerusakan bertahap pada kehilangan masa yang dapat diprediksi. Material

Aktifitas BiodegradasiIn Vitro dan In Vivo Serat Kitosan yang Telah Diberi Perlakuan Dehidrasi dan 30
Plastisisasi(Wiwin Winiati, Wulan Septiani)
Balai Besar Tekstil

menjadi lebih kecil tetapi bentuk geometrisnya tidak Dalam penelitian ini dipelajari biodegradasi
berubah.Mekanisma ini dapat digunakan untuk serat kitosan in vitro dengan menggunakan enzim
menghantarkan/melepas molekul dengan kecepatan lisozim, serta pengaruh proses dehidrasi dan
yang konstan dengan tetap menjaga integritas plastisisasi terhadap biodegradasi, dengan melakukan
mekanikal dan struktural material. pengukuran beberapa parameter dari teknik
Dalam pengujian biodegradasi biomaterial, monitoring biodegradasi, serta biodegradasi serat
ada tiga jenis pengujian yang dapat dilakukan yaitu kitosan in vivo dengan melakukan uji coba
pengujian in vitro, in vivo dan pengujian klinis.11 pemanfaatan serat kitosan sebagai benang operasi
Kata in vitro dan in vivo berasal dari bahasa Latin untuk menjahit luka pada kucing
yang masing-masing berarti'dalam gelas' dan 'dalam
kehidupan'. Pengujian biodegradasiin vitro METODA
merupakan pengujian awal untuk memprediksi
kemampuan biomaterial pada situasi klinis. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap,
Monitoring untuk mengetahui pengaruh yaitu dimulai dari pembuatan serat kitosan dengan
biodegradasi terhadap biomaterial dapat dilakukan alat wet-spinning, proses dehidrasi dan plastisisasi
dengan cara analisis permukaan dan analisis fisik terhadap serat kitosan dilanjutkan dengan uji
yang meliputi berat, berat molekul, kristalinitas, biodegradasi serat kitosan in vitro. Secara singkat
morfologi, kimia permukaan, sifat mekanik dan diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.
produk biodegradasi.11
Lisozim adalah enzim yang terkandung Bahan
dalam cairan serum manusia sebanyak 4-13 mg/L  Kitosan dibuat dari kulit udang dengan
dengan waktu paruh 16 jam. Lisozim juga terdapat melakukan 3 tahap proses secara batch yaitu
pada cairan yang keluar dari mata (air mata) dan deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi.
hidung, serta terdapat juga pada putih telur. Lisozim Deproteinasi dilakukan dengan merendam dalam
dapat menghidrolisa polisakarida, dan berperan pula larutan Natrium hidroksida 1% (w/w) pada
pada biodegradasi kitin-kitosan.11 Lisozim temperatur 85 oC selama I jam, demineralisasi
merupakan enzim yang menghidrolisa glikosidik dilakukan dengan merendam dalam larutan
pada kitin. Pada saat terdegradasi oleh lisozim, kitin Asam klorida 3% (v/v) pada 50 oC selama 1 jam
akan terpecah menjadi oligosakarida yang kemudian dan deasetilasi dilakukan dengan merendam
akan terdegradasilagi dalam tubuh menjadi N-asetil- dalam larutan Natrium hidroksida 50% (w/w)
glukosamin. Kitosan akan terdegradasi lagi oleh pada 120 oC selama 2 jam. Pada setiap tahap,
enzim hidrolase yang ada dalam tubuh. Hasil setelah proses selesai dilanjutkan dengan
biodegradasi kitosan adalah senyawa N-glukosamin. pencucian menggunakan air kran dan
Kedua senyawa hasil biodegradasi kitin dan kitosan pengeringan dalam oven pada 105 oC
ini berguna bagi nutrisi sel sehingga dapat membantu  Bahan kimia yaitu natrium hidroksida, asam
proses penyembuhan luka.11 klorida, asam asetat, methanol dan gliserol
Kitosan diperoleh dari Merck dengan grade p.a

Cara
Pembuatan larutan kitosan
 Pembuatan larutan kitosan dilakukan dengan
melarutkan kitosan bubuk dalam larutan asam
Proses Wet-spinning asetat-metanol 2 % (v/v)
 Pembuatan serat kitosan dilakukan dengan
Spinneret Ø 1500, 1000, menggunakan alat wet-spinning dengan koagulan
Serat Kitosan Basah larutan NaOH 14% pada temperature 40 oC,
dilakukan variasi ukuran diameter spinneret yang
Proses Dehidrasi digunakan yaitu 1500 µm, 1000 µm.
 Post treatment dilakukan terhadap serat kitosan
yaitu proses dehidrasi (D) dan plastisisasi (P).
Proses Plastisisasi Proses dehidrasi dilakukan dengan merendam
serat dalam methanol 30 % selama 4 jam.
Serat Kitosan Kering Proses plastisisasi pada serat kitosan dilakukan
dengan memutar rol serat dalam bak berisi larutan
gliserol 5 % selama 5 menit, hanya ¼ bagian rol
Biodegradasi in vitro Biodegradasi in vivo yang tercelup ke dalam larutan sehingga terjadi
kontak antara serat dengan larutan gliserol secara
bergantian.
Data kinerja biodegradasi serat kitosan  Pengukuran dan pengujian:
- Analisa gugus fungsi dan perhitungan derajat
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian deasetilasi kitosan dilakukan dengan cara

31 Jurnal Ilmiah Arena Tekstil Volume 28 No.1 – Juni 2013 : 1 - 46


Balai Besar Tekstil

FTIR menggunakan FTIR merek Shimadzu hewan dalam melakukan operasi, dalam hal
Prestige ini luka dibuat dengan membuat sayatan pada
- Pengukuran kekuatan tarik serat kitosan kulit bagian luar kucing tersebut. Dilakukan
dilakukan dengan alat Textechno Statimat ME pengamatan secara visual kinerja serat kitosan
Test saat digunakan dan hasil penjahitan nya.
- Analisa morfologi serat kitosan dilakukan
dengan alat Scanning Electron Microscope HASIL DAN PEMBAHASAN
(SEM), merek JEOL JSM-6510/LV/A/LA
- Pengukuran diameter serat kitosan dilakukan Pembuatan serat kitosan
dengan alat mikroskop dilengkapi micrometer Dengan menggunakan spinneret diameter
- Uji biodegradasi in vitro dilakukan untuk 1000 µm dan 1500 µm, dari kitosan dengan derajat
mengetahui laju biodegradasi benang kitosan deasetilasi52 – 64% dengan post treatment dehidrasi
terhadap enzim lisozim. Pengujian dilakukan dan dehidrasi + plastisisasi, telah dihasilkan5 macam
pada konsentrasi larutan enzim lisozim 2 serat kitosan. Serat kitosan yang dihasilkan beserta
mg/mL dan 5 mg/mL dengan mencampur karakteristiknya disajikan pada Tabel 1 .
lisozim dalam PBS (phosphat buffer Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan
saline).Digunakan larutan enzim dengan menggunakan diameter spinneret yang lebih besar
perbandingan 2 mL larutan enzim untuk setiap akan dihasilkan serat kitosan dengan diameter dan
10 mg contoh uji yang dimasukkan ke dalam gaya maksimum yang lebih besar (serat kitosan 1 dan
inkubator pada suhu 37 oC, setiap hari larutan 2), akan tetapi bila dilihat kekuatan tariknya lebih
enzim diganti dengan larutan enzim segar, kecil karena kekuatan tarik adalah gaya dibagi luas
dan pengujian dilakukan selama 3 hari. 9 penampangnya. Perbedaan post treatment pada
serat kitosan nomor 3 dan 4 tidak memberikan
- Uji in vivo dilakukan dengan menggunakan
perbedaan diameter maupun densitas yang signifikan
serat kitosan sebagai benang operasi untuk
akan tetapi proses plastisisasi yang dilakukan setelah
menjahit luka pada kucing. Uji-coba
proses dehidrasi mengakibatkan terjadinya
penjahitan dilakukan oleh Dokter Hewan di
penurunan gaya maksimum dan kekuatan tarik yang
Klinik Hewan dengan mengikuti tahapan
cukup tinggi, hal ini sesuai dengan hasil yang
pelaksanaan sesuai dengan prosedur standar
diperoleh pada penelitian terdahulu.7
yang harus dilakukan oleh seorang dokter

Tabel 1. Data Serat Kitosan


Derajat Post Kode Serat Karakteristik Serat Kitosan
Diameter
Deasetilasi treatmen Kitosan yang Diameter, Gaya Kekuatan tarik, Densitas
Spinneret, µm
kitosan, % t, D/P*) dihasilkan µm maksimum, N MPa g/cm3
1000 64 DP 1 330 2,44 28,54 t.d
1500 64 DP 2 456 2,76 16,90 0,577
1500 52 D 3 364 2,88 27,68 1,153
1500 52 DP 4 365 1,95 18,64 1,173
1500 61 DP 5 406 3,41 26,34 1,051
*) D= dehidrasi; P=Plastisisasi; t.d=tidak diukur

Tabel 2. Biodegradasi in vitro serat kitosan


Awal Setelah biodegradasi
Kode DD
Lisozim, Kehilangan
No serat Kitosan, Berat, Kekuatan Berat, Kekuatan Selisih
mg/mL Kekuatan
kitosan % mg tarik, MPa mg tarik, MPa berat, %
tarik, %
1 1 2 64 33,3 28,54 30,4 12,40 (-) 8,7 56
2 2 2 64 75,4 16,90 73,7 10,72 (-) 2,25 36
3 2 5 64 152,6 16,90 179,8 7,29 (+) 17,82 57
4 5 5 61 278,8 26,34 256,4 16,68 (-) 8,0 37
5 3 5 52 229,2 27,68 267,8 15,76 (+) 16,84 43
6 4 5 52 197,8 18,64 219,3 13,86 (+) 10,86 26
7 2 5 64 152,6 16,90 179,8 10,72 (+) 17,82 36
8 4 5 52 197,8 18,64 219,3 13,86 (+) 10,86 26
9 2 2 64 75,4 16,90 73,7 10,72 (-) 2,25 36
10 2 5 64 152,6 16,90 179,8 7,29 (+) 17,82 57
Keterangan :
No. 1 dan 2 - Perbedaan diameter serat, 330 µm dan 456 µm
No. 3 dan 4 - Perbedaan densitas, 0,577 g/cm3 dan 1,051 g/cm3
No. 5 dan 6 - Perbedaan proses post treatment, dehidrasi (D) dan dehidrasi + plastisisasi (DP)
No. 7 dan 8 - Perbedaan derajat deasetilasi (DD), 64 % dan 52 %
No. 9 dan10 - Perbedaan jumlah enzim Lisozim, 2 mg/mL dan 5 mg/mL

Aktifitas BiodegradasiIn Vitro dan In Vivo Serat Kitosan yang Telah Diberi Perlakuan Dehidrasi dan 32
Plastisisasi(Wiwin Winiati, Wulan Septiani)
Balai Besar Tekstil

Pengujian biodegradasi in vitro dari substrat serat ke dalam larutan yang dapat
Uji biodegradasi in vitro dilakukan terhadap 5 disebabkan produk biodegradasi tidak cukup kecil
buah sampel serat kitosan dengan konsentrasi enzim (masih terlalu besar) untuk menjadi terlarut.10,11
2-5mg/mL selama 3 hari. Hasil uji biodegradasi Serta dari proses plastisisasi setelah dehidrasi,
disajikan pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 adanya kandungan gliserol dalam serat menyebabkan
selanjutnya ditampilkandalam Gambar 2 dan 3, serat bersifat hidroskopis yang dapat menyebabkan
masing-masing menunjukkan perubahan kekuatan terjadinya kenaikan berat.13,14,15
tarik dan selisih berat yang disusun berdasarkan Dari Gambar 2 terlihat bahwa kenaikan
perbedaan diameter serat, densitas serat, proses post diameter dan densitas serat serta proses plastisisasi
treatment yang dilakukan, derajat deasetilasi kitosan telah memberikan kehilangan kekuatan tarik yang
serta jumlah enzim yang diberikan. lebih rendah, sedangkan peningkatan derajat
Tabel 2 menunjukkan bahwa biodegradasi deasetilasi (DD) dan peningkatan jumlah enzim yang
serat kitosan dengan enzim lisozim menyebabkan diberikan akan memberikan peningkatan kehilangan
terjadinya penurunan kekuatan tarik, dan besarnya kekuatan tarik. Menurut standar dari USP (United
penurunan kekuatan tarik dipengaruhi oleh diameter State Pharmacope) untuk benang operasi terserap,
serat, densitas serat, proses post treatment yang dipersyaratkan kehilangan kekuatan tarik selama 3
dilakukan, derajat deasetilasi kitosan serta jumlah hari adalah ≤ 50%.16 Maka peningkatan densitas
enzim yang diberikan. Sedangkan pada pengamatan (termasuk diameter) , melakukan proses dehidrasi
berat serat, setelah biodegradasi terjadi selisih berat dilanjutkan plastisisasi (DP) dan penggunaan kitosan
yang positif (berat naik) dan selisih berat yang dengan DD yang lebih rendah berhasil mengurangi
negatif (penurunan berat). Hal ini dapat terjadi kehilangan kekuatan tarik serat karena biodegradasi.
karena pada biodegradasi selama 3 hari tersebut telah Hal ini disebabkan karena perlakuan dehidrasi
terjadi difusi enzim dari media larutan ke permukaan dilanjutkan plastisisasi (DP) juga memberikan
substrat serat dilanjutkan dengan adsorpsi enzim ke peningkatan densitas,dan kitosan dengan DD yang
substrat menghasilkan bentuk komplek enzim- lebih rendah mempunyai kelarutan yang lebih rendah
substrat dan katalisasi reaksi hidrolisa, akan tetapi pula. 7,13,14
produk biodegradasi yang terjadi tidak dapat larut

60 56 57 57
Kehilanga Kekuatan Tarik, %

50 43
36 37 36 36
40
30 26 26

20
10
0
330 456 0.57 1.05 D DP 52 64 2 5

-
Diameter, µm Densitas, g/cm3 Proses DD,% Enzim, mg/mL

Gambar 2. Kehilangan kekuatan tarik serat kitosan setelah biodegradasi

20 17.82 16.84 17.82 17.82


15 10.86 10.86
Selisih Berat, %

10
5
0
330 456 0.57 1.05 D DP 52 64 2 5
-5 Proses DD,% -2.25
-2.25
-10 Enzim, mg/mL
-8.7 -8
-15 Diameter, µm Densitas, g/cm3
-

Gambar 3. Selisih berat serat kitosan setelah biodegradasi

33 Jurnal Ilmiah Arena Tekstil Volume 28 No.1 – Juni 2013 : 1 - 46


Balai Besar Tekstil

Dari Gambar 3 terlihat bahwasetelah dan amida II, pada 1153 cm-1 untuk C-O-C, pada
biodegradasi terjadi selisih berat yang positif (berat 859 cm-1 untuk amida primer, serta pada daerah 665
naik) dan selisih berat yang negatif (penurunan cm-1 untuk mono nuclear aromatic. Dari
berat). Peningkatan diameter memberikan pengamatan kurva FTIR tersebut terlihat telah
penurunan berat yang lebih kecil, sedangkan pada terjadinya hidrolisa ikatan kimia dalam rantai
perbedaan densitas, serat dengan densitas 0,57 polimer pada serat kitosan, dan terjadi difusi produk
g/cm3setelah biodegradasiberat naik sedangkan pada biodegradasi yang dapat larut dari serat ke dalam
densitas 1,05 g/cm3 terjadipenurunan berat. Pada larutan. Lisozim dapat menghidrolisa polisakarida,
variabel proses dehidrasi (D) dan dehidrasi dalam hal ini lisozim akan menghidrolisa kitin-
dilanjutkan plastisisasi (DP), perbedaan derajat kitosan. Lisozim merupakan enzim yang
deasetilasi kitosan (DD) serta jumlah enzim yang menghidrolisa glikosidik pada kitin-kitosan dan pada
diberikan, setelah biodegradasi terjadi penambahan saat terbiodegradasi oleh lisozim, kitin akan terpecah
berat yang dapat disebabkan masih menempelnya menjadi oligosakarida yang kemudian akan
produk biodegradasi pada serat karena produk terdegradasi lagi dalam tubuh menjadi N-asetil-
biodegradasi tidak cukup kecil (masih terlalu besar) glukosamin. 10 Senyawa hasil biodegradasi kitin dan
untuk menjadi terlarut.11Hal ini menunjukkan bahwa kitosan yaitu N-asetil-glukosamin dan N-glukosamin
melakukan pengukuran berat sebelum dan setelah merupakan senyawa yang dapat larut dalam air akan
biodegradasikurang tepat untuk monitoring terdifusi ke dalam larutan, akan tetapi oligosakarida
biodegradasi. kemungkinan lebih sulit terlarut, sehingga pada
Pada Gambar 4 ditunjukkan kurva FTIR serat tahap awal biodegradasi tidak terjadi penurunan
kitosan awal sebelum biodegradasi (kurva berat, maka pengamatan penurunan berat kurang
hitam/bawah) dan serat kitosan setelah biodegradasi tepat untuk memonitor biodegradasi karena produk
(kurva merah/atas). Dari kedua kurva tersebut biodegradasi masih banyak yang menempel pada
terlihat bahwa beberapa puncak pada serat kitosan seratnya.
awal masih terlihat pada serat kitosan setelah Untuk mengetahui pola biodegradasi yang
biodegradasi tetapi intensitas/tingginya menurun terjadi pada serat kitosan, morfologi serat kitosan
yaitu puncak pada bilangan gelombang 3400-3500 sebelum dan setelah biodegradasi dilihat dengan alat
cm-1 untuk regangan gugus –OH dan –NH2, pada Scanning Electron Microscope (SEM) yang hasilnya
bilangan gelombang 2924 cm-1 dan 2854 cm-1 untuk disajikan pada Gambar 5 berikut.
CH2, pada 1649 cm-1 dan 1598 cm-1 untuk amida I

Multipoint Baselinecorrection
Multipoint Baselinecorrection

90
1 3 8 1 .0 3

%T
1 6 3 3 .7 1
2 8 5 4 .6 5

1 6 6 0 .7 1

1 0 8 2 .0 7

75
2 9 2 2 .1 6

1 2 5 1 .8 2

8 9 4 .9 9

60
6 6 5 .4 5
3 4 4 6 .7 9

3 4 1 2 .0 8
3 4 2 7 .5 1

6 0 2 .7 7
1 3 2 4 .1 5

45
1 3 8 2 .0 2
1 6 4 6 .2 7
1 5 9 8 .0 5

1 4 2 4 .4 5

30
1 1 5 2 .4 9

1 0 3 3 .8 6
1 0 8 3 .0 5
2 9 2 3 .1 7

15
3 4 0 6 .3 5
3 3 8 5 .1 3
3 4 2 2 .7 4
3 4 5 0 .7 1
3 4 4 2 .0 3

0
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500
Bdegra1 1/cm

Gambar 4. Kurva FTIR serat kitosan sebelum dan setelah biodegradasi

Aktifitas BiodegradasiIn Vitro dan In Vivo Serat Kitosan yang Telah Diberi Perlakuan Dehidrasi dan 34
Plastisisasi(Wiwin Winiati, Wulan Septiani)
Balai Besar Tekstil

Serat Kitosan, perbesaran 200x Serat Kitosan, perbesaran 2000x

Biodegradasi dengan Lisozim 2mg/mL, perbesaran 200x dan 2000x

Biodegradasi dengan Lisozim 5mg/mL, perbesaran 200x , 2000x dan 2000x

Gambar 5. Morfologi serat kitosan sebelum dan setelah biodegradasi

Hasil SEM untuk serat kitosan dengan tetap). Terjadinya pengikisan(keropos) pada serat
perbesaran 200x dan 2000x menunjukkan serat kitosan karena degradaasi oleh enzim akan
kitosan mempunyai permukaan yang cukup rata. mengakibatkan benang menjadi lebih cepat
Hasil SEM untuk serat kitosan setelah biodegradasi kehilangan kekuatannya.
selama 3 hari oleh lisozim dengan konsentrasi 2 Dari pengamatan analisa gugus fungsi dalam
mg/mL perbesaran 200x dan 2000x menunjukkan kurva FTIR dan pengamatan morfologi serat dengan
terjadinya pengikisan pada permukaan SEM terlihat bahwa biodegradasi serat kitosan
serat,sedangkan hasil SEM untuk serat kitosan dengan enzim lisozim dalam media larutan PBS telah
setelah biodegradasi selama 3 hari oleh lisozim menyebabkan terjadinya hidrolisa ikatan kimiadalam
dengan konsentrasi 5 mg/mL perbesaran 200x dan rantai polimer pada serat kitosan yang
2000xmenunjukkan terjadinya pengikisan yang lebih mengakibatkan terjadinya pengikisan/keropos pada
ke dalam sehingga terlihat serat seperti keropos, serat. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
akan tetapi diameter serat baik dilihat secara visual biodegradasi yang terjadi adalah menurut mekanisma
maupun dengan SEM terlihat tidak berubah (hampir bulk degradation .

35 Jurnal Ilmiah Arena Tekstil Volume 28 No.1 – Juni 2013 : 1 - 46


Balai Besar Tekstil

Pengujian biodegradasi in vitro terlihat walaupun samar-samar. Bila dibandingkan


secara visual, kondisi serat kitosan setelah uji in vivo
Serat kitosan yang dalam hal ini sama dengan selama 3 hari yang terlihat samar-samar, sedangkan
benang kitosan monofilament dimasukkan ke jarum kondisi serat kitosan setelah uji in vitro dengan
operasi Traumatic needle. Pada seekor kucing dibuat enzim lisozim selama 3 hari yang ditunjukkan pada
luka sayatan pada kulit bagian luar. Luka dijahit dan Gambar 5 terlihat masih utuh hanya keropos. Hal ini
dibuat simpul pada setiap jahitan, diperoleh 3simpul dapat menunjukkan bahwa biodegradasi in vivo
jahitan. Dilakukan pengamatan secara visual berlangsung lebih cepat dari pada biodegradasi in
biobiodegradasi dan biokompatibiliti benang vitro,yang dapat disebabkan karena pada
terhadap jaringan tubuh/kulit kucing.Hasil yang biodegradasi in vivo produk biodegradasi lebih
diperoleh adalah sampai hari ke 3 luka sudah mulai mudah terdifusi melebur menyatu dengan jaringan
menyatu kembali rata tanpa adanya selulit ataupun hidup.Jalannya percobaan disajikan pada Gambar 6
iritasi dan benang kitosan monofilamen masih berikut.

a. Benang kitosan pada jarumTraumatic needle b. Persiapan penjahitan, membuat luka sayatan

c. Penjahitan luka dengan benangkitosan d. Pembuatan simpul benang

e. Hasil penjahitan luka dengan benang kitosan f. Jahitan luka setelah 3 hari

Gambar 6. Uji invivo benang kitosan pada kucing

Aktifitas BiodegradasiIn Vitro dan In Vivo Serat Kitosan yang Telah Diberi Perlakuan Dehidrasi dan 36
Plastisisasi(Wiwin Winiati, Wulan Septiani)
Balai Besar Tekstil

6
KESIMPULAN Tan H., at all. (2013), Quaternazed Chitosan as an
Antimicrobial Agent: Antibacterial Activity,
Biodegradasi serat kitosan dengan enzim Mechanism ofAction and Biomedical
lisozim dalam media larutan PBS (phosphat buffer Application in Orthopedics, International
saline) menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan Journal of Malecular Sciences, 14, 1854 –1869
7
tarik, dan besarnya penurunan kekuatan tarik Winiati W., Wahyudi T., Kurniawan I., Yulina
dipengaruhi oleh diameter serat dan densitas serat, R., (2012), Peningkatan Sifat Mekanik Serat
proses dehidrasi dan plastisisasi yang dilakukan, Kitosan MelaluiProsesPlastisisasi Dengan
derajat deasetilasi kitosan serta jumlah enzim yang Gliserol Setelah Proses Dehidrasi Dengan
diberikan. Peningkatan densitas, melakukan proses Metanol, Jurnal Ilmiah Arena Tekstil,Vol. 27
dehidrasi dilanjutkan plastisisasi (DP) dan No. 2, 79-86
8
penggunaan kitosan dengan derajat deasetilasi (DD) Judawisastra H., Winiati W., Ramadhianti P.A.,
yang lebih rendah berhasil mengurangi kehilangan (2012), Pembuatan Serat Nano Kitosan Tanpa
kekuatan tarik serat karena biodegradasi. Beads Melalui Penambahan PVA dan HDA,
Biodegradasi menyebabkan terjadinya hidrolisa Jurnal Ilmiah Arena Tekstil, Vol. 27 No. 2,
ikatan kimia dalam rantai polimer pada serat kitosan 63-70
9
yang mengakibatkan terjadinya pengikisan/keropos Yang Y.M., Hu W., Wang X.D., Gu X.S., (2007),
pada serat. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan The Controlling Biodegradation of Chitosan
bahwa biodegradasi yang terjadi adalah menurut Fiber By N- acetylation in Vitro and in Vivo, J.
mekanisma bulk degradation.Biodegradasi in vivo Mater Sci: Mater Med, 18, 2117-2121
10
menunjukkan bahwa serat kitosan biodegradabel dan Winiati W.(2008),Pemanfaatan Benang Chitosan
biokompatabel dengan jaringan kulit luar kucing, dan sebagai Benang Bedah pada Kucing,
terindikasi biodegradasi in vivo berlangsung lebih ArenaTekstil, Vol. 23, No. 1, 16 - 22
11
cepat dari pada biodegradasi in vitro karena produk Azevedo, H.S. and Reis, R.L., (2005).
biodegradasi lebih mudah terdifusi melebur menyatu Understanding the Enzymatic Degradation of
dengan jaringan hidup. Biodegradable Polymersand Strategies to
Control Their Degradation Rate,
PUSTAKA Biodegradable Systems in Tissue Engineering
and Regenerative Medicine (177 – 201). CRC
1
Pillai C.K.S, Paul W., Sharma P.C.(2009), Chitin Press LLC
12
and Chitosan Polymers: Chemistry, Dijkhuizen-Radersma R., Morni L., Apeldoorn
Solubilityand Fiber Formation, Progress in A., Zhang Z., and Grijpma D., (2008),
Polymer Science, 34, 641-678 Degradable Polymers for Tissue Engineering,
2
Dutta P.K., Dutta J., Tripathi V.S., (2004), Chitin Tissue Engineering Chapter 7 , 193 - 221
13
and Chitosan: Chemistry, Properties and Wei Y.C., (1992), The Crosslinking of Chitosan
applications, Journalof Scientific & Industrial Fibers, Journal of Polymer Science: Part A:
Research, Vol 63, 20-31 Polymer Chemistry, Vol. 30, 2187 – 2193.
3 14
Petrulyte S. and Petrulis D., (2011), Modern Knaul J. (1998), Improvements in the Drying
Textiles and Biomaterials for Healthcare, Process for Wet-Spun Chitosan Fiber, Journal
Handbook of Medical Textiles Chapter 1, ofPolymer Science, Vol. 69, 1435 – 1444.
15
Woodhead Publishing Limited, USA, 3 - 37 Liang S. Et al. (2009), Microstructure and
4
Liu S., (2011), Bio-functional Textile, Handbook Molecular Interaction in Glyserol Plasticized
of Medical Textiles Chapter 15, Woodhead Chitosan/Polyvinyl alcohol Blending Films,
PublishingLimited, USA, 336 – 359 Macromolecular Chemistry and Physics,
5
Struszczyk M.H., (2006), Global Requirements 210,832 – 839
16
for Medical Application of Chitin and its United State Pharmacopeial Convention.2009
Derivatives, Polish Chitin Society, Monograph United State Pharmacopeia 32 –
XI, 113 – 121 NationalFormulation 27. Maryland, USA.

37 Jurnal Ilmiah Arena Tekstil Volume 28 No.1 – Juni 2013 : 1 - 46

Anda mungkin juga menyukai