Anda di halaman 1dari 5

1.

Pembuatan Kitosan
Kitosan merupakan polimer linier yang tersusun oleh 2000-3000 monomer N-asetil Dglukosamin dalam ikatan (1-4). Kitosan adalah komponen glukosamin yang didapat dari turunan
kitin. Kitin itu sendiri banyak ditemukan dalam kulit serangga, crustacea, dan jamur. Contohnya,
dalam kulit udang terdapat sekitar 25%-50% dari berat kering. Kitin yang terkandung dalam kulit
udang tersebut tidak dapat langsung diambil dan diperoleh dalam bentuk kitin yang kita inginkan.
Hal ini didapat melalui 2 proses inti, yaitu demineralisasi dan deproteinasi.
Tahap pertama adalah tahapan deproteinasi, yaitu proses penghilangan protein, yang
dilakukan dengan larutan basa encer (NaOH). Protein yang terdapat dalam kulit udang terekstrak
dalam bentuk Na-proteinat. Ion Na+ akan mengikat ujung rantai protein yang bermuatan (-) dan
melarut dalam larutan pengekstrak. Deproteinasi kemudian dilanjutkan dengan tahap deminerlisasi,
Demineralisasi adalah proses penghilangan mineral, yang dilakukan dengan larutan asam encer.
Agar proses demineralisasi dapat berlangsung sempurna, maka akan digunakan asam dengan
konsentrasi serendah mungkin dan disertai pengadukan secara konstan. Pengadukan yang konstan
menyebabkan asam konsentrasi rendah dapat bereaksi sempurna dengan bahan baku yang
digunakan. Pada saat pencampuran dengan larutan HCl akan timbul buih yang menunjukkan adanya
reaksi antara garam mineral dengan HCl menghasilkan garam-garam klorida (CaCl2) dan gas CO2
dimana garam mineral akan larut dalam HCl sehingga terpisahkan dari limbah udang.
Biasanya, untuk mempercepat deproteinasi dan demineralisasi, akan dilakukan pencucian
dan pengeringan. Pencucian endapan dilakukan dengan menggunakan aquadest sampai pH netral.
Selanjutnya, disaring untuk diambil endapannya dan dikeringkan. Untuk hasil yang lebih baik,
dilakukan tahap penghilangan warna. Tahapan ini dilakukan dengan cara endapan hasil
demineralisasi diekstrak dengan aseton dan dibleaching dengan 0,315% NaOCl (w/v) selama 5
menit pada suhu kamar. Perbandingan solid dan solven 1:10 (w/v). Hasil dari keseluruhan tahap
diatas adalah kitin.
Tidak berhenti sampai disana, untuk memperoleh kitosan, maka gugus asetamida (NHCOCH3) pada kitin harus diubah menjadi gugus amina (-NH2). Hal ini dilakukan dengan cara
menghilangkan gugus asetil pada kitin, atau yang biasa disebut dengan deasetilasi. Secara kimiawi,
deasetilasi dilakukan dengan menggunakan NaOH. Penggunaan suhu tinggi dengan NaOH
konsentrasi tinggi berhubungan degan ikatan kuat antara atom nitrogen pada gugus amin dengan
gugus asetil. Selain itu, kitin termasuk dalam salah satu polisakarida yang sangat sulit dihidrolisis
dalam suasana asam atau basa, sehingga setiap tahap selalu diikuti dengan proses pencucian dengan
meggunakan aquades atau air bersih sampai netral. Proses deasetilasi bertujuan untuk memutuskan
ikatan kovalen antara gugus asetil dengan nitrogen pada gugus asetamida kitin, sehingga berubah
menjadi gugus amina (-NH2). Deasetilasi secara enzimatis menggunakan enzim kitin deasetilase

2. Sifat kitosan
Sifat kitosan dipengaruhi oleh struktur dan bentuknya. Hal pertama yang dapat kita lihat
adalah, dengan adanya gugus amino dalam rantai carbonnya, membuat kitosan menjadi bermuatan
postif. Hal ini berbeda dengan polisakarida yang lain. Sehingga akhirnya, bahan-bahan lainnya
seperti protein, anion polisakarida yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan kitosan
dan membentuk ion netral. Oleh karena itu kitosan merupakan polielektrolit netral pada pH asam.
Selain itu, adanya gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) yang bebas pada kitosan
membuat reaktivitas kitosan yang tinggi dan bersifat kationik. Reaktifitas kitosan yang tinggi
membuat kitosan mampu mengikat air dan minyak. Hal ini juga didukung dengan adanya gugus
polar dan gugus non polar pada kitosan. Karena kemampuan tersebut, chitosan dapat digunakan
sebagai bahan pengental maupun bahan pembentuk gel, sebagai pengikat, penstabil, dan pembentuk
tekstur. Chitosan memiliki kemampuan yang sama dengan bahan pembentuk tekstur lain seperti
CMC (Karboksi Metil Selulosa) dan MC (Metil Selulosa) yang dapat memperbaiki penampakan
dan tekstur suatu produk karena memiliki daya pengikat air dan minyak yang kuat dan tahan panas.
Sedangkan kitosan bersifat kationik berarti kitosan tidak larut dalam air atau lamtan alkali di atas
pH 6.5. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik cau seperti asam format, asam sitrat, dan
asam mineral lain, kecuali sulfur. Sifat tersebut membuat kitosan dapat dimanfaatkan sebagai
koagulan logam berat.
Kemudian, kitosan juga dikatakan aman bagi lingkungan karena sifatnya yang mudah untuk
di degradasi (biodegradable) dan bersifat kompatibel. Kitosan dikatakan bersifat kompatibel karena
sifatnyasebagai polimer alami yang tidak memiliki dampak/efek samping, aman (tidak beracun)
tidak dapat dicerna dan mudah diuraikan oleh mikroba. Kitin juga dapat berikatan dengan mamalia

dan sel mikroba secara agresif.


3. SRUKTUR KITOSAN
Kitosan merupakan turunan dari kitin, dimana kitin itu sendiri dianggap sebagai turunan
selulosa. Struktur kitin sangat mirip dengan selulosa yaitu ikatan yang terjadi antara monomernya
terangkai dengan ikatan glikosida. Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang
terikat pada atom karbon yang kedua, pada kitin diganti oleh gugus asetamida ( NHCOCH3 )
sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N asetilglukosamin kitosan mempunyai rantai
tidak linier dan mempunyai rumus umum ( C6H11NO4 )n atau disebut sebagai ( 1 4 ) amino 2
deoksi D glukosa.
Kitosan juga merupakan biopolimer alami yang mengandung gugus aktif yaitu hidroksil (OH) dan amina (-NH2). Kitin murni mengandung gugus asetamida (NH-COCH3), dan kitosan
murni mengandung gugus amina (-NH2). Berikut adalah gambar yang menunjukan perbedaan
struktur selulosa, kitin, kitosan.

Perbedaan masing-masing struktur kimia pada ketiganya menyebabkan perbedaan masingmasing sifat-sifat kimia.
4. PEMANFAATAN BAHAN
Aplikasi kitosan dalam kehidupan sangat luas, diantaranya yaitu dapat diterapkan dalam
bidang indusri tekstil, kertas, dan pangan karena sifatnya yang biodegradable dan aktivitas
antibakteri, (contohnya: kitosan digunakan sebagai edible film--> bidang pangan), dalam bidang

bioteknologi (contohnya: sebagai imobilisasi enzim), dalam bidang farmasi , kosmetik (contoh:
sebagai pelembap/moisturizer), serta bidang pangan (contoh: sebagagai zat aditif dan bahan nutrisi).
Namun, fokus pembahasan pada makalah ini adalah aplikasi kitosan sebaga pengawet tahu.
Kitosan memiliki keunggulan, yaitu memiliki struktur yang mirip dengan serat selulosa yang
terdapat pada buah dan sayuran. Keunggulan lain yang sangat penting adalah kemampuannya
sebagai bahan pengawet yang dapat mengahambat berbagai pertumbuhan mikroba perusak
makanan.
Dalam bidang pangan, kitosan dimanfaatkan sebagai edible coating (pelapis) pada makanan
yang bertujuan untuk memperlambat pembusukan makanan (sebagai pengawet makanan). Kitosan
sebagai polimer film dari karbohidrat lainnya, memiliki sifat selektif permeable terhadap gas-gas
CO2 dan O2, tetapi tidak terhadap perpindahan air. Kitosan kurang mampu menahan perpindahan
air disebabkan kitosan merupakan pelapis yang tersusun dari polisakarida (turunan polisakarida),
dimana polisakarida dan turunannya hanya dapat sedikit menahan penguapan air, tetapi efektif
untuk mengontrol difusi dari berbagai gas.
Sifat lain dari kitosan yang membuat kitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan
yaitu kitosan memiliki sifat biodegradable dan biokompatibel (tidak beracun). Kitosan dan
turunannya merupakan antimikroba alami dan beberapa studi telah membuktikan kemampuan
kitosan sebagai antimikroba. Antimikroba merupakan aktifitas suatu senyawa dalam melawan
bakteri. Secara umum mekanisme penghambatan senyawa antimikroba diklasifikasikan menjadi 3
yaitu:
(1) interaksi dengan membran sel dan merusaknya: adanya interaksi antara muatan
positif pada molekul kitosan dengan muatan negatif pada membran sel mikroba
menyebabkan lepasnya unsur-unsur protein dan unsur-unsur lain penyusun
intraseluler mikroba
(2) inaktifasi enzim-enzim: inaktifasi enzim diikuti dengan keluarnya enzim dari
sitoplasma, bahkan sambil membawa komponen metabolit yang lain, yang
menebabkan terjadinya lisis.
(3) perusakan bahan-bahan genetik mikroba.
Kitosan digunakan sebagai antibakteri karena beberapa sifat yang dimiliki yaitu
kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan kemampuannya
dalam memberikan pelapisan terhadap makanan, sehingga akan meminimalkan interaksi antara
produk dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang mengenai
mekanisme kerja kitosan sebagai pengawet adalah sifat afinitas yang dimiliki oleh kitosan yang
sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berikatan dengan DNA yang kemudian
mengganggu mRNA dan sintesa protein.
Sifat afinitas antimikroba dari kitosan dengan sel membran bakteri tergantung dari berat
molekul dan derajat deasetilasi. Berat molekul dan derajat deasetilasi yang lebih besar menunjukkan
aktifitas antimikroba yang lebih besar. Kitosan sebagai polikationik amin akan berinteraksi dengan
kutub negatif dari lapisan sel bakteri. Sejumlah sel bakteri disebabkan oleh perubahan permukaan
sel dan kehilangan fungsi pelindung dalam sel bakteri tersebut. Bakteri gram negatif dengan
lipopolisakarida dalam lapisan luarnya memiliki kutub negatif yang sangat sensitif terhadap kitosan.
Sifat kitosan sebagai antimikroba dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya sumber kitosan,
derajat deasetilasi (DD) kitosan, unit monomer kitosan, mikroba uji, pH media tumbuh mikroba dan
kondisi lingkungan (kadar air, nutrisi yang dibutuhkan mikroba).
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan
Escherichia coli. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya sifat keelektronegatifan dari

permukaan sel E. coli. Perubahan dalam potensial permukaan E. coli selama pertumbuhan, yaitu
terjadinya peningkatan keelektronegatifan seiring dengan peningkatan umur sel, yaitu sampai
pertumbuhan lambat, namun sifat keelektronegatifan akan menurun setelah bakteri mencapai fase
stasioner.

Anda mungkin juga menyukai